You are on page 1of 17

Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Lampung
Lampung adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatra, Indonesia. Di sebelah utara
berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatra Selatan.
Lambang :

Sang bumi ruwa jurai (rumah tangga yang agung )


Peta lampung :

Letak dan kondisi alam


Provinsi Lampung memiliki luas 35.376,50 km² dan terletak di antara 105°45'-103°48' BT
dan 3°45'-6°45' LS. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan di sebelah
timur dengan Laut Jawa. Beberapa pulau termasuk dalam wilayah Provinsi Lampung, yang
sebagian besar terletak di Teluk Lampung, di antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau
Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau
Putus, dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di yang masuk ke wilayah
Kabupaten Lampung Barat.
Keadaan alam Lampung, di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan
daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Di
tengah-tengah merupakan dataran rendah. Sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di
sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan perairan yang luas.
Kabupaten Pesawaran
Kabupaten Pesawaran adalah kabupaten di Provinsi Lampung.Moto kabupaten ini adalah
ragom pepadun saibatin.Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 2 November 2007 berdasarkan
1 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

UU Nomor 33 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Pesawaran. Semula kabupaten ini
merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Selatan.
• Sejarah Lampung
Lampung baru menjadi provinsi tahun 1964 dengan dasarnya Undang-Undang nomor 14
tahun 1964. Sebelumnya Lampung merupakan bagian dari provinsi Sumatera Selatan. Provinsi
Sumatera Selatan sendiri terbentuk tanggal 12 September 1950 dan merupakan pecahan dari
Provinsi Sumatera. Di awal kemerdekaan, pulau Sumatera tergabung dalam satu provinsi, yaitu,
Provinsi Sumatera. Lampung adalah salah satu keresidenan di provinsi tersebut dengan
residennya adalah Mr. Abbas.

Pada abad 16, Lampung dikenal sebagai penghasil lada hitam. Produk tersebut dipasarkan
di Banten dan banyak dijual ke pedagang Eropa dan Asia. Tentu saja harga di Banten jauh lebih
tinggi dari harga di Lampung sendiri. Setelah mengetahui perbedaan harga tersebut, pedagang
Eropa, khususnya Belanda yang ketika itu masih diwakil oleh armada dagangnya, yaitu, VOC,
sangat berkeinginan untuk mendapatkan lada hitam langsung dari daerah penghasil.

Namun VOC belum berani melakukan ekspansi ke Lampung karena masih berhitung
terhadap kekuatan Banten. Ketika itu Lampung menjalin hubungan akrab dengan Banten,
sehingga kalau VOC menyerang Lampung, kemungkinan besar Banten akan membelanya.
Hubungan Lampung dan Banten semakin erat pada waktu Banten di bawah kekuasaan Sultan
Ageng Tirtayasa.

VOC berkeyakinan bahwa untuk menguasai Lampung, terlebih dahulu harus menundukan
Banten. Oleh karena itu, ketika di Kesultanan Banten terjadi perselisihan antara Sultan Ageng
Tirtayasa dengan putranya, yaitu, Sultan Haji, VOC memanfaatkannya dengan mendukung
Sultan Haji. Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dapat dikalahkan dan kemudian VOC menobatkan
Sultan Haji sebagai penguasa Banten. Namun dia hanyalah penguasa boneka. Kekuasaan riil
telah berada di tangan VOC.

Pada tanggal 24 Juli 1692, Sultan Haji memberikan hak monopoli perdagangan lada di
Lampung kepada VOC. Namun expedisi pertama Belanda ke Lampung ini, tidak begitu lancar
karena masih banyaknya penguasa Lampung yang loyal kepada Sultan Ageng Tirtayasa dan
2 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

menganggap VOC sebagai musuh.. Akhirnya VOC tidak segera mewujudkan ambisinya untuk
menguasai Lampung, bahkan sampai VOC dibubarkan lampung belum dikuasai sepenuhnya.

Pada tahun 1807, Belanda memproklamasikan bahwa Kepulauan Nusantara adalah bagian
dari Kerajaan Belanda. Pada tanggal 22 November 1808, Lampung dinyatakan sebagai daerah
yang langsung di bawahi gubernur jenderal Belanda, tidak terikat lagi kepada Banten. Herman
Wilhelm Daendles, Gubernur Jenderal Belanda ketika itu, mengakui penguasa Lampung, yaitu,
Raden Intan I, sebagai Ratu atau Kurnel.

Ketika tahun 1811 Indonesia dijajah Inggris, pengaturan Lampung kembali di bawah
Keresidenan Banten. Setelah kekuasaan beralih kembali ke tangan Belanda, Lampung tetap
berada di bawah Banten dan ditempatkan seorang Asisten Residen, kedudukannya berada
dibawah Residen Banten.

Raden Intan I, yang sebelumnya dekat dengan Belanda, pada kekuasaan Belanda kedua
ini tidak berusaha dengan Belanda bahkan pada akhirnya melakukan konfrontasi. Perlawanan
Raden Intan I berlangsung sampai dia wafat pada tahuan 1828. Perjuangan melawan Belanda
dilanjutkan oleh putranya, yaitu, Raden Intan II.

Pada tahun 1856, Belanda mengirim pasukan besar untuk menghancurkan perlawanan
Raden Intan II. Sasaran serangan Belanda yang pertama adalah Benteng Bendulu. Setelah melalui
pertempuran sengit, Bendulu dapat dikuasai dan kemudian dijadikan basis pasukan Belanda
untuk menggempur benteng-benteng lainnya. Perlawanan Raden Intan II berakhir tanggal 5
Oktober 1856. Ketika itu Raden Intan II dijebak untuk hadir dalam pertemuan yang sudah
direkayasa Belanda.

Setelah gugurnya Raden Intan II, perlawanan terhadap Belanda tidak lagi besar-besaran.
Bahkan dapat dikatakan bahwa sejak saat itu, Belanda menguasai Lampung secara penuh.
Belanda kemudian memusatkan perhatian pada pengembangan berbagai perkebunan disertai
sarana dan prasarananya.

3 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Pada awal kemerdekaan, para pejuang di Lampung segera membentuk Komite Nasional
Indonesia Daerah (KNID) dan Pasukan Keamanan Rakyat. Pada tanggal 9 September 1946,
karena tidak mampu menstabilkan kondisi di Lampung, sebuah badan yang dikenal dengan nama
Panitia Perbaikan Masyarakat (PPM) memaksa Mr. Abbas melepaskan jabatannya. Desakan ini
berhasil menurunkan Mr. Abbas dan posisinya digantikan oleh Dr. Barel Munir sampai tanggal
29 November 1947. Setelah itu, posisi residen dijabat oleh Rukadi.

Karena adanya serangan Belanda yang ingin kembali menguasai Lampung. Pemerintahan
Keresidenan Lampung terpaksa berpindah-pindah. Residen Lampung kemudian digantikan oleh
Kepala pemerintahan Darurat Keresidenan Lampung yang dijabat oleh Mr. Gele Harun. Setelah
digelar Konferensi Meja Bundar (KMB), Lampung terbebas dari cengkraman Belanda.

Status Lampung mengalami peningkatan dari keresidenan menjadi provinsi pada tahun
1964. Gubernur Lampung yang pertama dijabat oleh Kusno Danu Upoyo. Posisinya kemudian
digantikan oleh Zainal Abidin Pagar Alam pada tahun 1967. Pada pemerintahan Zainal Abidin ini
dimulai Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I, yaitu, sejak 1 April 1969.

• Adat Istiadat

Orang lampung pada umumnya beragama Islam. Masyarakat adat Lampung dapat
dibedakan dalam dua golongan adat, yaitu yang beradat Pepadun dan beradat Pesisir.
Mereka yang beradat Pepadun kebanyakan bermukim di daerah pedalaman, sedangkan
yang beradat Pesisir bermukim di daerah pesisir atau di daerah yang tidak termasuk daerah
lingkungan pepadun. Termasuk dalam lingkungan beradat pepadun adalah orang-orang Abung,
Tulangbawang (Menggala), Waikanan Sungkai, Pubiyan. Sedangkan dalam lingkungan beradat
Pesisir adalah orang-orang Pesisir Teluk, Pesisir Semangka, Pesisir Krui, dan dataran tinggi
Belalau di daerah Provinsi Lampung, serta orang-orang Ranau, Muaradua, Komering, dan
Kayuagung di Provinsi Sumatera Selatan dan juga di perdesaan Cikoneng (Anyer), pantai barat,
Jawa Barat.
Masyarakat Lampung merupakan masyarakat kekerabatan bertali darah menurut garis
ayah (Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut Poyang
asalnya masing-masing yang disebut "buay", misalnya Buay Nunyai, Buay Unyi, Buay Nuban,
4 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Buay Subing, Buwai Bolan, Buayi Menyarakat, Buay Tambapupus, Buay Tungak, Buay
Nyerupa, Buay Belunguh, dan sebagainya. Setiap kebuayan itu terdiri dari berbagai "jurai" dari
kebuwaian, yang terbagi-bagi pula dalam beberapa kerabat yang terikat pada satu kesatuan rumah
asal (nuwou tubou, lamban tuha).
Kemudian dari rumah asal itu terbagi lagi dalam beberapa rumah kerabat (nuwou balak,
lamban gedung). Ada kalanya buay-buay itu bergabung dalam satu kesatuan yang disebut
"paksi". Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing mempunyai pemimpin yang disebut
"penyimbang" yang terdiri dari anak tertua laki-laki yang mewarisi kekuasaan ayah secara turun
temurun.
Hubungan kekerabatan adat lampung terdiri dari lima unsur yang merupakan lima
kelompok. Pertama, kelompok wari atau adik wari, yang terdiri dari semua saudara laki-laki yang
bertalian darah menurut garis ayah, termasuk saudara angkat yang bertali darah. Kedua,
kelompok lebuklama yang terdiri dari saudara laki-laki dari nenek (ibu dari ayah) dan
keturunannya dan saudara laki-laki dari ibu dan keturunannya. Ketiga, kelompok baimenulung
yang terdiri dari saudara-saudara wanita dari ayah dan keturunannya. Keempat, kelompok kenubi
yang terdiri dari saudara-saudara karena ibu bersaudara dan keturunannya. Kelima, kelompok
lakau-maru, yaitu para ipar pria dan wanita serta kerabatnya dan para saudara karena istri
bersaudara dan kerabatnya.
Bentuk perkawinan yang berlaku adalah partrilokal dengan pembayaran jujur (ngakuk
mulei), dimana setelah kawin mempelai wanita mengikuti dan menetap dipihak kerabat suami,
atau juga dalam bentuk marilokal (semanda) dimana setelah kawin suami ikut pada kerabat istri
dan menetap di tempat istri.
Untuk mewujudkan jenjang perkawinan dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu cara
berlarian (sebambangan) yang dilakukan bujang-gadis sendiri dan cara pelamaran orang tua
(cakak sai tuha) yang dilakukan oleh kerabat pihak pria kepada kerabat pihak wanita.
Perkawinan yang ideal dikalangan orang lampung adalah pria kawin dengan wanita anak
saudara wanita ayah (bibik, keminan) yang disebut "ngakuk menulung" atau dengan anak saudara
wanita ibu (ngakuk kenubi)/ perkawinan yang tidak disukai adalah pria dan wnaita anak saudara
laki-laki ibu (ngakuk kelana) atau dengan anak wanita saudara laki-lakinya (ngakuk bai/wari)
atau juga dengan anak dari saudara pria nenek dari ayah (ngakuk lebu). Lebih-lebih tidak disukai
kawin dengan suku lain (ulun lowah) atau orang asing. Apalagi berlainan agama (sumang
agamou). Tetapi di masa sekarang hal demikian itu sudah tidak dihiraukan angkatan muda,
5 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

sehingga sudah banyak pria/wanita Lampung yang melakukan kawin campur antar suku asal saja
sama-sama beragama Islam/bersedia masuk Islam dan bersedia diangkat menjadi anak angkat dan
masuk warga adat Lampung.
Jika dari suatu ikatan perkawinan tidak mendapatkan keturunan sama sekali, maka untuk
menjadi penerus keturunan ayah, dapat diangkat anak tertua dari adik laki-laki atau anak kedua
dari kakak laki-laki untuk menegakkan (tegak tegi) keturunan yang putus (maupus). Jika tidak
ada anak-anak saudara yang bersedia diangkat dapat mengangkat orang lain yang bukan anggota
kerabat, asal saja disahkan dihadapan kerabat dan prowitan adat. Tetapi jika hanya mempunyai
anak wanita, maka anak itu dikawinkan dengan saudara misalnya yang laki-laki/ anak wanita itu
dijadikan kedudukan laki-laki dan melakukan perkawinan semanda ambil suami (ngakuk ragah).
Dengan begitu maka anak laki-laki dari perkawinan mereka kelak akan menggantikan kedudukan
kakeknya sebagai waris mayorat sehingga keturunan keluarga tersebut tidak putus (mak mupus).

Adat Lampung yang pokok :


 Pertama, sistem kekerabatan orang Lampung patrilinial. Karena itu "anak tertua" orang
Lampung yang laki-laki, ketika ia telah berumah-tangga, otomatis menjadi penganyom
dan pemimpin termasuk persoalan yang menyangkut adat bagi semua anak dan cucu
ayahnya.
 Kedua, sistem tuha jaghu, tuha gha ja (Saibatin, Punyimbang) bagi semua keluarga besar
sumbay dan buay.
 Ketiga, sistem ghasan sanak (sebambangan), membawa gadis secara resmi untuk dinikahi
menjadi isteri, ada surat penerang (penepik) serta sedikit uang. Gadis yang dibambangkan
menjelaskan "ia telah bertemu jodoh dibawa ke rumah orang tua si pulan bertujuan
menikah, mohon rela dari ibu dan ayah menikahkan".
 Keempat, sistem ghasan sai tuha, ngukeh, ngantak salah atas perintah pimpinan adat
bujang/pria yang ngebambang gadis, beberapa orang tua tua buay bujang segera datang ke
rumah pimpinan adat si gadis melaporkan bahwa gadis mereka ada pada buay bujang,
mohon disikapi secara baik. Para tua adat yang datang menyerahkan senjata (keris). Jika
senjata yang diserahkan diterima pimpinan adat si gadis, terjadilah "damai" dan
pernikahan bujang dan gadis yang sebambangan segera untuk dilaksanakan melalui
musyawarah dan mufakat ghasan dandanan tua-tua kedua belah pihak.

6 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

 Kelima, sistem dau bulanja yaitu pemberian sejumlah uang (jujogh) dan uang adat
lainnya dari keluarga bujang kepada keluarga gadis yang dilamar, maka si bujang
berstatus ngakuk (sang istri sepenuhnya) dalam dan di bawah kedaulatan adat buay
suaminya.
 Keenam, sistem bunatok, sesan, yaitu berbagai barang bawaan si istri berupa "perabotan
rumah", buat perlengkapan rumah-tangga pasangan suami isteri, jika sang istri dijujogh
secara adat seperti tersebut di atas.
 Ketujuh, sistem ghasan buhimpun (bermusyawarah), bagi hal-ihwal yang penting akan
nayuh, bugawi, sehubungan ada anggota keluarga akan menikah atau telah menikah,
ngeluagh, ngakughuk, ngejuk-ngakuk akan diresmi dirayakan, atau akan ditayuh
digawikan (geghok). Dan ghasan buhimpun juga digelar ketika menetapkan gelar gelar
adat (inai-adok, amai adek) warga yang akan diresmikan waktu nayuh "kawinan" atau
nayuh, bugawi, karena tuha jaghu buay dinobatkan cakak suntan, cakak pepadun.
 Delapan, sistem peresmian (penobatan) pemberian glar adat "butetah", "nyanangken amai
adek".
 Kesembilan, sistem menggelar nayuh, bugawi (gerok) melalui ucapan
(tangguh/tenyawaan lisan), bukan dengan melalui "surat undangan", buat menghadirkan
kelaurga besar; puaghi, kemanan, keminan, nakbai/menulung, lebu kelama, kenubi,
indai/suaghi, sabai/pesabaian. (Tayuh bah mekonan) juga seperti itu, dengan
menghadirkan tuha jaghu sumbay dan buay lain yang ada di pekon tempat nayuh
bersangkutan.Tayuh balak juga seperti itu, dengan menghadirkan tuha jaghu buay, buay
yang ada di marga yang nayuh serta tuha jaghu marga-marga lainnya.
 Kesepuluh, sistem nyambai, cangget, canggot, miah damar; para bujang (meghanai) dan
gadis (muli) keluarga yang nayuh, bersama muli- meghanai warga tuha jaghu bah
mekonan tadi, menggelar "malam gembira" pada malam hari di hari munus 1 menjelang
hari "H" nayuh. Muli-meghanai tersebut menggembirakan tayuhan, dengan menari dan
pantun balas berbalas (setimbalan), di bawah pimpinan kepala bujang sebagai jenang atau
panglaku, diawasi tuha jaghu dan tua-tua "baya" (yang punya tayuhan). Inti pendana dan
tulang belakang pendukung pelaksanaan sebuah tayuhan, yaitu batangan, kelama dan
"puaghi menulung" yang di-tayuh-kan.
 Kesebelas, sistem buhaghak; prosesi arak-arakan tuha jaghu lapah di tanoh (sai tuha
ngantak/nyunsung "maju" (pengantin) atau sanak besunat/anak khitanan.
7 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

 Kedua belas, sistem laki laki bukan kerabat dekat "mahram" tidak boleh bertandang ke
perempuan atau gadis (ngobrol) dalam rumah atau menyepi di tempat lain, kecuali jika di
situ ada suami atau laki laki mahram mereka.
 Ketiga belas, sistem tuha jaghu (pemimpin adat) tidak boleh kencing berdiri.
 Keempat belas, sistem pemimpin adat tidak boleh berbuat maksiat (melanggar perintah
dan larangan Allah swt.), serta melawan hukum yang berlaku di dalam negara pada
umumnya.
 Kelima belas, sistem terutama pemimpin adat tidak boleh menceraikan istrinya.
 Keenam belas, sistem laki laki tidak boleh "mandi" di pangkalan mandi perempuan, dan
juga sebaliknya.
 Ketujuh belas, sistem mindai, sewaghi; angken mengangkan, saling menganggap
"bersaudara" dunia akhirat, antara dua insan sama sama laki laki atau sama perempuan
(tidak ada pertalian kerabat dekat), yang diterangkan di hadapan pemimpin adat kedua
belah pihak karena ada keserasian watak yang positif, kesamaan alur berpikir, mentalitas
dan moralitas mereka berdua sama baik
 Kedelapan belas, sistem "anjau silau", yaitu tengok-menengok berprinsip "silaturahmi",
antara warga buay, sumbay yang satu kepada lainnya. Oleh karena itu, dari awal sejak
status diri "bakal menjadi keluarga", yaitu setelah ada keputusan ghasan dandanan/ghasan
sai tuha saling terima, akan melaksanakan perkawinan anak mereka.
 Kesembilan belas sistem manjau muli, bukadu, yaitu meghanai yang bermaksud
menyunting muli untuk menjadi istri; meghanai tersebut dengan ditemani satu, dua orang
atau lebih meghanai sahibnya, pada malam hari antara pukul 20.00--23.00, datang ke
rumah orang tua muli "meminta (berdialog) dengan muli anaknya. Jika diizinkan,
meghanai yang manjau tersebut dipersilahkan duduk di ruang tamu (lapang unggak)
rumah orang tua muli, dan orang tua muli (ibu atau bersama ayah) muli berada di ruang
tengah (lapang tengah) rumah, menyimak jalannya "manjau" tersebut.
 Kedua puluh; sistem muli dan perempuan muda juga yang tua, tidak boleh
berpergian jauh (musafir) secara sendirian, tanpa ada laki laki kerabat (mahramnya) yang
mengawal. Dan muli sebelum dia berumah tangga, juga yang "janda", mereka berada dan
tunduk di bawah pengawasan dan kekuasaan ayah dan para paman mereka, didampingi
para ibu, yaitu ibu mereka sendiri (kandung atau tiri), juga para istri paman (ina lunik,
indui iran) si muli atau janda tadi.
8 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Masyakat Adat Lampung


Masyarakat Lampung mempunyai falsafah Sang Bumi Ruwa Jurai, yang artinya
sebuah rumah tangga dari dua garis keturunan, masing-masing melahirkan masyarakat
beradat pepadun dan masyarakat beradat sebatin. Sekarang, pengertian Sang Bumi Ruwa
Jurai diperluas menjadi masyarakat Lampung asli (suku Lampung) dan masyarakat
Lampung pendatang (suku-suku lain yang tinggal di Lampung).

Nenek moyang orang Lampung menurut legenda adalah Puyang Mena Tepik di negeri
Sekalabrak. Daerah ini dinamai Lampung karena jika dilihat dari laut seperti bukit yang
mengapung.

Aksara Lampung merupakan aksara "ka-ga-nga" yang mirip dengan aksara Batak, aksara
Bugis, dan aksara Sunda Kuna (bukan ha-na-ca-ra-ka).

Seperti dikatakan tadi masyarakat adat Lampung terbagi dua, yaitu masyarakat adat
Lampung Pepadun dan masyarakat adat Lampung Sebatin.

Menurut kitab Kuntara Raja Niti, orang Lampung memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (1)
piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga
diri), (2) juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang
disandangnya), (3) nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah
menerima tamu), (4) nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak
individualistis), dan (5) sakai-sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan
anggota masyarakat lainnya).

Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang
Propinsi Lampung. Sifat-sifat orang Lampung tersebut juga diungkapkan dalam adi-adi
(pantun):

Tandani hulun Lampung, wat piil-pusanggiri


Mulia hina sehitung, wat malu rega diri
9 | Page
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Juluk-adok ram pegung, nemui-nyimah muwari


Nengah-nyampur mak ngungkung, sakai-sambaian gawi.

Tujuh Pedoman Hidup Orang Lampung :


 Berani menghadapi tantangan: mak nyerai ki mak karai, mak nyedor ki mak bador.

 Teguh pendirian: ratong banjir mak kisir, ratong barak mak kirak.

 Tekun dalam meraih cita-cita: asal mak lesa tilah ya pegai, asal mak jera tilah ya kelai.

 Memahami anggota masyarakat yang kehendaknya tidak sama: pak huma pak sapu, pak
jelma pak semapu, sepuluh pandai sebelas ngulih-ulih, sepuluh tawai sebelas milih-pilih.
 Hasil yang kita peroleh tergantung usaha yang kita lakukan: wat andah wat padah, repa
ulah riya ulih.
 Mengutamakan persatuan dan kekompakan: dang langkang dang nyapang, mari pekon
mak ranggang, dang pungah dang lucah, mari pekon mak belah.
 Arif dan bijaksana dalam memecahkan masalah: way ni dang robok, iwa ni dapok.

Bahasa
Masyarakat Lampung yang plural menggunakan berbagai bahasa, antara lain bahasa
Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Minang, dan bahasa setempat yang
disebut bahasa Lampung.
Dialek bahasanya ada yang berdialek "nyou" (apa) atau dialek bahasa Abung dan ada pula
yang berdialek "api" (apa) atau berdialek Pemanggilan.

Tapis Lampung
Kain Tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari
tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan
10 | P a g e
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

sistim sulam (Lampung; "Cucuk"). Dengan demikian yang dimaksud dengan Tapis Lampung
adalah hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak atau benang emas dan menjadi
pakaian khas suku Lampung. Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah
berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti motif alam, flora dan
fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak. Tapis Lampung termasuk kerajian
tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya
masih sederhana dan dikerjakan oleh pengerajin. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah
tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang
dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini
diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi
yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Musik
Sebagaimana sebuah daerah, Lampung memiliki beraneka ragam jenis musik, mulai dari
jenis tradisional hingga modern (musik modern yang mengadopsi kebudayaan musik global).
Adapun jenis musik yang masih bertahan hingga sekarang adalah: Klasik Lampung, jenis musik
ini biasanya diiringi oleh alat musik gambus dan gitar akustik. Mungkin jenis musik ini
merupakan perpaduan budaya Islam dan budaya asli itu sendiri. Beberapa kegiatan festival
diadakan dengan tujuan untuk mengembangkan budaya musik tradisional tanpa harus khawatir
akan kehilangan jati diri.

Tari
Ada berbagai jenis tarian yang merupakan aset budaya Provinsi Lampung yaitu :
• Tari Sembah
Ritual tari sembah biasanya diadakan oleh masyarakat lampung untuk menyambut dan
memberikan penghormatan kepada para tamu atau undangan yang datang, mungkin bolehlah
dikatakan sebagai sebuah tarian penyambutan. Selain sebagai ritual penyambutan, tari sembah
pun kerap kali dilaksanakan dalam upacara adat pernikahan masyarakan Lampung.
• Tari Bedana

11 | P a g e
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Tari Bedana adalah perwujudan luapan sukacita atas wiraga (gerak badan) untuk mencapai
ekstase, dalam batas-batas tertentu ketika menari diiringi gamelan khasnya, jiwa kita seperti
mengembarai lembah-lembah hijau di bawah kaki Gunung Rajabasa, semua berubah indah.
Riang. Estetika tari bedana membuat kedirian kita berasa selalu muda. Penuh antusiasme. Dan
pada kesempatan lain, ketika menyaksikan langsung tari bedana dipentaskan dengan sunggingan
senyum manis muli-mekhanai, kita serasa diguyur air pegunungan yang atis. Secara otomatis
terpancing "begitu ingin" larut dalam tari. Komposisi gerakan tarian bedana yaitu: khesek
gantung, khesek injing, tahtim dan penghormatan, jimpang, ayun, humbak moloh, belitut, gelek,
dan gantung
• tari cangget
Tarian ini pada dasarnya mempunyai gerakan-gerakan yaitu: (1) gerak sembah (sebagai
pengungkapan rasa hormat); (2) gerakan knui melayang (lambang keagungan); (3) gerak igel
(lambang keperkasaan); (4) gerak ngetir (lambang keteguhan dan kesucian hati; (5) gerak rebah
pohon (lambang kelembutan hati); (6) gerak jajak/pincak (lambang kesiagaan dalam menghadapi
mara bahaya); dan (7) gerak knui tabang (lambang rasa percaya diri).

Makanan
Makanan khas Lampung adalah seruit Lampung,seruit adalah sambal yang dimakan
bersama ikan bakar,ikan boleh berupa ikan tawar maupun ikan laut,tapi lebih lazimnya adalah
ikan tawar.
Cerita daerah
• Sibungsu
Alkisah, di sebuah perkampungan di daerah Lampung, Indonesia, hiduplah sepasang suami-
istri bersama dengan tujuh putrinya. Untuk menghidupi keluarganya, sang Ayah mencari kayu
bakar di hutan dan menjualnya ke pasar. Namun, hasil yang diperoleh tidak cukup untuk mereka
makan bersama. Mereka tidak pernah makan sampai kenyang. Agar bisa makan kenyang tanpa
diganggu oleh anak-anaknya, sang Ayah dan sang Ibu sering menyisihkan makanan untuk mereka
makan pada malam harinya, di saat ketujuh putrinya sedang tertidur lelap. Pada suatu malam,
sang Ayah dan sang Ibu sedang asyik menikmati makan malam berdua. Tanpa disadarinya, si
Bungsu terbangun dan melihat mereka sedang makan. Si Bungsu pun segera membangunkan
kakaknya yang sedang tertidur pulas.

12 | P a g e
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

“Kakak-kakak...!” ucap si Bungsu dengan pelan.


Keenam kakaknya pun terbangun. Saat melihat kedua orang tuanya makan, mereka pun
ikut makan, sehingga membuat kedua orang tua mereka tidak kenyang. Hal itu membuat mereka
kesal dan berniat untuk membuang ketujuh putrinya.
Pada suatu malam, sepasang suami-istri itu bermusyawarah untuk membuang ketujuh
putrinya ke hutan yang jauh dari perkampungan. Namun, lagi-lagi si Bungsu terbangun dan
mengetahui rencana mereka. Secara diam-diam, si Bungsu pun menyiapkan buah kemiri yang
banyak untuk menandai jalan yang akan mereka tempuh saat menuju ke tengah hutan, sehingga ia
bersama kakaknya dapat mengetahui jalan pulang ke rumah.
Keesokan harinya, sang Ayah dan sang Ibu mengajak ketujuh putrinya ke hutan dengan
alasan untuk membantu mereka mencari kayu bakar. Setibanya di hutan, diam-diam sang Ayah
meminta kawanan kera agar menyahut jika anak-anaknya memanggilnya, dan kepada kawanan
burung pagut agar mematuk-matuk pohon agar anak-anak mereka mengira ayah dan ibunya
masih berada di dalam hutan. Ketika ketujuh bersaudara itu sedang asyik mengumpulkan kayu
bakar, sang Ayah mengajak istrinya untuk meninggalkan mereka secara diam-diam. “Istriku! Ayo
kita tinggal hutan ini selagi mereka sibuk mengumpulkan kayu bakar,” bisik sang Ayah ke
istrinya.Akhirnya, mereka meninggalkan hutan itu tanpa sepengetahuan ketujuh putrinya.
Beberapa saat kemudian, terdengarlah suara ketujuh putrinya memanggil.
“Ayah... Ibu...! Kalian di mana?” teriak ketujuh anak itu serentak.
Mendengar teriakan itu, kawanan kera pun menyahut dan burung pugut mematuk-matuk
pohon. Ketujuh anak itu pun kembali melanjutkan pekerjaannya, karena mengira ayah dan ibu
mereka masih berada di hutan itu. Kawanan kera dan burung pagut tersebut terus menyahut dan
mematuk pohon. Lama-kelamaan mereka pun kesal dan capek. Ketika ketujuh anak itu kembali
berteriak memanggil kedua orang tua meraka, kawanan kera dan burung pagut tersebut hanya
diam. Pada saat itulah, ketujuh anak tersebut menyadari bahwa kedua orang tua mereka telah
pergi meninggalkan mereka. Anak yang sulung pun bingung, karena tidak mengetahui jalan
pulang ke rumah.
“Adik-adikku! Apakah di antara kalian ada yang masih ingat jalan untuk pulang ke rumah?”
tanya si Sulung.
“Saya, Kak!” sahut si Bungsu dengan sigap.
“Bagaimana mungkin kamu bisa mengingat jalan pulang, Bungsu? Bukankah hutan ini sangat
lebat?” tanya si Sulung.
13 | P a g e
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

“Tenang, Kak! Adik sudah menandai jalan dari rumah sampai ke hutan ini dengan kemiri. Kita
tinggal mengikuti arah kemiri yang bertebaran di jalan yang telah kita lalui,” ujar si
Bungsu.“Wah... kamu memang cerdas, Adikku!” puji si Sulung sambil tersenyum.
Ketujuh anak itu pun menyusuri jalan yang telah ditandai dengan kemiri oleh si Bungsu.
Akhirnya, mereka pun sampai di rumah. Ketika masuk ke rumah, mereka mendapati kedua orang
tua mereka sedang makan. Tanpa diajak, mereka segera ikut makan, sehingga kedua orang tuanya
kembali merasa tidak kenyang. Sang Ayah dan sang Ibu pun bertambah kesal. Kehadiran ketujuh
putrinya tersebut benar-benar membuat mereka resah. Beberapa hari kemudian, pasangan suami-
istri itu kembali berencana untuk membuang ketujuh putrinya ke tengah hutan. Namun, rencana
mereka kembali diketahui oleh putri bungsunya. Ketika mereka berangkat ke hutan, si Bungsu
membawa biji jagung untuk menandai jalan yang mereka lalui. Sesampainya di hutan, seperti
biasanya kawanan kera menyahut-nyahut dan burung pagut mematuk-matuk pohon, dan pada
saat itulah sang Ayah dan sang Ibu meninggalkan anak-anaknya.
Ketika ketujuh bersaudara itu kembali berteriak memanggil kedua orang tuanya, kawanan
kera dan burung pagut tersebut hanya diam. Akhirnya, ketujuh anak itu sadar bahwa orang tua
mereka telah meninggalkan mereka. Namun sial bagi ketujuh anak tersebut, mereka tidak
mengetahui jalan pulang ke rumah, karena biji jagung yang telah ditebar oleh si Bungsu di jalan
habis dimakan burung. Akhirnya mereka pun tersesat di tengah hutan.
Ketujuh anak bersaudara tersebut berjalan mengikuti ke mana arah kaki mereka
melangkah. Setelah beberapa lama berjalan, mereka pun sampai di sebuah ladang yang dihuni
oleh dua raksasa suami-istri. Saat itu, mereka melihat kedua raksasa itu sedang mandi di sungai
yang terletak di pinggir ladang.
“Hai, tampaknya raksasa itu jahat. Mereka pasti akan memangsa kita jika melihat kita ada di
sini,” kata si Sulung.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya anak yang kedua.
“Tenang, Kak! Adik punya cara untuk menaklukkan raksasa itu,” sahut si Bungsu.
“Bagaimana caranya, Bungsu?” tanya si Sulung.
‘Adik akan membuat air sungai itu menjadi gatal dengan kolang-kaling, sehingga tubuh kedua
raksasa itu akan terasa gatal-gatal. Ketika itu, mereka pasti akan berlari ke gubuknya. Tapi
sebelumnya, kalian harus melepas tali gubuk itu dan membuat perapian di bawahnya. Nah, ketika
kedua rakasa itu menaiki gubuk itu, mereka pasti akan jatuh ke dalam api,” jelas si Bungsu.

14 | P a g e
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Setelah mendengar petunjuk si Bungsu, keenam kakaknya itu segera melepas tali gubuk
itu dan membuat perapian di bawahnya. Setelah mereka selesai menjalankan tugas, si Bungsu
segera mengambil kolang-kaling lalu menggosok-gosokkannya di hulu sungai. Tak berapa lama
kemudian, kedua raksasa yang sedang asyik mandi tersebut tiba-tiba merasakan tubuhnya gatal-
gatal. Karena tidak tahan menahan rasa gatal, mereka pun berlari menuju ke gubuknya. Tak ayal
lagi, ketika menaiki gubuknya, mereka pun terjatuh ke dalam perapian hingga tewas.
Akhirnya, ketujuh anak bersaudara itu pun memutuskan untuk tinggal di daerah itu.
Mereka membuat tujuh gubuk dan membagi ladang milik raksasa itu menjadi tujuh bagian.
Mereka menanam padi dan bunga-bunga yang harum baunya di ladang masing-masing. Saat
tanaman bunga mereka berbunga, ladang mereka kerap didatangi oleh kenui (sejenis burung
elang yang berbadan besar). Burung itu ingin membuat sarang dan bertelur di ladang mereka.
Dari ketujuh bersaudara tersebut, hanya si Bungsu yang mengizinkan burung itu bersarang di
ladang bunganya. Mendapat izin dari si Bungsu, kenui pun segera membuat sarang. Setelah
bertelur, burung kenui itu pergi dan tidak pernah kembali lagi.
Pada suatu hari, sepulang dari ladangnya, si Bungsu melihat asap mengepul di dalam
gubuknya. Alangkah terkejutnya ia ketika masuk ke dalam gubuknya. Ia melihat seorang pemuda
tampan sedang menanak nasi untuknya.
“Maaf, Tuan! Anda siapa dan berasal dari mana?” tanya si Bungsu.
Pemuda itu pun menceritakan asal-usulnya bahwa dirinya keluar dari telur kenui.
Akhirnya, mereka pun berkenalan dan saling menyukai. Beberapa bulan kemudian, mereka
menikah dan hidup bahagia. Rupanya, pernikahan si Bungsu dengan pemuda itu membuat
keenam saudaranya iri dan berniat untuk mencelakai adiknya.
Pada suatu hari, ketika si Bungsu sedang mencuci pakaian di tepi sungai, keenam
saudaranya mendorongnya ke sungai. Si Bungsu pun hanyut terbawa arus dan kemudian ditelan
oleh seekor ikan besar. Karena kekenyangan, ikan besar itu beristirahat di tepi sungai. Pada saat
itu, seorang nenek yang sedang mandi di tepi sungai melihatnya. Tanpa berpikir panjang, sang
Nenek pun segera mengambil goloknya dan menghujamkannya ke tubuh ikan itu. Sungguh ajaib,
goloknya tidak dapat melukainya. Karena kesal, sang Nenek pun beristirahat di bawah sebuah
pohon sambil berpikir mencari cara agar bisa menangkap ikan itu. Saat sedang asyik beristirahat,
tiba-tiba ia mendengar seekor burung bernyanyi.
“Bolidang bolidangi pabeli iwa balak,” demikian nyanyian burung itu.

15 | P a g e
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Mulanya, sang Nenek tidak mengerti arti syair lagu yang dinyanyikan burung itu. Setelah
menyimak secara seksama, akhirnya ia pun mengerti bahwa untuk memotong ikan itu harus
menggunakan daun belidang. Tanpa berpikir panjang, sang Nenek segera mengambil daun
belidang yang banyak terdapat di tepi sungai. Dengan daun belidang itu, ia pun berhasil
memotong-motong daging ikan itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis cantik
yang masih hidup keluar dari tubuh ikan itu.
“Hai, Gadis cantik! Kamu siapa dan kenapa bisa berada di perut ikan ini?” tanya nenek itu heran.
Si Bungsu pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga ia bisa berada
dalam perut ikan itu. Sang Nenek sangat terharu mendengar cerita si Bungsu. Karena iba, sang
Nenek pun menjadikan si Bungsu sebagai anak angkatnya. Sejak itu, si Bungsu tinggal bersama
nenek itu.
Sementara itu di tempat lain, suami si Bungsu kebingungan mencari istrinya. Ia sudah
menanyai keenam saudara istrinya, namun tak seorang pun yang mau memberitahukan
keberadaan istrinya. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi mencari istrinya dengan menyusuri
tepi sungai. Setelah berbulan-bulan berjalan, akhirnya ia menemukan sebuah gubuk di tepi
sungai. Ia pun menghampiri gubuk itu untuk menanyakan keberadaan istrinya kepada si pemilik
gubuk. “Permisi, apakah ada orang di dalam?” teriak suami si Bungsu dari luar gubuk.
Tak berapa lama kemudian, tampaklah seorang nenek sedang membuka pintu. Setelah pintu
terbuka, nenek itu bertanya kepadanya.
“Ada yang bisa Nenek bantu, Anak Muda?” tanya nenek itu.
Suami si Bungsu pun menceritakan tentang pengembaraannya mencari istrinya yang
hilang. Si Bungsu yang mendengar cerita itu dari dalam gubuk menitikkan air mata, karena
terharu melihat kesetiaan suaminya. Nenek itu kemudian memberitahu kepada laki-laki itu bahwa
di dalam gubuknya ada seorang wanita cantik yang ditemukan dari perut ikan besar beberapa
bulan yang lalu.
“Anak Muda! Nenek mempunyai seorang wanita cantik di dalam gubuk ini. Cobalah lihat,
barangkali dialah istrimu yang kamu cari itu!” ujar nenek itu.
Sang Nenek pun memanggil si Bungsu agar keluar dari gubuk. Alangkah terkejut dan
bahagianya laki-laki itu saat melihat wanita yang keluar dari gubuk itu adalah istrinya. Tanpa
ragu-ragu, ia pun segera memeluk istrinya, dan si Bungsu pun membalas pelukan suaminya
dengan erat. Sesaat, suasana di gubuk itu menjadi hening. Tak terasa, air mata si Nenek pun
bercucuran karena terharu melihat anak angkatnya bisa bertemu kembali dengan suaminya.
16 | P a g e
Nama /Nim/kelas : Fajri/1007018/2 tpl B

Begitu pula suami si Bungsu, ia sangat bahagia karena telah menemukan kembali istrinya.
Sebelum membawa pulang istrinya, suami si Bungsu tidak lupa berterima kasih kepada si Nenek,
karena telah menyelamatkan nyawa istrinya.
“Terima kasih, Nek! Nenek telah merawat istriku dengan baik,” ucap suami si Bungsu.
Setelah itu, sepasang suami-istri itu berpamitan kepada si Nenek. Sesampainya mereka di
gubuk, keenam kakaknya datang meminta maaf kepada si Bungsu. Si Bungsu memaafkan
mereka, karena sejak awal ia tidak pernah merasa dendam, meskipun keenam kakaknya telah
mencelakainya. Sejak itu, si Bungsu hidup berbahagia bersama suaminya dan hidup rukun
bersama keenam kakaknya.

Daftar Pustaka
http://indopedia.gunadarma.ac.id/content/28/25/id/provinsi-lampung.html
http://ulun.lampunggech.com/2007/05/apresiasi-nyambai-cara-pergaulan-muda.html
http://ulun.lampunggech.com/search/label/adat
http://ulun.lampunggech.com/search/label/wisata
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Lampung"
www.melayu-online.com/lampung

17 | P a g e

You might also like