You are on page 1of 26

KONSEP DASAR MEDIS 1.

Definisi

Keto asidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I , disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin ( Stillwell, 1992). Keto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok. 2. Etiologi

Dalam 50% kejadian KAD, kekurangan insulin, peningkatan konsumsi atau produksi glukoasa, atau infeksi adalah faktor pencetus. Stressor-stressor utama lain yang dapat mencetuskan diabetic ketoasidosis adalah pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan emosional. 3. Patofisiologi

Gejala dan tanda yang timbul pada KAD disebabkan terjadinya hiperglikemia dan ketogenesis. Defisiensi insulin merupakan penyebab utama terjadinya hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa darah dari pemecahan protein dan glikogen atau lipolisis atau pemecahan lemak. Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik dengan hipovolemia kemudian akan berlanjut terjadinya dehidrasi dan renjatan atau syok. Glukoneogenesis menambah terjadinya hiperglikemik. Lipolisis yang terjadi akan meningkatkan pengangkutan kadar asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi ketoasidosis, yang kemudian berakibat timbulnya asidosis metabolik, sebagai kompensasi tubuh terjadi pernafasan kussmaul. 4. a) b) c) d) e) f) g) Tanda Dan Gejala Poliuria Polidipsi Penglihatan kabur Lemah Sakit kepala Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat berdiri) Anoreksia, Mual, Muntah

h) i) j) k) l)

Nyeri abdomen Hiperventilasi Perubahan status mental (sadar, letargik, koma) Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl) Terdapat keton di urin

m) Nafas berbau aseton n) o) p) q) 5. a) b) c) Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic Kulit kering Keringat Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolic Pemeriksaan Diagnostik Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum. Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.

d) Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c, urinalisis (dan kultur urine bila ada indikasi). e) f) g) h) Foto polos dada. Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6] i) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir j) 6. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7,3 dan penurunan pada HCO3 250 mg/dl Penatalaksanaan

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.

Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU Fase I/Gawat : a) Rehidrasi

1) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam) 2) 3) 4) 5) 6) 7) b) 1) 2) 3) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 48 jam). Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5% Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam) Monitor keseimbangan cairan Insulin Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali

4) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L 250mg%, Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3 c) Infus K (tidak boleh bolus)

Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam d) Infus Bicarbonat

Bila pH 7,1, tidak diberikan e) Antibiotik dosis tinggi

Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi

Fase II/Maintenance: a) Cairan maintenance

Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU b) Kalium

Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak. c) Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan, boleh makan bubur atau minuman berkalori lain. d) 7. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi. Komplikasi Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah: a) b) Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.

c) Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan (syok), stroke, dll. d) Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan KAD

Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD yaitu: Edema paru Hipertrigliserida Infark miokard akut Hipoglikemia Hipokalsemia Hiperkloremia Edema otak Hipokalemia B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Pengkajian Anamnesis : a) b) c) d) e) f) g) Riwayat DM Poliuria, Polidipsi Berhenti menyuntik insulin Demam dan infeksi Nyeri perut, mual, mutah Penglihatan kabur Lemah dan sakit kepala

Pemeriksan Fisik : a) b) c) d) e) f) Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri) Hipotensi, Syok Nafas bau aseton (bau manis seperti buah) Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam) Kesadaran bisa CM, letargi atau koma Dehidrasi

Pengkajian gawat darurat : a) Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang menghalangi jalan nafas b) c) Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan Circulation : kaji nadi, capillary refill

Pengkajian head to toe a) Data subyektif :

Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit sekarang Status metabolik

Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral. b) 1) Data Obyektif : Aktivitas / Istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma 2) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung. 3) Integritas/ Ego

Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi Tanda : Ansietas, peka rangsang 4) Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare) 5) Nutrisi/Cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton) 6) Neurosensori

Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA). 7) Nyeri/kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat) Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati 8) Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak) Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat 9) Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam). 10) Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita 11) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas

b) Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis osmotic) akibat hiperglikemia

c) Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolisis Rencana Keperawatan a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas Kriteria Hasil : - Pola nafas pasien kembali teratur. - Respirasi rate pasien kembali normal. - Pasien mudah untuk bernafas. Intervensi: 1) 2) 3) 4) 5) Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal. Berikan fisioterapi dada termasuk drainase postural. Penghisapan untuk pembuangan lendir. Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam bernafas. Kolaborasi dalam pemberian therapi medis

b) Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis osmotic) akibat hiperglikemia Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal Pulse perifer dapat teraba Turgor kulit dan capillary refill baik Keseimbangan urin output Kadar elektrolit normal GDS normal Intervensi : 1) 2) Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan setiap jam Observasi kepatenan atau kelancaran infus

3) Monitor TTV dan tingkat kesadaran tiap 15 menit, bila stabil lanjutkan untuk setiap jam 4) 5) Observasi turgor kulit, selaput mukosa, akral, pengisian kapiler Monitor hasil pemeriksaan laboratorium :

Hematokrit BUN/Kreatinin Osmolaritas darah Natrium Kalium 6) 7) 8) Monitor pemeriksaan EKG Monitor CVP (bila digunakan) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam :

Pemberian cairan parenteral Pemberian therapi insulin Pemasangan kateter urine Pemasangan CVP jika memungkinkan c) Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolisis Kriteria Hasil : RR dalam rentang normal AGD dalam batas normal : pH : 7,35 7,45 PO2 : 80 100 mmHg PCO2 : 30 40 mmHg Intervensi : 1) 2) Berikan posisi fowler atau semifowler ( sesuai dengan keadaan klien) Observasi irama, frekuensi serta kedalaman pernafasan HCO3 : 22 26 BE : -2 sampai +2

3) 4) 5)

Auskultasi bunyi paru Monitor hasil pemeriksaan AGD Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam :

Pemeriksaan AGD Pemberian oksigen Pemberian koreksi biknat ( jika terjadi asidosis metabolik) Daftar Pustaka Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care: Just The Facts. USA: Mc Graw-Hill Companies inc Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medical Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. USA: Mosby Morton, patricia Gonce dkk. (2005). Critical Care Nursing A Holistik Approach.8th ed. USA: Lippincot Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans Info Media, 2009.
PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan : 1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi), 2) Menghentikan ketogenesis (insulin), 3) Koreksi gangguan elektrolit, 4) Mencegah komplikasi, 5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD : Penilaian Klinik Awal 1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi. 2. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah. Resusitasi a. Pertahankan jalan napas.

b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker. c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus. d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk menghindari aspirasi lambung. Observasi Klinik Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas : a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam. b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam. c. Pengukuran balans cairan setiap jam. d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam. e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri : f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia. g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas). Rehidrasi Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: a. Tentukan derajat dehidrasi penderita. b. Gunakan cairan normal salin 0,9%. c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam. d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama. e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya. Penggantian Natrium a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit. b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam. c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.

d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL. e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam. f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi. g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.

Penggantian Kalium Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi. a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan. b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda. Penggantian Bikarbonat a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi. b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan: a. Terjadinya asidosis cerebral. b. Hipokalemia. c. Excessive osmolar load. d. Hipoksia jaringan. c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent. d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari kebutuhan. Pemberian Insulin

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi. b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI). c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin belum diberikan. d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun. e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi. f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam. g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin. h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target). i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 Salin. j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin. k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam. l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme. m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin. n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin. Tatalaksana edema serebri Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat, meliputi: a. Kurangi kecepatan infus. b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan kurang efektif). c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon. d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator. e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

Fase Pemulihan Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan. a. Memulai diet per-oral. 1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah. 2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah snack berakhir. 3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama. 4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir. b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan. 1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama. 2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan. 3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya. c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

ASKEP GAWAT DARURAT KETOASIDOSIS DIABETIK


A. PENGERTIAN Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa > 250 mg/dl, pH = < 7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia.(Urden Linda, 2008). Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin, di karakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin ( Stillwell, 1992). Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok. B. ETIOLOGI Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

C. TANDA DAN GEJALA

a. b. c. d. e.
f. g. h. i. j. k.

Poliuria Polidipsi Penglihatan kabur Lemah Sakit kepala


Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat berdiri) Anoreksia, Mual, Muntah Nyeri abdomen Hiperventilasi Perubahan status mental (sadar, letargik, koma) Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)

l. Terdapat keton di urin m. Nafas berbau aseton

n. o. p. q.

Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik Kulit kering Keringat Kusmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik

D. PATOFISIOLOGI

Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk mnghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam. Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Analisa Darah

a) b) c) d) e) f) g) h) i)

Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu pH rendah (6,8 -7,3) PCO2 turun (10 30 mmHg) HCO3 turun (<15 mEg/L) Keton serum positif, BUN naik Kreatinin naik Ht dan Hb naik Leukositosis Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

2. Elektrolit

a) Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi). b) Fosfor lebih sering menurun

3. Urinalisa

a) Leukosit dalam urin b) Glukosa dalam urin


4. EKG gelombang T naik 5. MRI atau CT-scan 6. Foto toraks F. PENATALAKSANAAN

1. a. a) b) c) d) e) f) g) b. a) b) c) d)

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU Fase I/Gawat : Rehidrasi Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 48 jam). Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5% Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam) Monitor keseimbangan cairan Insulin Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L 250mg%, Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3 Infus K (tidak boleh bolus) Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam

c. a) b) c) d)

d. Infus Bicarbonat Bila pH 7,1, tidak diberikan e. Antibiotik dosis tinggi Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi

2. a. a) b)

Fase II/Maintenance: Cairan maintenance Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU

b. Kalium Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak. c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan, boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.

d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi. G. KOMPLIKASI 1. ARDS (adult respiratory distress syndrome) Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas, kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebihan, gagal jantung kiri atau perubahan permeabilitas kapiler paru. 2. DIC (disseminated intravascular coagulation) 3. Edema otak Adanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi terus menerus akan beresiko terjadinya edema otak. 4. Gagal ginjal akut Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. 5. Hipoglikemia dan hiperkalemia Terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang berlebihan dan tanpa pengontrolan.

H. KONSEP DASAR KEPERAWATAN I. Pengkajian 1. Anamnesis : Riwayat DM Poliuria, Polidipsi Berhenti menyuntik insulin Demam dan infeksi Nyeri perut, mual, mutah Penglihatan kabur Lemah dan sakit kepala 2. Pemeriksan Fisik : Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri) Hipotensi, Syok

3.

Nafas bau aseton (bau manis seperti buah) Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam) Kesadaran bisa CM, letargi atau koma Dehidrasi Pengkajian gawat darurat : Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang menghalangi jalan nafas Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan Circulation : kaji nadi, capillary refill

4. a.

Pengkajian head to toe Data subyektif : Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit sekarang Status metabolik Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral. Data Obyektif : Aktivitas / Istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

b. 1)

2)

3) Integritas/ Ego Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi Tanda : Ansietas, peka rangsang

4)

Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare) 5) Nutrisi/Cairan Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)

6) Neurosensori Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi, gangguan penglihatan Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA). 7) Nyeri/kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat) Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati

8) Pernapasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak) Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat 9) Keamanan Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

10) Seksualitas Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

11) Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

II. Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis osmotic) akibat hiperglikemia c. Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman (pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolysis III. Rencana Keperawatan a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas Kriteria Hasil : - Pola nafas pasien kembali teratur. - Respirasi rate pasien kembali normal. - Pasien mudah untuk bernafas. Intervensi: Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal. Berikan fisioterapi dada termasuk drainase postural. Penghisapan untuk pembuangan lendir. Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam bernafas. Kolaborasi dalam pemberian therapi medis

1. 2. 3. 4. 5.

b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis osmotic) akibat hiperglikemia Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal Pulse perifer dapat teraba Turgor kulit dan capillary refill baik Keseimbangan urin output Kadar elektrolit normal

GDS normal Intervensi : Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan setiap jam Observasi kepatenan atau kelancaran infus Monitor TTV dan tingkat kesadaran tiap 15 menit, bila stabil lanjutkan untuk setiap jam Observasi turgor kulit, selaput mukosa, akral, pengisian kapiler Monitor hasil pemeriksaan laboratorium : Hematokrit BUN/Kreatinin Osmolaritas darah Natrium Kalium Monitor pemeriksaan EKG Monitor CVP (bila digunakan) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam : Pemberian cairan parenteral Pemberian therapi insulin Pemasangan kateter urine Pemasangan CVP jika memungkinkan Risiko tinggi terjadinya ganguan pertukaran gas b/d peningkatan keasaman ( pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis, lipolisis Kriteria Hasil : RR dalam rentang normal AGD dalam batas normal : pH : 7,35 7,45 HCO3 : 22 26 PO2 : 80 100 mmHg BE : -2 sampai +2 PCO2 : 30 40 mmHg Intervensi : Berikan posisi fowler atau semifowler ( sesuai dengan keadaan klien) Observasi irama, frekuensi serta kedalaman pernafasan Auskultasi bunyi paru Monitor hasil pemeriksaan AGD Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam : Pemeriksaan AGD Pemberian oksigen Pemberian koreksi biknat ( jika terjadi asidosis metabolik)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. c.

1. 2. 3. 4. 5.

DAFTAR PUSTAKA Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care: Just The Facts. USA: Mc Graw-Hill Companies inc Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medical Bedah; Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. USA: Mosby Morton, patricia Gonce dkk. (2005). Critical Care Nursing A Holistik Approach.8th ed. USA: Lippincot Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans Info Media, 2009. F. Penatalaksanaan Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD : 1. Penilaian klinik awal a. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi. b. Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria, ketonuria dan analisis gas darah. Reusitasi : a. Pertahankan jalan nafas. b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker. c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus. d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari aspirasi lambung. 2. Observasi klinik Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas : a. Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam. b. Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam. c. Pengukuran balance cairan setiap jam. d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam. e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri. f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia. g. Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas). 3. Rehidrasi

a. b. c. d. e. 4. a. b. c.

Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: Tentukan derajat dehidrasi penderita. Gunakan cairan normal salin 0,9%. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

Penggantian Natrium Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL. d. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam. e. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi. f. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri. 5. Penggantian Kalium Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi. a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan. b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda. 6. Penggantian Bikarbonat a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi. b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia, Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan. c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent. d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari kebutuhan. 7. Pemberian Insulin a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi. b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).

c. d. e.

f. g. h. i. j. k. l. m. n.

Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin belum diberikan. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target). Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 Salin. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

8. Tatalaksana edema serebri Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat, meliputi: a. Kurangi kecepatan infus. b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan kurang efektif). c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon. d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator. e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil. 9. Fase Pemulihan Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai diet per-oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan. a. Memulai diet per-oral. 1) Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah. 2) Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah snack berakhir. 3) Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama. 4) Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.

b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan. 1) Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama. 2) Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan. 3) Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya. 4) Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.

You might also like