You are on page 1of 3

Pulang ke Kotamu

Ada seorang teman pernah berkata, Nggak ada orang yang nggak kerasan di Jogja mau percaya atau nggak? Saya mungkin satu dari sekian banyak yang mengangguk cepat ketika mendengar pernyataan itu. Mungkin juga termasuk kamu yang membaca tulisan ini. Padahal kedatangan saya di Jogja masih bisa dihitung jari, belum sebanyak jumlah becak di Malioboro. Tapi saya selalu ingin pulang dan pulang lagi. Alasannya apa? Sederhana saja, Jogja itu istimewa: istimewa negerinya, istimewa orangnya, istimewa untuk Indonesia. Tuh kan, bahkan sampai ada lagu tercipta khusus untuk Jogja, dan lagu itu benar adanya. Ada hal-hal istimewa dari Jogja yang tidak bisa saya temukan di kota manapun, termasuk di kota tempat tinggal saya sendiri, Bandung. Suasana Jogja menjelang malam hari, kekayaan budaya yang tersebar dimana-mana, nuansa sejarah di setiap sudut kota, kekhasan kulinernya, bahkan keramahan orang-orangnya. Dulu saya pernah dengar mitos, katanya kalau datang ke Jogja saat fajar dan mendengar suara iringiringan drumband, niscaya kita akan betah dan selalu pulang ke Jogja. Apapun alasannya. Tapi saya sangat yakin itu hanya mitos. Karena tanpa mendengar iring-iringan drumband pun, saya selalu merasa betah dan selalu ingin pulang ke Jogja. Apapun alasannya. Jika ada yang bertanya pada saya, Apa yang belum kamu lihat dari Jogja? saya akan dengan sangat cepat menjawab: Gunung Kidul. Ada 47 pantai perawan yang indah dari ujung barat sampai ujung timur. Konon pantai-pantainya mirip Bali dan berpasir putih, tapi suasananya lebih tenang. Siapa yang nggak mimpi untuk datang kesana, coba? Apalagi pantai-pantai yang indah sudah pasti akan jadi sasaran tepat untuk memuaskan hobi fotografi saya. Tapi sayang, saya sama sekali belum pernah ke Gunung Kidul. Melewati gapura gerbang masuknya saja belum pernah. Selama ini hanya baca sumber-sumber dari internet. Pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai Krakal, Pantai Sundak, Pantai Siung, Pantai Indrayanti, dan masih banyak lagi pantai-pantai indah lainnya. Ah, semoga suatu hari nanti pantai-pantai itu bisa saya kunjungi, walaupun tidak semuanya.

Selain Gunung Kidul, sebenarnya saya juga masih penasaran dengan objek wisata yang satu ini: desa wisata. Walaupun jumlahnya banyak sekali dan bermacam-macam, tapi saya ingin sekali merasakan tinggal disana. Ada Desa Wisata Batik Kayu Krebet, Desa Wisata Gerabah Kasongan, Desa Wisata Gabusan, Desa Wisata Pucung, Desa Wisata Kebon Agung dan masih banyak lagi. Saya sekedar penasaran saja, seperti apa kehidupan di desa? Segala kesederhanaan, jauh dari keramaian kota, dan jauh dari segala rutinitas yang membosankan. Terutama sambil mengerjakan hal-hal yang jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan sebelumnya, seperti memandikan kerbau, keliling desa dengan sepeda onthel, menanam padi di sawah, membatik atau mengolah gerabah. Siapa tahu saya malah jadi betah dan nggak mau pulang? Suatu hari saya pernah benar-benar dibuat takjub oleh salah satu objek wisata di Jogja. Terakhir kali mengunjungi Jogja, saya menyempatkan diri mengunjungi Museum Ullen Sentalu di Kaliurang. Museum yang sebenarnya saya sendiri belum pernah tahu dimana persisnya, seperti apa bentuknya, dan harus menggunakan apa untuk mencapai kesana. Karena rasa penasaran yang luar biasa, akhirnya saya bersama beberapa teman yang sama sekali buta arah, nekat kesana. Tapi apa yang saya dapatkan ketika sampai di Ullen Sentalu? Subhanallah, luar biasa! Ini museum terbagus se-Indonesia yang pernah saya kunjungi. Museum yang benarbenar terawat dan menyimpan bukti sejarah Jawa dengan sangat baik. Disana juga juga terdapat peninggalan-peninggalan Mataram atas 4 keraton: Keraton Ngayogyakarta, Keraton Kasunanan Surakarta, PuloPakualaman, Istana Mangkunegaraan. Serasa dibawa ke suasana keraton tempo dulu. Saya pun semakin antusias ketika Mbak Tami guide Ullen Sentalu memperkenalkan ragam batik Mataram di salah satu ruangan khusus batik. Dari mulai batik yang sebaiknya dipakai saat sedang ujian, batik yang cocok dipakai saat melangsungkan pernikahan, sampai batik yang hanya boleh dipakai oleh Sultan. Ah saya semakin cinta batik, semakin cinta Jogja, semakin cinta kebudayaan Jawa, dan tentunya semakin cinta Indonesia.

Sebagai destinasi wisata, sebenarnya ada beberapa hal yang saya kurang suka dari Jogja: sistem transportasi umum dan macet. Sebagai gembel yang suka jalan-jalan, saya lebih suka naik-turun transportasi umum daripada menyewa kendaraan. Rasanya lebih membumi dan bisa mengenal Jogja dari dekat, terutama penduduknya. Tapi yang saya sayangkan, tidak semua destinasi wisata terjangkau transportasi umum. Padahal tempat wisata itu cukup dikenal. Kalaupun ada, pasti sangatlah jarang dan waktunya terbatas. Itu yang pertama, yang kedua: macet. Saya nggak tahu kapan persisnya Jogja jadi serba macet, terutama beberapa titik di pusat kota. Sebagai warga kota kembang, macet adalah makanan seharihariwalaupun belum separah ibukota. Tapi kalau macet di Jogja? Saya menyayangkan, sangat menyayangkan sekali. Jangan sampai Jogja juga ikutikutan. Tetaplah jadi jadi Jogja yang istimewa dan bebas hambatan, jangan seperti kota besar lainnya. Saya rindu Jogja. Saya rindu Jogja dan semua baik-buruknya. Saya rindu suasananya, saya rindu budayanya, saya rindu wisatanya, saya rindu orang-orangnya, saya rindu menceritakan pengalaman-pengalaman terbaik saya tentang Jogja, saya rindu semuanya tentang Jogja. Saya jatuh cinta pada Jogja sejak pertama kali menginjakkan kaki dan menghirup udaranya. Maka dari itu saya harus kembali kesana. Tim @liburanjogja harus memilih saya sebagai salah satu pemenang, karena tanggal 21 Januari nanti saya berulang tahun. Seandainya saya menang, hadiah ini akan menjadi hadiah ulang tahun terindah sepanjang hidup saya. Karena hari itu (akan) dirayakan di Jogja bersama 9 orang pemenang lainnya. Amin, insha Allah

You might also like