You are on page 1of 7

MAKALAH MUSYARKAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas kelompok Pada Mata Kuliah Akuntansi LKS Jurusan EKIS-A Semester 6(ENAM)

Disusun oleh : UMROH (081400138) AINURRAHMAH(081400115)

FAKULTAS SYARI'AH DAN EKONOMI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN 2011 M/1432 H

I.

PENDAHULUAN Seiring dengan berkembang pesatnya suatu transaksi yang berlandaskan syariah khususnya

dibidang bisnis jasa. Seperti lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank, merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi umat islam, karena akad yang diterapkan sesuai dengan syariah dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku. Makalah yang kami buat ini akan memaparkan akad hiwalah yang merupakan salah satu akad tabarru yang bernotaben atas dasar tolong-menolong. Sungguh menarik untuk diketahui oleh kita semua selaku umat islam tentang akad hiwalah ini yang sudah pasti kita akan temukan bila bertransaksi di lembaga pembiayaan syariah. Oleh karenanya, untuk mengetahui lebih lanjut apa definisi hiwalah dan apa saja keuntungan yang kita dapat petik dari akad hiwalah tersebut. Alangkah baiknya kita telusuri di bagian pembahasan makalah ini.

II.

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN Kata Hawalah, huruf haa dibaca fathah atau kadang-kadang dibaca kasrah, berasal dari kata tahwil yang berarti intiqal (pemindahan) atau dari kata haaul (perubahan).1 Orang Arab biasa mengatakan haala anil ahdi, yaitu berlepas diri dari tanggung jawab. Sedang menurut fuqaha, para pakar fiqih, hawalah adalah pemindahan kewajiban melunasi hutang kepada orang lain. Hawalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit atau memikul sesuatu di atas pundak. Objek yang alihkan dapat berupa utang atau piutang. Jenis akad ini pada dasarnya akad tabarru yang bertujuan saling tolong-menolong untuk menggapai ridho Allah.2 Hiwalah merupakan pengalihan hutang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah ulama, hiwalah adalah pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang). B. DASAR HUKUM HIWALAH Islam membenarkan hiwalah dan membolehkannya karena ia diperlukan. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah (HR. Bukhari).

1
2

http://viewislam.wordpress.com/2009/04/15/konsep-akad-hiwalah-dalam-fiqh-muamalah/ Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011).

Pada hadis ini, Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berhutang meng-hiwalah-kan kepada orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang di-hiwalah-kan (muhal alaih), dengan demikian haknya dapat terpenuhi (dibayar). Dan Menurut hadist riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan menurut Ijma para Ulama, akad hiwalah telah disepakati boleh untuk dilakukan. Hal ini didasari kepada kaidah fiqh: Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. C. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT DALAM HIWALAH3 Dalam hal ini, rukun akad hiwalah adalah muhil, yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang, muhal , yakni orang berpiutang kepada muhil. Dan muhal alaih, yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhal, muhal bih 1, yakni hutang muhil kepada muhal, dan juga muhal bih 2 sebagai hutang muhal alaih kepada muhil dan rukun terakhir adalah sighat (ijab-qabul), Untuk sahnya hiwalah disyaratkan hal-hal berikut: pertama, relanya pihak muhil dan muhal tanpa muhal alaih berdasarkan dalil kepada hadis di atas. Rasulullah SAW telah menyebutkan kedua belah pihak, karenanya muhil yang berhutang berkewajiban membayar
3

http://viewislam.wordpress.com/2009/04/15/konsep-akad-hiwalah-dalam-fiqh-muamalah/

hutang dari arah mana saja yang sesuai dengan keinginannya. Dan karena muhal mempunyai hak yang ada pada tanggungan muhil, maka tidak mungkin terjadi perpindahan tanpa kerelaannya. Kedua, samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya, penyelesaian, tempo waktu, serta mutu baik dan buruk. Maka tidak sah hiwalah apabila hutang berbentuk emas dan dihiwalah-kan agar ia mengambil perak sebagai penggantinya. Demikian pula jika sekiranya hutang itu sekarang dan di-hiwalah-kan untuk dibayar kemudian (ditangguhkan) atau sebaliknya. Dan tidak sah pula hiwalah yang mutu baik dan buruknya berbeda atau salah satunya lebih banyak. Ketiga, stabilnya hutang. Jika peng-hiwalah-an itu kepada pegawai yang gajinya belum lagi dibayar, maka hiwalah tidak sah. Keempat, kedua hak tersebut diketahui dengan jelas. Apabila hiwalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggungan muhil menjadi gugur. Andaikata muhal alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, muhal tidak boleh lagi kembali kepada muhil. Demikianlah menurut pendapat jumhur (kebanyakan) ulama D. JENIS-JENIS HIWALAH Akad Hiwalah, dalam praktiknya dapat dibedakan ke dalam dua kelompok. Yang pertama adalah berdasarkan jenis pemindahannya. Dan yang kedua adalah berdasarkan rukun Hiwalahnya. Kelompok pertama yang berdasarkan jenis pemindahannya, terdiri dari dua jenis Hiwalah, yaitu Hiwalah Dayn dan Hiwalah Haqq. Hiwalah Dayn adalah pemindahan kewajiban melunasi hutang kepada orang lain. Sedangkan Hiwalah Haqq adalah pemindahan kewajiban piutang kepada orang lain. Hiwalah Dayn dan Haqq sesungguhnya sama saja, tergantung dari sisi mana melihatnya. Disebut Hiwalah Dayn jika kita memandangnya sebagai pengalihan hutang, sedangkan sebutan Haqq, jika kita memandangnya sebagai pengalihan piutang. Berdasarkan definisi ini, maka anjak

piutang (factoring) yang terdapat pada praktik perbankan, termasuk ke dalam kelompok Hiwalah Haqq, bukan Hiwalah Dayn. Kelompok kedua yaitu Hiwalah yang berdasarkan rukun Hiwalah, terdiri dari Hiwalah Muqayyadah dan Hiwalah Muthlaqah. Hiwalah Muqayyadah adalah Hiwalah yang terjadi dimana orang yang berhutang, memindahkan hutangnya kepada Muhal Alaih, dengan mengaitkannya pada hutang Muhal alaih padanya. Maka dalam rukun Hiwalah, terdapat Muhal bih 2. Hiwalah Muthlaqah adalah Hiwalah dimana orang yang berhutang, memindahkan hutangnya kepada Muhal alaih, tanpa mengaitkannya pada hutang Muhal alaih padanya, karena memang hutang muhal alaih tidak pernah ada padanya. Dengan demikian, Hiwalah Muthlaqah ini sesuai dengan konsep anjak piutang pada praktik Perbankan, dimana tidak ada hutang muhal alaih kepadanya sehingga didalam rukun hiwalahnya, tidak terdapat Muhal bih 2.

III.

PENUTUP Hiwalah/hawalah merupakan suatu akad transaksi yang mengidentifikasikan akadnya dengan

pengalihan utang atau piutang kepada pihak lain. Transaksi hiwalah termasuk dalam katagori akad tabarru artinya akad yang didasari atas asas tolong-menolong dalam hal kebaikan untuk

memberikan kemudahan atau membantu suatu masalah utang piutangnya dengan cara mengunakan sistem pengalihan atau pemindahan tanggung jawab pihak lain. Dengan adanya akad hiwalah ini, seorang muhalalaih yang diberikan amanah dalam pengalihan baik utang maupun piutang oleh seorang muhil. Maka muhalalaih akan mendapatkan imbalan atau ujroh atas jasa yang telah dilakukannya dan besarnya ujroh sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan antara muhil dan muhalalaih. Akad hiwalah merupakan salah satu dari beberapa dari akad yang berjenis tabarru yang dianjurkan oleh nabi untuk dilakukan dalam menerapkan sistem tolong-menolong antara umat muslim, sebagai mana Nabi bersabda tentang akad hiwalah sebagai berikut ini : menunda pembayaran bagi orang yang mamapu adalah kedzaliman dan jika seorang kamu dialihkan (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu, maka turutilah (menerima pengalihan tersebut ). (HR. Bukhori Muslim) Dengan demikian transaksi hiwalah tidak perlu lagi diragukan atas keshahehan atau kebenarannya dalam agama islam. Yang benar-benar mengakui keberadaan hiwalah sebagai jenis akad yang berdasarkan tolong-menolong. Itulah sekilas makalah yang kami buat tentang akad hiwalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

http://viewislam.wordpress.com/2009/04/15/konsep-akad-hiwalah-dalam-fiqh-muamalah/ Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2011).

You might also like