You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsi. Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud disini mencakup bebas dari pencemaran biologis, mikrobiologis, kimia,dan logam berat. Pengawet pangan adalah upaya untuk mencegah, menghambat pertumbuhan mikroba yang terdapat dalam pangan. Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet. Salah satu dari beberapa teknik pengawetan pangan adalah memberikan bahan tambahan pangan (BTP) untuk pengawetan, hal ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan kimia tertentu dengan jumlah tertentu yang diketahui memiliki efek mengawetkan dan aman untuk dikonsumsi manusia. Jenis dan jumlah pengawet yang diijinkan untuk digunakan telah dikaji keamanannya. Penggunaan pengawet pada bahan makanan sampai saat ini masih banyak dijumpai akhir-akhir ini. Pengawet yang lagi ramai dibicarakan dikalangan masyarakat adalah penggunaan formalin sebagai

pengawet bahan makanan. Beberapa bahan makanan seperti: Tahu, Bakso, Mie Basah, Kerupuk, Ikan Kering, Ikan laut yang lama waktu penangkapannya masih dijumpai menggunakan formalin sebagai bahan pengawet (Sumber : Direktur Pengawas Makanan dan Minuman, DepKes 1996). Formalin juga telah digunakan untuk mengawetkan daging ayam segar (Sumber:Muchtadi dan Puspita Sari,tahun 1997). Berdasarkan data statistik produksi perikanan laut yang di jual di Tempat Pemasaran Ikan (TPI) menurut provinsi yang dikeluarkan Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia (2010) produksi perikanan laut yang tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah yaitu pada tahun 2008 sebesar 159,307 ton (26,64%), tahun 2009 sebesar 158,961 ton

(26,59%), dan pada tahun 2010 sebesar 279,641 ton (46,77%), akan tetapi tidak demikian di Provinsi Sulawesi Selatan, hal ini di karenakan jumlah produksi perikanan laut yang di jual di tempat pemasaran ikan (TPI) tidak menentu, karena dilihat produksi ikan laut pada tahun 2008 sebesar 33,166 ton (34,78%), mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 35,612 ton (37,35%), dan pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 26,567 (27,86%). (Subdit Statistik Perikanan BPS, 2010) Pemakaian formaldehid pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala sebagai berikut : sukar menelan, mual, sakit perut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf dan gangguan peredaran darah.

Formalin berekasi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa meskipun pemerintah (Departemen Kesehatan) telah melarang penggunaan formalin, ternyata sebagian masyarakat produsen makanan tersebut masih

menggunakannya. Hal ini disebabkan (salah satunya) karena penggunaan formalin sebagai bahan pengawet. Formalin diduga digunakan oleh nelayan Indonesia sejak dua tahun silam. Cairan yang mengandung metanol ini memang biasa dipakai nelayan untuk menjaga bobot ikan asin. Pembuatan tanpa formalin akan mengurangi bobot ikan asin hingga 60 persen. Sedangkan dengan menggunakan larutan bening itu, bobot yang berkurang akibat

pengeringan hanya sekitar 30 persen.( Sumber: dinowili.multiply.com) Penggunaan formalin pada ikan memang tak segencar

sebelumnya. Ini menyusul edaran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan. Padahal berdasarkan penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia tahun silam, penggunaan formalin pada ikan dan hasil laut menempati peringkat teratas. Yakni, 66 persen dari total 786 sampel. Sementara mi basah menempati posisi kedua dengan 57 persen. Tahu dan bakso berada di urutan berikutnya yakni 16 persen dan 15 persen.(Penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Formalin 1. Pengertian Formalin Formalin adalah larutan tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehyd dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan di industri. Nama lain dari formalin adalah formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, methanol dan formoform ( Astawan, Made, 2006). Berat molekul formalin adalah 30,03 dengan rumus molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. (Hartina, 2006) Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal, atau formalin), merupakan aldehida dengan rumus kimia H2CO, yang berbentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai formalin, atau padatan yang dikenal sebagai paraformaldehyde atau trioxane. H C === O H Gambar 2.1 Rumus Bangun Formalin

2. Penggunaan Formalin Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga di gunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian, dan kapal, pembasmi lalat dan serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku dan pencegah korosi untuk sumur minyak.(

Astawan, Made 2006). 3. Bahaya Formalin a. Bahaya utama Bahaya utama formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. b. Bahaya jangka pendek (akut) 1. Bila terhirup Apabila Formalin dihirup pada konsentrasi 0,1-5,0 bpj dapat mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, pada konsentrasi 10-20 bpj mengakibatkan gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan kerongkongan serta batuk, dan pada konsentrasi 25-50 bpj mengakibatkan kerusakan jaringan

dan luka pada saluran pernafasan, misalnya radang paru (pneumonitis) dan pembengkakan paru (pulmory edema), bahkan pada konsentrasi sangat tinggi dapat mengakibatkan kematian. 2. Bila terkena kulit Formalin bila terkena kulit maka akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar 3. Bila terkena mata Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah, rasanya sakit, gatal-gatal, penglihatan kabur, dan mengeluarkan tinggi air mata. Bila merupakan dapat bahan

beronsentrasi

maka

formalin

menyebabkan

pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata. 4. Bila tertelan Mulut,tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah, dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma jika tertelan. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas, system susunan saraf pusat dan ginjal. c. Bahaya jangka panjang (kronik)

1. Bila terhirup Bila terhirup dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan sakit kepala, ganggua pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Gangguan kepala dan kemandulan pada perempuan kanker pada hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak. 2. Bila terkena kulit. Bila formalin mengenai kulit terasa panas,mati rasa serta gatal-gatal serta memerah,kerusakan pada jari tangan,

pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung. 3. Bila terkena Mata. Jika terkena mata bahaya yang menonjol terjadinya radang selaput mata. 4. Bila tertelan. Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran

pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada.

Formalin adalah larutan tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehyd dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Tapi pada hakekatnya formalin banyak disalah gunakan sebagai bahan pengawet makanan khususya pada ikan kering, tahu dan bakso. Formalin dengan konsentrasi tertentu dapat menyebabkan berbagai penyakit akut dan kronis yang berakibat pada sistem kerja organ manusia. Deteksi formalin secara akurat baik secara kualitatif maupun kuantitatif hanya dapat dilakukan di laboratorium. Namun demikian, untuk menghindarkan terjadinya keracunan, masyarakat harus dapat membedakan bahan/produk makanan yang mengandung formalin dan yang sehat. Ciri-ciri ikan kering dan ikan basah yang mengandung formalin diantaranya yaitu : A. Ikan Kering 1. Tahan lama pada suhu kamar (25oC), lebih dari 1 bulan. 2. Warna bersih dan cerah (tidak kuning kecoklatan). 3. Tekstur keras, tidak berbau khas ikan asin dan tidak mudah hancur. 4. Tidak dihinggapi lalat. 5. Hasil Uji laboratorium.

B. Ikan Basah
1. 2. 3.

Insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang. Warna putih bersih dengan tekstur yang kenyal. Awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tidak mudah busuk dan bau.

B. UPAYA HYGIENE SANITASI MAKANAN Dari segi kesehatan lingkungan yang perlu diperhatikan terhadap makanan terutama di tujukan pada hygiene dan sanitasi, makanan tersebut tidak mengandung zat-zat yang dapat

membahayakan kesehatan atau terkontaminasi dengan bakteri yang dapat membahayakan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersedianya makanan yang sehat maka upaya higene sanitasi makanan harus di dasarkan pada enam prisip (Harmawan,2009) 1. Upaya mengamankan bahan makanan. 2. Upaya penyimpanan bahan makanan. 3. Upaya pengolahan makanan. 4. Upaya pengankutan makanan. 5. Upaya penyimpanan makanan. 6. Upaya penyajian makanan. Sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan maka , peneliti merujuk kepada upaya megolahan makanan. Pada proses / cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:

1. Tempat Pengolahan Makanan Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang baik harus memenuhi persyaratan sanitasi. 2. Tenaga Pengolah Makanan / Penjamah Makanan Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan pengangkutan sampai penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar

peranannya. Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit. Banyak infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit. Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadan sehat dan terampil. 3. Cara Pengolahan Makanan Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya

kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan

10

yang salah dan mengikui kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (good manufacturing practice).

11

You might also like