Professional Documents
Culture Documents
Istilah CDMA
Sebelum dibahas lebih lanjut ada beberapa istilah yang akan
digunakan dalam analisis yang harus dipahami dulu. Disini
digunakan terminologi mobile station (MS) untuk menyatakan
terminal secara umum apakah terminal bergerak ataukah tidak.
Sedangkan base station kadang sering digunakan untuk menyatakan
entitas BTS.
Cell Coverage atau cakupan mengandung arti suatu area yang masih
berada dalam wilayah layanan dari base station sel tersebut.
Komunikasi yang menghubungkan baik dalam arah forward
maupun reverse harus berada dalam kondisi sama baiknya.
Kualitas suara
Kualitas suara yang diterima oleh pelanggan dipengaruhi oleh
vocoder set yang digunakan dan FER yang terjadi di jaringan.
Vocoder 14.4 kbps digunakan untuk mendapakan kualitas suara
yang lebih tinggi. Namun kualitas suara ini akan menurun kalau
nilai FER meningkat. Sebagai contoh sistem CDMA yang
menggunakan vocoder 14.4 kbps dan FER 1% mempunyai nilai MOS
3.94, dan ketika FER turun menjadi 2% maka nilai MOS 3.89.
Bila nilai FER dibuat tetap sedang jenis vocoder diubah, maka akan
ada perbedaan kualitas suara antara sistem vocoder 9.6 kbps dan
vocoder 14.4 kbps. Kualitas suara pada vocoder 9.6 kbps pada FER
1% secara kasar ekivalen dengan vocoder 14.4 kbps pada FER 3%.
Dengan demikian vocoder 14.4 kbps memberikan kualitas suara yang
lebih baik daripada vocoder 9.6 kbps pada nilai FER yang sama.
Untuk mendapatkan suatu kualitas suara yang sama, sistem vocoder
9.6 kbps membutuhkan Eb/I0 yang lebih tinggi dibanding sistem
14.4 kbps.
Gambar 2. menunjukkan hubungan antara MOS dan FER. Sebagai
catatan kurva di sini hanya sebagai ilustrasi saja.
Kapasitas Pelangaan
Kapasitas pelanggan yang dapat dilayani oleh satu frekuensi
pembawa sistem CDMA dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
coding rate yang digunakan, level Eb/I0 yang dibutuhkan tiap MS
dan interferensi dari sel lain bila dalam sistem tersebut terdapat
multiple sel. Secara umum kapasitas pelanggan dalam sistem CDMA
dituliskan sebagai berikut:
N = ((W/R) x Gs x Gv)/((Eb/I0)(1+f))
dimana:
W : bandwidth frekuensi pembawa sistem CDMA besarnya 1,228
MHz
R : rate dari vocoder, 9.6 kbps atau 14.4 kbps
Eb : energi per bit
Io : kerapatan daya spektral interferensi
Gs : gain dari sektorisasi antena
Gv : gain dari aktivitas suara
‘f’ : prosentase interferensi dari sel lain.
Vocoder rate (R) yang digunakan mempengaruhi kapasitas jumlah
pelanggan, dimana makin kecil coding rate yang digunakan makin
besar kapasitas pelanggan yang bisa dilayani. Sistem yang
menggunakan coding rate 9.6 kbps akan mempunyai kapasitas
pelanggan lebih besar dibanding sistem yang menggunakan coding
rate 14.4 kbps. Sedangkan Eb/I0 berpengaruh pada kapasitas dimana
makin kecil Eb/I0 akan memberikan kapasitas pelanggan yang
makin besar. Nilai Eb/I0 akan dipengaruhi oleh kekuatan sinyal
yang diterima pelanggan dan interferensi yang terjadi di sistem baik
oleh internal maupun eksternal sistem. Misal di pita frekuensi 1900
MHz, sistem CDMA mempunyai frekuensi kerja yang sama dengan
sistem DECT. Bila sistem CDMA berada di lokasi yang sama dengan
lokasi sistem DECT maka noise floor pada sistem CDMA akan naik
sehingga nilai Eb/I0 naik.
Perbedaan sistem CDMA IS-95 dengan CDMA 2000 1x, salah satunya
adalah penggunaan pilot pada kanal reverse di CDMA 2000 1x.
Kanal pilot pada reverse ini memberikan kemudahan bagi terminal
MS untuk mengolah coding dan mengukur sinyal dari base station
sehingga menurunkan nilai Eb/I0. Itulah salah satu faktor yang
menyebabkan mengapa sistem CDMA 2000 1x mempunyai kapasitas
hampir dua kali lipat dibanding kapasitas sistem CDMA IS-95.
Namun bila ada beberapa terminal IS-95A yang beroperasi di
jaringan CDMA 2000 1x, maka kapasitas CDMA 2000 1x tidak akan
dicapai dengan optimal karena terminal ini akan menaikkan Eb/I0.
Optimalisasi Jaringan
Performansi jaringan di lapangan akan terpengaruh oleh perubahan
pembebanan. Bisa jadi pada sebelum jam 8.00 pagi dimana beban
jaringan masih ringan, performansi bagus dan ketika jam 17.00 sore
dimana trafik tinggi, performansi jaringan menjadi buruk. Aturan
tangan kanan berlaku yaitu jaringan yang memberikan unjuk kerja
buruk pada kondisi beban ringan maka akan lebih buruk pada
kondisi beban puncak.
Sinyal Pilot
Suatu MS membutuhkan Eb/I0 yang cukup untuk dapat masuk ke
dalam cakupan layanan suatu sel. Untuk itu agar semua MS yang
berada dalam cakupan layanan dapat terlayani maka sinyal Eb/I0
harus dinaikkan bila rendah yaitu dengan menaikkan daya pancar
base station. Namun bila redaman yang terjadi tidak dapat diatasi
solusinya adalah dengan menambah base station.
Alokasi PN Offset
Tidak seperti dalam sistem GSM dimana pembedaan antara suatu sel
dengan sel yang lainnya ditentukan oleh frekuensi pembawa yang
digunakan. Dalam sistem CDMA perbedaan antara suatu sel dengan
sel lainnya terletak pada PN offset. Jika pengalokasian PN offset ini
tidak tepat maka akan mengakibatkan ambiguitas identifikasi sel
yang melayani suatu terminal MS. PN offset harus dibuat sedemikian
rupa sehingga sel – sel yang berdekatan tidak saling mengganggu.
Indeks PN offset yang tersedia dalam sistem CDMA adalah 512 nilai
unik. Antara indeks PN offset satu dengan yang lainnya berbeda 64
chip, sehingga total periodenya adalah 32768 chip. Satu chip itu
sendiri berharga sekitar 0.814 mikrodetik. Ketika suatu sinyal pilot
bergerak dari suatu sel ke arah MS maka akan terjadi tunda.
Minimum tunda antara satu offset dengan offset lainnya yang
diperbolehkan adalah 64 chip = 4.09 x d (kilometer). Sehingga
dihasilkan interfal satu indeks PN offset adalah sekitar 15.6 km.
Jika sinyal dari dua sel yang kebetulan mempunyai PN offset yang
berdekatan mengalami tunda propagasi ke suatu MS maka akan
terjadi ambiguitas deteksi PN offset. MS akan kesulitan melakukan
akuisisi sistem karena tidak tahu sel mana yang sedang aktif
melayaninya. Pada gambar dibawah digambarkan bahwa dua sinyal
pilot dari dua sel yang mempunyai indeks PN offset yang berdekatan
diterima oleh MS dalam interval 64 chip. Sistem penerima di MS
akan bingung untuk menentukan mana sel yang berfungsi sebagai
sel aktif dan mana sel kandidat. Ketika sinyal yang berasal dari sel
aktif dianggap sebagai sel kandidat atau sel neighbour maka perintah
handoff pun tidak bisa dilakukan akibatnya ketika dalam kondisi
panggilan (busy) akan terjadi drop call.
Gambar 3. Ambiguitas identifikasi sel karena pilot polution
Optimalisasi PN offset
Operator CDMA baru yang tidak pernah punya pengalaman
sebelumnya, biasanya terjebak pada paradigma jaringan seluler
berbasis GSM. Atau juga karena kampanye bahwa CDMA tidak
memerlukan perancangan radio maka tanpa memikirkan alokasi PN
offset, main pasang base station tanpa memperhatikan dampaknya.
Memang dalam sistem CDMA tidak memerlukan perancangan radio
tetapi memerlukan perancangan alokasi PN offset untuk tiap selnya
agar tidak terjadi pilot polution. Bila hal itu telah terjadi apa yang
harus dilakukan operator tersebut? Jawabannya adalah dengan
merencanakan ulang re-use PN offset oleh sel – sel yang ada pada
jaringan tersebut. Gol akhir dari usaha ini adalah membuat PN offset
yang sama atau berdekatan tidak saling mempengaruhi antar sel
tersebut dengan mengatur jaraknya.
Kesimpulan
Perancangan radio dalam sistem telekomunikasi berbasis seluler
seperti CDMA tidak sekali jadi dan setelah itu operator tidak
melakukan sesuatu apapun lagi. Namun perancangan tersebut
bersifat continous improvement dimana ada usaha terus menerus
untuk memonitor dan melakukan perbaikan karena performansi
jaringan selalu berubah, baik oleh perubahan kondisi alam, perilaku
pembebanan trafik ataupun karena perubahan di dalam jaringan itu
sendiri.
Referensi
1. Website www.reteumts.com/page_4.htm tentang cell breathing,
2003.
2. Ketchum, J., M. Wallace, and R. Walton, “CDMA Network
Deployment of 8 Kbps and 13 Kbps Voice Services,” Proc. Of
International Conf. On UPC, IEEE, 1996.
3. Dong Seung Kwon, “Rapporteur’s report for Study Question 3.1
Planning, Implementation and Operation for CDMA Technology and
WLL System Implementation aspects”, ETRI, Korea, September 07,
2003.
4. IDA Cellular Network Performance Measurement System Second
report, Singapore, July 2000.
5. Bang Hazim Ahmadi serta rekan lain temen-temen di telkom.
Silabus:
Referensi:
M Ghanbari, CJ Hughes, MC Sinclair, JP Eade, Principles of
Performance Engineering for Telecommunication & Information
Systems