You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN Infark miokard akut (IMA) merupaan salah satu diagnosis tersering di negara maju.

Lanju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah infark miokar akut. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri coroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri coroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh factor factor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Prinsip utama pada penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat,

menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotikm dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam penatalaksanaan IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing masing dan kemampuan ahli yang ada. 1 Pada hari Selasa, 8 November 2011 dan Rabu, 9 November 2011, kami melaksanakan diskusi kelompok yang diketuai oleh teman kami, Runy Oktavianty dan Ryan Fernandi dengan didampingi oleh sekretaris Rosalina H. Dalam diskusi ini kami dibimbing oleh Prof. dr. Widyasari. Diskusi berjalan cukup baik karena partisipasi dari seluruh anggota kelompok, walaupun masih ada beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Dalam diskusi kali ini, didapati kasus seorang pria dengan nyeri dada sejak kurang lebih 2 jam yang lalu dan masih terasa sakit hingga sekarang. Dalam diskusi ini kami mencoba untuk membahas faktor-faktor apa saja yang menyebabkan permasalahan pada pria tersebut.

BAB II LAPORAN KASUS Saudara sedang bertugas di UGD RS Trisakti. Dini hari datang seorang lakilaki 65 tahun yang dirujuk dari rumah sakit setempat dengan keluhan nyeri dada sejak kurang lebih 2 jam yang lalu dan masih terasa sakit hingga sekarang. Nyeri timbul pertama kali saat pasien bekerja memindahkan lemari. Rasa sakit seperti ditindih benda berat, menjalar ke leher, rahang, lengan kiri, epigastrium disertai banyak keringat. Nyeri dada baru seperti ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien adalah perokok, merokok 1 bungkus per hari. Ayah penderita hipertensi meninggal usia 78 tahun karena stroke. Ibu meninggal pada usia 50 tahun karena serangan jantung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Tampak kesakitan, berkeringat, pucat. TD: 180/100 mmHg Suhu : 36,5 C HR: 105x/menit, regular Berat badan: 83 kg RR: 24x/menit Tinggi badan: 165

JVP tidak tinggi, thoraks simetris, ictus cordis normal, S1-S2 normal, S3 (+), S4 (-), Murmur (-), Ronki basah halus (+) di basal kedua paru. Hepatomegali (-), spelnomegali (-), edema tungkai (-) Elektrokardiogram yang segera direkam di UGD menunjukkan:

Hasil laboratorium yang dilakukan di UGD: Hb Leukosit Hematokrit Ureum Creatinin GD sewaktu CK CKMB Troponin T Na K Chol total LDL Trigliserid Asam urat : 15,6 g/dl : 12.000/L : 1,2 mg/dl : 40 mg/dl : 1,2 mg/dl : 154 mg/dl : 150 U/L : 50 U/L : 0,1 ng/ml : 137 mmol/L : 4,1 mmol/L : 275 mg/dl : 191 mg/dl : 186 mg/dl : 10,9 mg/dl (13 16 g/dl) (5000 10.000/L) (40 48%) (10 40 mg/dl) (0,5 1,5 mg/dl) (<180 mg/dl) (10 190 U/L) (0 24 U/L) (< 0,05 ng/ml)

Foto Thoraks menunjukkan CTR 50%, tampak bendungan paru. Di ruang UGD anda memberikan pertolongan pertama dengan memberikan oksigen kanul nasal 4liter/menit, aspirin 160mg dikunyah, dan isosorbid dinitrat 5 mg sublingual. Dilanjutkan dengan isosorbid dinitrat intravena dimulai 10 mcg/menit. Dengan mempertimbangkan onset nyeri dada, akan dilakukan terapi fibrinolitik dengan streptokinase 1,5jt unit. Obat obat lain yang diberikan adalah furosemide IV 40mg, atorvastatin 40mg, clopidogrel 1x75mg dan captopril 3x12,5 mg. Pasien direncanakan dirawat di ICCU.

BAB III PEMBAHASAN Hipotesis No 1 Gejala Nyeri dada sejak 2 jam yang lalu Hipotesis Penyakit Kardiovaskuler: Angina Pectoris, Infark Miokard (STEMI/NSTEMI)

Penyakit Pulmonal Pleuritis

Penyakit Gastrointestinal Gastroesophagal (GERD) 2 Nyeri timbul pertama kali saat Infark Miokard (STEMI/NSTEMI), gagal pasien lemari 3 Rasa sakit pada nyeri seperti Unstable angina pectoris (Angina tidak ditindih benda berat, menjalar ke stabil) leher, rahang, lengan pertama disertai kiri, kali banyak epigastrium, dirasakan keringat. bekerja memindahkan jantung (decompesatio cordis) Reflux Disease

Metode Kerja

A. Anamnesis Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Umur Keluhan Utama : Tn B : Laki-Laki : 65 tahun : Nyeri dada sejak kurang lebih 2 jam yang lalu dan masih

terasa sakit hingga sekarang. Anamnesis tambahan yang diperlukan pada kasus ini, antara lain: Pada angina pectoris: 1. Bagaimana sifat nyeri dadanya? Apakah seperti diremah, ditindih atau diikat? 2. Apakah nyeri dada itu ada hubungannya dengan aktivitas? 3. Apakah pemicu timbulnya nyeri dada tersebut? 4. Apakah nyeri dadanya berkurang atau hilang dengan istirahat? 5. Apakah disertai sesak nafas, mual, muntah, atau berkeringat? 6. Bagaimana penjalaran nyeri tersebut? 7. Apakah pernah menderita nyeri seperti ini sebelumnya? 8. Apakah ada faktor resiko jantung iskemik? Seperti hiperkolestrolemia, merokok, atau hipertensi? 9. Bagaimana riwayat keluarganya? Apakah ada yang pernah menderita penyakit jantung atau hipertensi? Pada Infark Miokard dengan segmen ST elevasi (STEMI): 1. Bagaimana sifat nyeri dadanya? Apakah seperti diremah, ditindih atau diikat? 2. Berapa lama rasa nyerinya berlangsung?

3. Bagaimana penjalaran nyerinya? 4. Apakah disertai sesak nafas, mual muntah atau berkeringat? 5. Apakah pernah memakai obat sublingual untuk nyeri dada? Pada penyakit gastroesophagal refluks (GERD): 1. Apakah anda memiliki riwayat penyakit maag? 2. Bagaimana sifat nyeri dadanya? seperti terbakar, atau lainnya? 3. Apakah terdapat keluhan lain, seperti mual, muntah, atau lainnya? 4. Apakah makanan atau rasa asam pernah keluar dari belakang tenggorokan anda? 5. Apakah anda memiliki kesulitan menelan? Pada pleuritis: 1. Bagaimana sifat nyerinya? Apakah seperti teriris-iris atau ditusuk benda tajam? 2. Apakah disertai demam? 3. Apakah ada kesulitan bernafas? 4. Apakah kalau batuk atau bersin, nyerinya bertambah? 5. Apakah pernah mengalami hal ini sebelumnya?
6. Apakah anda perokok? Sudah berapa lama?

B. Pemeriksaan Fisik Tanda Vital Suhu Denyut Nadi Tekanan Darah : 36,5 C : 105x/m, reguler : 180/100 mmHg

Pernapasan Berat Badan Tinggi Badan Keadaan Umum Kesan Sakit

: 24x/m : 83kg : 165cm

: tampak kesakitan, berkeringat, pucat :-

Tingkat Kesadaran Status Lokalis Leher Thorax

: Jugular Venous Pressure normal, tidak tinggi : Simetris, ictus cordis normal, S1 S2 normal, S3 (+), S4 (-),

murmur (-), ronki basah halus (+) di basal kedua paru Abdomen Eksremitas : Hepatomegali (-), splenomegali (-) : Edema tungkai (-)

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pasien ini tampak tahikardia, hipertensi stage II (berdasarkan JNC VII), hiperpnoe dan obesitas. Keadaan umumnya tampak kesakitan, berkeringat dan pucat, pada status lokalis ditemukan nilai JVP normal, tidak ditemukan adanya hepatomegaly, spenomegali dan edema tungkai, dapat menyingkirkan adanya gagal jantung kanan. Terdengarnya bunyi jantung (S3) dan terdapatnya ronki basah halus, dapat menandakan adanya Infark Miokard ataupun Gagal jantung kiri. C. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan Lab Hb Leukosit Ht Ureum :15,6g/dl : 12.000/uL : 45% : 40mg/dl (13 16 g/dl) (5.000 10.000/uL) (40 48%) (10 - 40mg/dl)

Kreatinin

: 1,2mg/dl

(0,5 1,5mg/dl) (<180mg/dl) (10 190U/L) (0 24 U/L) (<0,05ng/ml) (135 145mmol/L) (3,7 5,2mmol/L) (<200mg/dl) (70 130mg/dl) (10 150mg/dl) (3,5 7,2mg/dl)

Gula Darah sewaktu: 154mg/dl CK CKMB Troponin T Na K Chol total LDL Trigliseride Asam urat : 150U/L : 50U/L : 0,1ng/ml : 137mmol/L : 4,1mmol/L : 275mg/dl : 191mg/dl : 186mg/dl : 10,9mg/dl

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini, ditemukan adanya peningkatan leukosit. Peningkatan leukosit dapat terjadi akibat adanya infeksi maupun infark pada miokard jantung. Peningkatan enzim CKMB dan Troponin T, juga menggambarkan adanya infark pada miokard, walaupun Troponin T tidak spesifik bekerja pada jantung. Sedangkan peningkatan kolesterol total, LDL, trigliserida dan asam urat, menggambarkan buruknya pola hidup pasien, mengingat adanya obesitas pada pasien ini. D. Pemeriksaan penunjang Radiologi Foto thoraks menunjukkan CTR 50%, tampak bendungan paru Berdasarkan hasil di atas, pasien menderita jantung prominen. Hasil dari CTR menunjukkan 50%, dimana jantug prominen berarti adanya pembesaran pada jantung namun belum sampai ke tahap cardiomegaly. EKG

Dari hasil EKG tersebut, didapatkan bahwa terdapat segmen ST yang elevasi pada V4-V6, lead yang mengalami ST elevasi tersebut menunjukan adanya infark di daerah anterolateral sinistra dari pasien. Berikut ini, adalah pembagian lokasi infark berdasarkan sandapan pada pemeriksaan EKG: 1. Anterior : a. Anteroseptal b. Anterolateral 2. Apikal 3. Inferior : V3,V4 : II, III, aVF : kelainan pada V1,V2,V3 : kelainan pada V4,V5,V6, I, avl

4. Posterior : V1,V2

E. Diagnosis Kerja Berdasarkan gejala yang telah diketahui pada kasus di atas, maka kami simpulkan bahwa diagnosis kerja kami adalah Infark Miokard dengan ST elevasi (STEMI - ST Segment Elevation Myocardial Infarction) dengan komplikasi gagal jantung. 2 STEMI merupakan bagian dari sindrom koroner akut. Etiologi dari STEMI adalah 85% terjadi karena aterosklerosis, beberapa faktor berperan yaitu ruptura plak, ulserasi, agregasi trombosit, pelepasan zat vasokonstriktor. STEMI juga bisa terjadi

tanpa aterosklerosis yaitu karena emboli, kelainan kongenital, kelainan hematologi yaitu polisitemia, memakai cocain yang belum lama. Pada kasus ini, diagnosis STEMI bisa ditegakkan pada pasien ini, melihat adanya riwayat sakit dada yang berat seperti tertindih benda berat, dan nyeri yang menjalar ke leher, rahang, lengan kiri, epigastrium, disertai banyak keringat. Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya elevasi segmen ST dan pada pemeriksaan laboratirium, peningkatan kardiomarker awal yaitu CKMB dan Troponin T. Gagal jantung kiri merupakan salah satu komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien sengan STEMI, ditegakkan dengan adanya bunyi jantung tambahan (S3 gallop) dan ditemukan ronkhi basah pada pemeriksaan fisik pasien ini. F. Penatalaksanaan Di ruang UGD, pasien diberikan pertolongan pertama dengan: Tirah baring3 Dipasangi infus dextrosa 5% atau NaCl fisiologis 0,9% untuk persiapan pemberian obat intravena. Oksigen kanul nasal 4 liter/menit, diberikan pada pasien IMA tanpa komplikasi maupun dengan komplikasi gagal jantung, karena pasien dapat mengalami hipoksemia berat. Aspirin (acetyl salicylic acid) 160 mg oral, o Aspirin berfungsi sebagai antiagregasi platelet (trombosit). Aspirin bekerja mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalam trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang mempakan cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada endotel pembuluh darah, aspirin juga menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.

10

Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%. Isosorbid dinitrat 5 mg, sublingual, dilanjutkan dengan isosorbid dinitrat 10 mcg/menit, i.v o Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efektivitas mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual untuk mengatasi angina pectoris atau melalui infus intravena bila sakit iskemia berulang atau berkepanjangan; yang ada di Indonesia terutama isosorbiddinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral. Terapi trombolisis: Streptokinase 1,5 juta unit o Pengobatan trombolisis intrakoroner membuktikan bahwa dengan lisisnya trombus pada fase dini IMA, maka IMA dapat dicegah atau luas IMA dapat dibatasi sehingga fungsi ventrikel dapat dipertahankan dan angka kematian IMA menurun. o Indikasi: pasien IMA dengan nyeri dada dalam 12 jam, elevasi ST > 1 mm pada sekurang-kurangnya 2 sadapan. o Kontraindikasi: Hipertensi berat > 180/110 mmHg, riwayat perdarahan dan gangguan pembekuan darah atau sedang dalam pemberian obatobat antikoagulan, riwayat stroke < 6 bulan, retinopati diabetika, keganasan intrakranial, dan kehamilan. Pasien dengan riwayat pengobatan streptokinase dalam waktu 1 tahun terakhir atau alergi streptokinase tidak boleh diberikan, karena streptokinase merupakan suatu protein asing dan merupakan antigenik sehingga bisa

11

menimbulkan reaksi alergi-anafilaksis. Furosemide 40 mg, i.v. o Furosemid adalah diuretik loop. Digunakan untuk mengurangi edema perifer dan edema paru pada gagal jantung sedang sampai berat. Atorvastatin 40 mg, digunakan untuk menurunkan kadar kolestrol dalam

darah pasien yang tinggi. Clopidogrel 1x75 mg o Clopidogrel adalah obat penghambat antiagregasi trombosit yang memiliki efek yang baik dan sering dipakai pada pasien dengan sindrom koroner akut. Efek dari clopidogrel ini terlihat dari hari pertama pemakaian sampai 1 tahun pemakaiannya dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskular. Clopidogrel bekerja dengan menghambat ikatan antara ADP dengan reseptornya, sehingga menghambat terjadinya agregasi platelet. Clopidogrel diberikan sebagai pengobatan atau terapi pada mereka yang mengalami aterotrombosis misalnya. o Selain itu, clopidogrel bisa diberikan sebagai terapi pencegahan, terutama pada mereka yang memiliki resiko penyakit jantung koroner, tentunya dengan indikasi dari dokter. Dosis yang direkomendasikan adalah 75 mg sekali sehari. Captopril 3x12,5 mg, diberikan untuk mengatasi hipertensi pasien. 2 Untuk selanjutnya, pasien dirawat di ICCU. G. Komplikasi Aritmia, disebabkan adanya perubahan listrik jantung akibat iskemia pada tempat infark, kerusakan sistim konduksi,lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu. Gagal Jantung, penurunan cardiac output pada gagal jantung akibat adanya infark miokard menyebabkan perfusi perifer berkurang. Peningkatan resistensi
12

perifer sebagai kompensasi menyebabkan beban kerja jantung bertambah. Tromboemboli, Ruptura Miokardium AV Block3

H. Prognosis Ad vitam Ad fungsionam : dubia ad bonam : dubia ad malam

Ad sannationam : dubia ad malam

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Histologi Sistem Kardiovaskuler Sistem sirkulasi darah terdiri atas struktur struktur : 1. Jantung

13

2. Pembuluh Darah : Arteri, kapiler, dan vena4 Jantung merupakan

pompa muskular darah, terletak dalam rongga perikardium di dalam mediastinum. Jantung berbentuk seperti conus. Batas kanan jantung terletak pada tepi cranial costa 3 kanan, 2 cm linea sternalis terus turun ke caudal sampai pada tepi caudal costa 5 kanan. 5 Batas kiri ke kiri terletak mulai dari spatium intercostalis cranial menuju spatium terus

intercostalis ke 2 kiri, 3 cm linea sternalis. Batas caudal terletak dari costa 5 kanan ke kiri, menyilang linea mediana, sampai di spatium intercostalis 5 kiri terletak agak lateral linea para sternalis. Batas cranial terletak mulai spatium intercostalis 2 kiri dan kanan, datang pada tempat dimulainya batas kanan. 4 Jantung terdiri atas ruangan - ruangan yaitu 2 atrium dan 2 ventrikel. Atrium kiri dan kanan dipisahkan oleh suatu sekat tipis yaitu septum inter-atriorum. Ventrikel kiri dan kanan dipisahkan oleh suatu sekat yang lebih tipis disebut septum interventrikulorum. Antara atrium kiri dan ventrikel kiri terdapat katup yang tersusun atas 2 buah atau 2 helai daun disebut katup bikuspidalis atau mitralis. Antara atrium kanan dan ventrikel kanan terdapat katup yang tersusun dari 3 helai daun disebut katup trikuspidalis. Antara ventrikel kanan dan A. pulmonalis dan antara ventrikel kiri dan aorta terdapat valvula semilunaris ( katup pulmonalis dan katup aorta ). 5 Vaskularisasi otot otot jantung dipercabangankan dari aorta ascedens menjadi A. coronoaria dextra dan sinistra. Sebagian darah akan dikembalikan ke dalam lumen jantung melalui sinus koronarius dan sebagian langsung kembali ke dalam lumen jantung. Dinding jantung terdiri atas 3 lapisan utama, dari dalam keluar adalah : 1. Endokardium, membatasi rongga atrium dan rongga ventrikel dan seluruh struktur yang menonjol ke dalam jantung (valvula, korda
14

tendinae, dan m. papilaris. Endokar atrium lebih tebal dari pada endokard ventrikel, sehingga tampak pucat. 2. Miokardium, lapisan berupa serat serat otot yang berorigo pada annulus fibrosus. 3. Epikardium, jantung dilliputi oleh epikardium atau pericardium viserale. Perikardium viserale akan mengadakan lipatan membentuk perikardium parietale yang terletak lebih keluar sehingga terbentuk ruang antar kedua lapisan pericardium ini yang disebut kavum perikardii. 5

Dinding pembuluh darah biasanya terdiri atas 3 lapisan : 1. Tunika intima a. Terdiri atas selapis sel endotel yang membatasi permukaan dalam. b. Lapisan subendotelial, terdiri atas jaringan penyambung yang tipis, kadang kadang berisi serat muscular polos. c. Karena kontraksi pembuluh darah, tunika intima pada sajian tampak berkelok kelok. 2. Tunika media a. Terutama terdiri atas sel sel muskular polos yang melingkari lumen.

15

b. Di antara sel sel muscular polos terdapat sejumlah serat elastin, serat kolagen, dan proteoglikans. c. Pada arteri, t. media dipisahkan dari tunika intima oleh lamina elastika interna. Lamina ini tersusun dari serat elastin, biasanya ada jendela jendela, sehingga zat zat dapat berdifusi melalui lubang lubang ini dan memberi nutrisi pada dinding pembuluh darah. Pada pembuluh darah yang lebih besar, terdapat lamina elastika eksterna di antara tunika media dan tunika adventisia. 3. Tunika adventisia a. Terutama terdiri atas jaringan penyambung dengan serat serat elastin. b. Penelitian akhir akhir ini menunjukkan bahwa kolagen dalam tunika adventisis berbeda dengan kolagen tunika media. c. Tunika adventisia secara bertahap menyatu dengan jaringan penyambung sekitarnya. d. Pada pembuluh pembuluh yang lebih besar terdapat banyak vasa vasorum dalam tunika adventisia sampai di tunika media, karena dindingnya terlalu tebal untuk mendapatkan nutrisi secara difusi dari lumen. 5 Pada arteri, vasa vasorum hanya sedikit, hanya sampai tunika adventisia; sedangkan di vena, vasa vasorum lebih banyak, sampai tunika media, karena sedikitnya bahan bahan nutrisi dalam darah venosa. Saraf vasomotor yang tak bermielin membentuk jaring jaring di tunika adventisia dan berakhir di sel muscular polos di tunika media. Serat sensoris yang tak bermielin dapat mencapai tunika intima pada vena. Kapiler darah mempunyai dinding yang paling sederhana di antara pembuluh pembuluh darah, yaitu hanya dibentuk oleh selapis sel endotel (berasal dari jaringan mesenkim) yang membentuk suatu saluran berbentuk silindris dengan membrane basalis meliputi bagian luarnya. Vena adalah pembuluh darah yang selalu mengalirkan menuju jantung. Vena memiliki dinding yang lebih tipis/kurang padat dan mempunyai lumen yang lebih besar dari arteri sehingga memungkinkan untuk kapasitas yang lebih besar. Di vena
16

terdapat katup/valvula, yang tidak terdapat pada arteri. Fungsi katup pada vena yaitu mencegah kembalinya aliran darah. Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami pengurangan suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava. 5 Fisiologi Jantung Jantung berfungsi memompakan darah ke seluruh tubuh melalui cabangcabangnya untuk keperluan yang diperlukan tubuh. Atrium kanan menerima kotor atau vena atau darah yang miskin oksigen dari: Superior Vena Kava Inferior Vena Kava Sinus Coronarius Dari atrium kanan, darah akan dipompakan ke ventrikel kanan melewati katup trikuspid. Dari ventrikel kanan, darah dipompakan ke paru-paru untuk mendapatkan oksigen melewati: Katup pulmonal Pulmonal Trunk Arteri pulmonalis

Siklus jantung dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: - Sistolik (kontraksi dan pengisian) - Diastolik (relaksasi dan ejeksi) Siklus jantung dibagi menjadi 5 fase yaitu :
17

- Fase Ventrikel Filling Kedua atrium menerima darah dari masing-masing cabangnya, dengan demikian akan menyebabkan tekanan di kedua atrium naik melebihi tekanan di kedua ventrikel. Keadaan ini akan menyebabkan terbukanya katup atrioventrikular, sehingga darah secara pasif mengalir ke kedua ventrikel secara cepat karena pada saat ini kedua ventrikel dalam keadaan relaksasi/diastolik sampai dengan aliran darah pelan seiring dengan bertambahnya tekanan di kedua ventrikel. Proses ini dinamakan dengan pengisian ventrikel atau ventrikel filling. 80 % total volume darah di kedua ventrikel berasal dari pengisian ventrikel secara pasif, dan 20% berasal dari kontraksi kedua atrium. Fase Atrial Contraction

Aktifitas listrik jantung yang menyebabkan kontraksi kedua atrium, dimana setelah terjadi pengisian ventrikel secara pasif, disusul pengisian ventrikel secara aktif yaitu dengan adanya kontraksi atrium yang memompakan darah ke ventrikel. Fase Isovolumetric Contraction

Tekanan di kedua ventrikel berada pada puncak tertinggi tekanan yang melebihi tekanan di kedua atrium dan sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal. Keadaan kedua ventrikel ini akan menyebabkan darah mengalir balik ke atrium yang menyebabkan penutupan katup atrioventrikuler untuk mencegah aliran balik darah tersebut. Penutupan katup atrioventrikuler akan mengeluarkan bunyi jantung satu (S1) atau sistolik. Periode waktu antara penutupan katup AV sampai sebelum pembukaan katup semilunar dimana volume darah di kedua ventrikel tidak berubah dan semua katup dalam keadaan tertutup, proses ini dinamakan dengan fase isovolumetrik contraction. Fase Ejection

Tekanan di ventrikel dan proses depolarisasi ventrikel akan menyebabkan kontraksi kedua ventrikel membuka katup semilunar dan memompa darah dengan cepat melalui cabangnya masing-masing. Fase Isovolumetric Relaxation

Setelah kedua ventrikel memompakan darah, maka tekanan di kedua ventrikel menurun atau relaksasi sementara tekanan di sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal

18

meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan aliran darah balik ke kedua ventrikel, untuk itu katup semilunar akan menutup untuk mencegah aliran darah balik ke ventrikel. Penutupan katup semilunar akan mengeluarkan bunyi jantung dua (S2) atau diastolic. Aliran balik dari sirkulasi sistemik dan pulmonal ke ventrikel dikenal dengan dicrotik notch. 6 Infark miokard Infark miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghaslkan ATP secara aerobic lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya. 3 Etiologi Terlepasnya suatu plak aterosklerotik dari salah satu arteri koroner, dan kemudian tersangkut di bagian hilir yang menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan infark miokard. Infark miokard juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran ke bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat dipenuhi. 3 Patofisiologi Tanpa ATP, pompa natrium-kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan simpanan kalium intrasel dan enzim intrasel, yang mencederai sel-sel sekitarnya. Protein intrasel mulai mendapat akses ke sirkulasi sistemik dan ruang interstisial dan ikut menyebabkan edema dan pembengkakan interstisial di sekitar sel miokardium. Akibat kematian sel, tercetus reaksi inflamasi. Sitempat inflamasi, terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamine dan berbagai prostaglandin. Sebagian bersifat vasokonstriktif dan sebagian merangsang pembekuan (tromboksan). 3

19

Efek infark miokard pada depolarisasi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan darah Dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel, atau terjadinya disritmia. Dengan matinya sel otot, dank arena pola listrik jantung berubah, pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya menurun. Volume sekuncup menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistemik. 3 Respon refleks terhadap penurunan tekanan darah Penurunan tekanan darah merangsang respons baroreseptor, sehingga terjadi pengaktifan sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, dan peningkatan pelepasan hormone antidiuretik. Hormone stress (ACTH dan kortisol) juga dilepaskan, disertai peningkatan produksi glukosa. Pengaktifan sistem saraf parasimpatis berkurang. Dengan berkurangnya perangsangan saraf parasimpatis dan meningkatnya perangsangan simpatis ke nodus SA, keepatan denyut jantung meningkat. demikian juga, perangsangan simpatis dan angiotensin pada erteriol menyebabkan peningkatan TPR. Aliran darah ke ginjal berkurang sehingga produksi urine berkurang dan ikut berperan merangsang sistem renin-angiotensin. Konstriksi arteriol menyebabkan penurunan tekanan kapiler sehingga menurunkan gaya-gaya yang mendorong filtrasi. Reabsorpsi netto cairan interstisial terjadi sehingga volume plasma meningkat dan aliran balik vena meningkat. sintesis aldosteron merangsang reabsorpsi natrium, yang dengan adanya ADH, semakin meningkatkan volume plasma. Perangsangan simpatis ke kelenjar keringat dan kulit menyebabkan individu berkeringat dan merasa dingin. 3 Secara singkat, semakin banyak darah (peningkatan preload) disalurkan ke jantung, jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang menyempit (peningkatan afterload). Hasil netto dari pengaktifan semua refleks tersebut, yang terjadi akibat penurunan kontraktilitas jantung dan tekanan darah, adalah meningkatnya beban kerja jantung yang telah rusak. Kebutuhan oksigen jantung meningkat. hal ini dapat sangat merugikan karena masalah awal yang menyebabkan infark miokard adalah insufisiensi suplai oksigen ke sel-sel jantung. Karena refleks tersebut semakin meningkatkan kebutuhan oksigen pada jantung yang rusak, semakin banyak sel jantung yang mengalami hipoksia. Apabila kebutuhan oksigen dari lebih
20

banyak sel tidak dapat dipenuhi, maka terjadi perluasan daerah (zona) sel yang cedera dan iskemik disekitar zona nekrotk (mati). Sel-sel yang mengalami cedera dan iskemia ini beresiko ikut mati. Kemampuan memompa jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia semua jaringan dan organ, termasuk bagian jantung yang masih sehat. Akhirnya, karena darah dipompa secara tidak efektif dan kacau maka darah mulai mengalir secara lambat dalam pembuluh jantung. Hal ini, disertai akumulasi trombosit dan faktor pembekuan lainnya yang meningkatkan resiko pembentukan bekuan darah. 3 Infark Miokard dengan S-T elevasi (STEMI) Diagnosis STEMI bisa ditegakkan, dengan: 1. Riwayat perubahan sakit dada yang tipikal (lihat UA/NSTEMI) 2. Perubahan EKG: elevasi, segmen ST atau baru terjadi QwMI. 3. Peningkatan kardio marker awal: CK, CKMB, Tn I atau Tn T. 4. Diagnosis post mortem. 3 Presentasi klinik: Keluhan utama: sakit dada atau nyeri epigastrik yang berat, non traumatic dengan keluhan ischemia miokard yang tipikal 1. Lokasi sentral/substernal 2. Sifat sakit berat seperti ditindih, diremas, panas, kencang, nyeri epigastrik 3. Radiasi sakit ke leher, rahang, pundak, punggung ( intra scapula ), lengan kiri atau kedua lengan 4. Sesak nafas 5. Mual, muntah 6. Berkeringat3 Elektrokardiografi: Kelainan EKG yang didapat berupa elevasi segmen ST atau gelombang Q

21

(Qw) paling sedikit 2 sandapan yang terkait. Qw yang baru terjadi masih dalam rangka sakit dada, seringkali terjadi aritmia dan AV blok (lihat komplikasi). 3

Lokasi infark: Anterior Apikal Inferior Posterior :

Anteroseptal: kelainan pada V1,V2,V3 Anterolateral: kelainan pada V4,V5,V6,I,Avl : V3,V4 : II, III, aVF : V1, V2

Komplikasi utama dari IMA: 1. Aritmia Beberapa bentuk aritmia mungkin timbul pada IMA. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan listrik jantung sebagai akibat ischemia pada tempat infark atau pada daerah perbatasan yang mengelilingi, kerusakan sistim konduksi, lemah jantung kongestif atau keseimbangan elektrolit yang terganggu. Aritmia ventrikel: ekstra sistole ventrikel (VES) sering terjadi pada IMA. Takikardia ventrikel (VT) atau fibrilasi vertikel (VF) penyebab utama

22

kematian mendadak sebelum mencapai coronary care unit. VES dapat merupakan pencetus timbulnya VT atau VF. 3 VES yang merupakan peringatan akan terjadinya VT atau VF adalah: a. Fenomena R on T : interval yang pendek antara komplek sinus dengan VES b. VES yang sering>4/menit c. Repetitif VES: couple, tripel, dan quatriple d. Bentuk multiple dari VES pada satu sandapan VT atau VF tanpa ada VES sebelimnya dapat pula terjadi. Aritmia atrial: atrial takikardia, atrial fibrilasi, atrial flutter jarang terjadi, tetapi bila ada menyebabkan gangguan/kemunduran hemodinamik. Bradiartimia akibat kerusakan nodus SA atau AV sering terjadi pada IMA di dinding inferior. 2. AV Blok 1st degree AV block 2st degree AV block 3st degree AV block RBBB baru LBBB baru 3. Gagal jantung (pump failure) Pada IMA, pump failure maupun gagal jantung kongestif dapat timbul sebagai akibat kerusakan ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya dengan atau tanpa aritmia. Penuran cardiac output pada pump failure akibat IMA tersebut menyebabkan perfusi perifer berkurang. Peningkatan resistensi perifer sebagai kompensasi menyebabkan beban kerja jantung bertambah. //Circulus vitiosus ini juga terjadi pada gagal jantung kongestif yang kronik. Bentuk yang paling

23

ekstrim pada gagal jantung ini ialah syok kardiogenik. Gagal pada ventrikel kiri menyebabkan LVEDP (left ventricular end diastolic pressure) meningkat tekanan LA meningkat tekanan arterial dan kapiler pada paru meningkat disertai kongesti paru dan terjadilah sesak nafas.

Klasifikasi klinis akibat gagal jantung Pada IMA selalu ada disfungsi dari ventrikel kiri, masalahnya apakah disfungsi ini menjadi manifest secara klinis tergantung daripada luasnya kerusakan miokard. Kerusakan miokard >40% biasanya mengarah ke syok kardiogenik. Klasifikasi prognostik dari Killip dan Kimbal (1967)

Klasifikasi ini berdasar penilaian klinis (non invasif): Killip klas I : tidak ada tanda gagal jantung

Killip klas II : gagal jantung ringan sedang dengan ronki basah > 50% pada paru, S3 +, tampak kongesti pada foto toraks. Killip klas III : Udema paru, ronki basah >50% pada kedua paru Killip klas IV : Syok kardiogenik, hipotensi dengan tekanan darah >90 mmHg, vasokonstriksi perifer, oliguria, kongesti pembuluh darah paru. Risiko kematian yang tinggi pada Killip klas III- IV. 4. Emboli/ tromboemboli Emboli paru pada IMA: adanya gagal jantung dengan kongesti vena, disertai tirah baring yang berkepanjangan merupakan faktor predisposisi trombosis pada vena-vena tungkai bawah yang mungkin lepas dan terjadi emboli paru dan mengakibatkan kemunduran hemodinamik (DVT). Embolisasi sitemik akibat trombus pada ventrikel kiri tepatnya pada permukaan daerah infark atau trombus dalam aneurisma ventrikel kiri. 5. Ruptura

24

Komplikasi ruptura miokard mungkin terjadi pada IMA dan menyebabkan kemunduran hemidinamik. Ruptura biasanya pada batas antara zona infark dan normal. Ruptura yang komplit (pada free wall) menyebabkan perdarahan cepat ke dalam kavum pericard sehingga terjadi tamponade jantung dengan gejala klinis yang cepat timbulnya. Ruptura IVS: timbul VSD akut dengan L to R shunt. Disfungsi M.papillaris akibat iskemia atau ruptura partial atau ruptura komplit. Secara cepat terjadi perburukan hemodinamik. Aneurisma ventrikel: pada pendrita selamat. Tekanan di dalam ventrikel (biasanya di kiri) mengakibatkan peregangan pada tempat infark dan terjadilah aneurisma yang terdiri dari jaringan non kontraktil yaitu jaringan ikat (jaringan parut). Terjadi 15 % dari yang selamat dan biasanya pada tempat apicoanterior, dapat merupakan sumber dari trombus emboli, aritmia dan gagal jantung. 3 Penatalaksanaan pada STEMI, yaitu: 1. EKG 12 sandapan segera dilakukan dan dinilai langsung. IVFD segera dipasang untuk pemberian obat-obatan dan pengambilan sampel darah. 2. Diberikan oksigen sebanyak 2-4 l/menit. Meskipun IMA tanpa komplikasi, beberapa penderita mengalami hipoksemia akibat tidak serasi antara ventilasi perfusi, bila ada gagal jantung hipoksemia akan lebih berat. Penderita dengan gagal jantung berat dengan komplikasi mekanisme, udema paru dan hipoksemia tidak teratasi hanya dengan pemberian O2. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis sering diperlukan. 3. Nitrat : nitrogliserin 1-2tablet sublingual. Tidak dianjurkan pada penderita bradikardia atau takikardia berat apalagi disertai hipotensi. 4. Aspirin (acetyl salicylic acid) sebagai antiplatele agregasi. Dosis 160-320 mg. 5. Penyekat beta dapat diberikan metroprolol 2x25mg 2x50mg bila tidak terdapat kontraindikasi. 6. ACE inhibitor bila terdapat hipertensi, disfungsi ventrikel sinistra dan cardiac heart failure.
25

7. Analgetika digunakan morfin sebagai obat pilihan, morfin sulfas dosis 5mg deep subcutan dapat diulang setelah interval 15-30 menit. 8. Sulfas atropine digunakan untuk mengurangi tonus vagus, meningkatkan tekanan impuls pada nodus SA dan AV, sehingga mempermudah hantaran. Dosisnya 0,5 i.v dapat diulang setiap 5menit, tidak boleh melebihi dosis total 2mg i.v. 9. Amidaron (cordaron) indikasinya untuk VES yang sering (lebih dari 4/menit), fenomena R on T, VES multiform dan multifocal, VES yang repetitive, serta VT dan VF. Dosis dimulai dengan 150 mg/menit dan dalam waktu 24jam tidak melebihi 1000mg. 10. Lidocain (xylocard) indikasinya untuk aritmia ventrikel. Kemasan : 1ampul mengandung 100mg untuk bolus dan 500mg untuk diberikan secara infuse. 11. Kardioversi elektrik apabila terdapat tanda-tanda hemodinamik memburuk akibat VT/VF (hipotensi disertai perfusi perifer menurun).
12. Terapi

reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. 13. Terapi thrombosis membuktikan bahwa dengan lisisnya thrombus pada fase dini IMA maka IMA dapat dicegah atau luas IMA dapat dibatasi sehingga fungsi ventrikel dapat dipertahankan dan angka kematian IMA menurun. Kontraindikasi Trombolisis: - Hipertensi >180/110 dalam hal ini harus dinilai apakah hipertensi tersebut memang sudah merupakan penyakit primer atau hanya karena efek simpatetik dan kecemasan yang dapat diturunkan dengan penenang dan penyekat beta. - Riwayat perdarahan dan gangguan pembekuan darah atau sedang dalam pemberian obat-obat antikoagulan.

26

- Riwayat stroke <6 bulan. Dalam hal ini sangat diperlukan pertimbangan yang matang, terutama jika menyangkut usia muda, infark anterior, nyeri dada persisten. - Riwayat trauma kepala dan tulang belakang yang baru atau proses intra cerebral yang cenderung menjalani perdarahan. - Retinopati diabetika dengan perdarahan - Riwayat ulkus peptikum atau hemoroid dengan perdarahan baru - Riwayat pengobatan streptokinase dalam waktu 1 tahun atau riwayat alergi streptokinase - Riwayat post partum atau penderita hamil - Penderita tumor ganas atau penyakit stadium lanjut - Penderita pasca resusitasi kardiopulmoner yang traumatik (defibrilasi berulang-ulang) - Usia lanjut3

BAB V KESIMPULAN Diagnosis yang ditegakkan pada pasien ini adalah infark miokard akut dengan elevasi pada segmen ST (ST elevation Myocardial Infarction/ STEMI), yang merupakan bagian dari sindrom koroner akut (SKA). STEMI, 85% disebabkan karena

27

aterosklerosis, namun dapat juga terjadi tanpa aterosklerosis. Diagnosis STEMI dapat ditegakkan dengan gejala nyeri dada yang khas, gambaran EKG dengan ST elevasi, dan pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya peningkatan kardiomarker, antara lain CK, CKMB, Troponin I, dan Troponin T. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien ini adalah mengurangi ataupun menghilangkan nyeri dada, pemberian obatobatan dengan indikasi, dimana kontraindikasi dari obat-obatan tersebut, sangat perlu diperhatikan, sedangkan untuk penatalaksanaan selanjutnya, pasien dirawat di ICCU.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mayo Clinic. Acute Miocard Infarction. Updated April 28, 2011. Available at http://www.mayoclinic.com/health/AMI/DSECTION=tests%2Dand %2Ddiagnosis. Accessed November 8, 2011.

28

2. Palupi SEE. Penyakit Jantung Koroner. In: Khairani R, editor. Kumpulan Kuliah Kardiologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti; 2007. p.17-34. 3. Palupi SEE. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. In: Khairani R, editor. Kumpulan Kuliah Kardiologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti; 2007. p.2-4. 4. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih. In: Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 867-70. 5. Arifin, Fajar. Sistem Kardiovaskuler. Diktat Kuliah II. Jakarta: Universitas Trisakti; 2010. p.56-7. 6. Sherwood, L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7 th ed. International ed: Mc-Graw Hill; 2010. Ch. 9; Cardiac Physiology. p.375-8.

29

You might also like