You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

1. A.

PENGERTIAN

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi yang mana pada setiap bayi berbeda-beda, bila bilirubin tidak dikendalikan maka akan menjurus terjadinya kernicterus. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum yaitu 13 mg/dL2 Peningkatan kadar bilirubin serum bisa berupa peningkatan kadar bilirubin : - bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin) disebut juga bilirubin indirect disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin, penurunan ambilan bilirubin oleh sel hati dan gangguan konjugasi. - Bilirubin terkonjugasi (conjugated bilirubin) disebut juga bilirubin direct disebabkan oleh gangguan sekresi intrahepatik dan gangguan ekskresi ekstrahepatik. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1988) Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joundice pada sklera mata, kulit, membran mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G. 1988) Ikterus adalah gambaran klinis gambaran klinis berupa perwarnaan kuning pada kulit, mukosa, sklera, selaput lendir dan organ lain akibat penunmpukan bilirubin, secara klinis ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih dari 5 mg/dL2

1. B.

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI 1. A. ETIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi yang baru lahir karena :

Hemolosis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. Fungsi hepar yang belum sempurna ( jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim Glukoronidase di usus dan belum ada nutrien.

Penyebab Hiperbilirubin pada neonatal : 1. 1. Overproduksi a)


Kelainan hemolitik Inkompatibilitas darah fetomaternal; ABO, Rh, dan lain-lain. Hemolisis karena genetik Sferositosis herediter, Defek enzim- G6PD, Piruvat kinase, dll. Hemoglobinopati - thalasemia, -- thalasemia , dll Galaktosemia

Hemolisis karena induksi obat- vitamin K.

b) Darah ekstravaskular-petekie, hematoma, perdarahan pulmonal dan cerebral, menelan darah. c)


Polisitemia Hipoksia fetal kronik Tranfusi maternal- fetal atau fetofetal Tranffusi plasenta ( cord stipping) Sirkulasi enterohepatik yang berlebihan

d)

Obstruksi mekanik Atresia dan stenosis, penyakit hischsprung, ileus mekonium, sindrom sumbatan mekonium Penurunan peristaltis Puasa atau kurang makan, obat-obatan (hexamethoniums, atropin), stenosis pilorus

1. 2. Sekresi Subnormal a) Penurunan ambilan bilirubin hepatik

Pirai duktus venosus persisten Protein reseptor sitosol (y) dihambat oleh obat-obatan, penghambat susu manusia abnormal Penurunan konjugasi bilirubin

b)

Reduksi kongenital aktivitas glukuronil transferase Ikterus familial non hemolitik ( tipe 1 dan 2), sindrom gilbert Inhibitor enzim obat dan hormon novobiocin, pregnanediol, galaktosemia (awal), sindromm lucey-drisscoll, susu manusia abnormal Gangguan transport bilirubin terkonjugasi keluar hepatosit

c)

Defek transpor konginetal-sindrom dubin johnson dan rotor Kerusakan hepatoseluler karena kelainan metabolik galaktosemia (terlambat), defisiensi -1 antritypsin, tirosinemia, hipermetioninemia, intoleransi fruktosa herediter Obstruksi toksik(alimentasi IV) Obstruksi aliran empedu

d)

Atresia bilier, kista koledokal, fibrosis kistik, obstruksi ekstrinsik ( tumor atau perekatan)

1. 3. Campuran a) Infeksi prenatal toksoplasmosis, rubela, Cytomegalovirus (CMV), herpes virus hominis, sifilis, hepatitis. Dll. b) Infeksi post natal (sepsis)

c) Kelainan multisistem prematuritas sindrom distress respirasi (SDR), bayi ibu diabetes, eritroblastosis berat. 1. B. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko untuk timbulnya ikterus nenonatarum : 1. Faktor Maternal Ras atau kelompok etnik tertentu (asia, Native American, Yunani) Komplikasi kehamilan (DABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalm larutan hipotonik Asi

1. Faktor perinatal - lahir(sefalhematom,ekimosis) Trauma Infeksi(bakteri,virus,protozoa) 1. Faktor Neonatus Premturitas Faktor genetik Polisitemia Obat(streptomycin,kloramfenikol,benzyl-alkohol,sulfixoazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia 1. 3. KLASIFIKASI

- Ikterus prehepatik disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi. - Ikterus hepatic disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi. - Ikterus kolestatik disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehinga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilinogen dalam tinja dan urin. - Ikterus Neonatus Fisiologis terjadi pada 2 4 hari setelah bayi lahir dan akan sembuh pada hari ke 7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin. - Ikterus Neonatus Patologis karena faktor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tak bertambah. Menurut HTA Indonesia (2004) Klasifikasi Ikterus adalah sebagai berikut :

1. 1.

Ikterus Fisiologis

Secara umum setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,namun kurang12 mg/dl pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: Kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncakpada hari ketiga sampai kelima kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir.Kadang dapat muncul peningkatan kadar billirubin sampai 12 mg/dL dengan billirubin terkonjugasi < 2 mg/dL. 1. 2. Ikterus pada bayi mendapat ASI(Breast milk jaundice)

Pada sebagian bayi yang mandapat ASI eksklusif,dapat terjadi ikterus yang berkepanjangan.Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus.Bila tidak ditemukan faktor resiko lain ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.Apabila keadaan umum bayi baik ,aktif,minum kuat,tidak ada tatalaksana khusus meskipun ada peningkatan kadar billirubin.

1. C. PATOFISIOLOGI

Bertambahnya beban hepar mengakibatkan pengahancuran yang meningkat sehingga menimbulkan ketidakcocokan pada Rh dan golongan A,B,O. Gangguan konjugasi, juga akan menurunkan glucoronil trasaferasi, hepatitis neonatus dan obstruksi bilier. Dengan demikian mengakibatkan bilirubin tak terkonjugasi, kadar bilirubin dalam plasma meningkat sehingga terjadi difusi pada jaringan dan terlihat kuning. Billirubin pada neonatus meningkat akibat terjabinya pemecahan eritrosit. Billirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam,dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahanlahan akan turun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu. Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan, penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin

tadi dapat menembus sawar darah otak. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, Hipoksia, Hipoglikemia.

1. D.

MANIFESTASI KLINIS

Kulit berwarna kuning sampai dengan jingga Pasien tampak lemah Nafsu makan berkurang Reflek hisap kurang Urine pekat Perut buncit Pembesaran lien dan hati Gangguan neurologik Feses seperti dempul Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl

Gejala klinis Ensefalopati Billirubin: 1) Gejala Akut Letargi Tidak mau minum Hipotermi

2) Gejala Kronik Hipertonus Epistotonus

Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralise serebral dengan atetosis ,gangguan pendengaran,paralisis sebagian otot mata dan displasia dentalis.

1. E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penegakan diagnosis untuk hiper billirubinemia adalah sebagai berikut:

Visual

Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bias terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang kurang. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digoongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

Bilirubin serum

Beberapa hal yang perlu dipertimbangan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatakn morbiditas neonatus.Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk bila kadar bilirubin total >20 mg/dL atau usia bayi >2 minggu.

Bilirubinometer transkutan

Umumnya pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum > 14,4 mg/dL (249 umol/l).

Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak . Hal ini dapat menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrsi bilirubin yang rendah . Pemeriksaan radiology Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma. Ultrasonografi Digunakan untuk membedakan antara kolestasis intra hepatic dengan ekstra hepatik. Biopsi hati Digunakan untuk memastikan diagnosa teutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, sirosis hati, hepatoma. Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini. Laparatomi Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

1. F.

KOMPLIKASI

v Retardasi mental v Gangguan pendengaran dan penglihatan v Kematian

1. G.

PENATALAKSANAAN

v Tindakan umum Memeriksa golongan darah ibu, (Rh, ABO) dll pada waktu hamil

- Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil, atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi. - Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawa.

v Tindakan khusus - Pemberian fenobarbital mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabakan gangguan metabolik dan pernafasan baik pada ibu dan bayi. - Memberi substrat yang kurang untuk transportasi / konjugasi misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar. - Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga

digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubinemia jinak hingga moderat. - Terapi tranfusi tukar digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi, bila kadar haemoglobin < 13 g/dL (hemaktokrit < 40 %) dan tes coombs positif segera rujuk bayi. Bila belerubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes coombs segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin <13 g/dL(HT <40%) - Terapi obat obatan misalnya obat phenobarbital/luminal untuk meningkatkan peningkatan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Menyusui bayi dengan ASI Terapi sinar matahari Berikan tranfusi darah bila hemoglobin < 10 g/dL (memaktokrit , 30 %)

- Bila ikterus menetap selama 2 minggu Tu lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir , 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice) - Foolow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (Hemaktokit <24 %), berikan transfusi darah. v Tindak lanjut Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa. 1. H. PENCEGAHAN

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : Nasehati Ibu : 1. Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal inin karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya. 2. Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zzat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi(contoh : obat anti malaria, obatobatan golongan sulfa, aspirin,dll) pengawasan antenatal yang baik

- menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh : Sulfaforazol, Novobiosin, oksitosin. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 2 hari sebelum partus. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir. Pemberian makanan yang dini. Pencegahan infeksi. ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI HIPERBILIRUBIN

1. A.

PENGKAJIAN

Wawancara 1. a. Riwayat Penyakit

Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Polisistemia,infeksi,hematoma,gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan ibu menderita DM. 1. b. Riwayat Kehamilan

Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat obat yang meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dap at mempercepat proses kon jungasi sebelum ibu partus. 1. c. Riwayat Persalinan

Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan. 1. d. Riwayat Postnatal

Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit bayi tampak kuning. 1. e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis ) 1. f. Riwayat Pikososial

Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua 1. g. Pengetahuan Keluarga

Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua pada bayi yang ikterus

Pemeriksaan Fisik Ikterus terlihat pada sklera selaput lendir,urin pekat seperti teh, letargi, hipotonus, refleks menghisap kurang, peka rangsang, tremor, kejang, tangisan melengking. Selain itu, keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipo / hipertemi ). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas, sclera mata kuning ( kadang kadang terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses. Laboratorium Rh darah ibu dan janin berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg\dl,prematur lebih dari 15 mg\dl.

1. B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi. 2. Potensial ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi tukar 3. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare 4. Diare berhubungan dengan efek fototerapi 5. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi

1. C.

INTERVENSI

Dx 1 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami komplikasi atau cedera karena fototerapi. NOC : Safety Status : Physical Injury. KH : 1. 2. 3. 4. Tidak ada iritasi mata. Tidak ada tanda tanda dehidrasi. Suhu stabil Tidak terjadi kerusakan kulit

NIC : Phototerapi : Neonatus. 1. Letakkan bayi dekat sumber cahaya. 2. Tutup mata dengan kain yang dapat menyerap cahaya dan dapat memproteksi mata dari sumber cahaya. 3. Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam, lakukan inspeksi warna sklera. 4. Pada waktu menutup mata bayi, pastikan bahwa penutup tidak menutupi hidung. 1. Buka penutup mata waktu memberi makan bayi. 2. Ajak bicara bayi selama perawatan.

Dx2 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara dalam batas normal NOC : Fluid balance KH: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab, tidak ada tasa haus yang berlebihan NIC : fluid Management 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat 2. Monitor vitall sign dan status hidrasi

3. Monitor status nutrisi dan dorong masukan oral, berikan minum dengan frekuensi sering, pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari kebutuhan normal, pantau haluaran dan turgor kulit. 4. Kolaborasikan pemberian cairan intravena 5. Atur kemungkinan transfusi 6. Kolaborasi dengan Dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk. Dx 3 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit baik/utuh NOC : Pressure Management KH : 1. 2. 3. 4. 5. Suhu dalam rentang yang diharapkan ( 36 37 C ) Hidrasi dalam batas normal. Elastisitas dalam batas normal. Keutuhan kulit. Pigmentasi dalam batas normal

NIC : Pengawasan Kulit 1. Anjurkan pasien untuk menggunkan pakaian yang longgar 1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering,catat warna kondisi kulit tiap 8 jam dan pada saat perawatan 2. Monitor kulit adanya kemerahan 3. Oleskan lotion atau minyak atau baby oil pada daerah yang tertekan 4. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat 5. Pantau area bokong dan feses Dx 4 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan diare berhenti atau sembuh. NOC :Bowel elimination 1. 2. 3. 4. 5. Feses berbentuk BAB sehari sekali sampai tiga kali Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi Tidak mengalami diare Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan Mempertahankan turgor kulit

NIC 1. 2. 3. 4. 5.

: Diarhea Management

Identifikasi faktor penyebab diare, ukur diare atau keluaran BAB Evaluasi intake makanan yang masuk Observasi turgor kulit secara rutin Berikan minum dengan frekuensi sering Instruksikan pada keluarga agar pasien makan rendah serat,tinggi protein dan tinngi kalori jika memungkinkan 6. Monitor persiapan makanan yang aman

Dx 5 Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama proses keperawatan diharapkan suhu badan pasien turun(normal) NOC : Thermolegulation 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Tak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing 3. Nadi dan RR dalam rentang normal NIC ; Fever treatment 1. 2. 3. 4. 5. 6. Monitur suhu sesering mungkin minimal 2 jam sekali Monitor warna dan suhu kulit Monitor TD, nadi, dan RR Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Kompres pasien dengan air hangat pada daerah lipat paha, dan aksila. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, usahakan jangan terlalu tebal. 7. Berikan antipiretik jika perlu.

1. D.

EVALUASI 1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.

Skala penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. Ekstrem Berat Sedang Ringan Tidak ada gangguan

II.

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi tukar.

Skala Penilaian : 1. 2. 3. 4. 5. III. Tidak pernah menunjukkan Jarang menunjukkan Kadang menunjukkan Sering menunjukkan Selalu menunjukkan

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare.

Skala penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. IV. Ekstrem Berat Sedang Ringan Tidak ada gangguan Diare berhubungan dengan efek fototerapi.

Skala penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. V. Ekstrem Berat Sedang Ringan Tidak ada gangguan

Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi.

Skala Penilaian : 1. 2. 3. 4. 5. Tidak pernah menunjukkan Jarang menunjukkan Kadang menunjukkan Sering menunjukkan Selalu menunjukkan DAFTAR PUSTAKA

http://klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubenia.html

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak, Buku I. FKUI : Jakarta.

Soeparman.1987.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ke 2.Jakarta : FKUI.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak.1985.Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta : FKUI. Surasmi, Asrining.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta : EGC.

You might also like