You are on page 1of 29

1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Gedung D Kampus Sekaran Gunungpati Semarang Kode Pos 50229, Telp.
(024) 8508112,Telp. Dekan 8508005, Jur. Matematika 8508032, Biologi
8508033, Fisika 8508034, Kimia 850805

PROPOSAL SKRIPSI
Nama : Desi Sulfina Sari
NIM : 4201411109
Jurusan : Fisika
Prodi : Pendidikan Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


I. JUDUL
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TEAMS GAMES TOURNAMENTS ( TGT ) DENGAN MAKE A MATCH
UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR
FISIKA SISWA SMP .

II. LATAR BELAKANG
Pengembangan kemampuan siswa dalam Sains menjadi sangat penting
dalam perkembangan zaman terutama di era globalisasi seperti sekarang. Bangsa
yang maju pada umumnya unggul dalam bidang Sains dan teknologi.
Khususnya dalam bidang Fisika merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan memasuki dunia teknologi.
Pendidikan di masa sekarang hendaknya mampu membekali siswa dengan
konsep-konsep yang matang, sehingga siswa mampu menghadapi dan
mengantisipasi segala masalah-masalah yang muncul di masa depan.
Widayanto (2009: 1) mengungkapkan bahwa pada umumnya guru dalam
pembelajaran mata pelajaran sains banyak yang menekankan pada pemberian
informasi serta enggan melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan alat
peraga ataupun melakukan kegiatan laboratorium. Hal yang sama juga
2

diungkapkan oleh Kurnianto dkk (2011: 6) bahwa saat ini pembelajaran Fisika
di SMP dan SMA masih banyak menggunakan cara konvensional yaitu ceramah,
kurangnya pemilihan metode pembelajaran ini akan menyebabkan proses
pembelajaran kurang melibatkan siswa. Oleh karena itu perlu dilakukan cara
cara pembelajaran non konvensional yang mampu melibatkankan mahasiswa
secara dalam pembelajaran sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran secara
menyenangkan.
Lebih dari 5 dekade yang lalu, para peneliti menemukan kecenderungan
unik dalam perilaku manusia. Mereka umumnya sepakat bahwa perilaku
individu-individu akan berubah ketika mereka bekerja dalam kelompok-
kelompok. Penelitian tentang kelompok ini mulai dikenal luas sejak isu
dinamika kelompok ( dynamic of group ) yang antara lain digagas oleh Dewey,
Mereno, dan Lewin. Merekalah yang secara bertahap memperkenalkan
pembelajaran kooperatif di lingkungan pendidikan melalui metode-metode yang
terkenal, seperti Jigsaw, Teams-Games-Tournament ( TGT ), Student Teams
Achievement Divisions ( STAD ), dan sebagainya.
Model pembelajaran koorperatif mengharuskan siswa untuk bekerja sama
dan saling bergantung secara positif antar satu sama lain dalam konteks struktur
tugas, struktur tujuan dan struktur reward. Gasasan di balik pembelajaran ini
adalah bagaimana materi pelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa
dapat bekerja sama untuk mencapai sasaran-sasaran pembelajaran. Uniknya,
tidak hanya siswa yang bisa memperoleh keuntungan dari pembelajaran
kooperatif. Guru juga dapat berkolaborasi dengan kolega-koleganya dalam
suasana kooperatif untuk mencari pendekatan-pendekatan alternatif yang
memungkinkan efektivitas aplikasi pembelajaran kooperatif di ruang kelas
mereka.
Tujuan kelompok ( group goal ) dan tanggung jawab individu ( individual
accountability ) menjadi dua faktor utama yang menentukan sukses tidaknya
pembelajaran kooperatif diterapkan di sebuah ruang kelas. Tujuan kelompok
menjadi penting untuk memotivasi siswa agar saling peduli pada pembelajaran
teman-temannya sebagaimana ia peduli pada pembelajarannya sendiri.
Sebaliknya, tanggung jawab individu menekankan kontribusi dan partisipasi
3

maksimal dari masing-masing siswa pada kelompoknya. Salah satu metode
dalam model pembelajaran kooperatif adalah Teams Games Tournaments
(TGT). Dengan TGT siswa akan menikmati bagaimana suasana turnamen itu,
maka kompetisi dalam TGT terasa lebih fair dibandingkan kompetisi dalam
pembelajaran-pembelajaran tradisioanal pada umumnya.
Berdasarkan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul :
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournaments ( TGT ) Dengan Make A Match Untuk
Meningkatkan Aktifitas Dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMP.

III. RUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan, yaitu :
Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournaments ( TGT ) dengan Make A Match dapat meningkatkan aktifitas dan
hasil belajar fisika siswa SMP N 1 Purbalingga pada materi Usaha dan Energi ?

IV. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments ( TGT ) dengan Make
A Match dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar fisika siswa SMP N 1
Purbalingga pada materi Usaha dan Energi.

V. MANFAAT
1. Manfaat bagi siswa
Dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
2. Manfaat bagi Guru
Dapat menjadi masukan bagi guru dalam menggunakan variasi model
pembelajaran di kelas.
3. Manfaat bagi sekolah
4

Dapat meningkatkan dan memberi masukan untuk perbaikan proses
pembelajaran Fisika di SMP N 1 Purbalingga.
4. Bagi peneliti lain
Dapat menjadi masukan dalam pengembangan metode pembelajaran yang
lainnya untuk digunakan oleh berbagai pihak yang terkait atau yang
berkepentingan dengan hasil-hasil penelitian ini.

VI. PEMBATASAN MASALAH
Penelitian ini dilakukan di SMP N 1 Purbalingga tahun ajaran 2012/2013.
Penelitian ini difokuskan pada siswa kelas VIII. Materi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah khusus materi Usaha dan Energi. Selain itu, penelitian ini
meggunakan model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournaments ( TGT
) dengan teknik Make a Match yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

VII. PENEGASAN ISTILAH
Agar terhindar dari perbedaan pemahaman terhadap judul penelitian ini,
maka perlu diberikan penegasan istilah atau penjelasan istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini.
1. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara,
perbuatan mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini dengan pengajaran
adalah pada tindak ajar , sementara pada pembelajaran guru mengajar
diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya
pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru
menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya.
Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada
peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran
merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya
pengajaran (Suprijono, 2012).
Kegiatan belajar akan terjadi jika ada interaksi atau komunikasi yang
baik antara kedua belah pihak sehingga akan memungkinkan siswa mencapai
5

tujuan belajar yang optimal. Interaksi atau komunikasi yang baik antara
kedua belah pihak akan terjadi apabila dilakukan suatu pembelajaran yang
bersifat kooperatif, karena pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivisme (Sardiman ,2003 :
15) .
Menurut Slavin (1984) menyatakan bahwa cooperative learning
adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4
sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.
Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan
aktivitas kelompok, baik secara individual maupun kelompok.
2. Teams Games Tournaments (TGT)
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe pembelajaran
mudah diterapkan, yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa
dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT yang memiliki karakteristik khas
yaitu dengan adanya lomba antar kelompok diharapkan mampu memotivasi
siswa untuk belajar lebih giat karena ada suatu hal yang baru dalam
pembelajaran yang pada hakikatnya telah menjadi kebiasaan sehari-hari.
3. Make a Match
Teknik metode pembelajaran Make a Match atau mencari pasangan,
dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan
teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
4. Aktivitas Belajar
Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam
interaksi belajar-mengajar. Keaktifan belajar merupakan unsur dasar yang
penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Dalam aktivitas belajar ada
6

beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yakni menurut
pandangan ilmu jiwa lama dan ilmu jiwa modern. Menurut pandangan ilmu
jiwa lama aktivitas didominasi oleh guru sedang menurut padangan ilmu
jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.
Menurut Rohani ( 2004 : 6-7 ) belajar yang berhasil melalui berbagai
macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun praktis. Aktivitas fisik adalah
siswa giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun
bekerja, ia tidak hanya duduk mendengarkan, melihat atau hanya pasif.
Siswa yang memiliki aktivitas psikis ( kejiwaan ) adalah jika daya jiwanya
bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka
pembelajaran. Saat siswa aktif jasmaninya dengan sendirinya ia juga akan
aktif jiwanya, begitu juga sebaliknya.
5. Prestasi Belajar
Hasil belajar siswa diperoleh setelah berakhirnya proses
pembelajaran. Berkenaan dengan hasil belajar, Dimyati dan Mudjiono (1994
: 3) menyatakan : Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah proses pembelajaran
berlangsung dalam bentuk tingkah laku untuk mencapai tujuan. Hasil belajar
merupakan evaluasi dari proses pembelajaran. Proses belajar dapat berjalan
dan berhasil dengan baik, jika guru dan siswa mampu menjalankan
komunikasi yang harmonis dan keduanya saling mendukung. Keberhasilan
proses belajar mengajar yang ditandai dengan kemampuan guru
menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga
hasil yang didapat siswa memuaskan.

VIII. LANDASAN TEORI
1. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran tradisional.
Menurut Sugiyanto (2007: 24-25), perbedaan antara kelompok pembelajaran
7

kooperatif dengan kelompok pembelajaran tradisional diuraikan dengan
penjelasan berikut. Pada model pembelajaran kooperatif akan muncul
adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling
memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif, kelompok belajar
heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan
sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Pembelajaran kooperatif
memiliki banyak keuntungan yaitu pembelajaran kooperatif dapat :
a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social
b. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih
baik
c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian social
d. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,
informasi, perilaku social dan pandangan-pandangan
e. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa
f. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
g. Menghilangkan sifat mementingkan kepentingan diri sendiri atau egois.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya
terdapat elemen-elemen yang saliang terkait. ( Made Wena, 2009 )
menyatakan ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu :
a. Saling ketergantungan Positif ( Positive I nterdependence )
Guru dituntut dapat menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa
merasa saling membutuhkan. Dalam pembelajaran kooperatif setiap
anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu bekerja sama untuk
mencapai tujuan. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui :
1) Saling ketergantungan dalam mencapai tujuan
2) Saling ketergantungan menyelesaikan tugas
3) Saling ketergantungan bahan atau sumber
4) Saling ketergantungan peran
5) Saling ketergantungan hadaiah
b. Akuntabilitas Individu ( I ndividual Accountability )
8

Dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa harus melakukan hal
terbaik untuk kelompoknya, karena penilaian dilakukan secara individu
dan kelompok.
c. Interaksi Tatap Muka ( Face to Face I nteraction )
Interkasi tatap muka akan memaksa siswa berkomunikasi secara efektif
bukan hanya siswa dengan siswa, namun juga siswa dengan guru.
Interaksi semacan ini sangat penting karena siswa merasa lebih mudah
belajar dengan sesamanya.
d. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi (Use of Collarative)
Keterampilan social seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran
logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya
diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan oleh guru. Siswa yang tidak
dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari
guru maupun sesamanya.
2. Teams Games Tournaments ( TGT )
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe pembelajaran
mudah diterapkan, yang melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa
dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT yang memiliki karakteristik khas
yaitu dengan adanya lomba antar kelompok diharapkan mampu memotivasi
siswa untuk belajar lebih giat karena ada suatu hal yang baru dalam
pembelajaran yang pada hakikatnya telah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Dalam pembelajaran TGT guru harus mampu memilih materi secara tepat
yaitu materi yang dapat dibuat permainan ( game akademik ). Slavin ( 2008:
163-185 ) menyatakan bahwa terdapat lima komponen utama dalam
pembelajaran kooperatif tipe TGT ( Teams Games Tournaments ), yaitu :
9

a. Presentasi Kelas
Presentasi kelas digunakan guru untuk memperkenalkan materi dengan
pengajaran langsung. Pada saat presentasi kelas ini siswa harus
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena
akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja tim dan pada
saat turnamen karena skor turnamen akan menentukan.
b. Belajar Tim / Kelompok
Belajar tim / kelompok dilakukan dalam sebuah tim, yang terdiri dari 3-5
siswa yang dipilih secara heterogen. Fungsi tim adalah untuk
mempermudah anggota tim / kelompok dalam memahami materi dan
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal
pada saat turnamen.
Kegiatan tim adalah diskusi antar angggota, saling membandingakan
jawaban dan mengoreksi miskonsepsi terpenting dalam pembelajaran
kooperatif metode TGT. Selama belajar dalam tim siswa mempelajari
lembar kerja yang diberikan oleh guru dan saling membantu bila ada
anggota kelompoknya yang belum menguasai materi pelajaran.
c. Games / Permainan
Game atau permainan terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang isinya
relevan dengan materi dalam presentasi kelas dan pelaksanaan kerja tim.
Bentuk game bermacam-macam diantaranya yaitu ular tangga, teka-teki
sialng, dadu, tebak kata, dan roda impian ( wheel of fortune ). Roda
impian merupakan sarana permainan berupa suatu roda bernomor yang
dimainkan dengan cara diputar. Selain roda bernomor diperlukan juga
satu set kartu pertanyaan dan satu set kartu jawaban.
d. Turnamen
Turnamen dilaksanakan setelah guru memberikan presentasi kelas dan
setiap tim telah melaksanakan kerja kelompok. Dalam proses kerja
kelompok, siswa disediakan lembar kerja siswa ( LKS ) yang dikerjakan
kelompok yang dinilai dan nialinya digunakan untuk menentukan
kelompok yang mendapatkan kesempatan pertama untuk melakukan
permainan. Pada proses permainan, siswa dalam setiap kelompok maju
10

dan memainkan permainan akademik. Perolehan nilai setiap siswa
berkontribusi pada nilai akhir kelompok.
Permainan disusun untuk menguji pengetahuan yang dicapai siswa dan
biasanya disusun dalam pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan
materi dalam presentasi kelas dan pelaksanaan kerja tim. Penguasaan
materi pembelajaran dan kreativitas siswa merupakan modal untuk
bertanding. Penguasaan materi yang luas dapat membantu siswa
menjawab pertanyaan dengan mudah dan memungkinkan siswa
menciptakan ide-ide yang brilian. Suasana yang menarik atau
menyenangkan menyebabkan para siswa bersemangat dan memacu
mereka untuk melakukan yang terbaik ( rahmat : 2011 ).
e. Penghargaan Tim
Tim yang mendapat nilai tertinggi pada permainan yaitu tim yang paling
banyak menjawab benar pertanyaan-pertanyaan selama permainan
berlangsung mendapatkan reinforcement atau penghargaan. Dalam
pembelajaran kooperatif secara TGT, meskipun proses belajar secara
berkelompok tetapi prestasi belajar yang diukur merupakan prestasi
belajar individu. Dengan metode ini diharapka siswa akan terpacu untuk
belajar dan tidak ada rasa takut atau malas untuk mempelajari materi
yang disampaikan guru.
3. Make A Match ( Mencari Pasangan )
Teknik pembelajaran ini dikembangkan oleh Lorna Curran ( 1994 ).
Dalam teknik tersebut siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu
konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-
langkah penerapan metode ini adalah sebagai berikut :
a. Guru mengelompokkan peserta didik menjadi beberapa kelompok yang
heterogen (beragam). Tiap kelompok terdiri atas 4-6 siswa.
b. Guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan oleh kelompok.
c. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya
adalah kartu jawaban.
11

d. Pecahkan siswa menjadi dua kelompok, misalnya menjadi kelompok A
dan kelompok B.
e. Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada
kelompok B.
f. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan
jawaban.
g. Tiap siswa yang mendapatkan kartu soal memikirkan jawaban dari kartu
yang dipegangnya.
h. Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang
dimilikinya.
i. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
akan diberi poin.
j. Setelah satu babak, kartu dikocok kembali dan setiap siswa bergantian
peran. Siswa yang semula berperan sebagai pembawa kartu soal menjadi
pembawa kartu jawaban di babak berikutnya.
k. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang
memegang kartu yang cocok.
l. Guru bersama dengan siswa kemudian membuat kesimpulan terhadap
materi pelajaran yang berhasil didapatkannya.
Teknik Make A Match ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam
prosesnya, yaitu :
a. Kelebihan Model Pembelajaran "Make A Match"
Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar
melakukan metode pembelajaran dengan cara "Make a Match".
diantaranya :
1) Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan
kepadanya melalui kartu.
2) Meningkatkan kreatifitas belajar para siswa.
3) Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan
mengajar.
4) Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media
pembelajaran yang dibuat oleh guru.
12

b. Kekurangan Model Pembelajaran "Make A Match"
Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini,
ada juga kekuranga yang dirasakan saat melakukan prosesnya. Inilah
kekurangan-kekurangan tersebut :
1) Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus
sesuai dengan materi pelajaran.
2) Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran.
3) Sulit membuat siswa berkonsentrasi karena lebih mengutamakan
aktifitas yang lebih.
4. Keaktifan Belajar
Menurut Sardiman ( 2001 : 98 ) aktvivitas belajar adalah kegiatan
yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai
sesuatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Hermawan ( 2007 : 83 ) keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak
lain adalah untuk mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif
membangun pemahaman atau persoalan atau segala sesuatu yang mereka
hadapi dalam kegiatan pembelajaran.
Teori keaktifan belajar dari Diedrich dalam Rohani ( 2004 : 9 ),
membagi keaktifan belajar siswa menjadi 8 kelompok, yaitu :
a. Keaktifan Visual : membaca, memperhatikan gambar,
mengamati eksperimen, demonstrasi, mengamati orang lain bekerja dsb.
b. Keaktifan Lisan ( oral ) : mengemukakan suatu fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, berwawancara dan diskusi.
c. Keaktifan Mendengarkan : mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu
permainan instrument music, mendengarkan siaran radio dll
d. Keaktifan Menulis : menulis cerita, laoran, memeriksa
karangan, membuat sketsa, mengerjakan tes, mengisi angket dll
e. Keaktifan Menggambar : menggambar, membuat grafik, shart,
diagram, peta, pola dll
13

f. Keaktifan Motorik : melakukan percobaan, memilih alat-alat,
melaksanakanpemeran, membuat mosel, menyelenggarakan permaianan,
bernyanyi dll
g. Keaktifan Mental : merenungkan, mengingat, memecahkan
masalah dan menganalisis faktor-faktor, menemukan huibungan dan
membuat keputusan.
h. Keaktifan emosional : minat, bosan, gembira, berani dan tenang.
5. Prestasi Belajar
Prestasi itu tidak mungkin diacapai atau dihasilkan oleh seseorang
selama ia tidak melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh atau dengan
perjuangan yang gigih. Dalam kenyataannya untuk mendapatkan prestasi
tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi harus penuh perjuangan
dan berbagai rintangan dan hambatan yang harus dihadapi untuk
mencapainya. Hanya dengan keuletan, kegigihan dan optimisme prestasi itu
dapat tercapai.
Menurut Gagne dalam buku The Conditions of Learning, belajar
adalah seperangkat proses kognitif yang merubah sifat stimulasi lingkungan,
melewati pengolahan tentang informasi menjadi kapabilitas baru. Artinya,
setelah seseorang belajar maka ia akan mempunyai keterampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai sebagai akibat dari proses belajar tersebut.
Timbulmya kapabilitas tersebut adalah stimulasi yang berasal dari
lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh orang yang belajar.
Sedangkan prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok
(Djamarah, 1994:19). Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas,
jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun
intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat
dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan
jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam
bidang kegiatan tertentu.

14

IX. KERANGKA BERPIKIR
Pencapaian tujuan pembelajaran diperukan suatu proses belajar yang
menekankan keterlibatan siswa secara optimal. Kegiatan belajar mengajar akan
terjadi jika ada interaksi atau komunikasi yang baik antara siswa sebagai
penerima pesan dengan guru sebagai sumber pesan. Interaksi atau komunikasi
yang baik antara kedua belah pihak akan terjadi apabila dilakukan suatu
pembelajaran yang bersifat kooperatif, karena pembelajaran kooperatif adalah
salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivisme.
Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh langsung
oleh siswa berdasarkan pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan
sekitar. Dalam proses pembelajarannya lebih ditekankan pada model belajar
kolaboratif. Dengan kata lain, siswa belajar dalam kelompok tidak seperti pada
pembelajaran konvensional, bahwa siswa belajar secara individu. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa seorang siswa tidak hanya belajar dari dirinya
sendiri, melainkan juga belajar dari orang lain.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan, pembelajaannya melibatkan aktivitas seluruh
siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar
dengan permainan dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan
siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Penerapan model pembelajaran kooperatif TGT memberi aturan dan
strategi untuk bersaing sebagai individu setelah bekerja sama dengan
kelompoknya sendiri. Bersama anggota kelompoknya, siswa saling membangun
kebebasan dan kepercayaan sehingga menumbuhkan rasa percaya diri untuk
menyelesaikan turnamen. Pada hakikatnya, model pembelajaran kooperatif
khususnya tipe TGT merupakan suatu model pembelajaran inovatif yang
berorientasi konstruktivisme yang mampu menciptakan sesuatu yang baru dari
pengalaman belajar siswa yang bertujuan dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa untuk mampu bersaing antar kelompoknya masing-masing untuk dapat
15

menjadi kelompok yang terbaik. Motivasi inilah yang memegang peranan
penting bagi siswa mampu meningkatkan hasil belajarnya.

X. HIPOTESIS
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut : Model Pembelajaran Tipe Teams Games Tournaments ( TGT )
dengan Teknik Make A Match Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar
Fisika pada siswa SMP N 1 Purbalingga tahun ajaran 2012/2013 pada materi
Usaha dan Energi.

XI. METODE PENELITIAN
1. Lokasi dan Subjek Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah totalitas semua nilai dari yang mungkin, hasil
menghitung maupun pengukuran kuantitatif mengenai karakteristik
tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin
dipelajari (Sudjana, 2005). Populasi yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Purbalingga tahun
pelajaran 2013/2014.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2006:131). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonprobability sampling, khusus untuk sampling jenuh. Karena semua
anggota populasi dijadikan sampel.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah pada SMP N 1 Purbalingga, Kabupaten
Purbalingga.
d. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A VIII C, SMP N 1
Purbalingga Tahun Pelajaran 2012/2013. Sedangkan rincian populasi
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rincian Siswa Kelas VIII SMP N 1 Purbalingga
16


Kelas Jumlah siswa
VIII A 33
VIII B 33
VIII C 33
Jumlah 99

e. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang bervariasi (Arikunto, 2006:116).
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) Variabel Bebas
Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi (Arikunto,
2006:119). Penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan teknik Make A Match.
2) Variabel Terikat
Variabel terikat yaitu variabel akibat atau variabel tergantung
(Arikunto, 2006: 119). Penelitian ini yang menjadi variabel
terikatnya adalah peningkatan aktivitas siswa dan hasil belajar Fisika
pada siswa SMP.
2. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu perencanaan dan
pelaksanaan. Masing-masing tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tahap Rencana ( Planning )
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah sebagai
berikut :
1) Merancang soal pre-test dan post-test serta merancang lembar
observasi.
2) Merancang LKS.
3) Menyiapkan alat dan bahan yang dipakai pada proses pembelajaran.
b. Tahap Pelaksanaan
17

Kegiatan pada tahap ini adalah melaksanakan desain penelitian
yang dirancang. Rancangan penelitian yang dilakukan menggunakan
jenis True Experimental Design atau desain eksperimen sesungguhnya.
Jenis desain yang digunakan adalah Pretest-Postttest Control Group
Design. Adapun desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

E O
1
X
1
O
2

K O
3
X
2
O
4


(Arikunto, 2010:125)

Keterangan:
E : kelompok eksperimen (kelas dengan pembelajaran kooperatif TGT
dengan Make A Match VIII A-VIII C).
K : kelompok kontrol ( kelas dengan pembelajaran konvensional dengan
demonstrasi VIII D).
O
1
: pretest kelompok eksperimen.
O
2
: posttest kelompok eksperimen.
O
3
: pretest kelompok kontrol.
O
4
: posttest kelompok kontrol.
X
1
: pembelajaran kooperatif TGT dengan Make A Match ).
X
2
: pembelajaran konvensional dengan demonstrasi.

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara langsung
sebagai sampel. Pelaksanaanya, Pembelajaran Teams Games Tournament (
TGT ) dengan teknik Make A Match diterapkan pada kelas eksperimen dan
model pembelajaran konvensional diterapkan pada kelas kontrol.
Pada kelas eksperimen, pembelajaran dilakukan menggunakan
model Teams Games Tournament ( TGT ) dengan teknis pelaksanaanya
pertama presentasi kelas digunakan guru untuk memperkenalkan materi
dengan pengajaran langsung. Presentasi ini bertujuan untuk member
gambaran awal tentang materi Usaha dan Energi. Kemudian guru
membentuk kelompok siswa berdasarkan ranking. Setiap kelompok
18

terdiri dari tiga siswa dengan kemampuan merata atau sama setiap
kelompoknya, yaitu berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini
sesuai dengan ketentuan model kooperatif TGT yang membagi kelompok
berdasarkan kemampuan siswanya. Sedangkan pada kelas kontrol, guru
menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah dan tanya jawab
yang biasa dilakukan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya dan
memberikan demonstrasi di awal pembelajaran.
Untuk mengetahui seberapa jauh siswa sudah memahami materi
tersebut, maka diberikan posttest. Pada kelas eksperimen bertujuan
memngenalkan konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa. Sedangkan
pada kelas kontrol bertujuan untuk mengetahui seberapa siswa sudah
memahami materi tersebut.
Setelah mengetahui kemampuan siswa kemudian langkah
selanjutnya pada kelas eksperimen diberikan suatu permainan atau games
dengan kombinasi teknik make a match ( mencari pasangan ). Dimana
akan terbagi menjadi dua kelompok A dan B. Kelompok A adalah
kelompok yang memegang soal dan kelompok B adalah kelompok yang
memegang jawaban. Setiap perwakilan kelompok dengan kemampuan
yang sama ( tinggi ) maju untuk menyelesaikan soal dalam amplop (
kelompok A ). Setelah mengetahui jawaban dari soal tersebut maka harus
mencari pasangan jawaban dari kelompok B. Begitu seterusnya sampai
kelompok siswa berkemampuan sedang dan rendah. Siswa yang dengan
benar dan cepat menemukan pasangan jawaban sebelum batas waktu
berakhir akan mendapatkan poin tertinggi untuk dirinya dan
kelompoknya.
Sedangkan untuk kelompok kontrol diberikan LKS. Untuk di akhir
pembelajaran, siswa diberi posttest agar dapat membandingkan apakah di
awal pembelajaran dan setelah pembelajaran ada perubahan peningkatan
kemampuan dan prestasi belajar siswa.

19

Matrik Perbedaan antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament ( TGT ) dengan teknik Make A Match dan Pembelajaran
konvensional dengan ceramah dan demonstrasi.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament ( TGT ) dengan teknik Make A
Match
Konvensional dengan ceramah
dan demonstrasi
1. Memberikan apersepsi dan motivasi dengan
menyampaikan isu yang menarik dan
mengajak siswa untuk bertanggung jawab
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan
kriteria keberhasilan
3. Membagi siswa dalam kelompok, terdiri
dari 3 siswa dengan kemampuan tinggi,
sedang dan kurang. Pembagian ini
berdasarkan nilai prestasi belajar tahun lalu.
4. Guru memperkenalkan materi dengan
pengajaran langsung melalui presentasi
kelas.
5. Siswa melakukan kegiatan tim adalah
diskusi antar angggota, saling
membandingakan jawaban dan mengoreksi.
6. Meminta siswa mempelajari lembar kerja
yang diberikan oleh guru dan saling
membantu bila ada anggota kelompoknya
yang belum menguasai materi pelajaran.
7. Guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep atau topik materi
Usaha dan Energi, satu bagian kartu soal
dan bagian lainnya adalah kartu jawaban.
8. Guru membagi siswa menjadi dua kelompok
A dan B yang saling bergantian. Kelompok
A pemegang kartu soal dan kelompok B
1. Memberikan apersepsi dan
motivasi dengan
menyampaikan isu yang
menarik dan mengajak siswa
untuk memecahkan masalah.
2. Menyampaikan tujuan
pembelajaran dan kriteria
keberhasilan
3. Melakukan demontrasi
percobaan.
4. Meminta siswa untuk
berdiskusi mengenai
demonstrasi yang telah
dilakukan guru.
5. Siswa memperhatikan
penjelasan guru.
6. Siswa mengerjakan latihan
evaluasi akhir.



20

pemegang kartu jawaban.
9. Kelompok A pemegang soal terdiri dari
perwakilan masing-masing kelompok kecil.
Siswa mencari pasangan kartu yang cocok
dengan kartu yang dimilikinya. Setiap siswa
yang dapat mencocokkan kartunya sebelum
batas waktu akan diberi poin.
10. Setelah satu babak, kartu dikocok kembali
dan setiap siswa bergantian peran. Siswa
yang semula berperan sebagai pembawa
kartu soal menjadi pembawa kartu jawaban
di babak berikutnya.
11. Guru menilai siswa secara individu dan
kelompok
12. Mengerjakan latihan evaluasi akhir di LKS.
13. Membuat laporan evaluasi untuk masing-
masing siswa.

c. Tahap Analisis
Pada tahapan ini adalah melakukan analisis terhadap data-data
yang dihasilkan selama tindakan berlangsung baik data kualitatif maupun
kuantitatif.
3. Metode Pengumpulan Data
Berdasarkan data yang dibutuhkan maka metode yang digunakan
dalam penelitian adalah metode observasi, metode dokumentasi, dan metode
test.
a. Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk mengetahui keadaan siswa dan guru.
b. Metode Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan mengambil dokumen atau data-data yang
mendukung penelitian yaitu daftar nama siswa yang menjadi sampel
penelitian dan daftar nilai Fisika kelas VIII A-C tahun pelajaran
21

2013/2014 yang digunakan untuk keperluan pengambilan sampel yaitu
menguji homogenitas dari populasi.
c. Metode Tes
Metode ini digunakan untuk memperoleh data peningkatan prestasi
belajar siswa kelas VIII di SMP N 1 Purbalingga - Purbalingga materi
Fisika pokok bahasan Usaha dan Energi. Metode tes ini ada 2 macam
yaitu pretest dan posttest.
4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen dalam penelitian ini meliputi penyusunan instrumen, uji
coba instrumen, analisis instrumen dan penskoran instrumen. Instrumen
yang digunakan adalah tes uraian, dan lembar kerja siswa.
a. Penyusunan Instrumen
Pada tahap ini dilakukan pembuatan instrumen yang meliputi:
Perangkat pembelajaran yang dibutuhkan meliputi rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan alat ukur hasil belajar (test). Langkah-langkah
dalam penyusunan test adalah:
1) Menetapkan materi
2) Membuat indicator pembelajaran
3) Membuat kisi-kisi soal
4) Menentukan alokasi waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
soal tes
5) Menentukan bentuk tes, berupa soal urian
6) Menentukan jumlah butir soal
7) Membuat soal tes sesuai dengan kisi-kisi.
b. Analisis Instrumen
1) Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-
tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Instrumen dapat
dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang diinginkan.
Instrumen yang valid mempunyai validitas yang tinggi, dan
sebaliknya jika instrumen tidak valid, maka instrumen tersebut
mempunyai validitas yang rendah (Arikunto, 2010). Beberapa
22

instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kegiatan Siswa. Pengujian
instrumen-instrumen tersebut adalah dengan expert validity yaitu
validitas yang disesuaikan dengan kurikulum dan dikonsultasikan
dan disetujui oleh ahli yaitu, dosen pembimbing I, dosen
pembimbing II, dan guru pengampu.
Menurut Arikunto (2010), rumus untuk menghitung validitas adalah:

()()
*

()

+*

()

+

Keterangan :
r
xy
= koefisien validitas yang telah dicari
X = nilai tes yang telah dicari
Y = jumlah skor total
N = jumlah responden
Harga r
hitung
yang diperoleh dibandingkan dengan r
tabel
dengan taraf
signifikansi 5 %. Jika harga r
hitung
> r
tabel
maka item soal yang
diujikan memiliki kriteria valid.
2) Reliabilitas
Seperangkat tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat
memberikan hasil tes yang tetap, artinya apabila tes tersebut
dikenakan pada sejumlah subyek yang sama pada waktu lain, maka
hasilnya akan tetap sama atau relatif sama.
Menurut Arikunto (2010), rumus yang digunakan untuk menghitung
reliabilitas tes uraian adalah rumus Alpha.


) (

)
Dengan:

dan


Keterangan :
k = banyaknya butir pertanyaan
2
b
o E = jumlah varians butir
23

2
t
o
= varians total

= jumlah skor tiap nomor butir soal


= jumlah skor total soal
N = jumlah responden
Kriteria pengujian reliabilitas tes dikonsultasikan dengan harga r
product moment pada tabel, jika r
hitung
> r
tabel
maka item tes yang
diujicobakan reliabel.
3) Tingkat Kesukaran Soal
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak
terlalu sukar. Tingkat kesukaran soal dilakukan untuk mengetahui soal
yang digunakan termasuk tipe soal mudah, sedang, atau sukar. Soal
yang diujikan harus diketahui taraf kesulitannya.
Menurut Arifin (2010) , rumus analisis indeks kesukaran adalah
dengan langkah-langkah:
a) Menghitung rata-rata skor untuk tiap butir soal dengan rumus :




b) Menghitung tingkat kesukaran dengan rumus :




c) Membandingkan tingkat kesukaran dengan rumus:
0,00 0,30 = sukar
0,31 0,70 = sedang
0,71 1,00 = mudah
4) Daya Beda
Daya pembeda soal (DP) dari sebuah butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan
antara tes yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan tes yang
tidak mampu menjawab soal. Dengan kata lain daya pembeda sebuah
butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara tes
yang berkemampuan tinggi dengan tes yang berkemampuan rendah.
Menurut Arikunto (2010), menyatakan bahwa untuk
menghitung daya beda soal dapat menggunakan rumus:
24







Keterangan:
DP = daya pembeda.
Mean Kelompok Atas = skor rata-rata peserta didik pada satu nomor
butir soal pada kelompok atas.
Mean Kelompok Bawah = skor rata-rata peserta didik pada satu nomor
butir soal pada kelompok bawah.
Skor Maksimum Soal = skor tertinggi yang telah ditetapkan.
Klasifikasi daya pembeda:
0,00 DP 0,19 : soal dibuang
0,19 < DP 0,29 : soal diperbaiki
0,29 < DP 0,39 : soal diterima tetapi perlu diperbaiki
0,39 < DP 1,00 : soal diterima baik
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah paling penting dalam penelitian,
karena dalam analisis data akan dapat ditarik kesimpulan berdasarkan
hipotesis yang sudah diajukan. Analisis data dalam penelitian terdiri atas
dua tahap yaitu tahap awal dan tahap akhir. Tahap awal digunakan untuk
mengetahui kondisi awal populasi sebagai sampel dan tahap akhir
digunakan untuk menguji efektivitas pembelajaran kooperatif tipe Team
Game Tournament ( TGT ) terhadap peningkatan prestasi belajar siswa
SMP dalam pembelajaran fisika.
a. Uji Tahap Awal
b. Uji Homogenitas
Menurut Sudjana (2005), uji homogenitas dilakukan menggunakan
varians terbesar dibandingkan varians terkecil:




Jika F
hitung
F
tabel
maka H
0
diterima berarti data bersifat homogen, jika
F
hitung
F
tabel
maka H
0
ditolak yang berarti data tidak homogen.
25

c. Uji Tahap Akhir
Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, maka
dilaksanakan tes akhir (post-test). Dari hasil tes akhir ini akan diperoleh
data yang digunakan sebagai dasar dalam menguji hipotesis dalam
penelitian ini. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
1) Uji Normalitas Pretest-Posttest
Uji normalitas digunakan untuk melihat penyebaran atau
distribusi nilai siswa dalam satu kelas, apakah nilai hasil pre-test
dan post-test pada materi Usaha dan Energi kelas eksperimen dan
kelas kontrol berdistribusi normal ataukah tidak. Rumus yang
digunakan adalah dengan Chi Kuadrat yaitu:
( )

=
k
i
i
i i
E
E O
1
2
2
_

Keterangan:
_
2
= Chi-Kuadrat
O
i
= frekuensi yang diperoleh dari data penelitian
E
i
= frekuensi yang diharapkan
k = banyaknya kelas interval
Jika
_ 2
hitung
s
_ 2
tabel
dengan derajat kebebasan dk = k -1
dengan taraf signifikan 5% maka akan berdistribusi normal
(Sudjana, 2005)
2) Uji Hipotesis
Uji hipotesis menggunakan uji t yaitu dengan uji perbedaan
dua rata-rata uji satu pihak. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
signifikansi pertumbuhan kemampuan berpikir Hipotetikal Deduktif
kelas eksperimen dibanding kelas kontrol yang diukur dari data nilai
hasil posttest. Menurut Sugiyono (2005: 119), rumus uji t yang
digunakan adalah Hipotesis yang diajukan adalah:
a) Ho = Tidak terdapat perbedaan (ada kesamaan) pembelajaran
melalui kegiatan laboratorium guided inquiry dengan NHT pada
kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada
26

kelompok kontrol terhadap kemampuan berpikir Hipotetikal
Deduktif. (
1

2
);
b) Ha = Terdapat perbedaan pembelajaran melalui kegiatan
laboratorium guided inquiry dengan NHT pada kelompok
eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok
kontrol terhadap kemampuan berpikir Hipotetikal Deduktif (
1
>

2
).
Menurut Sugiyono (2007), pengujian hipotesis komparatif dua
sampel yang berkorelasi atau berpasangan digunakan rumus t-test
sampel related.

) (

)

Keterangan:
1

x = rata-rata nilai pada kelas eksperimen


2

x
= rata-rata nilai pada kelas kontrol
n
1
= jumlah siswa kelas eksperimen
n
2
= jumlah siswa kelas kontrol
r = korelasi antara dua sampel
s
1
= simpangan baku kelas eksperimen
s
2
= simpangan baku kelas kontrol
s
1
2
= varian pada kelas eksperimen
s
2
2
= varians pada kelas kontrol

Dengan:

)

27

Dari t
hitung
dikonsultasikan dengan tabel dengan dk = n
1
+n
2
-2 dan
taraf signifikan 5%.
Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
a) Ho diterima jika t
hitung
< t
(1-)(n1+n2-2)
. Hal ini berarti rata-rata
kemampuan berpikir Hipotetikal Deduktif siswa kelas
eksperimen kurang dari atau sama dengan rata-rata kemampuan
berpikir Hipotetikal Deduktif siswa kelas kontrol.
b) Ha diterima jika t
hitung
> t
(1-o)(n1+n2-2)
. Hal ini berarti rata-rata
kemampuan berpikir Hipotetikal Deduktif siswa kelas
eksperimen lebih baik dari pada rata-rata kemampuan berpikir
Hipotetikal Deduktif siswa kelas kontrol.
3) Uji Normal Gain
Uji normal gain bertujuan untuk mengetahui besar
peningkatan rata-rata kemampuan berpikir Hipotetikal Deduktif
siswa sebelum diberi perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.
Peningkatan rata-rata kemampuan berpikir Hipotetikal Deduktif
siswa dapat dihitung menggunakan rumus normal gain. Menurut
Savinainen dan Scott, sebagaimana dikutp oleh Wiyanto (2008, 86)
rumus uji gainsebagai berikut:


Keterangan:
pre
S

post
S


Kriteria faktor gain <g> :
tinggi jika g > 0,7
sedang jika 0,3 g 0,7
rendah jika g < 0,3

28

6. Alur Penelitian


















Gambar : Alur Penelitian








Pretest

Pretest
Observasi Awal
Pembagian kelompok
Observasi
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pembelajaran
Teams Games
Tournament dengan
Make A Match
pokok bahasan
Usaha dan Energi
Pembelajaran konvensional
(ceramah dan tanya jawab)
pokok bahasan Usaha dan
Energi
Posttest
Posttest
Perbedaan hasil peningkatan aktifitas dan hasil
belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
Observasi
29


XII. DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2010. Teknik Analisis Statistika. Jakarta: Phibeta.

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdiknas. 2004. Silabus Kurikulum 2004. Dirjen Dikdasmen Direktorat
Menengah.

Dimyati, Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Hamdani. 2010.Strategi Belajar Mengajar. CV Pustaka Setia: Bandung.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.

Julianto,Eko. 2010. Pembelajaran Fisika Untuk Menumbuhkan Kemampuan
Berpikir Hipotetikal Deduktif Pada Siswa SMA di Kota
Semarang(Skripsi).Semarang:Universitas Negeri Semarang.

Purwodarminto. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta:Depdikbud.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: PT Tarsito.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitataif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suprijono,Agus. 2012. Cooperative Learning.Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Tias,W dan Widodo A.2008. Perbandingan Pembelajaran Berbasis Inkuiri
melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Pada Topik Alat Indera di
SMA. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. 2(3). 339-358.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa edisi 3. 2003. Kamus Besar Bahasa.

Underwood, Mary. 2000. Pengelolaan Kela yang Efektif. Jakarta : Arcan.

Wenning,Carl J. 2005.Implementing Inquiry-Based Instruction in the science
classroom:A new model for solving the improvement of practice problem.
Department of Physics: Illinois State University.
Wiyanto. 2008. Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan Kompetensi
Laboratorium. Semarang: Unnes Press.

You might also like