You are on page 1of 2

Nama : Yanuar Dwi Anggara NIM : E0010356

Kelas : A

EFEKTIVITAS SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA Para elite serikat buruh harus mengembalikan efektivitas gerakan kolektif dalam memperjuangkan hak-hak buruh yang kini semakin tidak sejahtera. Jumlah anggota yang banyak dan aktif dalam berserikat merupakan modal utama gerakan buruh dalam bernegosiasi, baik dengan pengusaha maupun pemerintah. Gerakan-gerakan buruh kini cenderung kewalahan menghadapi tekanan kapitalisme yang membawa semangat pasar kerja fleksibel. Jumlah pekerja tetap kian merosot dan digantikan oleh buruh kontrak dengan masa depan kerja yang tidak pasti. Saat ini di Indonesia masih sangat minim sekali adanya kesadaran para pekerja untuk membentuk suatu kepengurusan dalam suatu serikat pekerja, malah disebagian perusahan sengaja memasukan oang- orang yang mempunyai jabatan kedalam kepengurusan suatu serikat buruh / pekerja tersebut, sehingga hal ini dapat memanipulasi perjanjian-perjanjian yang seharusnya dapat membatasi kesewenang-wenangan antara pengusaha dan pekerja tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Dampak yang paling terasa pada buruh kini semakin tak berdaya menghadapi kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada investor. Kelemahan pemerintah dalam hal penyediaan infrastruktur, energi, dan pemberantasan korupsi malah ditimpakan dengan menciptakan kebijakan yang membuat kesejahteraan buruh semakin merosot. "Gaji buruh sejak zaman kuli kontrak sampai sekarang tidak pernah membuat mereka sejahtera. hanya bisa sampai pada batas-batas mereka tetap hidup, upah minimum bagi buruh industri garmen yang berlaku di sebagian wilayah Indonesia hanya mampu memenuhi 62,4 persen kebutuhan hidup mereka. Kondisi ini

membuat buruh harus bekerja ekstra keras, apakah dengan lembur atau mencari kerja sampingan, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sistem kerja kontrak yang semakin meluas juga merugikan buruh.

Jangankan memikirkan serikat buruh / pekerja, mimikirkan pemenuhan kebutuhan mereka sendiri saja masi dirasa sangat jauh dari cukup. Hal ini mengakibatkan keapatisan para pekerja terhadap serikat pekerja itu sendiri. Para pencari kerja harus membayar minimal Rp 1 juta kepada perusahaan pemasok buruh kontrak agar dapat segera disalurkan ke perusahaan mitra yang memberikan pekerjaan. Jumlah pengusaha yang memakai pekerja kontrak kini kian meningkat untuk menekan biaya. Pengusaha yang memakai jasa buruh kontrak hanya membayar 40 persen dari biaya upah pekerja tetap. Kondisi ini sangat merugikan buruh. Apalagi ditambah pengawasan yang lemah telah memicu pertumbuhan porsi buruh kontrak yang luar biasa dibanding pekerja tetap. Persoalan lain adalah semakin rendahnya kesadaran pekerja untuk aktif berserikat walau tingkat pendidikan mereka saat ini jauh lebih baik dibandingkan pekerja 10 tahun lalu. Hal ini merupakan tantangan serikat buruh untuk menarik minat mereka berserikat. Seharusnya dalam suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha terdapat kontrak yang memuat pasal bahwasanya pekerja merupakan bagian dari suatu perusahan, apabila keseimbangan tersebut terganggu maka akan mempengaruhu pula system produksi yang dihasilkan. Tidak boleh diberlakukan semena-mena. Seharusnya perusahan sadar hal tersebut betapa pentingnya posisi pekerja dalam suatu perusahaan.

You might also like