You are on page 1of 105

BAB III TIPOLOGI KELOMPOK PRO DAN KONTRA UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI

A. Tipologi Kelompok Pro Undang-Undang Pornografi Ada beberapa Kelompok yang masuk ke dalam Kelompok yang mendukung (Pro) Undang-Undang Pornografi, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berikut penjelasan tentang Kelompok-Kelompok tersebut.

TABEL I KATEGORI KELOMPOK YANG MENDUKUNG UU PORNOGRAFI

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

KELOMPOK MUI Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) PKS PPP PBR PBB Partai Demokrat PAN Aliansi selamatkan anak Indonesia (ASA) Masy Jogya Anti Pornorafi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Jawa Tengah Aliansi Pemuda Peduli Moral Bangsa Gerakan Mahasisma Anti maksiat (Gema Gorontalo) Forum Umat Islam Kementerian Negara Pemberdayaan perempuan

AKTIFITAS Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Demonstrasi Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap

SUMBER Republika Republika Republika Republika Republika Republika Republika Republika Kompas Republika Republika Republika Republika Republika Republika Republika

17 18 19 20 21 22

MMI BKPRMI Salimah IKADI KAMMI IPM

Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap

Republika Republika Republika Republika Republika Republika

Majelis Ulama Indonesia Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama,zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zuama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Mathlaul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama. zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah PIAGAM BERDIRINYA MUI, yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.

Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Maka mereka terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penajajahan dan perjuangan kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan. Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zuama dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Taala; memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna

mensukseskan pembangunan nasional; meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik. Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu: 1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya) 2. Sebagai pemberi fatwa (mufti) 3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riayat wa khadim al ummah) 4. Sebagai gerakan Islah wa al Tajdid 5. Sebagai penegak amar maruf dan nahi munkar Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.1 Partai Keadilan Sejahtera

http://www.adipedia.com/2011/04/sejarah-berdirinya-mui-majelis-ulama.html

Pada 20 Juli 1998 PKS berdiri dengan nama awal Partai Keadilan (disingkat PK) dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Presiden (ketua) partai ini adalah Nurmahmudi Isma'il.

Pada 20 Oktober 1999 PK menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) dalam kabinet pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, dan menunjuk Nurmahmudi Isma'il (saat itu presiden partai) sebagai calon menteri. Nurmahmudi kemudian mengundurkan diri sebagai presiden partai dan digantikan oleh Hidayat Nur Wahid yang terpilih pada 21 Mei 2000. Pada 3 Agustus 2000 Delapan partai Islam (PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PSII 1905) menggelar acara sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Masjid Al-Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945.

Akibat UU Pemilu Nomor 3 Tahun 1999 tentang syarat berlakunya batas minimum keikut sertaan parpol pada pemilu selanjutnya (electoral threshold) dua persen, maka PK harus merubah namanya untuk dapat ikut kembali di Pemilu berikutnya. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Kehakiman dan HAM (Depkehham) di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (setingkat Propinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat Kabupaten/Kota). Sehari kemudian, PK bergabung dengan PKS dan dengan penggabungan ini, seluruh hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya. Dengan penggabungan ini maka PK (Partai Keadilan) resmi berubah nama menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).

Setelah Pemilu 2004, Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang sedang menjabat) kemudian terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009 dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul Sembiringterpilih

menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2005-2010. Seperti Nurmahmudi Isma'il dan Hidayat Nur Wahid disaat Tifatul Sembiring dipercaya oleh Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Indonesia ke 6 sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Maka estafet kepemimpinan pun berpindah ke Luthfi Hasan Ishaq sebagai pjs Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro PKS II pada 16 - 20 Juni 2010 di Jakarta, Luthfi Hasan Ishaq terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2010-2015. 2

Partai Persatuan Pembangunan Partai Persatuan Pembagunan (PPP) didirikan tanggal 5 Januari 1973, sebagai hasil fusi politik empat partai Islam, Partai Nadhlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Perti. PPP didirikan oleh lima deklarator yang merupakan pimpinan empat Partai Islam peserta Pemilu 1971 dan seorang ketua kelompok persatuan pembangunan, semacam fraksi empat partai Islam di DPR. Para deklarator itu adalah;

KH Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhlatul Ulama; H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH, Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi);

Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII; Haji Rusli Halil, Ketua Umum Partai Islam Perti; dan Haji Mayskur, Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR.

PPP berasaskan Islam dan berlambangkan Ka'bah. Akan tetapi dalam perjalanannya, akibat tekanan politik kekuasaan Orde Baru, PPP pernah menanggalkan asas Islam dan menggunakan
2

http://www.pks.or.id/content/sejarah-ringkas

asas Negara Pancasila sesuai dengan sistem politik dan peratururan perundangan yang berlaku sejak tahun 1984. Pada Muktamar I PPP tahun 1984 PPP secara resmi menggunakan asas Pancasila dan lambang partai berupa bintang dalam segi lima. Setelah tumbangnya Orde Baru yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998 dan dia digantikan oleh Wakil Presiden B.J.Habibie, PPP kembali menggunakan asas Islam dan lambang Ka'bah. Secara resmi hal itu dilakukan melalui Muktamar IV akhir tahun 1998.

Sesuai dengan Anggaran Dasar PPP yang dihasilkan Muktamar V tahun 2003, pada pasal 3 disebutkan bahwa tujuan Partai Persatuan Pembangunan adalah terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera lahir bathin dan demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila di bawah ridho Allah Subhanahu Wata'ala. Menurut pasal 4 Anggaran Dasar PPP usaha PPP adalah : (1) Untuk mencapai tujuan, Partai Persatuan Pembangunan melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut: a. Melaksanakan ajaran Islam dalam hidup perorangan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. b. Mendorong terciptanya iklim yang sebaik-baiknya bagi terlaksananya kegiatan peribadatan menurut syariat Islam. c. Memupuk ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basariyah untuk mengukuhkan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia dalam segala kegiatan kemasyarakatan dan kenegaraan. d. Menegakkan, membangun dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. e. Memperluas dan memperdalam pengetahuan rakyat supaya lebih sadar akan hak dan

kewajibannya selaku warganegara dari Negara Hukum yang merdeka, berdaulat, demokratis, dan menghormati Hak Asasi Manusia. f. Menggairahkan partisipasi seluruh rakyat dalam pembangunan Negara dan mengusahakan adanya keseimbangan pembangunan rohani dan jasmani. g. Mengadakan kerjasama dengan partai-partai politik dan golongan masyarakat lainnya untuk mencapai tujuan bersama atas dasar toleransi dan harga menghargai. h. Memberantas paham komunisme/atheisme dan paham-paham lain yang bertentangan dengan Islam dan Pancasila. i. Turut memelihara persahabatan antara Republik Indonesia dengan Negara-negara atas dasar hormat menghormati dan bekerja sama menuju terwujudnya perdamaian dunia yang adil dan beradab. j. Melaksanakan usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan asas dan tujuan partai.

(2) Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara demokratis dan konstitusional. Ketua Umum DPP PPP yang pertama adalah H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH yang menjadi Ketua Umum, sejak tanggal 5 Januari 1973 sampai mengundurkan diri tahun 1978. Selain jabatan Ketua Umum pada awal berdirinya PPP juga mengenal presidium partai yang terdiri dari KH.Idham Chalid sebagai Presiden Partai, H.Mohammad Syafaat Mintaredja, SH, Drs.H.Th.M.Gobel, Haji Rusli Halil dan Haji Masykur, masing-masing sebagai Wakil Presiden. Ketua Umum DPP PPP yang kedua adalah H. Jailani Naro, SH. Dia menjabat dua periode. Pertama tahun 1978 ketika H.Mohammad Syafaat Mintaredja mengundurkan diri sampai

diselenggarakannya Muktamar I PPP tahun 1984. Dalam Muktamar I itu Naro terpilih lagi menjadi Ketua Umum DPP PPP. Ketua Umum DPP PPP yang ketiga adalah H. Ismail Hasan Metareum, SH, yang menjabat sejak terpilih dalam Muktamar II PPP tahun 1989 dan kemudian terpilih kembali dalam Muktamar III tahun 1994. Ketua Umum DPP PPP yang keempat adalah H. Hamzah Haz yang terpilih dalam Muktamar IV tahun 1998 dan kemudian terpilih kembali dalam Muktamar V tahun 2003. Hasil Muktamar V tahun 2003 juga menetapkan jabatan Wakil Ketua Umum Pimpinan Harian Pusat DPP PPP, yang dipercayakan muktamar kepada mantan Sekjen DPP PPP, H. Alimawarwan Hanan,SH. Ketua Umum DPP PPP yang kelima adalah H. Suryadharma Ali yang terpilih dalam Muktamar VI tahun 2007 dengan Sekretaris Jenderal H. Irgan Chairul Mahfiz sedangkan Wakil Ketua Umum dipercayakan oleh muktamar kepada Drs. HA. Chozin Chumaidy.

PPP sudah mengikuti sebanyak enam kali sejak tahun 1977 sampai pemilu dipercepat tahun 1999[1] dengan hasil yang fluktuatif, turun naik.

Dilihat dari sisi perolehan suara, pada Pemilu 1977 PPP meraih 18.745.565 suara atau 29,29 persen). Sedangkan dari sisi perolehan kursi, PPP mendapatkan 99 kursi atau 27,12 persen dari 360 kursi yang diperebutkan

Dari sisi perolehan suara, pada Pemilu 1982 PPP meraih 20.871.800 suara atau 27,78 persen. Dari perolehan kursi, PPP mendapatkan 94 kursi atau 26,11 persen dari 364 kursi yang diperebutkan.

Dari sisi perolehan suara, pada Pemilu 1987 PPP meraih 13.701.428 suara arau 15,97 persen. Sedangkan dari perolehan kursi, PPP meraih 61 kursi atau 15,25 persen dari 400 kursi yang diperebutkan.

Dari sisi perolehan suara, pada Pemilu 1992 PPP meraih 16.624.647 suara atau 14,59 persen. Dari sisi perolehan kursi PPP meraih 62 kursi atau 15,50 persen dari 400 kursi yang diperebutkan.

Dari sisi perolehan suara, pada Pemilu 1997 PPP meraih 25.340.018 suara. Sedangkan dari sisi perolehan kursi, PPP meraih 89 kursi atau 20,94 persen dari 425 kursi yang diperebutkan.

Dari sisi perolehan suara, pada Pemilu 1999 PPP meraih 11.329.905 suara atau 10,71 persen. Dari sisi perolehan kursi, PPP meraih 58 kursi atau 12,55 persen dari 462 kursi yang diperebutkan.

Dari sisi perolehan suara, pada Pemilu 2004 PPP meraih 9.248.764 atau 8,14 persen. Dari sisi perolehan kursi, PPP tetap meraih 58 kursi atau 10,54 persen dari 550 kursi yang diperebutkan.

Pada Pemilu 1977, PPP meraih kursi pada 22 provinsi atau 84,62 persen dari 26 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya.

Pada Pemilu 1982, PPP meraih kursi pada 22 provinsi atau 81,84 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, dan Timur Timur.

Pada Pemilu 1987, PPP meraih kursi pada 22 provinsi atau 81,84 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, dan Timur Timur.

Pada Pemilu 1992, PPP meraih kursi pada 18 provinsi atau 66,66 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi adalah Jambi, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, dan Timor Timur.

Pada Pemilu 1997, PPP meraih kursi pada 18 provinsi atau 66,66 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Jambi, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, dan Timor Timur.

Pada Pemilu dipercepat tahun 1999, PPP meraih kursi pada 24 provinsi atau 88,88 persen dari 27 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Bali, Irian Jaya, dan Timur Timur.

Pada Pemilu 2004, PPP meraih kursi pada 23 provinsi atau 69.69 persen dari 33 provinsi. Provinsi yang tidak menghasilkan kursi bagi PPP adalah Babel, Kepri, DIY, Bali, NTT, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua . Selama pemilu yang diselenggarakan pemerintahan otoriter Orde Baru, PPP selalu berada dalam keadaan tertindas, kader-kader PPP dengan segala alat kekuasaan Orde Baru dipaksa meninggalkan partai, kalau tidak akan dianiaya. Selama masa Orde Baru banyak kader-kader PPP terutama di daerah yang ditembak, dipukul, dan malah ada yang dibunuh. Saksi-saksi PPP diancam, suara yang diberikan rakyat ke PPP dimanipulasi untuk kemenangan Golkar, mesin politik Orde Baru. Jadi kalau ada yang menyatakan PPP adalah bagian dari Orde Baru, mereka yang menyatakan itulah yang justru antekantek Orde Baru atau mereka yang selama ini bersembunyi di balik ketiak Orde Baru. ( Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 adalah pemilu di bawah rezim Orde Baru

yang otoriter, di mana peserta pemilu hanya PPP, Golkar, dan PDI. Pemilu 1999 adalah pemilu rezim reformasi dengan peserta 48 partai politik).3
Partai Bintang Reformasi Partai Bintang Reformasi (PBR) muncul dari buah pertikaian internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Setelah sekian lama mengusung nama PPP Reformasi, pada 20 Januari 2002 berganti nama menjadi PBR. Walau sudah berdiri sendiri, masalah tak langsung lepas dari PBR. Dalam tubuh partai ini juga sempat muncul konflik kepemimpinan antara Bursah Zarnubi dengan Zaenal Maarif yang akhirnya berakhir dengan menyebrangnya Maarif ke Partai Demokrat. Menghadapi Pemilu 2009, PBR membuat langkah yang cukup mengejutkan. PBR merangkul beberapa aktivis gerakan radikal seperti Dita Indah Sari, Yusuf Lakaseng, untuk duduk sebagai caleg bagi PBR. VISI & MISI Visi PBR adalah partai gerakan yang terbuka bagi semua golongan, sebagai alat perjuangan dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, memperbaiki kualitas hidup rakyat Indonesia, dan menuntaskan agenda reformasi bangsa Indonesia

Misi Mewujudkan masyarakat madani Indonesia yang sejahtera, adil, mandiri, dan demokratis yang diridhoi Allah SWT dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan
3

http://pppmadiun.blogspot.com/2010/12/sejarah-partai-persatuan-pembangunan.html

UUD 1945

PENCAPAIAN PADA PEMILU SEBELUMNYA : 2004 = 2.944.529 suara atau 2,60% (14 kursi di DPR).4

Partai Bulan Bintang (PBB) Adalah sebuah partai politik Indonesia yang berasaskan Islamberdiri pada tanggal 17 Juli 1998 di Jakarta dan dideklarasikan pada hari Jumat tanggal 26 Juli 1998 di halaman Masjid AlAzhar Kemayoran Baru Jakarta. Partai Bulan Bintang didirikan dan didukung oleh ormas-ormas Islam tingkat Nasional yaitu Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Badan Koordinasi dan Silaturahmi Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI), Forum Silaturahmi Ulama, Habaib dan Tokoh Masyarakat (FSUHTM), Persatuan Islam (PERSIS), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Umat Islam (PUI), Perti, Al-Irsyad, Komite untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Lembaga Hikmah, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam (GPI), KB-PII, KB-GPI, Hidayatullah, Asyafiiyah, Badan Koordinasi Pemuda & Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Badan Koordinasi Muballigh Indonesia (Bakomubin),Wanita Islam, Ikatan Keluarga Masjid Indonesia (IKMI), Ittihadul Mubalighin, Forum Antar Kampus dan Lembaga Penelitian
4

http://news.detik.com/read/2008/12/26/095529/1059605/709/partai-bintang-reformasi-%2829%29

Pengkajian Islam (LPPI). Berbagai ormas ini bergabung didalam Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI) yang didirikan pada tanggal 12 Mei 1998. BKUI merupakan pelanjut dari Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) yang didirikan pada tanggal 1 Agustus 1989 oleh Pemimpin Partai Masyumi yaitu DR.H. Mohammad Natsir, Prof.DR.HM. Rasyidi, KH. Maskur, KH. Rusli Abdul Wahid, KH. Noer Ali, DR. Anwar Harjono, H. Yunan Nasution, KH. Hasan Basri dan lain-lain. Pada awal berdirinya PBB diketui oleh Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra, SH,MSc tokoh reformasi yang menjadi arsitek berhentinya Soeharto dari jabatan Presiden RI ketika reformasi bergulir dan juga sebagai tokoh yang mempelopori Amandemen Konstitusi Pasca reformasi ditengah tuntutan Federalisme dari berbagai tokoh reformasi ketika itu dan pernah pula menjadi Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia dan Menteri Sekretaris Negara. Sedangkan DR. H.MS. Kaban diangkat sebagai Sekretaris Jendral, tokoh HMI yang sangat disegani dan pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan yang juga dikenal tanpa kompromi dengan para cukong kayu dan perambah hutan Indonesia. Berikutnya MS Kaban dipilih sebagai Ketua Umum PBB pada tanggal 1 Mei 2005 dan Drs.H. Sahar L. Hasan sebagai Sekjen. Sejak Muktamar ke-3, April 2010, di Medan partai ini telah menetapkan kembali DR.H.MS Kaban sebagai Ketua Umum dan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., M.Sc. sebagai Ketua Majelis Syuro dan BM Wibowo,SE., MM., mantan Sekretaris Jenderal Organisasi Massa Islam Hidayatullah, sebagai Sekretaris Jenderal. Partai Bulan Bintang sejak reformasi telah menjadi peserta pemilu dan telah mengikuti Pemilu tahun 1999, 2004 dan Pemilu tahun 2009. Pada Pemilu tahun 1999, Partai Bulan Bintang mempu meraih 2.050.000 suara atau sekitar 2% dan meraih 13 kursi DPR RI. Sementara pada

Pemilu 2004 memenangkan suara sebesar 2.970.487 pemilih (2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR. Dalam Pemilihan Umum Anggota Legislatif 2009, PBB memeroleh suara sekitar 1,8 juta yang setara dengan 1,7% dan dengan system parliamentary threshold 2,5% sehingga berakibat hilangnya wakil PBB di DPR RI, meski di beberapa daerah pemilihan beberapa calon anggota DPR RI yang diajukan mendapatkan dukungan suara rakyat dan memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai Anggota DPR RI. Namun PBB masih memiliki sekitar 400 Anggota DPRD baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Visi Terwujudnya kehidupan masyarakat Indonesia yang Islami Misi Membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri berkepribadian tinggi, cerdas, berkeadilan, demokratis dan turut menciptakan perdamaian dunia berdasarkan nilai-nilai Islam.5

Partai Demokrat Partai Demokrat didirikan atas inisiatif saudara Susilo Bambang Yudhoyono yang terilhami oleh kekalahan terhormat saudara Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan Calon wakil Presiden dalam Sidang MPR tahun 2001.

http://bulan-bintang.org/partai/sejarah-singkat/

Dari perolehan suara dalam pemilihan cawapres dan hasil pooling public yang menunjukkan popularitas yang ada pada diri Susilo Bambang Yudhoyono (selanjutnya disebut SBY), beberapa orang terpanggil nuraninya untuk memikirkan bagaimana sosok SBY bisa dibawa menjadi Pemimpin Bangsa dan bukan direncanakan untuk menjadi Wakil Presiden RI tetapi menjadi Presiden RI untuk masa mendatang. Hasilnya adalah beberapa orang diantaranya saudara Vence Rumangkang menyatakan dukungannya untuk mengusung SBY ke kursi Presiden, dan bahwa agar cita-cita tersebut bisa terlaksana, jalan satusatunya adalah mendirikan partai politik. Perumusan konsep dasar dan platform partai sebagaimana yang diinginkan SBY dilakukan oleh Tim Krisna Bambu Apus dan selanjutnya tehnis administrasi dirampungkan oleh Tim yang dipimpin oleh saudara Vence Rumangkang. Juga terdapat diskusi-diskusi tentang perlunya berdiri sebuah partai untuk mempromosikan SBY menjadi Presiden, antara lain : Pada tanggal 12 Agustus 2001 pukul 17.00 diadakan rapat yang dipimpin langsung oleh SBY di apartemen Hilton. Rapat tersebut membentuk tim pelaksana yang mengadakan pertemuan secara marathon setiap hari. Tim itu terdiri dari : (1). Vence Rumangkang, (2). Drs. A. Yani Wahid (Alm), (3). Achmad Kurnia, (4). Adhiyaksa Dault, SH, (5).Baharuddin Tonti, (6). Shirato Syafei. Di lingkungan kantor Menkopolkampun diadakan diskusi-diskusi untuk pendirian sebuah partai bagi kendaraan politik SBY dipimpin oleh Drs. A. Yani Wachid (Almarhum). Pada tanggal 19 Agustus 2001, SBY memimpin langsung pertemuan yang merupakan cikal bakal pendirian dari Partai Demokrat. Dalam pertemuan tersebut, saudara Vence Rumangkang menyatakan bahwa rencana pendirian partai akan tetap dilaksanakan dan hasilnya akan dilaporkan kepada SBY. Selanjutnya pada tanggal 20 Agustus 2001, saudara Vence Rumangkang yang dibantu oleh saudara Drs. Sutan Bhatoegana berupaya mengumpulkan orang-orang untuk merealisasikan pembentukan sebuah partai politik. Pada akhimya, terbentuklah Tim 9 yang beranggotakan 10 (sepuluh) orang yang bertugas untuk mematangkan konsep-konsep pendirian sebuah partai politik yakni: (1) Vence Rumangkang; (2) Dr. Ahmad Mubarok, MA.; (3) Drs. A. Yani Wachid (almarhum); (4) Prof. Dr. Subur Budhisantoso; (5) Prof. Dr. Irzan Tanjung; (6) RMH. Heroe Syswanto Ns.; (7) Prof. Dr. RF. Saragjh, SH.,

MH.; (8) Prof. Dardji Darmodihardjo; (9) Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rompas; dan (10) Prof. Dr. T Rusli Ramli, MS. Disamping nama-nama tersebut, ada juga beberapa orang yang sekali atau dua kali ikut berdiskusi. Diskusi Finalisasi konsep partai dipimpin oleh Bapak SBY. Untuk menjadi sebuah Partai yang disahkan oleh Undang- Undang Kepartaian dibutuhkan minimal 50 (limapuluh) orang sebagai pendirinya, tetapi muncul pemikiran agar jangan hanya 50 orang saja, tetapi dilengkapi saja menjadi 99 (sembilanpuluh sembilan) orang agar ada sambungan makna dengan SBY sebagai penggagas, yakni SBY lahir tanggal 9 bulan 9. Pada tanggal 9 September 2001, bertempat di Gedung Graha Pratama Lantai XI, Jakarta Selatan dihadapan Notaris Aswendi Kamuli, SH., 46 dari 99 orang menyatakan bersedia menjadi Pendiri Partai Demokrat dan hadir menandatangani Akte Pendirian Partai Demokrat. 53 (lima puluh tiga) orang selebihnya tidak hadir tetapi memberikan surat kuasa kepada saudara Vence Rumangkang. Kepengurusanpun disusun dan disepakati bahwa Kriteria Calon Ketua Umum adalah Putra Indonesia asli, kelahiran Jawa dan beragama Islam, sedangkan Calon Sekretaris Jenderal adalah dari luar pulau jawa dan beragama Kristen. Setelah diadakan penelitian, maka saudara Vence Rumangkang meminta saudara Prof. Dr. Subur Budhisantoso sebagai Pejabat Ketua Umum dan saudara Prof. Dr. Irsan Tandjung sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal sementara Bendahara Umum dijabat oleh saudara Vence Rumangkang. Pada malam harinya pukul 20.30, saudara Vence Rumangkang melaporkan segala sesuatu mengenai pembentukan Partai kepada SBY di kediaman beliau yang saat itu sedang merayakan hari ulang tahun ke 52 selaku koordinator penggagas, pencetus dan Pendiri Partai Demokrat. Dalam laporannya, saudara Vence melaporkan bahwa Partai Demokrat akan didaftarkan kepada Departemen Kehakiman dan HAM pada esok hari yakni pada tanggal 10 September 2001. PENGESAHAN PARTAI DEMOKRAT

Pada tanggal 10 September 2001 jam 10.00 WIB Partai Demokrat didaftarkan ke Departemen Kehakiman dan HAM RI oleh saudara Vence Rumangkang, saudara Prof. Dr. Subur Budhisantoso, saudara Prof. Dr. Irsan Tandjung, saudara Drs. Sutan Bhatogana MBA, saudara Prof. Dr. Rusli Ramli dan saudara Prof. Dr. RF. Saragih, SH, MH dan diterima oleh Ka SUBDIT Pendaftaran Departemen Kehakiman dan HAM. Kemudian pada tanggal 25 September 2001 terbitlah Surat Keputusan Menkeh & HAM Nomor M.MU.06.08.-138 tentang pendaftaran dan pengesahan Partai Demokrat. Dengan Surat Keputusan tersebut Partai Demokrat telah resmi menjadi salah satu partai politik di Indonesia dan pada tanggal 9 Oktober 2001 Departemen Kehakiman dan HAM RI mengeluarkan Lembaran Berita Negara Nomor : 81 Tahun 2001 Tentang Pengesahan. Partai Demokrat dan Lambang Partai Demokrat. Selanjutnya pada tanggal 17 Oktober 2002 di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Partai Demokrat dideklarasikan dan dilanjutkan dengan Rapat Kerja Nasional (Rakemas) Pertama pada tanggal 18-19 Oktober 2002 di Hotel Indonesia yang dihadiri Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) seluruh Indonesia. Sejalan dengan deklarasi berdirinya Partai Demokrat, sebagai perangkat organisasi dibuatlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Sebagai langkah awal maka pada tahun 2001 diterbitkan AD/ART yang pertama sebagai peraturan sementara organisasi. Pada tahun. 2003 diadakan koreksi dan revisi sekaligus didaftarkan ke Departemen Kehakiman dan HAM RI sebagai Persyaratan berdirinya Partai Demokrat. Sejak pendaftaran tersebut, AD/ART Partai Demokrat sudah bersifat tetap dan mengikat hingga ada perubahan oleh forum Kongres ini. 6

http://www.demokrat.or.id/sejarah/

Partai Amanat Nasional

Sebenarnya, setelah Soeharto lengser, hati kecil Amien Rais ingin kembali ke Muhammadiyah, untuk menekuni kegiatan dakwah, pendidikan dan sosial. Akan tetapi keinginannya harus berhadapan dengan tuntutan dan harapan yang terlanjur dipikul kepundaknya. Menurut Sekjen Komnas HAM Baharudin Lopa yang langsung menemuinya dikantor PP Muhammadiyah; Amien sudah berhasil merobohkan, kini rakyat menunggu bagaimana ia membangun. Bahkan dengan kalimat yang lebih lantang, Eep Saefullah Fatah dalam kolom majalah Ummat menyatakan: jika Amin masih berfikir sebagai moralis an sich yang tak serius mengejar target kepemimpinan nasional, maka sebetulnya ia berkhianat kepada konstituen yang telah membesarkannya. Bahkan, bisa membuatnya tak bertanggung jawab, mengingat amanat sebagian (besar) publik belum tuntas ia tunaikan. Pada Tabloid Adil dalam sebuah artikelnya berjudul Ijtihad dan Terobosan, Amien mengungkapkan perasaannya sebagai berikut; Seandainya ada pilihan saya untuk kembali kekandang Muhammadiyah setelah Soeharto turun panggung, tentu saya akan mengambil pilihan ini dengan amat sangat gembira. Namun rupanya dalam hidup ini ada pilihan yang seolah datang dari luar, sebagai tuntutan masyarakat kepada kita, yang akhirnya tidak bisa kita hindarkan. Untuk memantapkan pilihannya, ia kemudian membawa kebimbangan ini kedalam rapat PP Muhammadiyah (ketika itu Amien Rais masih menjadi ketuanya). Hasilnya, sebagian mengharapkan ia meneruskan perjuangannya dengan cara terjun ke partai, sementara yang lainnya menganggap tugasnya sudah selesai, dan kini saatnya ia pulang kandang. Dalam dilema seperti inilah kemudian ia mengambil keputusan yang disebutnya sebagai ijtihad politik untuk terus berjuang lewat partai politik. Persoalan baru timbul, apakah harus membuat partai politik baru atau cukup bergabung dengang partai yang ada. Pada saat itu timbul desakan dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Solo dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI agar Amien mendirikan partai politik baru dan menolak bergabung dengan partai lama. Di dalam Majelis Amanat Rakyat (MARA) juga terjadi perdebatan yang makin lama semakin mengkristal. Apakah MARA tetap seperti bentuknya semula, yakni sebagai cabinet watch dog atau diubah menjadi partai politik. Kelompok pertama, merupakan kelompok yang menginginkan MARA tetap sebagaimana jati dirinya ketika dilahirkan. Dimotori oleh Zumrotin dan Syahbani Kacasungkana, bahkan karena sangat khawatirnya, sampai-sampai Ratna Sarumpaet menyatakan, kalau MARA berubah menjadi partai politik, maka ia akan kehilangan simpati dari masyarakat. Sedangkan kelompok kedua, merupakan kelompok yang menginginkan MARA berubah menjadi parpol. Yang paling Vokal dan gigih memperjuangkannya ide ini adalah Fikri Jufri, yang didukung oleh Ulil Absar Abdullah dan Ong Hok Ham. Fikri dan Ulil bahkan sudah siap dengan usulan yang lebih jauh, yakni memperjuangkan Amien Rasis menjadi presiden dalam pemilu mendatang. Bagi Ulil, fenomena pak Amien yang muncul pada saat itu belum tentu berulang dalam 50 tahun. Menurut pengamatannya, figur Amien Rais yang dinobatkan sebagai gerbong reformasi oleh berbagai media massa dan diakui sebagai tokoh reformasi oleh berbagai kalangan termasuk mahasiswa, memiliki sumber daya yang mendukung sangat kuat. Apalagi sampai saat itu belum ada satupun parpol yang berhasil memikat dirinya. Tanggal 5-7 Juli 1998, dilaksanakan Tanwir Muhammadiyah di Semarang yang dihadiri oleh seluruh jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta utusan dari tingkat Wilayah (Provinsi). Amien sangat berharap Tanwir akan mengambil semacam keputusan yang dapat dijadikan pegangan untuk melangkah lebih lanjut. Dalam sidang komisi, mayoritas peserta menginginkan agar warga Muhammadiyah membangun partai yang baru. Namun dalam keputusan resmi dinyatakan, bahwa Muhammadiyah tidak akan pernah berubah menjadi parpol,

juga tidak akan membidani lahirnya sebuah parpol. Tetapi warga Muhammadiyah diberi keleluasaan untuk terlibat dalam parpol sesuai dengan minat dan potensinya. Ketika memberikan sebuah penutupan Tanwir, Amien menyinggung kemungkinan lahirnya sebuah parpol baru dimana Syafi Maarif akan menjadi ketuanya. Hal yang sama diulanginya ketika konferensi pers dengan para wartawan yang hadir. Pak Syafi yang merasa belum pernah diajak bicara masalah ini merasa kaget. Tetapi saat dikonfirmasikan wartawan tentang pernyataan pak Amien, ia enggan berkomentar. Dalam pembicaraan-pembicaraan informal ia merasa ragu dan tidak yakin dapat menjalankan peran itu. Meskipun pak Amien terus berusaha meyakinkannya. Amien juga meminta bantuan Sandra Hamid dan Goenawan Mohammad untuk meyakinkannya. Tetapi, makin lama sikap pak Syafi semakin tegas untuk menolak. Sampai suatu saat ia menyampaikan pada pak Amien, Anda sajalah yang ke partai, biar saya yang menjaga Muhammadiyah, ujarnya. Sekembalinya dari Malaysia dalam rangka memenuhi undangan Universitas Malaya serta bersilaturrahim dengan Perdana Menteri Mahathir Mohammad dan Wakil Perdana Mentri Anwar Ibrahim. Amien Rais berkunjung kerumah pak Anwar Harjono. Pada saat itu pak Anwar mengutarakan harapannya agar Amien mau mimimpin sebuah parpol yang sedang diproses oleh tokoh-tokoh DDII. Bahkan, ketika itu Yusril Ihza Mahendra yang sedang berada diluar kota, sempat menyampaikan dukungannya lewat telepon. Dalam ceramah ataupun wawancara dengan para wartawan, pak Amien juga menyinggung kemungkinan mendirikan parpol baru bersama Yusril. Namun bersamaan dengan itu, pak Amien selalu menyebutkan bahwa nama partai yang akan didirikannya adalah Partai Amanat Bangsa (PAB). Sebuah partai terbuka, yang akan mengakomodasi seluruh potensi bangsa. Tanggal 18 Juli pagi, pak Amien kembali berkunjung kerumah pak Anwar dengan

ditemani Dawam Raharjo. Saat itu juga hadir tokoh-tokoh teras PPP, diantaranya: Buya Ismail, Hasan Metareum, Aisyah Amini dan Husein Umar. Saat itu mereka menawarkan pada pak Amien untuk bergabung dengan PPP. Husein Umar menyatakan bahwa bagaimanapun PPP adalah hasil fusi dari partai-partai Islam, karena itu pak Amien sebagai salah seorang tokoh umat, mempunyai kewajiban untuk menyelamatkannya. Sementara Dawam menentang keras usulan ini, bahkan secara tegas mendorong pak Amien agar segera membuat parpol baru. Tidak ada keputusan ataupun kesepakatan dalam pertemuan itu. Tanggal 20 Juli, sedianya pak Amien untuk datang kerumah pak Anwar utuk menghadiri pertemuan dengan tokoh-tokoh Badan Koordinasi Umat Islam (BKUI). Tetapi karena sangat lelah dan kondisinya kurang sehat, setelah memberikan ceramah di Jawa Timur. Pak Amien menitipkan pesan yang dibacakan dalam pertemuan itu, diantaranya; ia menginginkan partai yang akan dibentuk bernama Partai Amanat Bangsa (PAB). Menurut pak Amien kata amanat memiliki makna spiritual dan mengandung pesan moral yang dalam. Setelah mendengar pesan pak Amien, pak Anwar kemudian menyampaikan pokok-pokok pikirannya. Ia mulai dengan, menegaskan bahwa sejak awal partai yang dibentuk dimaksudkan dapat mempersatukan umat secara bulat. Kalau ditanya, apakah partai ini nantinya akan memperkuat PPP?, dengan nada bertanya. Kemudian dijawabnya sendiri, maka jawabannya, jelas tidak Kemudian beliau melanjutkan, apakah akan menghidupkan Masyumi?, jawabnya ada dua. Dengan nada datar beliau menegaskan, untuk menghindari polemik yang berlarut-larut dalam masalah ini, maka disepakati secara aklamasi sebuah kompromi pertama, Masyumi tidak akan hidup kembali. Yang dituntut, hanya sebatas pemulihan nama baik saja. Kedua, nama partai yang akan dilahirkan adalah Partai Bulan Bintang (PBB).

Menurut pak Anwar, saat bertemu pak Amien, ketika nama tersebut disodorkan, ia tidak berkomentar. Hal ini kemudian disimpulakan bahwa pak Amien setuju. Tapi, anehnya, mengapa, kepada media massa kok dia menyebut Partai Amanat Bangsa terus, katanya. Dengan nada prihatin pak Anwar melanjutkan, orang-orang Golkar mengharapkan agar ia tetap memimpin Muhammadiyah saja. katanya lebih lanjut. Akhirnya rapat memutuskan bahwa nama PBB tidak akan dirubah, sedangkan AD dan ART yang sudah disusun oleh tim cukup lama tidak akan dibicarakan lagi. Mengingat, keinginan untuk mendirikan sebuah Partai Islam atau partai yang bernafaskan Islam sudah muncul sejak tahun 1996. jadi, usulan dari pak Amien tidak akan dibicarakan lagi. Tanggal 22 Juli, pak Amien menghadiri pertemuan MARA di hotel Borobudur. Hadir dalam acara membahas situasi politik terakhir ini, antara lain: Goenawan Mohammad, Fikri Jufri, Dawan Raharjo, Ratna Sarumpet, Zumrotin dan Ismet Hadad. Mereka kemudian, menyimpulkan bahwa terombang-ambingnya pak Amien disebabkan karena kelambanan dan tidak adanya sikap yang tegas dari MARA. Apalagi cukup lama MARA tidak mengadakan pertemuan, sehingga banyak kejadian yang tidak disikapi. Dari hasil diskusi dan evaluasi kinerja MARA, Goenawan kemudian menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA memersiapkan pembentukan partai, disamping fungsinya semula sebagai gerakan moral. Tim kecil yang diharapkan akan membidani lahirnya sebuah parpol kemudian dibentuk. Tanggal 23 Juli, pak Amien bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Dalam acara tersebut hadir antara lain: Bachtiar Chamsyah, Aisyah Amini, Faisal Basir, Yusuf Syakir, Fuad Bawazir dan Sutrisno Bachir. Yusuf Syakir yang bertindak sebagai juru bicara menyampaikan bahwa PPP kini membutuhkan suntikan darah segar. Bergabungnya pak Amien diharapkan

akan memberikan image baru sebagai partai reformis pada partai berlambang bintang ini. Mereka berjanji akan memperjuangkan pak Amien menjadi ketua PPP pada muktamar yang dipercepat. Sekiranya pak Amien merasa kurang pas dengan lambang atau nama yang digunakan saat itu, semuanya bisa diperjuangkan saat muktamar.Pak Amien hanya menjawab, akan mempelajari dan menimbang-nimbang lebih dulu. Tanggal 27 Juli, pak Amien kembali menghadiri pertemuan MARA di Galeri Cemara, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Goenawan Mohammad, Mukhtar Pabottinggi dan Albert Hasibuan. Selesai pertemuan, diadakan konferensi pers. Dalam kesempatan ini pak Amien menyinggung lagi tentang rencana pendirian partai, ia menyebut bahwa platform partai, saat itu sedang dipersiapkan lebih lanjut, diutarakan bahwa untuk bidang politik dipimpin oleh Mukhtar, hukum oleh Albert, sedangkan Economi oleh Anggito Abimanyu dan Faisal Basri. Seusai acara, pak Amien menemui Goenawan dan berbicara empat mata. Pak Amien menceritakan lamaran tokoh-tokoh PPP beberapa hari sebelumnya. Ternyata Goenawan memberikan respon positif. Pak Amien kemudian berfikir, bagaimana mengawinkan partai yang akan dilahirkan MARA dengan PPP yang akan direformasi. Pak Amien kembali bertemu tokoh di Pondok Indah. Dalam kesempatan ini ia mengutarakan, ia tertarik untuk bergabung dengan PPP. Namun katanya, ibarat rumah, PPP perlu banyak kamarnya, diperluas ruang tamunya, diperbesar dapurnya, karena akan dihadirinya penghuni baru, tanpa menggusur yang lama. Kalau perlu labelnya diganti, agar lebih menarik. Menanggapi usulan pak Amien, Yusuf Syakir sebagai juru bicara PP, menyampakan bahwa teman-temannya untuk menjadi anggota Majelis Pakar. Usai pertemuan pak Amien langsung berangkat menuju kantornya Amin Aziz di Tebet. Disitu telah menunggu Syafi Maarif, Sutrisno Muhdam, A.M.Fatwa dan Dawam Raharjo.

Mereka mendiskusikan untung dan ruginya membuat partai baru atau bergabung dengan PPP. Kesimpulannya, baik mendirikan partai baru maupun bergabung dengan PPP sama-sama memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Idealnya adalah bila partai yang akan didirikan MARA dapat merger dengan PPP. Tanggal 3 Agustus, pak Amien kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Yusuf Syakir, Aisyah Amini, Tosari Wijaya, Bachtiar Hamzah, Ali Hardi Kiai Demak, Faisal Baasir dan Salahuddin Wahid. Sementara pak Amien ditemani oleh Sutrisno Bachir. Dalam pertemuan ini, kemungkinan pak Amien bergabung dengan PPP semakin kongkrit. Yusuf Syakir selaku juru bicara, menyampaikan hal-hal yang lebih lebih kongkrit dibanding pertemuan sebelumnya. Pertama, ia menyatakan bahwa Buya Ismail, Hasan Metarium sudah menyatakan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Ketua PPP. Kedua, masalah nama partai dapat ditinjau kembali, meskipun mayoritas masih ingin mempertahankan nama PPP. Ketiga, bersama pak Amien yang akan diusulkan sebagai Ketua Majelis Pakar, ada nama-nama seperti Baharuddin Lopa, Ahmad Bagja, Fuad Bawazir, Goenawan Mohamad dan Salahuddin Wahid sebagai anggota. Tanggal 5 Agustus, pak Amien menghadiri pertemuan yang dilaksanakan di Wisma Tempo, Sirnagalih, Jawa Barat. Pertemuan ini dihadiri oleh tiga kelompok. Pertama, PPSK yang diwakili oleh Mohtar Masud, Rizal Panggabean, Chairil Anwar, dan Machfud. Kedua, kelompok Tebet diwakili oleh Amin Aziz, Dawam Raharjo, A.M.Fatwa, Abdillah Toha dan A.M.Lutfi. Ketiga, kelompok MARA diwakili oleh Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Zumrotin, Nusyahbani Kacasungkana dan Ismed Haddad. Pak Amien berada disini sebentar,

karena ia harus segera kebandara Soekarno-Hatta untuk pergi keluar negri bersama Syafii Maarif. Ada dua Agenda besar yang harus dirumuskan dalam pertemuan ini. Pertama, menyusun platform partai. Kedua, menyepakati formatur yang akan ditugasi untuk menyusun kepengurusan. Melalui voting, nama partai kemudian disepakati sebagai Partai Amanat Nasional (disingkat PAN). Ketua formatur ditetapkan M.Amien Rais, dengan delapan anggota, antara lain: Goenawan Mohamad, Zumrotin, Abdillah Toha, A.M.Lutfi, Ismed Haddad, Albert Hasibuan dan Rizal Panggabean. Sepulang dari luar negri, pak Amien diminta menandatangani surat kesediaan untuk duduk di Majelis Pakar PPP. Beberapa media massa menyiarkan bergabungnya pak Amien ke PPP sendiri. Dengan rencana bergabungnya pak Amien ke PPP, Mereka yang telah berkumpul di Wisma Tempo merasa gelisah mendengar berita itu. Mereka berusaha menemui pak Amien untuk mendapatkan penjelasan kebenaran berita tersebut, selain keinginan segera menyampaikan hasil pertemuan yang sudah disepakati. Saat itu pak Amien dikitari orang.orang tertentu, sehingga tidak mudah ditemui. Beberapa hari kemudian, muncul beberapa nada sumbang dari tokoh-tokoh PPP sendiri dengan rencana bergabungnya pak Amien. Selain itu, dari hasil jejak pendapat yang dilaksanakan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Solo, ternyata mayoritas warga Muhammadiyah menginginkan Pak Amien mendirikan partai sendiri. Dari DKI Jakarta, juga datang surat resmi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah yang mendesak agar pak Amien mendirikan partai sendiri. Dengan perjuangan khusus, Rizal Panggabean dan A.M Fatwa akhirnya berhasil menemui pak Amien, saat bersiap-siap untuk

tampil dalam sebuah acara di TV swasta. Dan mereka menyampaikan hasil pertemuan di Sirnagalih. Tanggal 13 Agustus malam, pak Amien kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Ada sekitar sepuluh tokoh PPP hadir malam itu. Yusuf Syakir memulai dengan sebuah kiasan, katanya Pak Amien, ibarat orang pacaran, kini kita sudah menikah, maka itu diharapkan pak Amien tidak lagi melirik gadis lain. Dengan kiasan juga pak Amien menjawab; dalam Islam kan boleh kawin dua. Pak Amien kemudian menyinggung komentar beberapa petinggi PPP yang bernada negatif tentang rencana itu. Meskipun Yusuf Syakir dan kawan-kawan berusaha meyakinkan bahwa komentar yang dimaksud bukan berarti menentang. Juga ia mengingatkan, apapun yang ingin dicapai, semua memerlukan perjuangan. Keesokan harinya, pak Amien muncul di TV mengutarakan rencananya untuk mendirikan partai baru. Sebuah partai terbuka, lintas agama dan lintas etnik. Diharapkan bisa dilaksanakan bertepatan dengan hari kemerdekaan. Tetapi, karena faktor etnis, akhirnya deklarasi baru bisa dilaksanakan pada 23 Agustus 1998, di Istora Senayan. Puluhan ribu masa berjubel menghadirinya. Puluhan tokoh-tokohnya tampil dipanggung, melambai-lambaikan tangan menyambut riuhnya tepuk tangan hadirin saat itu. Kini PAN sudah berusia enam tahun. Dalam usia belia sudah mampu melalui ujian pertamanya dengan keberhasilannya menempatkan 34 orang kadernya sebagai anggota DPR RI, sehingga PAN termasuk lima besar pemenang pemilu 1999. Tahun 2004 juga lima besar dengan 53 anggota. Ujian berikutnya, bagaimana wakilwakil PAN berkiprah baik di DPR RI, DPRD I atau DPRD II untuk memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai yang dijanjikan ketika kampanye dulu. Kalau hal ini berhasil dilalui dengan baik,

insya Allah dalam pemilu mendatang rakyat akan memberikan kepercayaan yang lebih besar pada partai reformis ini.7

Aliansi Selamatkan Anak Indonesia Visi dari ASAI Terwujudnya lingkungan yang aman dan sehat bagi tumbuh kembang anak secara fisik, jiwa, spiritual dan intelektual. Misi Menuntut perlindungan dan penegakkan hukum demi terbebasnya anak Indonesia dari segala bentuk tindak kekerasan. Memasyarakatkan dan menumbuhkan kesadaran akan hak anak. Membangun sinergi dengan semua pihak yang terkait untuk kepentingan terbaik anak.8

Dewan Penasihat dan Tim Ahli ASA Indonesia Dewan Penasihat - Taufiq Ismail - Ida Hasyim Ning - Khofifah Indar Parawansa - DR Yasraf Amir Pilliang - DR Yustiono - DR Muchtar Naim - Topo Santoso, SH, MH - Utomo Dananjaya - Ir. H. Buchori Nasution - Eni Khairani - Dra. Elly Risman - Rizal Maris M.Sc - Mutammimul Ula, SH, MH - Drs. Zainul Fikri - Dra. Fetty Fajriaty MA
7 8

http://dpdpankomas.blogspot.com/2012/03/sejarah-berdirinya-partai-amanat.html http://asa-indonesia.blogspot.com/p/profile.html

- Pastor J. Montolalu - DR.Seto Mulyadi - Ir . Elmir Amien Tim Ahli - Dr.Maswigrantoro Roes Setiyadi - Dr. Taufiq Pasiak M.Ag.,M.Sc - Hendry Yosodiningrat, SH - Pery Umar Farouk SH, MH - Prof. DR. Rudi Satrio - KH. Amidhan - Azimah Soebagyo

Pengurus Harian ASA Indonesia Ketua Umum : Dra. Wirianingsih Ketua I : Masnah Sari, SH Ketua II : Tatty Elmir Sekretaris Jenderal : Inke Maris, MA Wakil Sekjen : Shakina Mirfa Nasution, M.App.Fin Sekretaris Pelaksana : Fera Ariefah, S.Psi Bendahara : Siti Rahma Fauzul Muna, M.Sc Divisi Humas & Media : Amelia Naim, MBA (Ketua) Mark Sungkar Divisi Pemuda : Arif Srisardjono, S.Sos (Ketua) Mierza Darsya Putra Divisi Hukum & HAM : Naufala Bamasymus, SH. Mkn (Ketua) Arnisa Vonna, SH Vita Arif S, SH Tri Sulistiowarni, SH Divisi Seni & Budaya : Anne Rufaidah (Ketua) Astri Ivo Divisi Kesehatan : Dr. Dewi Inong Irara, SpKK (Ketua) Dr. Aisyah Dahlan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Sejarah mencatat dan membuktikan bahwa anak adalah pewaris dan pembentuk masa depan bangsa. Oleh karena itu, pemajuan, pemenuhan dan penjaminan perlindungan hak anak, serta memegang teguh prinsip-prinsip non- diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, melindungi kelangsungan hidup

dan tumbuh kembang anak, serta menghormati pandangan/pendapat anak dalam setiap hal yang menyangkut dirinya, merupakan prasyarat mutlak dalam upaya perlindungan anak yang efektif guna pembentukan watak serta karakter bangsa.

VISI Terwujudnya kondisi perlindungan anak yang optimum dalam mewujudkan anak yang handal, berkualitas dan berwawasan menuju masyarakat yang sejahtera dan mandiri.

MISI Melindungi anak dari setiap orang dan/atau lembaga yang melanggar hak anak, serta mengupayakan pemberdayaan keluarga dan masyarakat agar mampu mencegah terjadinya pelanggaran hak anak. Mewujudkan tatanan kehidupan yang mampu memajukan dan melindungi anak dan hak-haknya serta mencegah pelanggaran terhadap anak sendiri. Meningkatkan upaya perlindungan anak melalui peningkatan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan masyarakat serta meningkatkan kualitas lingkungan yang memberi peluang, dukungan dan kebebasan terhadap mekanisme perlindungan anak

PERAN Melakukan pemantauan dan pengembangan perlindungan anak.

Melakukan advokasi dan pendampingan pelaksanaan hak-hak anak. Menerima pengaduan pelanggaran hak-hak anak. Melakukan kajian strategis terhadap berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan terbaik bagi anak. Melakukan koordinasi antar lembaga, baik tingkat regional, nasional maupun international. Memberikan pelayanan bantuan hukum untuk beracara di pengadilan mewakili kepentingan anak Melakukan rujukan untuk pemulihan dan penyatuan kembali anak. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, pengenalan dan penyebarluasan informasi tentang hak anak.

FUNGSI Melakukan pengumpulan data, informasi dan investigasi terhadap pelanggaran hak anak. Melakukan kajian hukum dan kebijakan regional dan nasional yang tidak memihak pada kepentingan terbaik anak. Memberikan penilaian dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka mengintegrasikan hak-hak anak dalam setiap kebjijakan. Memberikan pendapat dan laporan independen tentang hukum dan kebijakan berkaitan dengan anak.

Menyebasluaskan, publikasi dan sosialisasi tentang hak-hak anak dan situasi anak di Indonesia. Menyampaikan pendapat dan usulan tentang pemantauan pemajuan dan kemajuan, dan perlindungan hak anak kepada parlemen, pemerintah dan lembaga terkait. Mempunyai mandat untuk membuat laporan alternatif kemajuan perlindungan anak di tingkat nasional. Melakukan perlindungan khusus.9

FORUM UMAT ISLAM Yaitu sebuah forum yang menghimpun organisai Islam antara lain Perguruan As Syafiiyyah, Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyyah, Hizb Dakwah Islam (HDI), Front Pembela Islam (FPI), YPI Al Azhar, Majelis Mujahidin, Jamaah Anshorut Tauhid, Gerakan Reformis Islam (GARIS), MER-C, Taruna Muslim, Al Ittihadiyah, Syarikat Islam, Forum Betawi Rempug (FBR), Hidayatullah, Al Washliyyah, Tim Pengacara Muslim (TPM), Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), PERSIS, BKPRMI, Al Irsyad Al Islamiyyah, ICMI, BKMT, Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI), Front Perjuangan Islam Solo (FPIS), Majelis Tafsir Al Quran (MTA), Wahdah Islamiyah, Majelis Adz Zikra, KAHMI, PERTI, Ittihad Mubalighin, Komunitas Muslimah untuk Kajian Islam (KMKI), LPPD Khairu Ummah, PP Daarut Tauhid, Korps Ulama Betawi, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), PPMI, PUI, GPI, JATMI, PII, BMOIWI, Wanita Islam, Pesantren Missi Islam, FORSAP, Irena Center, Laskar Aswaja, Majelis Dawah Umat Islam (MDUI), Forum Ruju Ilal Haq, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang

http://komnaspa.or.id/Komnaspa/Tentang_Kami.html

(PBB), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Nahdlatul Umat Indonesia (PNUI), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dan organisasi-organisasi Islam lainnya dengan Sekretaris Jenderalnya Muhammad Al Khaththath.10

Majelis Mujahidin Indonesia Majelis Mujahidin adalah lembaga yang dilahirkan melalui Konggres Mujahidin I yang diselenggarakan di Yogyakarta tanggal 5-7 Jumadil Ula 1421 H, bertepatan dengan tanggal 5-7 Agustus 2000. Konggres tersebut bertemakan Penegakan Syariat Islam, dihadiri oleh lebih dari 1800 peserta dari 24 Propinsi di Indonesia, dan beberapa utusan luar-negeri. Konggres Mujahidin I itulah yang kemudian mengamanatkan kepada sejumlah 32 tokoh Islam Indonesia yang tercatat sebagai Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) untuk meneruskan misi Penegakan Syariat Islam melalui wadah yang disebut sebagai Majelis Mujahidin. Maksud dan Tujuan Majelis Mujahidin bermaksud menyatukan segenap potensi dan kekuatan kaum muslimin (mujahidin). Tujuannya adalah, untuk bersama-sama berjuang menegakkan Syariah Islam dalam segala aspek kehidupan, sehingga Syariah Islam menjadi rujukan tunggal bagi sistem pemerintahan dan kebijakan kenegaraan secara nasional maupun internasional. Yang dimaksudkan dengan Syariat Islam
10

http://www.mukminun.com/2012/05/press-release-pernyataan-sikap-forum.html

disini adalah, segala aturan hidup serta tuntunan yang diajarkan oleh agama Islam yang bersumber dari alQuran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Manhaj Perjuangan Manhaj perjuangan Majelis Mujahidin adalah Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. yang shahih. Sifat Majelis Mujahidin Majelis Mujahidin bersifat Tansiq atau aliansi gerakan (amal) di antara ummat Islam (mujahid) berdasarkan ukhuwah, kesamaan aqidah serta manhaj perjuangan, sehingga majelis ini mampu menjadi panutan ummat dalam hal berjuang menegakkan Dienullah di muka bumi ini, tanpa dibatasi oleh suku, bangsa ataupun negara. Allah berfirman: Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang pria dan seorang wanita. Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal (hidup rukun dan damai). Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah siapa yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengenal lagi Maha Mengetahui. (Qs. AlHujurat, 49:13) Aliansi atau tansiq ini dikembangkan dalam 3 formulasi, yakni: Kebersamaan dalam misi menegakkan syariat Islam (tansiqul fardi), Kebersamaan dalam Program menegakkan syariat Islam (tansiqul amali), dan Kebersamaan dalam satu institusi Penegakan Syariah Islam (tansiqun nidhami). Tempat dan Waktu Didirikan

Majelis Mujahidin dipermaklumkan di Yogyakarta melalui Kongres Mujahidin, pada hari Senin 7 Jumadil Ula 1421 H, bertepatan dengan tanggal 7 Agustus 2000 M, untuk jangka waktu yang belum ditentukan. Tempat Kedudukan Majelis Mujahidin berpusat di Yogyakarta dengan Perwakilannya di seluruh wilayah Indonesia dan luar negeri. Visi, Misi dan Aqidah Majelis Mujahidin

I. Visi Majelis Mujahidin Visi Majelis Mujahidin adalah tegaknya Syariat Islam dalam kehidupan umat Islam, II. Misi Majelis Mujahidin Misi Majelis Mujahidin adalah berjuang demi tegaknya syariat Islam secara menyeluruh (kaffah). sehingga memperoleh keberuntungan hidup dunia-akhirat dan membawa rahmat bagi bangsa, negara , umat manusia, dan alam semesta. Misi tunggal ini memiliki penjabaran sebagai berikut: A. Pengamalan Syariah Islam harus dilakukan secara bersih dan benar : Berdasarkan kepada aqidah yang bersih dari kemusyrikan dalam berbagai bentuknya. Diantara bentuk kemusyrikan yang tersebar di negara yang penduduknya mayoritas ummat Islam ini ialah sistem Demokrasi Sekuler yaitu meninggalkan/menolak Allah swt sebagai sumber hukum.

Kepemimpinan ummat harus bersih dari pimpinan kaum kafirin yang ingkar kepada Allah, termasuk orang munafiq dan orang yang berpandangan sekuler. B. Syariat Islam harus ditegakkan secara menyeluruh (kaffah) Syariah Islam wajib ditegakkan secara menyeluruh di semua bidang kehidupan manusia, meliputi syariat yang terkait dengan masalah individual-ritual seperti ibadah mahdhah, masalah kekeluargaan seperti hubungan suami-isteri-anak dan waris, dan masalah sosial-kenegaraan seperti memilih pemimpin, menetapkan hukum positif, dan mengatur kehidupan ekonomi negara. Tidak boleh satupun aspek syariat Islam yang diabaikan atau sengaja dibekukan dengan berbagai dalih dan kepentingan. III. Aqidah Majelis Mujahidin Penegakan Syariat Islam yang diemban oleh Majelis Mujahidin dilandasi oleh ajaran Tauhid yang utuh, yakni Tauhid sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah Saw. sesuai dengan pemahaman Ulama salafus shalih. Dalam memahami Tauhid, manusia tidak boleh berpedoman hanya pada Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma wa Sifat saja, yang hanya meyakini Allah Swt. sebagai penguasa dan pengatur alam semesta, yang menentukan hidup-mati dan rizki manusia. Juga tidak cukup sekedar meyakini bahwa Allah itu Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan sifat-sifat Allah lainnya. Apabila Tauhid hanya dibatasi pada Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma wa Sifat saja, maka berarti manusia meniru perilaku iblis yang kemudian memperoleh murka dan azab dari Allah Swt untuk selama-lamanya. Keyakinan akan kekuasaan Allah Swt. sebagai penguasa dan pengatur alam semesta serta Allah itu Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan sifat-sifat Allah lainnya harus disertai dengan ketaatan akan semua perintah Allah, agar manusia selamat hidupnya dunia dan akhirat. Ketaatan pada perintah Allah swt secara menyeluruh inilah hakekat dari Tauhid para nabi yang membuat manusia beruntung dalam kehidupannya. Ketaatan hanya pada sebagian perintah Allah saja, tidak dapat dibenarkan dan sikap

demikian diancam oleh Allah Swt. sebagaimana tertera dalam al Quran surat al-Baqarah ayat 85 yang artinya: Apakah kalian hanya mengikuti sebagian saja tuntunan Allah dan menolak sebagian lainnya? Jika begitu sikap kalian maka tidak ada imbalan yang setimpal kecuali kehinaan di dunia sedangkan di akhirat akan menerima siksa yang pedih. . Di sinilah hakekat dari beriman dan ber-Islam secara benar yang seharusnya menjadi landasan berfikir, bersikap, dan bertindak kaum muslimin maupun ormas, orpol serta jamaah/harakah Islam. 11

BKPRMI Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) semula bernama Badan Komunikasi Pemuda Masjid (BKPMI) lahir di Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Jawa Barat, Jalan L.R.E Martadinata (Jl Riau, saat Itu) pada tanggal 19-21 Ramadhan 1397 H / 3-5 September 1977 M. Dalam suatu pertemuan pemuda masjid Bandung di bawah asuhan Ketua Umum MUI Jawa Barat Saat itu Yakni K.H. E.Z. Muttaqien. Tokoh-tokoh pemuda masjid pada saat itu, diantaranya Toto Tasmara, Bambang Pranggono, Samsudin Manaf, Iskandar Maskun, dan lain-lain. Dalam rapat pembentukan pengurus BKPMI periode pertama, Toto Tasmara terpilih sebagai Ketua dan Bambang Pranggono sebagai Sekertaris Jenderal. Rapat pembentukan dan pelantikan pengurus BKPMI periode I itu di lakukan di Masjid Istiqomah Bandung. Pada saat pelantikan pengurus tersebut, hadir beberapa tokoh pemuda Masjid dari Jakarta, Jogyakarta, dan Semarang.

11

http://majelismujahidin.wordpress.com/2008/01/31/profil-majelis-mujahidin/#more-4

Mengingat Pengurus Periode I ini berkedudukan di Bandung, maka Sekretariat BKPMI pertama kali terletak di Bandung, yakni di Gedung Sekretariat MUI Jawa Barat. Kemudian berpindah mengikuti sekretariat MUI Pusat. Tahun 1986 di Masjid AL-Azhar, Jakarta , dan mulai tahun 1989 sampai sekarang di Masjid Istiqlal. BKPMI kemudian berkembang menjadi organisasi yang solid bersama derap perjuangan dakwah Islam di Indonesia. Karena itu, ia bergerak pula bersama dinamika kehidupan bangsa Indonesia, baik sosial kemasyarakatan, khususnya ummat Islam, maupun perkembangan pembangunan politik bangsa Indonesia. Salah satu karya besar BKPMI adalah di canangkannya pembentukan Taman Kanak-kanak AlQuran (TKA) sebagai program nasional BKPMI dalam Musyawarah Nasional V BKPMI di Masjid AlFalah Surabaya tahun 1989. Dalam MUNAS V ini, hadir memberi pengarahan beberapa pejabat tinggi negara, seperti Menteri Agama (Prof. DR. H. Munawir Sadzali) dan Menteri Penerangan (H. Harmoko). Program TKA ini kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Lembaga Pembinaan dan pengembangan TKA (LPPTKA) BKPMI dalam rapat pleno DPP BKPMI di Jakarta. DARI BKPMI KE BKPRMI Perubahan dari Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI) ke Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) dilakukan dalam Musyawarah Nasional VI tahun 1993 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, bersamaan dengan bergabungnya Forum Silaturahmi Remaja Masjid (FOSIRAMA) di bawah pimpinan DR. H. Idrus Marham, M.A. (Ketua Umum DPP BKPRMI yang lalu). Bersamaan dengan perubahan nama organisasi, dalam MUNAS VI ini pula di sepakati, bahwa BKPRMI merupakan lembaga otonom dari organisasi Dewan Mesjid Indonesia (DMI). Selain itu, di

bawah pengurus BKPRMI terbentuk beberapa Lembaga Pembinaan dan Pengembangan, seperti Dawah dan Pengkajian Islam (LPP-DPI), Sumber Daya Manusia (LPP-SDM), Ekonomi Koperasi (LPP-EKOP), Dan Keluarga Sejahtera (LPP-KS). Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Ketahanan Santri (LKS), terbentuk dalam suatu rapat pleno DPP pasca MUNAS VI. 12

IKADI Ikatan Dai Indonesia (IKADI) adalah organisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk mewadahi aktivitas para dai dalam mendayagunakan potensinya untuk kemaslahatan umat dan bangsa melalui aktivitas dakwah Islamiyah yang membawa rahmat. Organisasi ini tercatat pada Akta Notaris Ny. Trie Sulistiowarni Nomor Satu Tanggal 8 Januari 2003, dengan nama Ikatan Dai Indonesia. Visi IKADI Menjadi lembaga profesi dai yang mampu mengoptimalkan potensi para dai dalam menegakkan nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil alamin. Misi IKADI 1. Membangun pemahaman Islam berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah sesuai manhaj ulama salafush shaleh bagi segenap umat manusia.Membangun sikap hidup ber-Islam yang rahmatan lil alamin. 2. Menyebarkan, mengamalkan dan membela nilai-nilai Islam.
12

http://www.bkprmisleman.org/tentang-bkprmi/sejarah-bkprmi/

3. Meningkatkan ukhuwah Islamiyah antara ummat. 4. Meningkatkan kemampuan dan peran dai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kegiatan IKADI 1. Mengembangkan potensi dai muslim dalam mengemban amanat penyebaran dakwah kepada masyarakat dalam rangka terealisasinya Islam Rahmatan Lil-Alamin. 2. Menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga dakwah islam dan organisasi lainnya untuk pengembangan kegiatan sosial, budaya, intelektual dan ekonomi. 3. Mengembangkan kelembagaan pendidikan Islam, antara lain dengan meningkatkan SDM pendidikan dan para peserta didik. 4. Meningkatkan keterlibatan dai muslim dalam kegiatan pendalaman keagamaan dan pembinaan umat. 5. Memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan sistem pendidikan pada lembagalembaga pendidikan terutama pesantren-pesantren dan lembaga pendidikan Islam. 6. Menyelenggarakan dan mengupayakan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa muslim. 7. Menyelenggarakan takaful dai. 8. Menyelenggarakan riset, kajian ilmiah dan islamisasi ilmu pengetahuan serta publikasi masalahmasalah keislaman. Sifat dan Ciri Keorganisasian 1. IKADI merupakan organisasi kemasyarakatan yang bersifat keislaman yang diwujudkan dalam bentuk ukhuwah dan silaturrahim dalam membina dan mengembangkan taaruf (saling mengenal), taawun (saling menolong) dan taushiat (saling berwasiat) di jalan kebenaran guna

memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa serta mengangkat harkat dan martabat ummat manusia. 2. IKADI adalah organisasi berciri keterbukaan dalam penerimaan anggota, menampung aspirasi, partisipasi, prakarsa dan dinamika anggota. 3. IKADI berciri kemandirian yang dicerminkan dalam sikap organisasi yang memiliki otonomi dalam pemikiran, pengambilan keputusan, penyelenggaraan kegiatan secara amal jamai terutama bertumpu pada kemampuan pemikiran, upaya dan sumber daya sendiri sesuai dengan program yang telah ditetapkan. 4. IKADI berciri kekeluargaan yang diimplementasikan pada pengembangan wawasan kebangsaan dan kebersamaan untuk menumbuhkan sikap kekeluargaan dai serta berpartisipasi dalam pemersatu ummat, masyarakat, bangsa dan negara. 13

SALIMAH Salimah (Persaudaraan Muslimah) adalah organisasi massa yang didirikan di Jakarta 8 Maret 2000. Salimah bergerak pada pembinaan majelis taklim. Kini Salimah telah berdiri di 21 provinsi di seluruh Indonesia.

13

http://ikadijatim.org/perihal/

Pada tanggal 26 Mei 2005, pengurus baru Pimpinan Pusat (PP) Salimah periode 2005-2010 dikukuhkan di hadapan 250 tokoh majelis taklim se-Jadebotabek. Ketuanya ialah Dra. Wirianingsih dan Sekretaris Dra.Faizah. Perkembangan hingga akhir 2007 salimah sudah berada di 28 wilayah tingkat propinsi ,274 daerah kabupaten kota,474 cabang tingkat kecamatan, dan 25 ranting tingkat kelurahan/desa. Periode di bawah kepemimpinan wirianingsih salimah memiliki visi 2010 :Terbentuknya Profil Majelis Taklim yang produktif. Ada 9 langkah menuju visi salimah : 1.Menyediakan rujukan pembinaan Majelis Taklim melalui kurikulum dan silabus Majelis Taklim 2.Membangun silaturahim sesama anggota Majelis Taklim melalui :Forum Silaturahim Persaudaraan Muslimah" (FORSIL SALIMAH ) 3.Meningkatkan kesejahteraan Majelis Taklim dan anggotanya melalui pembentukan "Koperasi Syariah Serba Usaha Salimah" (KOSSUMA). 4.Meluaskan jaringan Majelis Taklim Salimah di seluruh wilayah Indonesia 5.Berpartisipasi aktif dalam menggalang komunikasi dengan berbagai lembaga dan berperan dalam menyelesaikan persoalan bangsa. 6. Berupaya meningkatkan kualitas mubalighah melalui penyelenggaraan Daurah Mubalighah 7. Menyelenggarakan kajian tematik, mensosialisasikan 9 tema kepedulian salimah. 8.Menyelenggarakan Latihan kepemimpinan muslimah sebagai sarana penyiapan SDM dan regenerasi pengurus salimah 9.Menyelenggarakan Latihan Kepribadian Muslimah sebagai upaya peningkatan kualitas kepribadian jader-kader salimah Sepuluh Tema Kepedulian Salimah yang dijadikan sebagai fokus perhatian dan pembinaan terhadap para Ustadzah dan jama'ah pengajian kaum ibu di majelis Taklim, yang bertujuan terbangunnya kesadaran kaum ibu terhadap berbagai persoalan bangsa yang terjadi disekitar kehidupan keluarga ,perempuan dan anak. Dengan terbangunnya kesadaran diharapkan kaum ibu sebagai salah satu pilar perubahan dalam keluarga dapat berperan membangun keluarga dan masyarakatnya. 10 tema itu adalah :

1. Mengambil bagian dalam peran sejarah sebagai perekat dan pemersatu umat dan bangsa. 2. Meningkatkan kualitas majelis taklim dan para tokoh majelis taklim sebagai upaya peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ummat terhadap Islam 3. Pemberdayaan ekonomi ummat melalui pendirian koperasi-koperasi syari'ah muslimah, sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan hidup keluar dari kemiskinan 4. Pencegahan penyalahgunaan narkoba dari sisi peningkatan pola asuh orang tua sebgai upaya mendukung program Nasional "Indonesia Bebas narkoba 2015" 5. Mensukseskan progran "Hentikan Kekerasan pada Anak, sekarang" 6. Pemberantasan budaya korupsi melalui penanaman nilainilai anti korupsi kepada kaum ibu 7. Penyadaran masyarakat akan bahaya perdagangan manusia yang marak di tengah masyarakat melalui para tokoh Majelis Taklim. 8. Penyadaran masyarakat terhadap pola hidup dan pola makan sehat diantaranya dengan meningkatkan kepedulian terhadap makanan halal dan baik. 9. Proaktif mendukung gerakan bangsa menuju bebas pornografi dan pornoaksi 10.Berperan aktif dalam upaya mensosialisasikan gerakan menjaga lingkungan hidup Pada Musyarah Kerja (Muker) KOWANI Bulan Juli 2007 secara resmi PP Salimah diterima sebagai anggota KOWANI yang ke 77. Pada awal periode 2005 PP Salimah menjadi anggota Badan Musyawarah organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI)Pusat sebuah federasi yang beranggotakan 32 organisasi massa muslimah nasional tingkat pusat yang berkantor di lantai Dasar Masjid Istiqlal Jakarta. Pada Munas BMOIWI tahun 2007, wirianingsih terpilih sebagai salah satu presidium BMOIWI periode 2007-2012. Dalam membangun jaringan Internasional Salimah menjadi anggota NGO se-Aia tenggara yang berkedudukan di Malaysia , menjadi anggota IMWU (International Moslem Women Union) yang berkedudukan di Sudan dan menjadi anggota WAMY (World Assembly Moslem Youth)cabang Indonesia. Saat ini Salimah telah memiliki 4 KOSSUMA di daerah Jakarta Selatan Bekasi, Depok dan Sleman sebagai pilot project.Dan telah menjadi mitra kerjasama Menkop UKM dalam menggulirkan program koperasi syari'ah muslimah.

Salimah bekerjasama dengan berbagai kelompok, LSM dan badan pemerintah untuk mendukung berbagai program, antara lain dengan BNN, KPP, KLH, Menegpora, Deptan,Komnas Anak,WAMY, ASA Indonesia, KNRP, Nusantara Commitee Meeting,YKBH, YPMA dan lainnya yang memiliki misi program yang sama.14

KAMMI KAMMI muncul sebagai salah satu kekuatan alternatif Mahasiswa yang berbasis mahasiswa Muslim dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silahturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) X seindonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang. Acara ini dihadiri oleh 59 LDK yang berafiliasi dari 63 kampus (PTN-PTS) diseluruh Indonesia . Jumlah peserta keseluruhan kurang lebih 200 orang yang notabenenya para aktifis dakwah kampus. KAMMI lahir para ahad tanggal 29 April 1998 PK.13.00 wib atau bertepatan dengan tanggal 1 Dzulhijah 1418 H yang dituangkan dalam naskah.Pemilihan Nama Pemilihan nama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia yang kemudian disingkat KAMMI mengandung makna atau memiliki konsekwensi pada beberapa hal yaitu :

KAMMI adalah sebuah kekuatan terorganisir yang menghimpun berbagai elemen Mahasiswa. Muslim baik perorangan maupun lembaga yang sepakat bekerja dalam format bersama KAMMI. KAMMI adalah sebuah gerakan yang berorientasi kepada aksi real dan sistematis yang dilandasi gagasan konsepsional yang matang mengenai reformasi dan pembentukan masyarakat Islami (berperadaban). Kekuatan inti KAMMI adalah kalangan mahasiswa pada berbagai stratanya yang memiliki komitmen perjuangan keislaman dan kebangsaan yang jelas dan benar.
14

http://id.wikipedia.org/wiki/Salimah

Visi gerakan KAMMI dilandasi pemahaman akan realitas bangsa Indonesia dengan berbagai kemajemukannya, sehingga KAMMI akan bekerja untuk kebaikan dan kemajuan bersama rakyat, bangsa dan tanah air Indonesia. KAMMI berdiri pada tanggal 29 maret 1998 bersamaan dengan diadakannya FSLDK X di Universitas Muhammadiyah Malang. dalam FSLDK Malang ini menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, antara lain: membangun pemahaman bersama tentang konsep Dakwah Islamiyah yang dijalankan para LDK, memperkuat ikatan dan jaringan antar LDK dan para aktivisnya, serta menentapkan aksi-aksi riil LDK dalam menyikapi krisis bangsa yang sedang terjadi. Perdebatan seru muncul pada tataran operasionalisasi, yaitu bagaimana LDK mewujudkan sikap pandanganya terhadap permasalahan bangsa yang terjadi, tanpa menyeret lembaga ini ke dalam pusaran politik praktis. Akhirnya, diambil inisiatif jalan tengah yaitu melanjutkan pembahasan mengenai hal ini di luar forum FSLDK yang sudah terjadwalkan sejak semula. Menindaklanjuti hal tersebut dibentuklah tim Formatur yang beranggotakan 8 orang peserta. Tugas utama tim formatu ini adalah membahas dan memformulasikan bentuk respon LDK terhadap krisis nasional yang terjadi. yang pada akhirnya tim Formatur ini juga sampai pada kesepakatan bahwa wadah itu bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).15

IPM Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang berdiri Pada tanggal 18 Juli tahun 1961. Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar yang ingin melakukan pemurnian terhadap
15

http://penainspirasilego.blogspot.com/p/sejarah-singkat-berdirinya-kammi.html

pengamalan ajaran Islam, sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader. Oleh karena itulah dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil kepada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna perjuangan Muhammadiyah. Jika dilacak jauh ke belakang, sebenarnya upaya para pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah sudah dimulai jauh sebelum Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961. Pada tahun 1919 didirikan Siswo Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar Muhammadiyah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya pada tahun 1933 berdiri Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul pelajar-pelajar Muhammadiyah. Setelah tahun 1947, berdirinya kantong-kantong pelajar Muhammadiyah untuk beraktivitas mulai mendapatkan resistensi dari berbagai pihak, termasuk dari Muhammadiyah sendiri. Pada tahun 1950, di Sulawesi (di daerah Wajo) didirikan Ikatan Pelajar Muhammadiyah, namun akhirnya dibubarkan oleh pimpinan Muhammadiyah setempat. Pada tahun 1954, di Yogyakarta berdiri GKPM yang berumur 2 bulan karena dibubarkan oleh Muhammadiyah. Selanjutnya pada tahun 1956 GKPM kembali didirikan di Yogyakarta, tetapi dibubarkan juga oleh Muhammadiyah (yaitu Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah). Setelah GKPM dibubarkan, pada tahun 1956 didirikan Uni SMA Muhammadiyah yang kemudian merencanakan akan mengadakan musyawarah se-Jawa Tengah. Akan tetapi, upaya ini mendapat tantangan dari Muhammadiyah, bahkan para aktifisnya diancam akan dikeluarkan dari sekolah Muhammadiyah bila tetap akan meneruskan rencananya. Pada tahun 1957 juga berdiri IPSM (Ikatan Pelajar Sekolah Muhammadiyah) di Surakarta, yang juga mendapatkan resistensi dari Muhammadiyah sendiri.

Resistensi dari berbagai pihak, termasuk Muhammadiyah, terhadap upaya mendirikan wadah atau organisasi bagi pelajar Muhammadiyah sebenarnya merupakan refleksi sejarah dan politik di Indonesia yang terjadi pada awal gagasan ini digulirkan. Jika merentang sejarah yang lebih luas, berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan sebuah background politik ummat Islam secara keseluruhan. Ketika Partai Islam MASYUMI berdiri, organisasi-organisasi Islam di Indonesia merapatkan sebuah barisan dengan membuat sebuah deklarasi (yang kemudian terkenal dengan Deklarasi Panca Cita) yang berisikan tentang satu kesatuan ummat Islam, bahwa ummat Islam bersatu dalam satu partai Islam, yaitu Masyumi; satu gerakan mahasiswa Islam, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI); satu gerakan pemuda Islam, yaitu Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII); satu gerakan pelajar Islam, yaitu Pelajar Islam Indonesia ; dan satu Kepanduan Islam, yaitu Pandu Islam (PI). Kesepakatan bulat organisasi-organisasi Islam ini tidak dapat bertahan lama, karena pada tahun 1948 PSII keluar dari Masyumi yang kemudian diikuti oleh NU pada tahun 1952. Sedangkan Muhammadiyah tetap bertahan di dalam Masyumi sampai Masyumi membubarkan diri pada tahun 1959. Bertahannya Muhammadiyah dalam Masyumi akhirnya menjadi mainstream yang kuat bahwa deklarasi Panca Cita hendaknya ditegakkan demi kesatuan ummat Islam Indonesia. Di samping itu, resistensi dari Muhammadiyah terhadap gagasan IPM juga disebabkan adanya anggapan yang merasa cukup dengan adanya kantong-kantong angkatan muda Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, yang cukup bisa mengakomodasikan kepentingan para pelajar Muhammadiyah. Dengan kegigihan dan kemantapan para aktifis pelajar Muhammadiyah pada waktu itu untuk membentuk organisasi kader Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mulai mendapat titik-titik terang dan mulai menunjukan keberhasilanya, yaitu ketika pada tahun 1958 Konferensi Pemuda Muhammadiyah Daerah di Garut berusaha melindungi aktivitas para pelajar Muhammadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah. Mulai saat itulah upaya pendirian organisasi pelajar Muhammdiyah dilakukan dengan serius, intensif, dan sistematis. Pembicaraan-pembicaraan mengenai

perlunya berdiri organisai pelajar Muhammadiyah banyak dilakukan oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muham-madiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dengan keputusan konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut akhirnya diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta, yaitu dengan memutuskan untuk membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah (Keputusan II/No. 4). Keputusan tersebut di antaranya ialah sebagai berikut : Muktamar Pemuda Muhammadiyah meminta kepa-da Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran supaya memberi kesempatan dan memnyerahkan kompetensi pemben-tukan IPM kepada PP Pemuda Muhammadiyah. Muktamar Pemuda Muhammadiyah mengama-natkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi Ikatan Pelajar Muham-madiyah (IPM) dari pembahasan-pembahasan muktamar tersebut, dan untuk segera dilaksanakan setelah mencapai kesepakatan pendapat dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendi-dikan dan Pengajaran. Kata sepakat akhirnya dapat tercapai antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran tentang organisasi pelajar Muhammadiyah. Kesepakatan tersebut dicapai pada tanggal 15 Juni 1961 yang ditandatangani bersama antara Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran. Rencana pendirian IPM tersebut dimatangkan lagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961, dan secara nasional melalui forum tersebut IPM dapat berdiri. Tanggal 18 Juli 1961 ditetapkan sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Perkembangan IPM akhirnya bisa memperluas jaringan sehingga bisa menjangkau seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Pimpinan IPM (tingkat ranting) didirikan di setiap sekolah Muhammadiyah. Berdirinya Pimpinan IPM di sekolah-sekolah Muhammadiyah ini akhirnya menimbulkan kontradiksi dengan kebijakan pemerintah Orde Baru dalam UU Keormasan,

bahwa satu-satunya organisasi siswa di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi Siswa Intra-Sekolah (OSIS). Sementara di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga terdapat organisasi pelajar Muhammadiyah, yaitu IPM. Dengan demikian, ada dualisme organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Bahkan pada Konferensi Pimpinan Wilayah IPM tahun 1992 di Yogyakarta, Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu (Akbar Tanjung) secara khusus dan implisit menyampaikan kebijakan pemerintah kepada IPM, agar IPM melakukan penye-suaian dengan kebijakan pemerintah. Dalam situasi kontra-produktif tersebut, akhirnya Pimpinan Pusat IPM membentuk team eksistensi yang bertugas secara khusus menyelesaikan permasalahan ini. Setelah dilakukan pengkajian yang intensif, team eksistensi ini merekomendasikan perubahan nama dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke Ikatan Remaja Muhammadiyah. Perubahan ini bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis dalam sejarah organisasi, karena perubahannya mengandung unsur-unsur kooptasi dari pemerintah. Bahkan ada yang menganggap bahwa IPM tidak memiliki jiwa heroisme sebagai-mana yang dimiliki oleh PII yang tetap tidak mau mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasinya. Namun sesungguhnya perubahan nama tersebut merupakan blessing in disguise (rahmat tersembunyi). Perubahan nama dari IPM ke IRM sebenarnya semakin memperluas jaringan dan jangkauan organisasi ini yang tidak hanya menjangkau pelajar, tetapi juga basis remaja yang lain, seperti santri, anak jalanan, dan lain-lain. Keputusan pergantian nama ini tertuang dalam Surat Keputusan Pimpinan Pusat IPM Nomor VI/PP.IPM/1992, yang selanjutnya disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1992 melalui Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muham-madiyah Nomor 53/SKPP/IV.B/1.b/1992 tentang pergantian nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah. Dengan demikian, secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 Nopember 1992.

Semboyan IPM Semboyan IPM ada dalam Al-Quran surat Al-qalam ayat 1 yang berbunyi "Nuun Walqalami Wamaa Yasturuun" yang artinya "Nuun, Demi Pena dan Apa yang Dituliskannya" itulah semboyan IPM sebagai organisasi pelajar. Jaringan IPM Susunan organisasi IPM dibuat secara berjenjang dari tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan tingkat Ranting. Pimpinan Pusat adalah kesatuan wilayahwilayah dalam ruang lingkup nasional. Pimpinan Wilayah adalah kesatuan daerah-daerah dalam tingkat propinsi atau daerah tingkat I. Pimpinan Daerah adalah kesatuan cabang-cabang dalam tingkat kabupaten/kotamadia atau daerah tingkat II. Sedangkan Pimpinan Cabang adalah kesatuan ranting-ranting dalam satu kecamatan. Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota-anggota dalam satu sekolah, desa/kelurahan atau tempat lainnya. Saat ini, Ikatan Pelajar Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia. TINJAUAN ORGANISATORIS IPM 1) IPM sebagai Organisasi Maksud dan tujuan IPM adalah Terbentuknya pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (Pasal 3 AD/ART). Keanggotaan IPM sebagai organisasi adalah keanggotaan PELAJAR. Pada Anggaran Dasar Pasal 5 tentang anggota, anggota IPM adalah: a) Pelajar muslim yang bersekolah di perguruan Muhammadiyah tingkat SMP/sederajat dan/atau SMA/sederajat; b) Pelajar muslim yang berusia 12 tahun dan maksimal 21 tahun; c) mereka yang pernah menjadi anggota sebagaimana tersebut dalam ketentuan a dan b yang diperlukan oleh organisasi dengan usia maksimal 24 tahun. Adapun syarat menjadi anggota IPM disebutkan dalam Anggaran Rumah Tangga IPM Bab II Pasal 2 sebagai berikut. a) Pelajar muslim WNI, yang menyetujui

maksud dan tujuan IRM, bersedia mendukung kebijakan organisasi dan berperan aktif melaksanakan tugas IRM dapat diterima menjadi anggota. b) Pelajar yang bersekolah di perguruan Muhammadiyah tingkat SMP/sederajat dan/atau SMA/sederajat. Kewajiban anggota bahwa setiap anggota berkewajiban untuk menaati dan menjalankan AD dan ART serta menaati segala peraturan dan kebijakan organisasi. Adapun hak-hak anggota IPM adalah: a) memberikan saran dan menyatakan pendapat demi kebaikan organisasi b) memberikan suara c) memberikan saran untuk kebaikan d) memilih dan dipilih e) mendapatkan pembinaan dari IPM Jaringan struktural IPM secara berjenjang dari tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting. Dalam hal permusyawaratan, dalam IPM mengenal Muktamar, Konferensi Pimpinan Wilayah (Konpiwil), Musyawarah Wilayah (Musywil), Konferensi Pimpinan Daerah (Konpida), Musyawarah Daerah (Musyda), Konferensi Pimpinan Cabang (Konpicab), Musyawarah Cabang (Musycab), Konferensi Pimpinan Ranting (Konpiran), dan Musyawarah Ranting (Musyran). Permusyawaratan lain yang perlu diketahui adalah Muktamar Luar Biasa, yaitu muktamar yang diselenggarakan apabila keberadaan ikatan terancam dibubarkan yang Konpiwil tidak berwenang untuk memutuskan dan tidak dapat ditangguhkan sampai muktamar berikutnya. Permusyawaratan dapat berlangsung tanpa me-mandang jumlah yang hadir, asal yang bersangkutan telah diundang secara sah. Keuangan merupakan vitalitas bagi wujud gerak maupun amal usaha. Keuangan mampu menyetir langkah usaha suatu organisasi. Keuangan merupakan kekayaan dan aset modal usaha organisasi. Keuangan IPM secara jelas diatur dalam AD/ART, keuangan IRM diperoleh dari dana abadi, iuran anggota, uang pangkal, dan sumber lain yang halal dan tidak mengikat. Demikian pula IRM mendapat bantuan rutin dari pimpinan Muhammadiyah setingkat. 2) Prinsip Dasar Organisasi: IPM Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah salah satu organisasi otonom persyarikatan Muhammadiyah yang merupakan gerakan Islam, dakwah amar maruf nahi mungkar di kalangan remaja, berakidah Islam, dan bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah. Organisasi ini didirikan dengan maksud dan tujuan sebagaimana tersebut di atas, yaitu dalam Pasal 3 AD/ART Muktamar IPM XIII. Pencapaian maksud dan tujuan tersebut dilakukan dengan upaya-upaya sebagai

berikut: a) Menanamkan kesadaran beragama Islam, memperteguh iman, menertibkan peribadatan dan mempertinggi akhlak. b) Mempergiat dan memperdalam pemahaman agama Islam untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya. c) Memperdalam, memajukan dan meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya. d) Membimbing, membina, dan menggerakkan anggota guna meningkatkan fungsi dan peran IPM sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa dalam menunjang pembangunan manusia seutuhnya menuju terbentuknya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridloi Allah swt. e) Meningkatkan amal salih dan kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan. f) Segala usaha yang tidak menyalahi ajaran Islam dengan mengindahkan hukum dan falsafah yang berlaku. 16

B.

Tipologi Kelompok Yang Menolak Undang-Undang Pornografi Ada beberapa Kelompok yang masuk ke dalam Kelompok yang menolak Undang-Undang

Pornografi, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berikut penjelasan tentang Kelompok-Kelompok tersebut, dan sekaligus dimuat Tabel Tokoh-tokoh yang menolak Undang-undang Pornografi untuk lebih memperjelas.

TABEL II KATEGORI KELOMPOK YANG MENOLAK UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI

16

http://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Pelajar_Muhammadiyah

NO 1

NAMA KELOMPOK Tim Advokasi Bhineka Tunggal Ika

AKTIFITAS YANG DILAKUKAN Mengajukan permohonan uji materi UUP

MEDIA YANG MEMUAT Internet

2 3

Tim advokasi perempuan untuk keadilan Perwakilan beberapa individu dari Sulawesi Utara The National Commision on Violence against women Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Partai Damai Sejahtera (PDS) Indonesian after for law and policies studies Bali people component (KRB) Local commision for Indonesian child protection in Banjarmasin Komnas perempuan Divisi perubahan hokum lembaga bantuan hokum asosiasi perempuan indonesia Pusat studi hokum & kebijakan (PSHK) Kalyana Mitra Setara Institute

Mengajukan permohonan uji materi UUP Mengajukan permohonan uji materi UUP Mengajukan permohonan uji materi UUP Pernyataan sikap

Suara Pembaruan Suara Pembaruan

4 5

The Jakarta post Suara pembaruan

Pernyataan sikap

The Jakarta Post

7 8

Pernyataan sikap Pernyataan sikap

The Jakarta Post The Jakarta Post

9 10 11 12 13

Pernyataan sikap Pernyataan sikap Pernyataan sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap

The Jakarta post The Jakarta post Kompas Suara pembaruan Suara pembaruan

14 15

Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap

Suara Pembaruan Suara Pembaruan

16 17 18 19 20

Suara Perempuan Indonesia Majelis Rakyat Papua Konferensi Wali Gereja Yayasan perempuan & Anak Sulut Asosiasi Biro perjalanan wisata Indonesia (ASITA) Bali Dewi Kesenian Surakarta DPD Partai Merdeka Kalbar Forum persatuan umat beriman (FPUB) Jaringan tolak RUUP Bandung Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Dewan Adat Papua BEM UNI PASI SAKTI KNPI Buleleng Jaringan Masyarakat Sipil Forum Yogyakarta untuk keberagaman (YUK) Institut Perempuan Jaringan Peduli Perempuan & Anak (JPPA) Jawa Tengah Komnas HAM & Komnas Perempuan

Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap

Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Demonstrasi Demonstrasi Demonstrasi Demonstrasi Pernyataan sikap Demonstasi

Kompas Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Bisnis Indonesia Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Kompas

33

Pernyataan Sikap

Suara Pembaruan

34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49

Dewan Kesenian Jakarta Jaringan Kerja Legislasi Nasional Pro Perempuan Koalisi Perempuan Indonesia Perhimpunan Masyarakat Indonesia Komponen Rakyat Bali Paguyuban Tokoh Adat Nusantara Sinode Gereja Masehi Injil Kerapatan Gereja Protestan Minahasa GP Ansor Sulut Institut Perempuan Komunitas Peduli Jaipongan Jawa Barat Womens Empoverment in Moslem Context (WEMC) Lingkar Perlindungan Anak & Perempuan Forum Masyarakat Sipil Sumut Masyarakat Politik & Hukum Indonesia sumut (M PHI-SU) INFID (International Ngo For Indonesian Development)

Pernyataan Sikap Pernyataan sikap Pernyataan sikap Pernyataan sikap Demonstrasi Pernyataan sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap

Suara Pembaruan Kompas Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Kompas Kompas Kompas Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan

Yayasan Jurnal Perempuan

lahir sejak tahun 1995 dengan menerbitkan Jurnal Perempuan (terbit tahun 1996), jurnal feminis pertama di Indonesia yang dibaca kalangan mahasiswa, pengambil kebijakan, intelektual, akademisi dan aktivis gerakan sosial. Jurnal Perempuan memiliki ratusan pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam sejarahnya, Jurnal Perempuan adalah kegiatan andalan YJP yang memiliki perpanjangan informasi melalui media-media lainnya seperti Radio Jurnal Perempuan, Website Jurnal Perempuan, dan Video Jurnal Perempuan dan Majalah Change (Jurnal Perempuan Muda). YJP juga menerbitkan buku-buku tentang penelitian maupun kumpulan tulisan yang berhubungan dengan isu-isu yang diangkat oleh Jurnal Perempuan.17 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan adalah lembaga negara yang independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 15 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005. Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar pada tragedi kekerasan seksual yang terutama dialami oleh perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia. LANDASAN KERANGKA KERJA KOMNAS PEREMPUAN:

Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)

Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT)

17

http://www.jurnalperempuan.com/

Deklarasi Internasional tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, serta kebijakankebijakan lainnya tentang hak asasi manusia.

TUJUAN KOMNAS PEREMPUAN: 1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia; 2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan. MANDAT DAN KEWENANGAN: 1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan; 2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi perempuan; 3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan; 4. Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan HAM penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan

5. ; Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan. PERAN KOMNAS PEREMPUAN:

pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan hak perempuan korban;

pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan; pemicu perubahan serta perumusan kebijakan; negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggungjawab negara pada penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-hak korban;

fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan

penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. 18 Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) lahir sebagai bentuk keprihatinan masyarakat sipil terhadap maraknya upaya pengkhianatan terhadap Konstitusi, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika. Merespon pembahasan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi yang kontroversial di parlemen nasional karena isinya yang mengancam keberagaman budaya di Indonesia, maka digelarlah pawai budaya Bhinneka Tunggal Ika pada tanggal 22 April 2006 di Jakarta. Acara ini diikuti sekitar 7.000 orang dari berbagai daerah dan kelompok masyarakat, baik dari kelompok adat, buruh, tani, nelayan, perempuan,
18

http://www.komnasperempuan.or.id/about/profil/

tokoh agama, tokoh masyarakat, professional, akademisi, pelajar, mahasiswa, budayawan, seniman, dan lainnya. Pawai itu berlangsung sukses. Dibuka lewat orasi Ibu Shinta Nuriyah Abdurrachman Wahid dan I Gusti Wayan Sudhirta, SH., DPD Bali serta pemecahan kendi oleh Gusti Kanjeng Ratu Hemas, DPD DIY. Arak-arakan dimulai dari Monas dan berakhir di Bundaran Hotel Indonesia. Acara berlangsung meriah dalam panggung kebudayaan yang menampilkan musik, pentas tari dari berbagai daerah, puisi dan lagulagu kebangsaan. Pada 22-25 Juni 2006 di Surabaya, diadakan Konsolidasi Nasional Bhinneka Tunggal Ika yang diikuti lebih dari 300 orang mewakili individu dan 225 lembaga se-Indonesia. Dibuka oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, pertemuan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan bersama dalam bentuk Deklarasi Surabaya. Acara diakhiri dengan pawai budaya yang dibuka oleh Walikota Surabaya, Bambang DH. Dari konsolidasi itu, lahirlah ANBTI. Dalam mempertahankan Indonesia sebagai negara Bhinneka Tunggal Ika, ANBTI sebagai gerakan advokasi nasional fokus pada penguatan jaringan, kampanye, riset, dan telaah terhadap berbagai produk kebijakan. Deklarasi Surabaya Bangsa Indonesia dilahirkan dari keberagaman sosial yang diikat dalam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Keberagaman sosial kini terancam oleh berbagai kekuatan sosial politik yang memaksakan kehendaknya melalui pembentukan berbagai produk hukum yang bertentangan dengan jiwa Pancasila dan Bhinneka Tunggal IKa. Munculnya Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) dan pengesahan perda-perda yang sarat muatan penyeragaman paham tertentu telah menimbulkan konflik di masyarakat.

Fakta tersebut berdampak pada ancaman disintegrasi bangsa. Oleh karena itu pada tanggal 22-25 Juni 2006 di Kota Pahlawan Surabaya, komponen-komponen bangsa yang resah dari berbagai pelosok TanahAir bermusyawarah dan bersepakat membentuk ALIANSI NASIONAL BHINNEKA TUNGGAL IKA untuk mempertahankan keberagaman sebagai kekuatan bangsa Indonesia dengan menyatakan sikap sebagai berikut: 1. Menolak kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan yang mengancam keberagaman dan menimbulkan perpecahan bangsa Indoensia 2. Menolak segala upaya yang bertujuan mengganti Negara Pancasila menjadi Negara agama. 3. Menolak RUU APP karena mengancam keberagaman budaya, keutuhan bangsa dan merupakan salah satu upaya mengubah Pancasila. 4. Pemerintah harus menindak tegas kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama, golongan, etnis dan ras yang memaksakan kehendak dengan tindak premanisme, terror dan kekerasan. 5. Pemerintah harus bertanggung jawab atas terjadinya konflik horizontal di berbagai pelosok tanah air, terutama di Poso Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Papua akibat adanya kebijakan yang bertentangan dengan Pancasila 6. Mendesak pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan pendidikan formal dan non formal yang berlandaskan pada nilai-nilai budaya setempat dan penghargaan terhadap budaya-budaya lain.19 Bahwa PDI Perjuangan merupakan partai politik yang sebenarnya adalah partai yang secara langsung memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI Perjuangan sebenarnya kelanjutan

19

http://www.anbti.org/content/profil

dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 (lima) partai politik. Kelima partai politik tersebut yaitu: Partai Nasional Indonesia (PNI) PNI didirikan Bung Karno tanggal 4 Juli 1927 di Bandung. Dengan mengusung nilai-nilai dan semangat nasionalisme, PNI kemudian berkembang pesat dalam waktu singkat. Karena dianggap berbahaya oleh penguasa kolonial, tanggal 29 Desember 1929 semua kantor dan rumah pimpinan PNI digeledah. Bung Karno, Maskun, Supriadinata dan gatot mangkupraja ditangkap. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan Raad van Justitie tanggal 17 April 1931, mereka dipidana penjara. Keputusan ini diartikan mencap PNI sebagai suatu organisasi yang terlarang. Setelah tanggal 3 November 1945 keluar Maklumat Pemerintah tentang pembentukan Partai Politik. Dengan landasan tersebut, tanggal 29 Januari 1946 di Kediri PNI dibentuk oleh partai-partai yang tergabung dalam Serikat Rakyat Indonesia atau di kenal dengan Serrindo pada waktu itu, PNI Pati, PNI Madiun, PNI Palembang, PNI Sulawesi, kemudian Partai Republik Indonesia Madiun, Partai Kedaulatan Rakyat Yogya, dan ada beberapa lagi partai kecil lainnya yang berada di Kediri. Fusi ini terjadi ketika ada Konggres Serrindo yang pertama di Kediri. Dalam Kongres tersebut PNI dinyatakan memiliki ciri SosioNasionalisne-Demokrasi yang merupakan asas dan cara perjuangan yang dicetuskan Bung Karno untuk menghilangkan kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme. Pengunaan asas ini diasosiasikan sebagai kebangkitan kembali PNI 1927 yang pernah didirikan Bung Karno. Ideologi partai ini menggunakan apa yang dikembangkan oleh Bung Karno yaitu Marhaenisme, sebuah istilah yang di bangun atau dipakai oleh beliau ketika beliau melakukan kunjungan ke salah satu daerah di Jawa Barat dan bertemu dengan seorang petani yang namanya Marhaen. PNI merupakan partai pemenang pemilu nomor satu dalam pemilu tahun 1955 dengan komposisi suara kurang lebih 22,3%. Basis sosial dari partai ini pertama-tama adalah masyarakat abangan di Jawa.

Kekuatan mobilisasi terletak pada penguasaan atas birokrasi dan yang kedua adalah para pamong praja, lurah dan para kepala desa. Ini menjelaskan kenapa Golkar mengambil alih itu, PNI ambruk secara total. Ketika dukungan cukup merata menyebar di seluruh Indonesia, ketika di beberapa propinsi yang sangat terbatas seperti di Aceh, Sumatra Barat, dimana pendukung PNI itu jumlahnya kurang dari 0,7%. Di kawasan Jawa di bagian sebelah utara Bandung PNI tidak pernah mendapatkan basis dukungan yang kuat. Itu merupakan daerah Islam atau daerah Masyumi. Di Bandung daerah selatan itu merupakan kantong utama. Jawa Tengah adalah kantong-kantong utama, dan kontestan yang paling serius itu datang dari Partai Komunis Indonesia yang berada di beberapa daerah segitiga seperti Jelanggur dan seterusnya. Blitar bagian selatan dan sebagainya. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) Parkindo adalah partai yang didirikan karena ada maklumat pada waktu itu, ia baru berdiri tahun 1945 tepatnya pada tanggal 18 November 1945 yang diketuai Ds Probowinoto. Parkindo merupakan penggabungan dari partai-partai Kristen lokal seperti PARKI (Partai Kristen Indonesia) di Sumut, PKN (Partai Kristen Nasional) di Jakarta dan PPM (Partai Politik Masehi) di Pematang Siantar. Partai Katolik Partai Katolik lahir kembali pada tanggal 12 Desember 1945 dengan nama PKRI (Partai Katolik Republik Indonesia) merupakan kelanjutan dari atau sempalan dari Katolik Jawi, yang dulunya bergabung dengan partai Katolik. Sebenarnya partai ini pada tahun 1917-an itu sudah ada. Partai ini berdiri pada tahun 1923 di Yogyakarta yang didirikan oleh umat Katolik Jawa yang diketuai oleh F.S. Harijadi kemudian diganti oleh I.J. Kasimo dengan nama Pakepalan Politik Katolik Djawi (PPKD). Pada Pemilu 1971 Partai Katolik meraih 606.740 suara (1,11%) sehingga di DPR mendapat 3 kursi. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)

IPKI atau Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia adalah partai yang didirikan terutama oleh tentara. IPKI sejak lahirnya mencanangkan Pancasila, semangat proklamasi dan UUD 1945 sebagai cirnya. Tokoh dibalik pendirian IPKI adalah AH. Nasution, Kol Gatot Subroto dan Kol Azis Saleh. Kelahirannya didasari oleh UU No. 7 tahun 1953 tentang Pemilu 1955. Dalam pemilu itu anggota ABRI aktif dapat dipilih melalui pemilu dan duduk di Konstituante. IPKI didirikan pada tanggal 20 Mei 1954 kurang lebih satu tahun sebelum pemilu tahun 1955 yang berlangsung bulan September. Waktu itu, Jenderal Besar Nasution yang berpangkat kolonel, terlibat pada peristiwa yang sangat terkenal yaitu peristiwa 27 Oktober. Peristiwa 27 Oktober ini adalah sebuah peristiwa dimana tentara melakukan upaya untuk memaksa Bung Karno membubarkan parlemen. Mereka datang ke istana, gerombolan tentara yang sangat banyak dengan tank, meriam diarahkan ke depan istana, dan meminta kepada Bung Karno untuk membubarkan parlemen, karena parlemen dianggap telah mengintervensi persoalan internal tentara. Nasution dipanggil, usianya baru 33 tahun dan disuruh kembali untuk memikirkan tindakannya, di copot jabatannya, antara Oktober 1952 sampai nantinya dia dikembalikan pada jabatannya pada tahun 1955. Selama tiga tahunan itu Nasution berfikir sangat serius. Bung Karno tidak bisa dilawan. Diantara tahun-tahun inilah Nasution kemudian mendirikan IPKI. Dalam pertemuan sangat tertutup antara wakil IPKI dengan Soeharto pada tahun 1971. Dua tokoh IPKI yang besar atau salah satu tokoh IPKI yang besar, mantan Bupati Madiun, Achmad Sukarmadidjaja almarhum, mengatakan bahwa IPKI tidak mungkin hidup di dalam gerombolan partai-partai yang punya ideologi aneh-aneh dan ingin bergabung dengan golongan karya atau menjadi partai sendiri. Kedekatan dengan Golkar, menjelang Deklarasi PDI 1973 IPKI pernah berpikir untuk bergabung ke Golkar. Tanggal 12 Maret 1970 Presiden Soeharto memberi jawaban atas permintaan Achmad Sukarmadidjaja bahwa IPKI bisa bergabung ke Golkar dengan syarat harus membubarkan diri lebih

dahulu. IPKI cukup spesifik dan memiliki dukungan yang konkrit menurut pemilu 1955 kecuali sedikit di Jawa Barat, demikian juga dengan Murba. Hanya memiliki dukungan yang sangat sedikit di Jawa Barat kurang lebih 290.000-an orang. Pada Pemilu 1971 IPKI hanya mampu memperoleh 388.403 (0,62 %) sehingga tidak mendapat satupun kursi di DPR. Murba Murba didirikan pada tanggal 7 November 1948 setelah Tan Malaka keluar dari penjara. Murba adalah gabungan Partai Rakyat, Partai Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka. Menurut data Kementrian Penerangan RI tentang Kepartaian di Indonesia seri Pepora No. 8, Jakarta, 1981, istilah Murba mengacu pada pengertian golongan rakyat yang terbesar yang tidak mempunyai apaapa, kecuali otak dan tenaga sendiri. Asas partai ini antifasisme, anti imperialisme-kapitalisme dengan tujuan akhirnya mewujudkan masyarakat sosialisme. Meski program Murba membela rakyat kecil dan kaum tertindas, dukungan riil rakyat terhadap Murba kurang begitu kuat. Terbukti dalam Pemilu 1971 partai ini tidak memperoleh satu pun kursi di DPR karena hanya mampu meraih 48.126 suara (0,09 %). Proses fusi terjadi sebenarnya hanya untuk menjamin kemenangan kekuatan Orde Baru. Pada saat itu penguasa Orde Baru mengaktifkan Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya (Golkar) yang proses pembentukannya didukung oleh militer. Tap MPRS No.XXII/MPRS/1966 tentang Kepartaian, Keormasan, dan Kekaryaan disebutkan agar Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong royong (DPR-GR) segera membuat Undang-Undang untuk mengatur kepartaian, keormasan dan kekaryaan yang menuju pada penyederhanaan. Gagasan agar supaya fusi untuk pertama kali tahun 1970. Tepatnya 7 Januari tahun 1970. Soeharto memanggil 9 partai politik untuk melakukan konsultasi kolektif dengan para pimpinan 9 partai politik

tersebut. Dalam pertemuan konsultasi tersebut, Soeharto melontarkan gagasan pengelompokan partai politik dengan maksud untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang lebih tentram lebih damai bebas dari konflik agar pembangunan ekonomi bisa di jalankan. Partai politik dikelompokan ke dalam dua kelompok, kelompok pertama disebut kelompok materiil spirituil yang menekankan pada aspek materiil dan kedua adalah spirituil materiil yang menekankan pada aspek spiritual. Kelompok materiil spirituil menjadi Partai Demokrasi Indonesia dan kelompok spirituil materiil itu kemudian menjadi Partai Persatuan pembangunan. Setelah diskusi-diskusi seperti itu tokoh-tokoh partai coba mulai bertemu dan mulai mendiskusikan gagasan ini. Pertemuan kemudian berlanjut pada tanggal 27 Februari 1970 Soeharto mengundang lima partai politik yang dikategorikan kelompok pertama yaitu PNI (Partai Nasiona Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Partai Katolik, IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) dan Murba. Ide pengelompokan yang dilontarkan Soeharto menjadi perhatian masyarakat umum dan ditengah-tengah proses pengelompokan tersebut berkembang rumor yang sangat kuat isu pembubaran partai-partai politik jika tidak dicapai kesepakatan untuk mengadakan pengelompokan sampai batas waktu 11 Maret 1971. Karena partai sangat lamban, mulai muncul gerakan di sejumlah daerah yang paling terkenal adalah di Jawa Barat. Panglima daerah di Jawa Barat pada waktu adalah Jenderal Darsono melakukan buldoser secara besar-besar ke partai di Jawa Barat. Muncul gagasan tentang dwi partai. Partai yang cuma dua di Indonesia. Dan korban paling utama pada waktu itu adalah Partai Nasional Indonesia. Pada tanggal 7 Maret 1970 bertempat di ruang kerja Wakil Ketua MPRS, M Siregar di Jalan Teuku Umar No. 5 Jakarta, lima tokoh Partai yang hadir yaitu Hardi dan Gde Djakse (PNI), Achmad Sukarmadidjaja (IPKI), Maruto Nitimihardjo dan Sukarni (Murba), VB Da Costa, Lo Ginting dan Harry Tjan (Partai Katolik) serta M Siregar dan Sabam Sirait (Parkindo), mengadakan pertemuan dan pembicaraan mengenai pengelompokan partai. Dalam pertemuan tersebut, muncul kekhawatiran terjadinya polarisasi antara kelompok Islam dan non-Islam, oleh karenanya muncul gagasan sebagai alternatif untuk mengelompokan partai menjadi lima atau empat kelompok yang terdiri dari dua kelompok muslim, satu

nasionalis, satu kristen dan satu kelompok karya. Namun pemerintah Orde Baru saat itu tetap menginginkan pengelompokan sesuai yang diajukan sebelumnya hingga akhirnya gagasan yang diusulkan oleh tokoh-tokoh tersebut tidak pernah terwujud. Pada tanggal 9 Maret 1970 pertemuan pimpinan lima partai tersebut berlanjut ditempat yang sama dengan agenda pokok yaitu penyelesaian deklarasi atau pernyataan bersama dan pokok-pokok pikiran selanjutnya. Dalam pertemuan ini berhasil membentuk tim perumus yang terdiri dari Mh. Isnaeni, M Supangat, Murbantoko, Lo Ginting dan Sabam Sirait. Tim perumus menghasilkan Pernyataan Bersama yang ditanda tangani oleh ketua partai masing-masing, yakni Hardi (PNI), M Siregar (Parkindo), VB Da Costa (Partai Katolik), achmad sukarmadidjaja (IPKI) dan Sukarni (Murba). Pada tanggal 12 Maret 1970 kembali dilakukan pertemuan dengan Presiden Soeharto yang didampingi oleh Brigjen Sudjono Humardani dan Brigjen Sudharmono. Dari pihak partai politik hadir Hardi dan Gde Djakse (PNI), Achmad Sukarmadidjaja dan M Supangat (IPKI), Maruto Nitimihardjo (Murba), VB Da Costa dan Lo Ginting (Partai Katolik) serta M Siregar dan Sabam Sirait (Parkindo). Pada tanggal 24 Maret 1970 para pemimpin parpol tersebut kembali melakukan pertemuan di ruang kerja Wakil Ketua MPRS, M Siregar. Maksud pertemuan tersebut adalah untuk memperjelas keberadaan kelompok yang telah dibentuk, baik nama, sifat, pengorganisasian dan program. Hasil pertemuan tersebut akhirnya disepakati nama Kelompok Demokrasi Pembangunan dan dikukuhkan melalui SK No. 42/KD/1972, tanggal 24 Oktober 1972. Meskipun sebelumnya banyak muncul usulan-usulan nama yang diajukan oleh masing-masing partai, antara lain oleh Lo Ginting (Partai Katolik) yang mengusulkan nama Kelompok Demokrasi Kesejahteraan atau Kelompok Kesejahteraan Kerakyatan. Maruto

Nitimihardjo (Murba) mengusulkan nama Kelompok Gotong-Royong, karena kata gotong royong dianggap merupakan perasaan pancasila dan dapat menghindari polarisasi. Usep Ranawidjaja (PNI) keberatan karena bisa ditafsirkan dan dikaitkan dengan Orde Lama. M Supangat (IPKI) mengusulkan dibentuk Badan Kerjasama sebagai sifat pengelompokan yang dinamakan Kelompok Pembangunan.

Sabam Sirait (Parkindo) mengusulkan nama Kelompok Demokrasi dan Pembangunan atau Kelompok Sosial Demokrat. Setelah melalui proses yang panjang akhirnya pada tanggal 10 Januari 1973 tepat jam 24.00 dalam pertemuan Majelis Permusyawaratan Kelompok Pusat (MPKP) yang mengadakan pembicaraan sejak jam 20.30 di Kantor Sekretariat PNI di Jalan Salemba Raya 73 Jakarta, Kelompok Demokrasi dan Pembangunan melaksanakan fusi 5 Partai Politik menjadi satu wadah Partai yang bernama Partai Demokrasi Indonesia meskipun pada awal fusi sebenarnya muncul 3 (tiga) kemungkinan nama untuk fusi menjadi : 1. Partai Demokrasi Pancasila 2. Partai Demokrasi Pembangunan 3. Partai Demokrasi Indonesia Deklarasi ditandatangani oleh wakil kelima partai yaitu MH. Isnaeni dan Abdul Madjid mewakili Partai Nasional Indonesia, A. Wenas dan Sabam Sirait Mewakili Partai Kristen Indonesia, Beng Mang Rey Say dan FX. Wignyosumarsono mewakili Partai Katolik, S. Murbantoko R. J. Pakan mewakili Partai Murba dan Achmad Sukarmadidjaja dan Drs. Mh. Sadri mewakili Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Dengan dideklarasikannya fusi kelima partai tersebut, maka lahirlah Partai Demokrasi Indonesia. Setelah deklarasi fusi tersebut, selanjutnya untuk memenuhi poin 3 Deklarasi fusi, dibentuk tim penyusun Piagam Perjuangan, AD/ART, struktur organisasi dan prosedur yang diperlukan melaksanakan fusi tersebut. Tim yang dikenal sebagai Tim 10 itu semula diketuai Sunawar Sukowati (PNI) tapi kemudian diganti Sudjarwo (PNI) karena penugasan Sunawar sebagai duta besar.

Pada tanggal 13 Januari 1973 Majelis Pimpinan Partai (MPP) terbentuk, Sabtu 14 Januari 1973 jam 01.20 pagi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) berhasil menyusun struktur dan personalia Dewan Pimpinan Pusat sampai terselenggaranya Kongres Nasional. Susunan kepengurusan DPP PDI sebagai berikut : I. II. MAJELIS PIMPINAN PUSAT (beranggotakan 25 orang) : II. DEWAN PIMPINAN PUSAT (beranggotakan 11 orang)

DPP PDI bersama Tim 10 pada tanggal 8-10 Juni 1973 di Cibogo Bogor berhasil menyelesaikan AD/ART PDI dan telah disahkan dalam rapat DPP PDI tanggal 26 Juli 1973 serta dikukuhkan dalam rapat MPP PDI di kediaman hasyim Ning pada tanggal 4 Agustus 1973. Sementara Piagam dan Program Perjuangan Partai dikukuhkan dalam rapat MPP PDI tanggal 19-20 September 1973. Untuk memenuhi poin 4 Deklarasi Fusi, kelima partai yakni PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, Murba mengadakan forum internal masing-masing partai. PNI menyelenggarakan Munas tanggal 27-28 Januari 1973 di Jakarta yang memutuskan bahwa masalah fusi dengan partai-partai lain tidak dipersoalkan dan menyetujui kebijakan DPP PNI dalam menghadapi fusi. Parkindo mengadakan Sidang Dewan Partai VII yang diperluas pada tanggal 8-10 Juli 1973 di Sukabumi hasilnya menyetujui kebijakan DPP Parkindo berfusi dalam PDI. Partai Katolik melaksanakan Sidang Dewan Partai yang diperluas pada tanggal 25-27 Februari 1973 di Jakarta dan hasilnya menyetujui kebijakan DPP untuk berfusi. IPKI melaksanakan Musyawarah Dewan Paripurna Nasional IV di Tugu-Bogor pada tanggal 25-27 mei 1973 dan Murba melaksanakan Sidang Dewan Partai pada tanggal 1-3 Agustus 1973 yang masing-masing menyetujui kebijakan DPP nya untuk berfusi. Terbentuknya DPP diiringi terbentuknya kepengurusan Cabang (kepengurusan tingkat kabupaten) sebanyak 154 Cabang. Tahun 1974 kepengurusan Cabang bertambah 77 Cabang, tahun 1975 bertambah 20 Cabang, tahun 1976 bertambah 6 Cabang.

Musyawarah nasional adalah bentuk pertemuan besar PDI yang pertama pasca fusi. Setelah mendapat restu Presiden Soeharto tanggal 18 Juni 1973 dan Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX tanggal 19 Juni 1973, DPP PDI melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas). Dalam praktik, Munas I ini mengambil nama Konpernas (Konsultasi dan Penataran Nasional) di Jakarta tanggal 20-24 september 1973. Konpernas dihadiri utusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), MPP, Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu), Anggota Fraksi PDI di DPR, dan tokoh-tokoh Pemerintah seperti mayjen Ali Murtopo, Mayjen Subiyono (Wakil Dephankam), JB sumarlin (Wakil Bappenas), Mayjen Sunandar (Wakil Mendagri), Sulaiman (Wakil Menlu) dan Prof Sunario (Wakil Dewan Harian Angkatan 1945). Kongres I PDI berlangsung dari tanggal 12 13 April 1976. Pelaksanaan Kongres I ini sempat tertundatunda akibat adanya konflik internal. Di dalam Kongres I ini intervensi pemerintah sangat kuat, pemerintah memplot Sanusi Hardjadinata agar terpilih. Dan hasilnya Sanusi Hardjadinata terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PDI. Susunan DPP hasil Kongres I yang susunan personalianya sudah disempurnakan atas kesepakatan antara Mh Isnaeni dan Sunawar. Kepengurusan tersebut karena adanya konflik diantara pengurus DPP, maka pada tanggal 16 Januari 1978, susunan DPP PDI hasil penyelesaian politik bersama Bakin. Kongres II dilaksanakan pada tahun 1981 di Jakarta, meskipun ada penolakan dari Kelompok Empat (Usep, Abdul Madjid, Walandauw dan Zakaria Raib) yang mengajukan keberatan atas penyelenggaraan Kongres II kepada pemerintah. Namun Kongres II PDI tetap berlangsung pada tanggal 13-17 Januari 1981 mengambil tema : Dengan Menggalang Persatuan dan Kesatuan Dalam Rangka Memantapkan Fusi, Meningkatkan Peranan dan Partisipasi PDI Untuk Mensukseskan Pembangunan.

Di dalam Kongres II ini campur tangan pemerintah semakin kuat. Meskipun ada keberatan terhadap pelaksanaan Kongres tersebut, Kongres II PDI tetap berjalan. Pemerintah tetap mengizinkan penyelenggaraan Kongres tersebut dan Presiden Soeharto yang membuka acara Kongres II PDI. Di dalam Kongres II PDI menghasilkan kesepakatan-kesepakatan diantara partai-partai pendukung PDI

yang

berkonflik.

Kongres

II

PDI

akhirnya

menyepakati

bahwa

fusi

telah

tuntas.

Pasca Kongres II PDI konflik internal masih terjadi yaitu perselisihan antara Hardjanto dengan Sunawar. Kelompok hardjanto mendesak diselenggarakannya Kongres Luar Biasa sedangkan Kubu Sunawar hanya menghendaki Munas. Kubu Sunawar menginginkan Kongres III PDI diselenggarakan setelah pemilu 1987, sementara kubu Hardjanto menginginkan sebelum Pemilu. Akhirnya Kongres III PDI diselenggarakan sebelum Pemilu yaitu pada tanggal 15-18 April 1986 di Wisma haji Pondok Gede, Jakarta. Kongres III dapat diselenggarakan karena Sunawar Soekawati meninggal dunia. Di dalam Kongres ini semaki menegaskan kuatnya ketergantungan PDI pada Pemerintah. Kongres III PDI gagal dan menyerahkan penyusunan pengurus kepada Pemerintah. Pada waktu itu yang berperan adalah Mendagri Soepardjo Rustam, Pangab Jenderal Benny Moerdani dan Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono. Konflik internal terus berlanjut sampai dengan dilaksanakannya Kongres IV PDI di Medan. Kongres IV PDI diselenggarakan tanggal 21-25 Juli 1993 di Aula Hotel Tiara, Medan, Sumatera Utara dengan peserta sekitar 800 orang. Dalam Kongres tersebut muncul beberapa nama calon Ketua Umum yang akan bersaing dengan Soerjadi, yakni Aberson Marle Sihaloho, Budi Hardjono, Soetardjo Soerjogoeritno dan Tarto Sudiro, kemudian muncul nama Ismunandar yang merupakan Wakil Ketua DPD DKI Jakarta. Budi Hardjono saat itu disebut-sebut sebagai kandidat kuat yang didukung Pemerintah. Tarto Sudiro maju sebagai calon Ketua Umum didukung penuh oleh Megawati Soekarnoputri. Saat itu posisi Megawati belum bisa tampil mengingat situasi dan kondisi politik masih belum memungkinkan.

Kongres IV PDI di Medan dibuka oleh Presiden Soeharto dan acara tersebut berjalan lancar. Namun beberapa jam kemudian acara Kongres menjadi ricuh karena datang para demonstran yang dipimpin oleh Jacob Nuwa Wea mencoba menerobos masuk ke arena sidang Kongres namun dihadang satuan Brimob. Acara tetap berlangsung sampai terpilihnya kembali Soerjadi secara aklamasi sebagai Ketua Umum, namun belum sampai penyusunan kepengurusan suasana Kongres kembali ricuh karena aksi demonstrasi yng dipimpin oleh Jacob Nuwa Wea berhasil menerobos masuk ke arena Kongres. Kondisi demikian

membuat pemerintah mengambil alih melalui mendagri Yogie S Memed mengusulkan membentuk caretaker. Dalam rapat formatur yang dipimpin Latief Pudjosakti Ketua DPD PDI jatim pada tanggal 2527 Agustus 1993 akhirnya diputuskan susunan resmi caretaker DPP PDI . Setelah gagalnya Kongres IV PDI yang berlangsung di Medan, muncul nama Megawati Soekarnoputri yang diusung oleh warga PDI untuk tampil menjadi Ketua Umum. Megawati Soekarnoputri dianggap mampu menjadi tokoh pemersatu PDI. Dukungan tersebut muncul dari DPC berbagai daerah yang datang kekediamannya pada tanggal 11 September 1993 sebanyak lebih dari 100 orang yang berasal dari 70 DPC. Mereka meminta Megawati tampil menjadi kandidat Ketua Umum DPP PDI melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar pada tanggal 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya. Dukungan terhadap Megawati semakin kuat dan semakin melejit dalam bursa calon Ketua Umum DPP PDI. Muncul kekhawatiran Pemerintah dengan fenomena tersebut. Pemerintah tidak ingin Megawati tampil dan untuk menghadang laju Megawati ke dalam bursa pencalonan Ketua Umum, dalam acara Rapimda PDI Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1993 yang diadakan dalam rangka persiapan KLB muncul larangan mendukung pencalonan Megawati. Kendati penghadangan oleh Pemerintah terhadap Megawati untuk tidak maju sebagai kandidat Ketua Umum sangat kuat, keinginan sebagian besar peserta KLB untuk menjadikan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI tidak dapat dihalangi hingga akhirnya Megawati dinyatakan sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto. Untuk menyelesaikan konflik PDI, beberapa hari setelah KLB, Mendagri bertemu Megawati, DPD-DPD dan juga caretaker untuk menyelenggarakan Munas dalam rangka membentuk formatur dan menyusun kepengurusan DPP PDI. Akhirnya Musyawarah Nasional (Munas) dilaksanakan tanggal 22-23 Desember 1993 di Jakarta dan secara de jure Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai Ketua Umum DPP PDI. Dalam Munas ini dihasilkan kepengurusan DPP PDI periode 1993-1998.

Berakhirnya Munas ternyata tidak mengakhiri konflik internal PDI. Kelompok Yusuf Merukh membentuk DPP PDI Reshuffle walau tidak diakui oleh Pemerintah namun kegiatannya tidak pernah dilarang. Disamping itu kelompok Soerjadi sangat gencar melakukan penggalangan ke daerah-daerah dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan menggelar Kongres. Dari 28 pengurus DPP PDI, 16 orang anggota DPP PDI berhasil dirangkulnya untuk menggelar Kongres. Ketua Umum DPP PDI, Megawati Soekarnoputri menolak tegas diselenggarakannya Kongres, kemudian pada tanggal 5 Juni 1996, empat orang deklaratir fusi PDI yakni Mh Isnaeni, Sabam Sirait, Abdul Madjid dan Beng Mang Reng Say mengadakan jumpa pres menolak Kongres. Kelompok Fatimah Achmad yang didukung oleh Pemerintah tetap menyelenggarakan Kongres pada tanggal 2-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan dengan didukung penjagaan yang sangat ketat dari aparat keamanan lengkap dengan panser. Pagar Asrama Haji tempat kegiatan berlangsung ditinggikan dengan kawat berduri setinggi dua meter. Disamping itu di persimpangan jalan dilakukan pemeriksaan Kartu Tanda Penduduk terhadap orang-orang yang melintas. Warga PDI yang tetap setia mendukung Megawati demonstrasi secara besar-besaran pada tanggal 20 Juni 1996 memprotes Kongres rekayasa yang diselenggarakan oleh kelompok Fatimah Achmad, demontrsi itu berakhir bentrok dengan aparat dan saat ini dikenal dengan Peristiwa Gambir Berdarah. Meskipun masa pendukung Megawati yang menolak keras Kongres Medan, namun Pemerintah tetap mengakui hasil Kongres tersebut. Pemerintah mengakui secara formal keberadaan DPP PDI hasil Kongres Medan dan menyatakan PDI hasil Kongres Medan sebagai peserta Pemilu tahun 1997. Tanggal 25 Juli 1996 Presiden Soeharto menerima 11 pengurus DPP PDI hasil Kongres Medan yang dipimpin oleh Soerjadi selaku Ketua Umum dan Buttu Hutapea selaku Sekretaris Jenderal. Hal ini semakin membuat posisi Megawati dan para pengikutnya semakin terpojok.

Masa pendukung Megawati mengadakan Mimbar Demokrasi dihalaman Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro hingga pada tanggal 27 Juli 1996, kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan orang berkaos merah yang bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Sabtu Kelabu 27 Juli yang banyak menelan korban jiwa. Pasca peristiwa 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurusnya masih tetap eksis walaupun dengan berpindah-pindah kantor dan aktivitas yang dilakukan dibawah pantauan Pemerintah. Pada Pemilu 1997 Megawati melalui Pesan Hariannya menyatakan bahwa PDI dibawah pimpinannya tidak ikut kampanye atas nama PDI. Pemilu 1997 diikuti oleh PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil Pemilu menunjukan kuatnya dukungan warga PDI kepada Megawati karena hasil Pemilu PDI merosot tajam dan hanya berhasil meraih 11 kursi DPR. Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI dibawah kepemimpinan Megawati.Di tengah besarnya keinginan masyarakat untuk melakukan reformasi politik, PDI dibawah kepemimpinan Megawati kian berkibar. Pasca Lengsernya Soeharto, dukungan terhadap PDI dibawah kepemimpinan Megawati semakin kuat, sorotan kepada PDI bukan hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di Denpasar Bali. Kongres ini berlangsung secara demokratis dan dihadiri oleh para duta besar negara sahabat. Kongres ini disebut dengan Kongres Rakyat. Karena selama kegiatan Kongres berlangsung dari mulai acara pembukaan yang diselenggarakan di lapangan Kapten Japa, Denpasar sampai acara penutupan Kongres, jalan-jalan selalu ramai dipadati warga masyarakat yang antusias mengikuti jalannya Kongres tersebut. Di dalam Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi.

Didalam Kongres tersebut, Megawati diberi kewenangan khusus untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka eksistensi partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di dalam AD-ART PDI. Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta. Pemilu tahun 1999 membawa berkah bagi PDI Perjuangan, dukungan yang begitu besarnya dari masyarakat menjadikan PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu dan berhasil menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 153 orang. Dalam perjalananya kemudian, Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi KH Abdurahman Wahid yang terpilih didalam Sidang Paripurna MPR sebagai Presiden Republik Indonesia Ke 4. Untuk pertama kalinya setelah berganti nama dari PDI menjadi PDI Perjuangan, pengurus DPP PDI Perjuangan memutuskan melaksanakan Kongres I PDI Perjuangan meskipun masa bakti kepengurusan DPP sebelumnya baru selesai tahun 2003. Salah satu alasan diselenggarakannya Kongres ini adalah untuk memantapkan konsolidasi organisasi Pasca terpilihnya Megawati sebagai Wakil Presiden RI. Kongres I PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret 1 April 2000 di Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah. Menjelang Kongres I PDI Perjuangan, sudah muncul calon-calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, nama yang muncul antara lain Dimyati Hartono yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan, kemudian muncul pula nama Eros Jarot yang sempat menggalang DPC-DPC untuk mendukungnya. Di dalam pemandangan umum Cabang-Cabang, dari 243 DPC, hanya 2 DPC yang mengusulkan nama lain yaitu DPC Kota Jayapura dalam pemandangan umumnya mengusulkan 3 orang calon Ketua Umum yaitu Megawati, Dimyati Hartono dan Eros Jarot, kemudian DPC Kota Banjarmasin mengusulkan Eros Jarot sebagai KetuanUmum DPP PDI Perjuangan.

Kongres I PDI Perjuangan akhirnya menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan karena 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan. Setelah Kongres I PDI Perjuangan tahun 2000, pada tahun 2001 Megawati diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Ke 5 menggantikan KH Abdurahman Wahid yang diturunkan dalam Sidang Istimewa MPR-RI. Diangkatnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke 5 membawa perubahan pada sikap politik PDI Perjuangan dan cap sebagai partai penguasa melekat di PDI Perjuangan. Meski sebagai partai penguasa, PDI Perjuangan ternyata tidak mampu meraih kemenangan di dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2004. PDI Perjuangan hanya mampu memperoleh suara diurutan kedua dengan 109 kursi di DPR. Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 28 31 Maret 2005 di Hotel Grand Bali Beach, Denpasar Bali, tempat dimana Kongres V PDI diselenggarakan pada tahun 1998. Kongres ini selesai 2 hari lebih cepat dari yang dijadwalkan yaitu 28 Maret 2 April 2005. Menjelang Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan, sudah banyak muncul nama-nama yang akan maju sebagai calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan antara lain Guruh Soekarnoputra yang digagas oleh Imam Mundjiat Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Timur, Laksamana Sukardi, Roy BB Janis, Arifin Panigoro dan Sophan Sophiaan. Masing-masing calon tersebut giat melakukan penggalangan kekuatan di daerah. Disamping itu kelima calon tersebut beberapa kali mengadakan pertemuan-pertemuan di beberapa hotel di Jakarta salah satunya pertemuan di Sahid Jaya Hotel. Di kemudian hari kelima calon ini bergabung menjadi satu dalam satu wadah yang dinamakan Kelompok Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan yang mengusung satu nama calon Ketua Umum DPP PDI Perjuangan yaitu Guruh Sukarno Putra.

Di dalam sidang paripurna pertama, sidang sempat ricuh saat pembahasan tata tertib yang diikuti

beberapa peserta walk out dari arena sidang. Namun sidang paripurna tetap berlangsung setelah Ir. Sutjipto selaku pimpinan sidang mengajukan penawaran kepada peserta yang menolak Pasal 7 tata tertib untuk berdiri dan yang menyetujui tetap duduk, ternyata dari 1822 peserta hanya beberapa orang yang berdiri dan sidang dilanjutkan kembali. Kongres II PDI Perjuangan akhirnya berakhir pada tanggal 31 Maret 2005 setelah Megawati dikukuhkan sebagai Ketua Umum terpilih karena seluruh peserta dalam pemandangan umumnya mengusulkan Megawati menjadi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010. Pada tanggal 25 April 2005, kepengurusan DPP PDI Perjuangan hasil Kongres II PDI Perjuangan dilaporkan ke Departenmen Kehakiman dan HAM dan pada tanggal 30 Mei 2005 Menteri Hukum dan HAM menerbitkan surat keputusan nomor : M-01.UM.06.08 Tahun 2005 yang menerima perubahan kepengurusan dan AD-ART hasil Kongres tersebutBottom of Form 20

Partai Damai Sejahtera Partai Damai Sejahtera didirikan setelah melalui serangkaian perenungan dan penelaahan atas berbagai peristiwa dan tragedi yang mengancam eksistensi manusia seperti peristiwa kerusuhan, pengrusakan, peristiwa dan tragedi yang mengancam eksistensi manusia seperti peristiwa kerusuhan, pengrusakan, pembakaran gedung dan tempat ibadah serta berbagai pelanggaran HAM, dimana masyarakat kecil menjadi sasaran orang yang tidak bertanggungjawab dan tidak bermoral, telah memunculkan keprihatinan semua orang yang cinta damai. Keprihatinan inilah yang mengawali kegalauan sekaligus kepedulian oleh sekelompok anak muda yang tergabung dalam JALA (Jaringan Pelayanan Alumni) Universitas Sam Ratulangi di jakarta dan JYF
20

http://www.dpcpdiperjuangan-lamongan.com/organisasi/sejarah/sejarah-pdi-perjuangan.html

(Jakarta Youth Fellowhip) juga di Jakarta yang biasa mengadakan persekutuan dan memiliki jadwal doa dan puasa setiap hari Rabu dan kemudian didukung oleh Pemred dan beberapa Wartawan tabloid Jemaat Indonesia. Saat berbuka puasa mereka mendiskusikan berbagai hal tentang kondisi bangsa ini, mulai dari ekonomi, hukum, politik, agama dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Mereka mendapati realita bahwa wakil-wakil rakyat di badan legislatif bukan hanya tidak mampu mengekspresikan aspirasi rakyat yang diwakilinya, tetapi justru larut dalam konfigurasi politik yang terkesan tidak membela kepentingankepentingan kelompok yang lemah dan tertindas serta termarjinal. Ujung dari pembicaraan itu adalah keprihatinan yang harus dicarikan solusinya. Dengan mengimani bahwa Firman Tuhan yang mereka yakini adalah jawaban, dalam suatu diskusi sekitar Agustus 2001 mereka menyimpulkan, bahwa untuk memulihkan bangsa ini dibutuhkan suatu figur yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, dapat dipercaya, kapabel, berani dan dapat diterima secara umum, serta dapat memimpin suatu organisasi sosial politik yang berdasarkan kepada Kasih Kristus. Aspirasi tersebut mereka gumulkan dalam doa, dan mereka mendapatkan satu figur yang mereka anggap tepat dengan aspirasi mereka, dialah dr. Ruyandi Hutasoit. Dari hasil seleksi, Ruyandi diketahui sebagai sosok yang cukup terkenal di kalangan umat Kristiani, walau mereka tidak mengenal secara pribadi dengannya tapi mereka mengedepankan objektivitas. Suatu hari mereka mengundang Ruyandi secara resmi datang ke tempat mereka disuatu Cafe Rohani untuk mendiskusi aspirasi mereka. Akhirnya melalui proses pergumulan yang cukup panjang selama beberapa minggu dan konfirmasi apakah ini kehendak Tuhan atau bukan, mereka bertekad dan merasa perlu mendirikan suatu partai dengan moto: Damai Negeriku Sejahtera Bangsaku dan disemangati oleh Cinta akan Indonesia yang bersatu.

etelah melalui serangkaian diskusi dan tukar pikiran, ditetapkan kemudian nama DAMAI

SEJAHTERA sebagai nama partai. Bukan tanpa alasan nama tersebut yang digunakan. Ada makna yang terkandung di dalamnya. Damai berarti partai yang menghimpun orang-orang yang cinta damai, memperjuangkan agar seluruh rakyat merasakan kedamaian, sedangkan Sejahtera karena partai ini akan berupaya dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari jalan keluar dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul, yaitu kemiskinan yang melilit rakyat Indonesia sekaligus melakukan terobosanterobosan baru dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemilihan nama ini bukan semata menonjolkan unsur Kristianinya, tetapi untuk memberi kelegaan bagi seluruh rakyat Indonesia yang dari dulu merindukan adanya kedamaian, ketenangan, keadilan, kesejahteraan, dst. di negara tercinta ini. Diespakati juga bahwa Doktrin PDS atau juga diebut PILAR DASAR SUKSES PDS adalah: 4 PILAR DAMAI SEJAHTERA yaitu: 1. Damai dengan Tuhan; 2. Damai dengan Diri Sendiri; 3. Damai dengan Sesama. dan 4. Damai dengan Lingkungan/ Alam. Dengan moto Damai Negeriku Sejahtera Bangsaku, Partai Damai Sejahtera (PDS) akan berusaha dengan segala kemampuannya untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa sebagai modal utama dalam (1) pembangunan nasional, (2) menjadi bangsa yang besar, yang dihormati kedaulatannya dan (3) disegani keberadaannya dalam konstelasi pergaulan dunia di Era Globalisasi. Tekad sudah bulat, semangat bagaikan api yang berkobar-kobar dukungan demi dukungan terus mengalir, persoalanpun menghadang didepan mata, kelompok masyarakat kritis yang tidak akan mudah percaya dengan berbagai slogan yang mengenakkan telinga namun tidak jelas pelaksanaannya, persoalan dana operasional menjadi kendala yang cukup mengkhawatirkan pada mulanya.

Para pelaku politik memahami anggaran suatu Partai Politik bukanlah kecil, bahkan secara umum ada nilai yang diakui wajar untuk mendirikan suatu partai politik nasional yang optimal, yaitu minimal dana yang dibutuhkan sebesar 100 milyard rupiah. Ruyandi Hutasoit ternyata tidak kecut mendengar nilai sebesar itu dengan modal kantor PDS yang hanya sebesar 2m X 3m, disalah satu pojok ruangan dari kantor gerejanya, dikatakannya bahwa Dana kami tak terbatas, apa yang Bapa punya itu juga milik kami. Berbekalkan semangat yang tinggi dengan harapan dana yang tak terbatas maka dimulailah persiapan-persiapan untuk mendeklarasikannya dan secara bersamaan membuka cabang-cabang diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya Firman Tuhan dibuktikan bahwa tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya dan bersandar kepadaNya, maka bertepatan pada tanggal 1 Oktober 2001 yang bertepatan dengan hari Kesaktian Pancasila para pengurusnya beserta dukungan 50 orang pendiri (sebagai syarat minimal mendirikan Parpol pada saat itu) menghadap Notaris untuk mendirikan Partai Politik yang bernama Partai Damai Sejahtera dengan Ketua Umum dr. Ruyandi Mustika Hutasoit serta Sekretaris Jenderal ML. Denny Tewu, S.E., M.M. Tidak hanya sampai disitu, pada tanggal 28 Oktober 2001 bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila, maka dengan tekad yang bulat, hati yang teguh, api semangat yang berkobar Partai Damai Sejahtera di deklarasikan dengan penuh keharuan dan hikmat. Dalam Akte Pendirian yang dibuat dihadapan Notaris Elisa Asmawel, SH dengan Nomor 1, tanggal 1 Oktober 2001, PDS didirikan oleh 50 orang lebih yang kemudian menjadi Dewan Pertimbangan Partai Damai Sejahtera (PDS). PDS kemudian dideklarasikan dihadapan publik di Jakarta pada hari Minggu 28 Oktober 2001 tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia yaitu berdirinya sebuah partai baru didalam dinamika konstelasi politik bangsa Indonesia. Partai ini yang kemudian akan berjuang menjadi Organisasi Peserta Pemilu, dan perjuangan berikutnya menghantar kadernya untuk dicalonkan sebagai

Presiden, Wakil Presiden dan calon-calon legislatif. Sistem pemilihan Umum yang diadakan secara langsung pada tahun 2004, memberi kelompok anak muda tersebut suatu keyakinan dengan pertolongan Tuhan-tidak ada yang mustahil! Sebagai partai yang baru lahir, Partai Damai Sejahtera harus melewati proses panjang dan melelahkan untuk dapat pengesahan sebagai partai yang berbadan hukum. Pengesahan ini bagian dari persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol) nomor: 31 Tahun 2002. Untuk mendapatkan pengesahan hukum, partai harus memiliki pengurus serta cabang di minimal 50% Provinsi dan 50% Kabupaten/Kota pada Provinsi tersebut serta 25% Kecamatan dari Kabupaten yang dimaksud. Pada 17 Juni 2003 pukul 15.00 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB) PDS memasukan data ke Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Depkeham) dengan 18 Provinsi (syarat minimal adalah 15 provinsi, daftar provinsi, lihat matrix-1). Setelah melalui verifikasi di lapangan, pada 28 Agustus 2003, Menkeh & Ham mengumumkan melalui seluruh media di Indonesia, bahwa PDS dinyatakan lolos sebagai Partai Politik yang Berbadan Hukum! Tak terbayangkan memang PDS bisa lolos bersama 17 Parpol lainnya padahal saat itu ada 237 Parpol yang terdaftar. Mendapati kenyataan ini pengurus sepakat menyadari semuanya itu terjadi karena ada turut campur tangan Tuhan didalamnya. Inilah yang kemudian membuat tekad pengurus untuk terus maju berkompetisi. Berdasarkan UU Pemilu No.12 Tahun 2003 PDS kembali mengikuti verifikasi dengan

memasukkan berkas kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Syarat yang harus dipenuhi adalah memiliki kepengurusan dan cabang (yang disertai dengan dokumen kelengkapannya seperti SK Domisili dan Surat Pernyataan sebagai bukti kantor Sekretariat) pada minimal 2/3 Provinsi dan 2/3 Kabupaten/ Kota di Provinsi bersangkutan serta harus memiliki anggota minimal 1.000 pafa kabupaten/ kota yang

berpenduduk 1 juta lebih serta 1/1.000 dari jumlah penduduk yang kurang dari 1 juta jiwa, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA). PDS memasukkan berkas ini pada urutan ke 17. Dengan bersemangatkan ORA ET LABORA (berdoa dan bekerja keras) PDS kembali mencatat sejarah. Pada 7 Oktober 2003 (batas akhir 9 Oktober 2003) PDS menjadi salah satu parpol yang dinyatakan lulus oleh Depkeham. Bukan itu saja pertolongan Tuhan yang dirasakan PDS dalam perjalanannya menjadi Organisasi Peserta Pemilu (OPP). Beberapa hari kemudian dinyatakan ada 15 Parpol yang lulus lebih dahulu secara administrasi dan salah satunya adalah PDS. Banyak yang heran bahwa PDS mampu melangkah sampai sejauh itu. Dari data yang diisyaratkan minimal 21 provinsi, PDS memasukkan 24 Provinsi (daftar provinsi lihat matrix-2). Setelah dinyatakan lolos secara administrasi, PDS mulai diverifikasi secara factual untuk diperiksa ke daerah-daerah. PDS pun terus melakukan konsolidasi pada anggotanya di daerah-daerah, memberikan mereka semangat, mengajak mereka berdoa. Jadi di samping upaya secara manusia, di atas segalanya PDS sepenuhnya mengandalkan Tuhan. Akhirnya pada 6 Desember 2003 PDS dinyatakan lulus sebagai OPP (Organisasi Peserta Pemilu). Diimani berkat pertolongan Tuhan, dan kerja keras semua pihak sehingga kemenangan itu menjadi kebahagiaan bersama, maka tanggal 7 Desember 2003 PDS sebagai OPP resmi diumumkan. Tanggal 8 desember 2003 dilakukan penarikan nomor urut di KPU dan PDS mendapatkan nomor urut 19. Tanggal 9 Desember 2003, PDS sudah mengadakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Hotel Indonesia Jakarta. Rangkaian perjalanan diatas telah membuktikan luar biasanya kekuatan doa yang menunjukkan kedahsyatan Allah. Dalam waktu yang relatif singkat 2 tahun PDS telah dapat mengembangkan cabangnya secara keseluruhan di 31 provinsi, 282 kabupaten/ kota serta 737 kecamatan, belum lagi ribuan cabang di kelurahan serta cabang-cabang komisariat di luar negeri. Apa yang dijalani PDS sejauh itu merupakan pengalaman iman yang sangat berharga yang mendorong setiap pengurus untuk terus berkeyakinan mendapatkan kemenangan dalam Pemilu 2004. Citra Keteladanan yang merupakan jati diri PDS akan terus ditransformasikan bagi bangsa ini.

Kemenangan/keberhasilan hanyalah merupakan awal bagi suatu pekerjaan serta kewajiban yang lebih besar lagi, oleh karena itu PDS harus terus inovatif dan berkonsolidasi serta mengikuti perkembangan zaman, sehingga PDS benar-benar lahir sebagai Partai Politik dengan basis massa Kristiani yang berazaskan Pancasila dan UUD45 dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan semangat Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Dan PDS akan menjadi harapan, idaman dan pilihan segenap Rakyat Indonesia dalam setiap pemilihan umum. Tuhan Yesus Kristus kiranya tetap melimpahkan berkatNya bagi kita semua amin. 21

Kalyanamitra berdiri pada tanggal 28 Maret 1985 sebagai respon terhadap ketidakadilan yang dihadapi perempuan Indonesia pada masa itu. Kemunculan Kalyanamitra sebagai organisasi perempuan yang idependen pada masa Orde Baru berkuasa, berkaitan dengan munculnya ide perlunya sentra informasi mengenai perempuan. Kalyanamitra menjadi organisasi perempuan kedua yang lahir di masa Orde Baru setelah Yayasan Anisa Swasti (Yasanti) di Yogyakarta. Nama Kalyanamitra bersal dari Bahasa Sanskrit yang artinya Kawan Baik. Kalyanamitra didirikan oleh lima orang perempuan yaitu: Ratna Saptari, Debra Yatim, Sita Aripurnami, Myra Diarsi dan Syarifah Sabaroeddin. Pada awal berdirinya Kalyanamitra ingin mendukung kerja berbagai pihak dalam penguatan buruh dengan memberi informasi tentang hak-hak mereka, bahwa mereka layak mendapatkan upah yang sama, berhak mendapatkan cuti haid, cuti hamil dan melahirkan. Untuk itu Kalyanamitra berpihak pada perempuan tertindas seperti buruh, petani, nelayan, dan pekerja sektor informal. Oleh karena itu, Kalyanamitra melakukan pengumpulan data-data mengenai berbagai aspek perempuan dan mengangkatnya ke permukaan melalui seminar, pelatihan, dan diskusi publik. Data-data mengenai berbagai aspek tentang perempuan dari perspektif feminis terkumpul di perpustakaan Kalyanamitra dalam berbagai bentuk seperti buku, working paper, laporan penelitian, video, foto, dan slide yang mendokumentasikan kehidupan perempuan. Perpustakaan menjadi wadah yang
21

http://www.partaidamaisejahtera.org/?p=457

penting karena Kalyanamitra ingin menjadi pusat Informasi dan Komunikasi Perempuan. Perpustakaan Kalyanamitra juga memiliki koleksi kliping tentang isu-isu perempuan yang ada di media masa sejak tahun 1996. Selain perpustakaan, Kalyanamitra juga memiliki program pendidikan mengenai pelatihan analisis gender untuk aktivis-aktivis lembaga non pemerintah. Dapat dikatakan bahwa Kalyanamitra yang memperkenalkan pelatihan analisis gender di Indonesia pada 1990. Dalam rangka memberikan pengetahuan dan penyadaran mengenai persoalan-persoalan perempuan kepada publik, Kalyanamitra menerbitkan berbagai publikasi baik buku, buletin, poster, pamflet dan lain sebagainya. Pada masa awal berdirinya Kalyanamitra menerbitkan newsletter Mitra Media dan buletin bernama Dongbret, yang diterbitkan dalam bentuk sisipan cerita bergambar sehingga dapat dimengerti oleh perempuan kelas bawah. Akan tetapi, pada tahun 1994, saat terjadi pelarangan Tempo dan De Tik, Mitra Media juga dilarang penerbitannya oleh Pemerintah saat itu. Pada tahun 1991, sebagai bagian dari Kampanye Anti Perkosaan, Kalyanamitra menerbitkan buku saku mengenai penanganan kasus perkosaan. Selanjutnya newletter Kalyanamitra berubah nama menjadi Bejana Wanita pada tahun 1996 dan Bejana Perempuan Pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2005 Kalyanamitra menerbitkan Buletin Kalyanamedia dan berubah nama menjadi Buletin Perempuan Bergerak pada tahun 2008 hingga saat ini. Selain buletin, Kalyanamitra juga menerbitkan beberapa buku tentang perempuan seperti Bila Perkosaan terjadi (th 2000), Menghadapi pelecehan seksual (th 1999), Gerakan Perempuan dan Kesadaraannya (th 2001), Berbagi Pengalaman, Merajut Perlawanan: Tuturan Suvivor (th 2007), Gerakan Perempuan di Amerika Latin: Feminism dan Transisi Menuju Demokrasi (th 2003), Ibunda (th 2002), Asal Usul Keluarga (th 2011), dan lain sebagainya. Pada tahun 1993, Kalyanamitra menjadi sebuah resource center yang terbagi menjadi dua divisi kerja, yaitu Divisi Penelitian Pengembangan dan Divisi Perpustakaan. Kegiatan yang dilakukan ialah penelitian tentang persoalan perempuan pekerja di Pasar Kramat Jati, pembantu rumah tangga, pelacuran, perkosaan, pelecehan seksual, dan lainnya. Hasil penelitian itu diangkat dan disosialisasikan ke masyarakat.

Tahun 1995, Kalyanamitra memperkuat kampanye tentang isu kekerasan terhadap perempuan. Kalyanamitra banyak menerima kasus-kasus perkosaan dan mulai terlibat secara langsung dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Titik kulminasinya ialah peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Ketika itu, terjadi perkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa. Kalyanamitra pun menjadi sekretariat Tim Relawan Kemanusiaan (TRK) untuk korban perkosaan di Jakarta. Sejak itu, Kalyanamitra membangun gerakan perlawanan anti kekerasan terhadap perempuan baik akibat ketimpangan gender maupun oleh negara. Kerja menangani korban ini memerlukan wadah tersendiri. Dalam kaitan itu, tahun 1999 dibentuklah Divisi Pendampingan Korban di Kalyanamitra. Kemudian divisi-divisi pendukung kerja pendampingan korban, seperti Divisi Pendidikan, Divisi Kampanye, dan Divisi Perpustakaan Dokumentasi. Namun sejak tahun 2003 Kalyanamitra tidak lagi memiliki Devisi Pendampingan Korban, devisi ini berubah menjadi Pendampingan Komunitas. Sejalan dengan itu maka sejak saat itu Kalyanamitra tidak lagi menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Kemudian berdasarkan hasil Renstra tahun 2010-2012, Kalyanamitra memiliki dua devisi yaitu Devisi Program dan Devisi Keorganisasian. Dalam Devisi Program mencakup Devisi Pendampingan Komunitas dan Devisi Kajian dan Pengembangan. Sementara di Devisi Keorganisasian didalamnya ada Keuangan dan Administrasi Perkantoran.22

LBH APIK Jakarta adalah lembaga yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan demokratis, serta menciptakan kondisi yang setara antara perempuan dan laki-laki dalam segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Tujuan ini hendak dicapai dengan mewujudkan sistem
22

http://www.kalyanamitra.or.id/tentang-kami/sejarah/

hukum yang berperspektif perempuan yaitu sistem hukum yang adil dipandang dari pola hubungan kekuasaan dalam masyarakat, khususnya hubungan perempuan - laki-laki , dengan terus menerus berupaya menghapuskan ketidaksetaraan dan ketidakadilan jender dalam berbagai bentuknya. Berdasarkan nilai-nilai keadilan, kerakyatan, persamaan, kemandirian, emansipasi,

persaudaraan, keadilan sosial, non sektarian dan menolak kekerasan serta memenuhi kaidah-kaidah kelestarian lingkungan, LBH APIK Jakarta berupaya memberikan bantuan hukum bagi perempuan. Konsep Bantuan Hukum yang diterapkan adalah Bantuan Hukum Gender Struktural. LBH APIK Jakarta dibentuk oleh APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan), yang didirikan oleh tujuh orang perempuan pengacara pada tanggal 4 Agustus 1995. Sejak 21 Februari 2003 LBH APIK Jakarta secara resmi telah menjadi Yayasan LBH APIK Jakarta, berdasarkan Akte Notaris Rusnaldy No.112/2003.

Bentuk kegiatan:

- Melakukan pembelaan hukum bagi perempuan pencari keadilan yang lemah secara politik, ekonomi, maupun sosial budaya di dalam dan di luar pengadilan

- Memberikan pelatihan dan pemberdayaan kepada lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum baik dalam penanganan korban maupun upaya pencegahannya.

- Melakukan advokasi perubahan kebijakan baik terhadap substansi, struktur, maupun budaya hukum di masyarakat

- Melakukan kajian kritis serta penyusunan, pembuatan, penyebarluasan serta pendokumentasian berbagai info tentang penegakan hak-hak perempuan dan informasi mengenai cara-cara penyelesaiannya

- Melakukan kerjasama dengan berbagai organisasi dan lembaga serta mendorong terbentuknya organisasi dan lembaga dengan visi misi serupa

- Melakukan penguatan kelembagaan.

Bidang kegiatan: Hukum, Gender, Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Perempuan, Kekerasan terhadap Perempuan, Kesehatan / Hak Reproduksi, Perdagangan Perempuan, Buruh / Pekerja Migran. 23 SETARA Institute adalah perkumpulan individual/perorangan yang didedikasikan bagi pencapaian citacita di mana setiap orang diperlakukan setara dengan menghormati keberagaman, mengutamakan solidaritas dan bertujuan memuliakan manusia. SETARA Institute didirikan oleh orang-orang yang peduli pada penghapuskan atau pengurangan diskriminasi dan intoleransi atas dasar agama, etnis, suku, warna kulit, gender, dan strata sosial lainnya serta peningkatan solidaritas atas mereka yang lemah dan dirugikan. SETARA Institute percaya bahwa suatu masyarakat demokratis akan mengalami kemajuan apabila tumbuh saling pengertian, penghormatan dan pengakuan terhadap keberagaman. Namun, diskriminasi dan intoleransi masih terus berlangsung di sekitar kita bahkan mengarah pada kekerasan. Karena itu langkahlangkah memperkuat rasa hormat atas keberagaman dan hak-hak manusia dengan membuka partisipasi yang lebih luas diharapkan dapat memajukan demokrasi dan perdamaian.

23

http://www.lbh-apik.or.id/profil.htm

SETARA Institute mengambil bagian untuk mendorong terciptanya kondisi politik yang terbuka berdasarkan penghormatan atas keberagaman, pembelaan hak-hak manusia, penghapusan sikap intoleran dan xenophobia.24 Visi Organisasi Mewujudkan perlakuan setara, plural dan bermartabat atas semua orang dalam tata sosial politik demokratis. Nilai-nilai Organisasi Kesetaraan Kemanusiaan Pluralisme Demokrasi

Misi Organisasi i. ii. Mempromosikan, pluralisme, humanitarian, demokrasi dan hak asasi manusia. Melakukan studi dan advokasi kebijakan publik dibidang pluralisme, humanitarian, demokrasi dan hak asasi manusia iii. iv. Melancarkan dialog dalam penyelesaian konflik Melakukan pendidikan publik

Keanggotaan

24

http://www.setara-institute.org/en/content/profil

SETARA Institute ini beranggotakan individu-individu yang peduli pada promosi gagasan dan praksis pluralisme, humanitarian, demokrasi, dan hak asasi manusia, yang bersifat perorangan dan suka rela. Managemen Organisasi

Dewan Nasional Ketua: Azyumardi Azra Sekretaris: Benny Soesetyo Anggota: Kamala Chandrakirana M. Chatib Basri Rafendi Djamin Badan Pengurus Ketua: Hendardi Wakil Bonar Tigor Naipospos Ketua: Sekretaris: R. Dwiyanto Prihartono Wakil Damianus Taufan Sekretaris: Bendahara: Ade Rostina Sitompul Manager Ismail Hasani Program: Badan Pendiri Abdurrahman Wahid Ade Rostiana S. Azyumardi Azra Bambang Widodo Umar Bara Hasibuan Benny K. Harman

Benny Soesetyo Bonar Tigor Naipospos Budi Joehanto Damianus Taufan Despen Ompusunggu Hendardi Ismail Hasani Kamala Chandrakirana Luhut MP Pangaribuan M. Chatib Basri Muchlis T Pramono Anung W Rachlan Nashidik Rafendi Djamin R. Dwiyanto Prihartono Robertus Robert Rocky Gerung Saurip Kadi Suryadi A. Radjab Syarif Bastaman Theodorus W. Koerkeritz Zumrotin KS PSHK memiliki visi dan misi bahwa pada tanggal 1 Juli tahun 2010 PSHK secara kelembagaan akan : 1. Menjadi lembaga penelitian independen yang memberikan konsistensi penegakan hukum dan pembaruan hukum di Indonesia kontribusi signifikan dalam

2. Menjadi lembaga pendidikan dan pengembangan ilmu hukum di Indonesia 3. Menjadi lembaga yang mengusahakan pembentukan kader-kader pembaruan hukum yang berintegritas, berintelektualitas dan bermoral di Indonesia 4. Menjadi salah satu jentera (roda penggerak) utama penguatan masyarakat sipil/gerakan sosial di Indonesia 5. Menjadi salah satu rujukan utama informasi hukum di Indonesia 6. Menjadi lembaga yang mampu menyediakan kondisi dan fasilitas kerja yang ideal bagi pengembangan ide dan kreativitas komunitas PSHK.25

Lembaga Perkumpulan Suara Perempuan Indonesia resmi disingkat dengan SPI ialah sebuah organisasi yang menyuarakan ketidakadilan di lingkungan hidup perempuan. Agar perempuan dapat memerankan dirinya dengan baik pada ruang privat dan publik. 26 Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup.

25 26

http://pshk.or.id/index.php/home/article/23/0 http://www.suaraperempuan.or.id/mengenai-perkumpulan-suara-perempuan-indonesia.html

Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup). Sejarah Setiap Uskup, karena tahbisannya, dengan sendirinya menjadi bagian dari jajaran para Uskup sedunia (Collegium Episcopale) dan bersama dengan para uskup sedunia, di bawah pimpinan Sri Paus, bertanggungjawab atas seluruh Gereja Katolik. Para Uskup dalam satu negara bersama-sama membentuk suatu wadah kerjasama yang dinamakan Konferensi Para Uskup. Di dalam wadah ini mereka bekerjasama merundingkan dan memutuskan sesuatu mengenai umat katolik di seluruh negara tersebut. Seorang uskup adalah pimpinan Gereja setempat yang bernama keuskupan. Dengan demikian dia disebut juga Waligereja. Karena itu Konferensi para Uskup di Indonesia disebut Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) yang kemudian diubah menjadi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). 1807-1913 Dari tahun 1807 sampai 1902 Gereja Katolik seluruh Nusantara berada di bawah pimpinan seorang Prefek/Vikaris Apostolik yang berkedudukan di Batavia. Kendati semenjak tahun 1902 beberapa daerah sudah dipisahkan dari Vikariat Apostolik Batavia (1902: Maluku-Irian Jaya, 1905: Kalimantan, 1911: Sumatera, 1913/1914: Nusa Tenggara, dan 1919: Sulawesi), namun pengakuan dari pihak Pemerintah Kolonial Belanda akan adanya banyak pimpinan Gereja Katolik di Nusantara baru terjadi pada tahun 1913. Maka semua Vikaris dan Prefek Apostolik itu merasa perlu bersama-sama berunding untuk mencapai kesatuan sikap terhadap Pemerintah dalam banyak persoalan, tetapi terutama berhubungan dengan

kebebasan bagi misi untuk memasuki semua wilayah dan juga berhubungan dengan posisi pendidikan Katolik. 1924 Pertemuan itu baru terjadi pada kesempatan pentahbisan Mgr. A. Van Velsen sebagai Vikaris Apostolik Jakarta (13 Mei 1924) di Gereja Katedral Jakarta. Yang hadir pada waktu itu: Mgr. P. Bos, O.F.M.Cap. (Vik.Ap. Kalimantan), Mgr. A. Verstraelen, S.V.D. (Vik. Ap. Nusa Tenggara), Mgr. Y. Aerts, M.S.C. (Vik.Ap. Maluku-Irian Jaya), Mgr. L.T.M. Brans, O.F.M.Cap. (Pref.Ap. Padang) dan Mgr. G. Panis, M.S.C. (Pref.Ap. Sulawesi). Pada tanggal 15-16 Mei 1924 diadakan sidang para Waligereja se-Nusantara yang pertama di Pastoran Katedral Jakarta. Sidang ini diketuai oleh Mgr. A. Van Velsen dan dihadiri oleh para Waligereja tersebut di atas ditambah dengan dua orang pastor: A.H.G. Brocker, M.S.C. dan S.Th. van Hoof, S.J. sebagai nara sumber. 1925 Sidang yang kedua diadakan pada tanggal 31 Agustus - 6 September 1925, juga di Jakarta, di bawah pimpinan seorang utusan Paus Pius X yang bernama Mgr. B.Y. Gijlswijk, O.P., seorang Delegatus Apostolik di Afrika Selatan. Kecuali para Waligereja yang disebut di atas, peserta sidang ini sudah bertambah dengan Mgr. H. Smeetes, SCJ (Pref.Ap. Bengkulu), Mgr. Th. Herkenrat, S.S.C.C. (Pref.Ap. Pangkalpinang). Hadir juga Pater Th. De Backere, C.M., Pater Cl. Van de Pas, O.Carm., Pater Y. Hoederechts, S.J., sedang Pater H. Jansen, S.J. dan Pater Y. Van Baal, S.J. bertugas sebagai sekretaris. Dalam sidang ini diputuskan untuk mengadakan sidang setiap lima tahun sekali. 1929 Sidang ketiga, 4-11 Juni 1929 di Muntilan (dihadiri oleh 10 Waligereja)

1934 Sidang keempat, 19-27 September 1934 di Girisonta (juga dihadiri oleh seorang pastor dari Centraal Missie Bureau atau Kantor Waligereja) 1939 Sidang kelima, 16-22 Agustus 1939 juga di Girisonta (15 Waligereja dan tiga orang dari CMB serta seorang Delegatus Apostolik untuk Australia: Mgr. Y. Panico). 1940-1953 Karena adanya perang, sidang para Waligereja Indonesia tidak dapat diadakan. 1954 Pada tanggal 26-30 April 1954 para Waligereja se-Jawa mengadakan pertemuan di Lawang. Di sana diungkapkan keinginan untuk mengadakan konferensi baru semua Waligereja. Sebuah rancangan anggaran dasar yang disusun oleh Mgr. W. Schoemaker M.S.C. (Uskup Purwokerto). 1955 Rancangan anggaran dasar disetujui oleh Internunsius di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1955. Tanggal 14 Maret 1955 Mgr. W. Schoemaker M.S.C. diangkat oleh Internunsius menjadi ketua sidang MAWI yang akan datang. Sidang itu dapat dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober sampai 2 November 1955 di Bruderan, Surabaya dan dihadiri oleh 22 orang Waligereja (dari 25 orang Waligereja yang ada). Inilah sidang Konferensi para Uskup dari seluruh Indonesia yang pertama sesudah perang. Salah satu keputusan yang penting ialah bahwa untuk selanjutnya konferensi para Waligereja Indonesia ini dinamakan Majelis Agung Waligereja Indonesia, disingkat MAWI, suatu terjemahan dari Raad van

Kerkvoogden. Tanggal inilah dipandang sebagai tanggal berdirinya MAWI. Di samping sidang lengkap, diputuskan untuk mendirikan sebuah sidang kecil yang tetap, untuk melaksanakan tugas harian, yang dinamakan Dewan Waligereja Indonesia Pusat, disingkat DEWAP, yang diketuai oleh Mgr. A. Soegijapranata, S.J. (Uskup Semarang). Untuk memperbaiki pelaksanaan tugasnya, dibentuklah berbagai "Panitia" / PWI (Panitia Waligereja Indonesia) yang menjadi anggota DEWAP (diputuskan bahwa DEWAP bersidang sekali setahun) dan yang menangani salah satu bidang pelayanan: PWI (Panitia Waligereja Indonesia) Sosial, PWI Aksi Katolik dan Kerasulan Awam, PWI Seminari dan Universitas, PWI Pendidikan dan Pengajaran Agama , PWI Katekese Umat dan Penyebaran Iman, PWI Pers dan Propaganda. Diputuskan bahwa DEWAP bersidang sekali setahun. 1960 Sesudah Indonesia merdeka jumlah orang Katolik Indonesia meningkat pesat. Sedemikian pesat perkembangan jemaah Katolik Indonesia, sehingga dalam sidang di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah (916 Mei 1960) para Uskup Indonesia menulis surat kepada Bapa Suci Yohanes XXIII, memohon secara resmi agar beliau meresmikan berdirinya Hirarki Gereja di Indonesia. Maka dengan Dekrit "Quod Christus Adorandus" tertanggal 3 Januari 1961 Paus Yohanes XXIII meresmikan berdirinya Hirarki Gereja di Indonesia. 1960-1970-an MAWI mengadakan sidang-sidang paripurna pada tahun 1960, 1965, 1968 dan 1970. Selama periode ini banyak terjadi perbaikan-perbaikan pada cara kerja dan struktur organisasi MAWI. Sejak 1970 Sidang para Waligereja diadakan setiap tahun. Biasanya jatuh pada bulan November di Jakarta. 1987 Majelis Agung Waligereja (MAWI) berganti nama menjadi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). 27
27

http://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Waligereja_Indonesia

Forum Umat Beriman Forum Umat Beriman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dimaksudkan sebagai wadah komunikasi, koordinasi serta upaya membina, memelihara dan meningkatkan ketentraman, ketertiban kehidupan serta kerukunan dalam menjalankan agama di Daerah Istimewa Yogyakarta, guna menjaga serta meningkatkan toleransi antar umat beragama untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan; Tujuan 1. Menjalin komunikasi dan koordinasi serta kesamaan langkah dan tindak dalam upaya membangun kerukunan umat beragama serta mendorong terciptanya situasi dan kondisi yang kondusif bagi kehidupan beragama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Memelihara dan meningkatkan toleransi dan kerukunan antar umat beragama serta persatuan dan kesatuan di Daerah Istimewa Yogyakarta.28

Indonesian Conference on Religion and Peace ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) adalah sebuah organisasi berbadan hukum yayasan yang bersifat non-sektarian, non-profit, non-pemerintah dan independen yang bergerak di bidang interfaith dan dialog agama-agama. Dibidani kelahirannya oleh para tokoh antar agama, ICRP berusaha menyebarkan tradisi dialog dalam pengembangan kehidupan keberagamaan yang humanis dan pluralis di tanah air.

28

http://www.kesbanglinmas.jogjaprov.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=83&Itemid=10

Jauh sebelum diresmikannya ICRP pada 12 Juli 2000 oleh Presiden RI Abdurrahman Wahid, upayaupaya dialog lintas agama sudah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Semenjak berdirinya, upaya mentradisikan dialog yang terbangun sebelumnya senantiasa dipertahankan oleh ICRP. Selain itu, ICRP turut aktif pula berkontribusi dalam pengembangan studi perdamaian dan resolusi konflik. ICRP menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan dan antar-iman maupun individu sebagai bagian dari pengembangan dialog antar agama dan kepercayaan serta semangat penghargaan atas realitas perbedaan keyakinan di masyarakat. Selain itu, ICRP juga turut aktif berjejaring dengan lembagalembaga yang concern memperjuangkan pluralisme dan perdamaian untuk melawan ketidakadilan sistem sosial, gender, HAM dsb. Visi Mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, berkeadilan, setara, persaudaraan dalam pluralisme agama dan kepercayaan, dan penghormatan kepada martabat manusia. Misi 1. Menumbuhkembangkan paham pluralisme dalam masyarakat Indonesia. 2. Membangun kesadaran dan mengembangkan budaya religiusitas yang sehat, saling menghormati dan bebas dari rasa saling curiga bersama seluruh elemen bangsa khususnya lembaga-lembaga antar agama (iman). 3. Mendukung dan mendorong usaha-usaha dialog, pengkajian dan pemecahan sosial keagamaan baik dalam skala daerah, nasional, regional, maupun internasional. 4. Mengajak semua pihak untuk menghormati dan mensyukuri keanekaragaman dan kekayaan tradisi keagamaan masing-masing Tujuan Strategis

Membantu peningkatan pemahaman pluralisme Membantu penanganan berbagai masalah dalam hubungan antar-agama Membantu pengembangan jaringan kerjasama antar-lembaga maupun individu untuk penguatan pluralisme dan perdamaian Meningkatkan kapasitas organisasi dalam memberikan pelayanan terbaik untuk memperkuat pluralisme agama dan perdamaian.29

Institut Perempuan, Sejak 9 Agustus 1998 adalah sebuah organisasi Perempuan Yang memperjuangkan Dan membela hak-hak Perempuan. Kami Percaya bahwa Keadilan, kesetaraan, Dan Kemanusiaan terhadap Perempuan adalah bagian Yang Tak terpisahkan bahasa Dari martabat manusia Yang melandasi terwujudnya kehidupan Demokratis. Misinya adalah memperjuangkan hak-Dan membela hak Perempuan melalui Gerakan Perempuan untuk mewujudkan kehidupan Yang berkeadilan, berkesetaraan, Dan berkemanusiaan. Untuk ITU Kami bertujuan menciptakan Dan menjadi bagian bahasa Dari Gerakan Perempuan Yang SETARA Artikel Baru Gerakan pro-rakyat Before Illustrasi kehidupan bermasyarakat Dan bernegara. PADA Mutasi berdirinya, program Kedudukan Kami adalah: kampanye, Pendidikan Kritis feminis, pendampingan Perempuan Korban kekerasan, Dan advokasi. Penghasilan kena pajak kurang lebih Empat years melakukan pendampingan Program Perempuan Korban kekerasan, BAIK Artikel Baru

29

http://icrp-online.org/profil

memberikan LAYANAN konseling, pendampingan, Hukum mendapatkan bantuan, dsb, Saat Suami Kami lebih menajamkan Diri Artikel Baru melakukan Program: 1. Pendidikan Kritis Feminis Dilakukan untuk membangun kesadaran, pemahaman, ketrampilan menggunakan feminisme Dan sebagai sebuah ideologi. Pendidikan Kritis feminis dipahami sebagai Pendidikan Kritis Yang dilakukan Dalam, kerangka membangun kesadaran Akan penindasan Dan ketidakadilan Yang dialami Perempuan. Bahasa Dari kesadaran inisial diharapkan lahir gagasan, program, Dan Aksi untuk perubahan. Program inisial dilakukan Artikel Baru mengadakan Dan mengembangkan PELATIHAN adil gender, Perempuan, Dan feminisme BAGI pihak-pihak Yang membutuhkan, MULAI bahasa Dari aktivis pro rakyat, aparat penegak Hukum, aparat pemerintah, Mahasiswa, Pelajar, hingga Komunitas. Tema-tema Yang digagas bersifat multi-pada dimensi Artikel Baru menggunakan Perspektif feminis, MULAI bahasa Dari Politik, sisial, consumption sector, Hukum, HAM, Ekonomi, psiko-sosialnya, hingga Seni Dan sastra. Salah Satu tema Yang kerap diusung adalah kekerasan terhadap Perempuan Dan pendampingan terhadap Perempuan Dan Anak Korban kekerasan, terutama berkaitan Artikel Baru pengalaman-pengalaman pendampingan. Lingkungan kegiatan inisial ANTARA Lain: Diskusi, lokakarya, PELATIHAN / pelatihan, penelitian, studi menjabarkan, pengembangan modul, dsb. Secara KHUSUS diselenggarakan SEKOLAH FEMINIS BAGI aktivis pro rakyat Dan KURSUS FEMINIS BAGI individu Yang berminat Illustrasi ISU-ISU Perempuan Dan feminisme. 2. INFORMASI Dan Dokumentasi Merupakan Pusat Informasi Dan Dokumentasi (in-dok) untuk memenuhi kebutuhan Akan INFORMASI Dan Dokumentasi tentang Perempuan Dan feminisme. In-dok hadir sebagai penyedia program INFORMASI, data, Dokumen, kliping, Dan dilakukan analisa Kritis feminis guna menyokong Koperasi Karyawan Bhakti Samudera Pendidikan, Penguatan Ekonomi, Dan advokasi. Bahasa Dari Sini

pula diharapkan lahir pemikiran Dan Wacana alternatif, khususnya feminisme, Yang dikembangkan Ini lewat penerbitan literatur feminis. Program inisial dilakukan ANTARA Lain Artikel Baru: perpustakaan, LAYANAN kliping, INFORMASI, data, Dan Dokumentasi, Diskusi Buku, penerbitan jurnal Dan Buku, Serta aktivitas membaca Dan menulis berperspektif feminis. Secara KHUSUS dibuka Perpustakaan Dan Toko Buku Feminis (Feminist Perpustakaan dan toko buku) Dan diterbitkan jurnal feminis, Kritis, Progresif: Herstory-Cerita Perempuan. 3. Penguatan Ekonomi Perempuan Dilakukan sebagai upaya menemukembangkan Ekonomi Perempuan Dalam, kerangka perlawanan terhadap hegemoni Ekonomi global yang menindas kaum Perempuan Yang. Selain ITU, untuk menginisiasi Gerakan Perempuan Yang mandiri Dan bebasnya, dilakukan upaya pencarian dana alternatif, ANTARA Lain Artikel Baru Produksi Dan barang PENJUALAN, seperti kaos, pin, pendirian BU-TIK FEMINIS Yang Menjual kain ATB, aksesoris, Buku, dsb. 4. Advokasi Dilakukan sebagai upaya sistematis melahirkan kebijakan berupa PERATURAN perundangUndangan Yang berpihak BAGI Perempuan Dan Anak. Upaya inisial dilakukan Artikel Baru melibatkan Diri Dalam, berbagai jaringan advokasi BAIK di tingkat Nasional maupun Daerah. Di tingkat Nasional, ANTARA Lain Artikel Baru terlibat Dalam, berbagai jaringan advokasi, seperti Jangka PKTP (Jaringan Advokasi Kebijakan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan), JALA PRT-(Jaringan Advokasi Nasional Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan, Koalisi Perlindungan Saksi, dsb . Di tingkat Daerah, salat satunya Artikel Baru melibatkan Diri Dalam, jaringan untuk Rencana Advokasi Daerah Propinsi Jawa Barat mengenai Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak Bagi, Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Dan Trafiking Perempuan Dan Anak. 5. Feminis Library & Bookstore

Adalah sebuah perpustakaan sekaligus toko Buku Yang menyajikan Buku Dan literatur mengenai Perempuan Dan feminisme. Selain PENJUALAN Dan LAYANAN penyediaan kliping, data, INFORMASI, Dokumen, berbagai lingkungan kegiatan pengayaan diadakan, ANTARA Lain Diskusi / dilakukan analisa Kritis Buku / literatur, kompetisi menulis, dsb. Baru Nuansa Dunia aktivisme Gerakan Perempuan, perpustakaan Dan toko Buku inisial Selalu disertai berbagai program yang menarik, seperti Belanja berhadiah poster, Kartu pos, diskon / potongan daftar harga KHUSUS pembeli Perempuan, hingga Program complements Buku bekas, dsb. 6. Sekolah Feminis Adalah sebuah Model Pendidikan Kritis feminis untuk aktivis pro rakyat. Sekolah inisial hadir untuk menjawab kebutuhan Akan lahirnya aktivis pro rakyat Yang feminis, untuk membangun Gerakan sisial Baru dimana para aktivis pro rakyatnya memiliki pemahaman, kesadaran, keterampilan Dan Dalam, menggunakan ideologi feminisme. Keunikan Sekolah inisial adalah mengusung ideologi feminisme. Dibuka Satu Angkatan per years, Sekolah inisial menyediakan Beasiswa BAGI para aktivis Yang membutuhkan.30

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Komnas HAM bertujuan :

30

http://translate.google.com/translate?hl=en&sl=en&tl=id&u=http%3A%2F%2Fwww.institutperempuan.or.id%2F

1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. 2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang Paripurna dan Subkomisi. Disamping itu, Komnas Ham mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayan

Sidang Paripurna : 1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. 2. Meningktkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembengnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai kehidupan.

SUBKOMISI Pada periode keanggotaan 2007-2012 Subkomisi Komnas HAM dibagi berdasarkan fungsi Komnas HAM sesuai dengan Undang-undang yakni : Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan, Subkomisi Pemantauan, dan Subkomisi Mediasi. Subkomisi Pengkajian dan Penelitian bertugas dan berwenang melakukan :

1. Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi; 2. Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia; 3. Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian; 4. Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia; 5. Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan 6. Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.

Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan bertugas dan berwenang melakukan : 1. Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia; 2. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asai manusia melalui lembaga pendidikan formal dan informal serta berbagai kalangan lainnya; dan 3. Kerja sama organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi mannusia.

Subkomisi Pemantauan bertugas dan berwewenang melakukan :

1. Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut; 2. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa-peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia; 3. Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya; 4. Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan; 5. Peninjauan ditempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu; 6. Pemanggilan terhadap pihak terkait umtuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan; 7. Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan 8. Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses pengadilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.

Subkomisi Mediasi bertugas dan berwewenang melakukan : 1. Perdamaian kedua belah pihak; 2. Penyelesian perkara melalui cara konsultasi, negiosasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;

3. Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa malalui pengadilan; 4. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan 5. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.31

31

http://www.komnasham.go.id/profil-6/tentang-komnas-ham

TABEL III KATEGORISASI TOKOH-TOKOH YANG MENOLAK UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI

NO 1

NAMA/JABATAN GKR Hemas (Istri Sultan Hamengkubuwono) Prof.Dr.Tjipta Lesmana (Pakar Komunikasi Massa UI) Maria Farida (Hakim Mahkamah Konstitusi) Welly Katipana (Tokoh Perempuan NTT) Sofia Popy maypain (Aktivis Perempuan Papua) Butet KertaRedjasa (Seniman) Adnan Buyung Nasution (Mantan Watimpres)

AKTIFITAS YANG DILAKUKAN

SUMBER

Tulisan di Media Massa Kompas dan demonstrasi Pernyataan sikap Kompas

3 4 5 6 7

Pernyataan sikap Pernyataan sikap Pernyataan sikap Pernyataan sikap Pernyataan sikap

Republika Suara Pembaruan Suara Pembaruan Suara Pembaruan Republika

8 9 10 11 12

Andi Hamzah (Pakar Hukum Pidana) Ichlasul amal (Pakar Politik) Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid (Mantan Ibu Negara) Ratna Sarumpaet (Seniman) Rieke Dyah Pitaloka

Pernyataan Sikap Pernyataan Sikap Demonstrasi Demonstrasi Demonstrasi

Kompas Kompas Kompas Kompas Kompas

You might also like