You are on page 1of 22

1

MAZHAB HUKUM ALAM Tinjauan Kritis terhadap jatuh bangunnya Mazhab Hukum Alam melalui pendekatan Falsifikasi dan Revolusi sains A. PENDAHULUAN Sejak zaman Yunani dan Romawi hingga saat ini, masyarakat dihadapkan pada berbagai teori tentang hukum yang lahir pada setiap babak perjalanan sejarah hukum, Pada umumnya, suatu teori hukum tidaklah dapat dilepaskan dari lingkungan zamannya.1 Yang berarti bahwa teori-teori tentang hukum tidak ada yang berlaku sepanjang masa. Ada masa gemilang dan ada masa merosot. Masa gemilang dicapai jika kadar unsur-unsur kekuatan (strenghtpoints) jaug melebihi kadar unsur kelemahan (weak points). Di lain sisi, pada saat kadar weak points meningkat, saat itulah kemerosotan teori yang bersangkutan mulai tampak, dan berangsur-angsur menghilang. Secara tidak kaku (relative) upaya untuk memahami setiap teori tersebut dilakukan melalui klasifikasi para pakar hukum yang mempunyai pemikiran serupa, ke dalam satu aliran atau mazhab tertentu. Sarjono Soekanto menggolongkannya ke dalam lima aliran, yaitu:2 1) aliran hukum alam (Aristolea, Aquinas, Grotius) 2) mazhab formalisme 3) mazhab kebudayaan dan sejarah (Von Savugny, Puchta, Maine) 4) aliranutilitarianisme dan sociological jurisprudence (Bentham, Jhering,)
E Saefullah Wiradipradja Diktat Kuliah BKU Hukum Bisnis; Kategorisasi Teori Hukum Jakarta 2008 hlm 15 dapat dibandingkan dengan; Lili Rasjidi, Filsafat Hukum: Apakah Hukum Itu? (Bandung: Remadja Karya, 1984),hlm.13 2 Soerjono Soekanto. Mengenal Sosiologi Hukum (Bandung: Citra Adytia Bakti,1989),hlm.1314
1

5) aliran sociological jurisprudence dan legal realism (Ehrlich, Pound, Holmes Llewellyn dan Frank)

Kemudian Lili Rasjidi menggolongkannya atas enam aliran, yaitu:3 (1) aliran hukum alam/kodrat (2) aliran hukum positif (3) aliran ultilitarianisme (4) mazhab sejarah (5) sociological jurisprudence (6) pragmatic legal realism Masih banyak lagi penggolongan-penggolongan semacam itu; Mochtar Kusumaatmadja, menambahkan lagi satu mahzab terkahir yang dinamakannya teori hukum pembangunan (nasional)4 atau pernah dikenal sebagai mahzab Unpad Tampaklah hukum alam/kodrat sebagai aliran yang tertua. Oleh karena itu, jika kita melihat pandangan masyrakat umum, sebagaimana telah diutarakan dimuka dapatlah di duga bahwa aliran hukum alam saat ini tinggal bernilai sejarah. Memang demikian keadaannya pada jaman modern ini hukum alam kurang dianut orang. Apakah aliran hukum alam sunguh-sungguh sudah lenyap dalam arti tidak ada penganutnya lagi? Apakah saat ini hukum alam sudah tidak pernah berlaku? Ternyata juga tidak demikian karena dalam dasawarsa-dasawarsa yang lalu masih terdengar suara bahwa hukum alam bangkit kembali, bagaimana diakui oleh para pemikir kontemporer seperti Roscoe Pound, Eikema, Hommes, dan Wolfgang Kluxen 5 Ada
3 4

Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum (bandung:Citra Aditya Bakti,1990),hlm.27 Muchtar Kusumaatmadja. Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan Hukum Nasional. (Bandung:Binacipta,1976),hlm.8 5 Theo Huijbers, Filsafat Hukum (Yogyakarta:Kanisius,1990), hlm.83

pula yang membenarkan bahwa benar hukum alam hidup kembali tetapi dengan nama yang lain. Biasanya disebut asas-asas hukum umum seperti: solidarete social nya Duguit,grund norm-nya, Hans Kelsen, social engineering-nya dari Roscoe Pound, kulturentwicklung-nya Kohler, dan regle morale-nya Ripert6. Dengan demikian maka kiranya tidaklah berlebihan jika dikatyakan mahzab hukum alam merupakan suatu mahzab yang jatuh - bangun . Dan bagaimana kesudahaannya akan kita kaji melalui pendekatan teori falsifikasi. Karl Popper dan teori revolusi sains Thomas. S Kuhn.

A. SEJARAH AJARAN HUKUM ALAM Tidaklah mudah memberi arti tentang apa yang dimaksud dengan hukum alam. Hukum alam adalah lawan dari positiveme hukum hanya saja, kenyataannya banyak dogmatisme hukum dikaitkan dengan filsafat hukum ala mini. Dalam filsafat hukum alam terdapat keyakinan bahwa ada suatu sistem hukum ideal yang diciptakan oleh Tuhan, alam dan alam pikiran manusia itu sendiri7 Sistem hukum ideal itu berlaku sama bagi seluruh atau semua masyarakat dan bagi semua periode sejarah. Aturanaturannya hanya dapat dijelaskan melalui alasan-alasan dan pemikiran logis. Oleh karena itu, hukum alam berjalan di luar fenomena-fenomena yang dapat diamati baik positiveme hukum maupun positiveme ilmu pengetahuan. Dengan perkataan lain hukum alam adalah hukum yang berlaku mutlak bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja ia berada. Ia tidak dapat dibatasi oleh orang, waktu dan tempat. Hukum alam adalah hukum yang abadi akan tetapi tidak semua alih filsafat dapat berpendapat

6 7

Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.38 Lon L. Fuller, Anatomy of the Law (New York:The New American Library,1969)

demikian. Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam bersifat flexible dan adaptable. Hukum itu dapat berlaku terus jika untuk kepentingan manusia. Dengan demikian dlam perjalannan sejarah, hukum alam mengalami perubahan-perubahan, baik berupa tambahan maupun pengurangan, tergantung pada sumbangan hukum alam itu sendiri untuk kebutuhan manusia. 8 Demikian pula, Lili Rasjidi, dengan mengankat pandangan Friedmann mengatakan bahwa pengertian hukum alam berubah-ubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan keadaan politik.9 Bagaimana ajaran-ajaran hukum alam itu, dapatlah ditelusuri melalui periode-periode sejarah berikut ini.

B.1. Zaman Klasik Yang meletakkan dasar hukum alam adalah para ahli pikir Yunani. Heraclitus sebagai orang yang pertama dalam deretan nama tokoh-tokoh pelopor hukum alam tersebut. Ia berusaha menemukan hakikat dari segala yang ada, yang disebutnya takdie, tatanan, dan akal duniawi. Dalam hal ini, alam yang tadinya sebgai substansi mengalami degradasi tidak lagi sebagai substansi, melainkan suatu hubungan, suatu tatanan benda-benda. Ini yang merupakan dasar kegemilangan aliran Yunani (sophis).10 Gerakan tersebut muncul pada saat tingginya tingkat perkembangan politik, social, dan spiritual dari negara kota di Yunani, pada abad ke 5 SM. Problem kehidupan politik dan social yang muncul pada masa itu memaksa orang untuk berpikir tentang hukum dan ketertiban. Orang kedua yang hadir setelah Herclitus
A.P.dEntreves, Natural Law: An Historical Survey (New York:Harperr&Row Publisher,1965,hlm.43 9 Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.28 10 W.Friedman, Teori & Filsafat Hukum. Susunan I. (Jakarta:Rajawali Pers,1990),hlm.51. Bandingkan pula dengan Darji Darmodihajo et al, Pokok-pokok Filsafat Hukum Hlm 103 Pt Gramedia Pusaka Utama. Jakarta 2006
8

adalah Aristoteles. Ia mengajarkan bahwa ada satu hukum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah sebab berhubungan dengan aturan alam. Hukum itu antara lain bahwa manusaia sebagai makhluk politik (zoonpoliticon) harus mengabdi pada masyarakat/negara11. Pandangan ini sejalan dengan paham kolektivisme Aristoteles, yaitu bahwa manusia hanyalah dapat berbahagia jika berasa di dalam negara dan hidup bernegara, karena manusia selalu membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam perimbangan kepentingan antara manusaia (warga ngara) dan negara, negaralah yang menempati posisi primer, yang lebih diutamakan; sebab, jika kepentingan negara terpelihara dengan baik dengan sendirinya kepentingan manusia sebagai warga negara akan terjamin. Kewajiban untuk berbakti kepada negara tersebut adalah kewajiban alamiah yang tunduk pada hukum alam. Di Yunani, kewajiban alamiah itu dibebankan kepada semua laki-laki yan bebas (warga-warga polis yang mempunyai hak yuridis) sejalan dengan ajaran keadilan distributive-nya Aristoteles. Pada masa itu Aristoteles telah membedakan dua macam hukum yang berlaku, yaitu: (1) hukum alam adalah hukum yang selalu berlaku dan tidak pernah berubah karena berhubungan dengan aturan alam (2) hukum positif adalah undang-undang yang dibuat sebagai dasar pelaksanaan pemerintah Undang-undang ini pun ada dua macam yaitu undang-undang yang berakar pada tata susila, dan undang-undang yang tertulis. Menurut Aristoteles, undang-undang yang disebut pertama itulah yang lebih besar kekuatan mengikatnya daripada undang11

Theo Huibers,op.cit.,hlm.81

undang lainnya. Undang-undang itu pulalah yang lebih stabil karena selalu menuju ke penghidupan yang sempurna.12 Dengan demikian, hukum yang berlaku di Yunani menurut tata urutannya adalah hukum alam sebagai hukum yang paling tinggi, kemudian undang-undang yang tertulis. Susunan itu dapat digambarkan ke dalam diagram berikut:

Hukum alam

Undang-undang yang bersumber pada tata susila Undang-undang yang tertulis uuhsu

B.2. Zaman Abad Pertengahan Tokoh yang terkenal pada zaman ini adalah Thomas Aquinas. Ia membedakan hukum atas empat golongan, yaitu: (1) Lex aeterna adalah kebijaksanaan Allah yang menyatakan diri sebagai aturan segala struktur ciptaan. Dalam arti ini Allah dapat dipahami sebagai hukum abadi bagi segala ciptaannya. (2) Lex divina Adalah hukum yang mengisi segala kekurangan pikiran manusaia dan membimbing manusia dengan wahyu Tuhan kearah kesucian untuk hiduop di

12

Ibid,hlm.28 dan 62

akhirat. Ini merupakan penjelasan bahwa lex divina adalah penjelasan dari akal budi Tuhan yang tertulis dan hukum adalah yang tidak tertulis13 (3) Lex naturalis (hukum alam) Ialah hukum yang merupakan cerminan dari kehendak Allah sang Pencipta, yang dipandang dari sudut manusia selaku hasil ciptaan-Nya. Eksistensi manusia sebagai makhluk yang berpikir itulah kodrat manusia. Karena kodrat tersebut adalah kehendak Allah maka merupakan hukum bagi manuia untuk bersikap tindak sesuai dengan kodrat. Setiap sikap tindak yang berdasarkan kodrat itulah yang dimaksud lex naturalis14 (4) Lex humana Yaitu hukum manusia atau hukum positif adalah hukum yang meripakan pelaksanan dari hukum alam oleh manusia, yang disesuaikan dengan syratsyarat khusus yang diperlukan untuk mengatur soal-soal keduniawian di dalam negara. Dalam hal ini diikenal tiga cara penyesuaian hukum alam, yaitu: a. mengulangi dan menggarisbawahinya misalnya larangan untuk membunuh b. menarik kesimpulan dedukatif hukum alam pada situasi-situasi tertentu misalnya tututan keadilan dalam bidang ekonomi c. menetapkan aturan dalam bidang yang menurut kodrat manusia tidak memberi petunjuk tentang bagaimana harus diatus misalnya aturan lalu lintas

W.Friedmann,op.cit.,hlm 62 F.Magnis Suseno membedakan pengertian hukum alam atas les naturalis (hukum kodrat) dan lex naturae adalah daya yang menyebabkan segala di dunia ini berjalan menurut aturan alam. Lihat. Theo Huijbers,op.cit.,hlm.81
14

13

Pada zaman abad pertengahan ini dikenal dua prinsip hukum alam yang berlaku, yaitu: (1) Prinsip hukum alam primer Adaah prinsip hukum sebagaimana dirumuskan oleh para pemikir Stoa pada zaman klasik, misalnya hidup secara hormat dan tidak merugikan orang lain dan memberikan kepada setiap orang sesuai dengan haknya. (2) Prinsip hukum alam sekunder Adalah norma-norma moral misalnya jangan membunuh15

B.3. Zaman Rasionalisme Adalah zaman dimana hukum alam dikembalikan kepada hasil pemikiran manusia semata-mata. Tokoh yang terkenal pada zaman ini Hugo de Groot, lebih dikenal dengan nama Hugo Grotius yang dianggap sebagai pendiri teori hukum alam modern16. Menurut Grotius, sifat manusia yang khas adalah keinginannya untuk hidup bermasyarakat, agar hidup tenang bersama kawan-kawan dan ini memang sesuai dengan watak intelektualnya. Prinsip-prinsip hukum alam berasal dari sifat intelek manusia yang menginginkan suatu masyarakat yang penuh damai. Prinsip-prinsip itu terlepas dari perintah Tuhan. Hukum alam sangat kekal, sehingga oleh Tuhan pun hukum itu tidak dapat diubah17 Ucapannya yang sangat terkenal adalah hukum alam akan tetap berlaku mesipun andaikata Tuhan tidak ada (estimasi daremus on esse Deum)18
15 16

Theo Huibers,loc.cit. A.P.dEntreves.op.cit.,hlm.50 17 W. Friedmann,op.cit.,hlm.70 18 A.P.dEntreves.op.cit.,hlm.51

Dengan berucap demikian, tampaknya Grotius seakan-akan mengecilkan Tuhan. Akan tetapi, sesungguhnya tidak demikian maksudnya. Pandangan Grotius tersebut adalah semata-mata bersifat hipotesis, dengan tujuan membentuk suatu sistem hukum yang akan menamakan keyakinan dalam suatu zaman di mana pertentangan teologi lambat laun kehilangan dayanya untuk menanamlan keyakinan tersebut. Sebab, sebagai seorang Protestan yang masih tebal iman kristianinya, ia tidak akan pernah membenarkan bahwa Tuhan tidak mengambil bagian apa pun dalam setiap persoalan manusia. Bahkan jelas dituliskan dam bukunya De lure Belli ac Pacis, Proglegomena, paragraph 11 s.d 13 bahwa hukum alam ditanamkan oleh Tuhan pada manusia. Oleh karena itu, hukum alam mempunyai asal yang suci. Hukum-hukum yang diwahyukan Tuhan menegaskan dan membantu manusia dalam pengetahuannya tentang hukum alam19 Apeldoorn juga menulis bahwa menurut de Groot, sumber hukum adalah budi, sumber kekuatan mengikat adalah Tuhan 20 Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kebenaran hukum alam memang terletak pada pikiran manusia, namun Tuhan diperlukan dalam hal ini dalam menciptakan rasio manusia untuk menjawab misteri alam. Ada dua prinsip hukum alam yang diutarakan oleh Hugo Grotius. Pertama, prinsipprinsip dasar, misalnya kesetiaan kepada janji, ganti rugi dan perlunya hukuman. Semua prinsip ini berlaku dalam hukum internasional, seperti pacta sunt servanda, yaitu tanggung jawab atas janji-janji yang diberikan dan perjanjian-perjanjian yang ditandatangani, menghormati milik rakyat dan mengembalikan keuntungan yang diperoleh darinya, membetulkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kesalahan

19 20

Ibid.,hlm52 L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta:Pradnya Paramita,1971).hlm.74

10

seseorang, dan pengakuan atas hal-hal tertentu sebagai hukuman yang memang seharusnyua diterima, betapapun hukum internasional tidak memakai istilah hukum alam. Yang kedua ialah prinsip-prinsip yang melekat pada subyek hukum, misalnya hak atas kebebasan, hak untuk berkuasa atas orang lain, hak untuk berkuasa sebgai majikan, dan hak untuk berkuasa atas milik. Hak-hak inilah yang dijalankan oleh pemerintah Belanda saat itu, seperti kebebasan mengurangi lautan dan memperluas daerah jajahan, termasuk Hindia Belanda sejak zaman VOC (1602-1799), Sejak itu pula bangsa Belanda diakui sebagai bangsa yang pertama menetapkan kebebasan di lautan sebagai prinsip hukum alam, sebagaimana termuat dalam buku Grotius yang terkenal Mare Liberum (1609)21

B.4. Awal abad XX Sejak akhir abad XVIII, teori hukum alam semakin tergeser oleh postivisme yang menguasai abad XIX. Akan tetapi, mulai abad XX beberapa pemikir mengusahakan lagi suatu dasar hukum alam, guna mencari keadilan yang ideal. Hal ini terjadi karena timbulnya rasa tidak puas dengan materi yang dimiliki, jaminan bagi diri sendiri, dan golongan borjuis yang berlagak menang Perang Dunia Pertama. Kemudian juga pemerintahan Nazi di Jerman yang menampilkan manifestasi-manifestasi tanpa arti dari positiveme dalam hukum. Dengan demikian maka para filosof Jerman kontemporer mencoba membangun kembali, tidak hanya memperbaiki kerusakankerusakan akibat Perang Dunia Kedua, melainkan juga membangun tata nilai yang baru22

22

W.Friedmann, loc.cit Ibid.,hlm.109-113

21

11

Tokoh yang menonjol di anatara para filosof tersebut antara lain adalah Johannes Messner. Ia mengatakan bahwa hukum alam sama dengan prinsip-prinsip dasar bagi kehidupan social dan individual. Ada tiga macam hukum alam yaitu23: (1) hukum alam primer yang mutlak: berikanlah kepada setiap orang menurut haknya. Dari prinsip ini diturunkan prinsip-prinsip umum seperti : jangan membunuh (2) hak fundamental: kebebasan batin, kebebasan agama, hak atas nama baik, hak atas privacy, hak atas pernikahan, hak untuk membentuk keluarga dan sebagainya; (3) hukum kodrat sekunder: hak-jak ayng diperoleh ayng bertalian dengan situasi kebudayaan, seperti hak milik dan hak-hak lain menurut asas-asas hukum adat

B. KELANGSUNGAN HIDUP HUKUM ALAM MENURUT PENDEKATAN FALSIFIKASI DAN REVOLUSI SAINS Dalam sejarah perkembangannya, hukum alam telah mengalami masa jabatan selama lebih dari 2000 tahun, kemudian tergeser oleh positiveme hukum. Akan tetapi, pada abad XX ia tampil kembali kendatipun dalam keadaan yang dianut dan yang tidak dianut. Oleh karena itu, pertanyaan yang mengusik adalah mampukah hukum alam itu bertahan untuk masa yang akan datang? Pertanyaan ini akan dijawab melalui pendekatan falsifikasi dan revolusi sains terhadap mazhab-mazhab dalam teori ilmu hukum. Walaupun antara teori falsifikasi Karl Popper dan teori revolusi sains Thomas S.Kuhn hingga saat ini masih tampil dalam arena perdebatan para pendukungnya,
23

Theo Huibers,op.cit.jlm.82

12

namun untuk menjawab pertanyaan ini, kedua teori tersebut boleh dianggap benar menurut sudut pandang mereka masing-masing dalam mencapai suatu kebenaran. Apabila suatu kebenaran itu dicapai melalui pembuktian kesalahan teori sebelumnya, itulah ajaran teori falsifikasi24. Sebaliknya, apabila suatu kebenaran dicapai melalui pembuktian teori baru yang lebih benar, itula inti ajaran teori revolusi sains. Khusus untuk menelaah sejarah perkembangan ilmu hukum dan membuat persepsi tentang masa depan sebuah teori ilmu hukum, kedua teori tersebut dapat menjadi bahan acuan

C.1. Pendekatan menurut teori falsifikasi Karl Popper beranggapan bahwa suatu teori baru akan diterima jia ternyata bahwa teori itu dapat meruntuhkan teori sebelumnya. Pengujian kedua teori (lama dan baru) itu dilakukan melalui suatu tes empiris, yang direncanakan untuk membuktikan salah tehadap apa yang diujinya, alias memfalsifikasi. Kalau dalam tes tersebut sebuah teori terbukti salah, maka teori tersebut akan diterima sampai diketemukannya cara pengujian yang lebih ketat25 Lepas dari cara pengujian apakah melalui tes empiris atau tidak, esensi teori falsiikasi ini adalah suatu kebenaran yang diperoleh melalui kritik, artinya, mengungkapkan kelemahan teori sebelumnya. Hal ini tampak jelas dalam perkembangan teori-teori ilmu hukum, khususnya pergeseran kedudukan oleh mazhab hukum yang satu terhadap yang lainnya. Teori hukum positif hadir dan diterima setelah adanya kritik terhadap teori hukum alam. Banayak buku yang menyingkapkan kelemahan hukum alam.
Lili Rasjidi et al, Momograf: Filsafat Ilmu, Metode Penelitian dan Karya tulis ilmiah , Bandung 2005 hlm 27. 25 C.Verhaak,et al., Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah atas Cara Kerja Ilmu-Ilmu (Jakarta:Gramedia,1989),hlm.160
24

13

Kelemahan yang paling sering dikemukakan ialah bahwa hukum alam tidak menjamin kepastian hukum. Hukum alam sendiri tidak dapat dipastikan secara obyektif, tidak pula dapat ditentukan apa yang menjadi kodrat manusia. Akibat berbagai kelemahan ini, dicari teori baru yang mampu menjamin kepastian hukum tersenut. Hadirlah teori hukum positif yang mengajarkan bahwa hukum identik dengan undang-undang. Upaya menyebarluaskan teori hukum positif antara lain dilakukan memlaui Code Napoleon yang terkenal di Romawi, sebagaimana diterima juga di Perancis dan Belanda. Akan teta[pi, jika memasuki Jerman, Cosde Napoleon ditolak karena dianggap hukum asing. Hukum yang berlaku menurut mereka (Jerman) hanyalah hukum yang tumbuh dan berkembang menurut perkembangan sejarah bangsa itu sendiri. Jadi hukum yang berlaku di Jerman harus hukum adapt Jerman sendiri, bukan hukum asing seperti Code Napoleon. Bagi bangsa Jerman, penolakan terhadap Code Napoleon itu sekaligus merupakan kritik terhadap teori hukum positif , dan lahirlah mazhab sejarah dengan tokoh utamanya Friedrich Carl von Savigny. Mazhab sejarah merpakan paradigma pengganti positiveme hukum. Paradigma positiveme hukum, yan mengagung-agungkan pemikiran manusia dalam menciptakan hukum yang logis, ditumbangkan oleh paradigma mazhab sejarah. Hukum tidak dibuat, melainkan timbul dan berkembang bersama masyarakat. Hukum merupakan ekspresi dan semngat jiwa rakyat (volksgeist). Artinya , hukum adalah pengalaman sejarah. Baik aliran hukum positif John Austin maupun mazhab sejarah von Savigny dipersalahkan oleh Roscoe Pound. Kedua pandangan tersebut tidak ada satupun yang dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum; kedua-duanya harus timbal balik. Lebih lanjut, menurut Roscoe Pound, hanya hukum yang sanggup menghadapi ujian

14

akal yang dapat hidup terus, karena yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum hanyalah pernyataan-pernyataan kekal. Pernyataan kekal itu harus berdiri di atas pengalaman dan diuji oleh pengalaman. Pengalaman dikembangkan oleh akal. Sebaliknya, akal diuji oleh pengalaman 26 Dengan demikian muncul mazhab baru sebgai paradigma baru yang dinamakan Sociological Jurisprudence. Inti pemikiran mazhab ini ialah bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan living law yang sebagai inner order masyarakat, yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalamnya27 Akan tetapi, baik mazhab sejarah von Savigny maupun aliran Sociological Jurisprudence dikritik oleh Prof. Muchtar Kusumaatmadja. Kedua mazhab itu tidak dapat menerangkan secara memuaskan apa yang dimaksudkan dengan volksgeist atau nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat, yang menurut mereka pada analisis terakhir merupakan hakikat hukum dalam arti yang sebenar-benarnya. 28 Kritik inilah yang merontokkan paradigma lama, mazhab Sociological Jurisprudence, dan muncul teori baru, yang oleh Prof. Muchtar Kusumaatmadja dinamakan teori hukum pembangunan (nasional) atau mazhab Unpad Dari uraian-uraian tersebut jelaslah bahwa kehadiran teori yang baru akan terjadi setelah teori yang bersangkutan membuktikan salah terhadap teori sebelumnya. Dengan lain perkataan, teori yang baru dalam ilmu hukum terjadi setelah memfalsifikasi teori sebelumnya. Meskipun demikian, dari perdebatan antara mazhab hukum yang satu terhadap yang lain, sebagaimana dipertontonkan di muka, ternyata bahwa tidak semua unsur
26 27

Lili Rasjidi,op.cit.,hlm 48 Mochtar Kusumaatmadja,op.cit.,hlm.5 28 Ibid.,hlm7

15

dari masing-masing mazhab dirontokkan, digeser ataupun digugurkan oleh mazhab hukum berikutnya. Terhadap mazhab hukum alam, unsur yang digugurkan adalah unsur kepastian hukum karena hukum alam tidak menjamin kepastian hukum tersebut. Adapun unsur etika, yang merupakan jatidiri hukum alam, justru dipertahankan sebagai tolak ukur bagi suatu hukum yang adil, sehingga mampu menerobos setiap rintangan mazhab hukum yang hadir setelah mazhab hukum alam. Dengan kata lain , teori falsifikasi hanya merontokkan kelemahan (weakness) hukum alam, sementra potensi (streng) hukum alam, yang berupa nilai etika yang terkandung di dalamnya, tetap hidup terus pada setiap mazhab hukum

C.2. Pendekatan menurut Teori Revolusi Sains Teori revolusi saons dilkemukakan oleh Thomas S. Kuhn dalam bukunya yang berjudul The Structure Revolutions yang terbit tahun 1962, yang terbit kembali tahun 1970 dengan sedikit perubahan isi, tanpa mengubah judul. Dalam perdebatannya melawan Popper, bahwa Popper telah menjungkirbalikkan kenyataan dengan terlebih dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesis yang disusul dengan upaya falsifikasi.29 Upaya yang bertolak dari hipotesis (=benar) ke falsifikasi (=salah) tentunya dari positif ke negative. Akan tetapi, oleh Popper ini dikatakan sebagai perkembangan, bukan kemerosotan. Hal ini yang dimaksudkan oleh Thomas S. Kuhn dengan istilah menjungkirbalikkan kenyataan Dengan istilah paradigma selaku tema sentral yang mewarnai seluruh bukunya tersebut, betapa pun Khun tidak memberikan suatu batasan pengertian tentang

29

C.Verhaak,etal.,op.cit.,hlm.164

16

paradigma,30 ia membuktikan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam sejarah ilmu pengetahuan justru tidak pernah terjadi menurut upaya empiris utnuk membuktikan kesalahan suatu teori, melainkan terjadi menurut revolusi. Dengan demikian ia membuktikan bahwa kemajuan ilmiah bersifat revolusioner. Pada dasarnya paradigma itu membimbing kegiatan ilmu dalam keadaan normal science sehingga ilmuwan berkesempatan mengembangkan paradigma yang sedang berkuasa31 Maka sifat norma science sering menekankan pada hal-hal baru dan fundamental. Akan tetapi, dalam memperoleh hal-hal yang baru tersebut perlu diruntuhkan komitmen-komitmen yang mendasar.32 Meskipun demikian, ada kalanya seorang ilmuean, selama menjalankan teorinya. Saat seperti inilah yang disebut anomali. Jika anomali kian menumpuk dan meningkat kualitasnya, terjadilah crisis, yang akibatnya peran paradigma yang bersangkutan mulai diragukan. Dalam keadaan itu sang ilmuwan mulai keluar dari normal science dan kembali lagi menggunakan cara-cara ilmiah yang lama, sambil memperluas cara-cara itu untuk menghadirkan suatu paradigama tandingan guna mengatasi krisis tersebut, sekaligus membimbang penelitian berikutnya. Kehadiran paradigma baru stelah mengalahkan paradigma sebelumnya itulah yang dimaksudkan oleh Kuhn dengan istilah revolusi sains Secara berurutan, alur pemikiran Kuhn dapat digambarkan sebagai berikut: Diagram cara kerja revolusi sains
30

Menurut George Ritzer,Kuhn menggunakan istilah paradigma tidak kurang dari 21 cara yang berbeda. Lihat G.Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparasigma Ganda (Jakarta:Rajawali,1985),hlm.1 31 Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains (Bandung:Reamdja Karya,1989)hlm.20. Bandingkan pula dengan J.Nasikun, Struktur atas Buku Peran Paradigma dalam Revolusi Sains Makalah dalam Seminar Nasional (Yogyakarta:Fisipol UGM, 3 Nov.1990),hlm1 32 Thomas S.Kuhn,op.cit.,jlm.25-36.

17

Sekarang bagaimanakah penerapan teori revolusi sains ini terhadap teori-teori ilmu hukum? Dari uraian di atas dapatlah diambil dari ajaran teori itu, yaitu bahwa kehadiran paradigma kedua semula merupakan paradigma tandingan terhadap paradigma pertama, dan jika berhasil maka paradigma kedua merupakan perbaikan terhadap paradigma pertama. Dengan perkataan lain, paradigma kedua memperbaiki paradigma pertama, paradigma ketiga memperbaiki paradigma kedua dan seterusnya. Sebagaimana halmya yang Kuhn, Saya tidak meragukan, misalnya, bahwa mekanika Newton memperbaiki mekanika Aristoteles, dan bahwa mekanika Einstein memperbaiki mekankika Newton 33 Demikian pula dalam teori-teori ilmu hukum. Kehadiran positiveme hukum sebagai paradigma tandingan ternyata telah memperbaiki sifat kepastian hukum yang dimiliki hukum alam. Akan tetapi, positiveme hukum juga ternyata tidak dapat menjawab semua permasalahan hukum, karena hukum yang berdasarkan hasil pemikiran logis tidak selamanya mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
33

Thomas S. Kuhn,op.cit.,hlm.221

18

masyarakat. Oleh karena itu, paradigma tandingan terhadap positiveme hukum adalah mazhab sejarah mendasarkan diri pada hukum sebagai hasil pengalaman sejarah. Akan tetapi, hukum semata-mata hasil pengalaman sejarah tanpa melampaui hasil pemikiran logis tidak tidak dapat menjadi sarana pembaharu bagi masyrakat. Dengan demikian, maka muncul aliran Pragmatic Legal Realism sebagai paradigma pengganti yang mengajarkan law as a tool of social engineering (Roscoe Pound), yang mirip dengan teori mazhab Unpad yang mengajarkan bahwa hukum adalah sarana pembaruan masyarakat.34 Perbedaan teori law is a of social engineering (Roscoe Pound) dengan teori hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat (Mochtar Kusumaatmadja) ialah bahwa teori Roscoe Pound ditujukan terutama kepada peranan pembaruan keputusan-keputusan pengadilan, khususnya keputusan dari supreme court sebagai mahkamah tertinggi. Hal ini sejalan dengan sistem hukum Anglo Saxon yang dianut di Amerika, yang lebih mendasarkan hukumnya pada keputusan pengadilan dengan semboyan hukum adalah apa yang dibuat oleh hakim" atau All the law is judge made law, suatu slogan termasyur dari John Chipman Gray.35 Sebaliknya, teori hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat dari Mochtar Kusumaatmadja ditujukan kepada pembaharuan peraturan perundanganundangan, kendatipum yurisprudensi (keputusan hakim) juga tidak dapat diabaikan, dalam arti ikut memegang peranan.36 Baik menurut pendekatan falsifikasi maupun revolusi saind terhadap teori-teori ilmu hukum, tampak bahwa perkembangan teori-teori hukum belakangan ini merupakan hasil kumulasi dari teori-teori hukum sebelumnya. Misalnya, sociological
34 35

Mochtar Kusumaatmadja,loc.cit. Bandingkan pula dengan Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.57 Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.52 36 Mochtar Kusumaatmadja,op.cit.,hlm.9

19

jurisprudence merupakan kumulasi dari positivisme hukum dan mahzab sejarah. Teori hukum pembangunan merupakan hasil kumulasi dari positivisme hukum dan sociological prudence yang dipengaruhi oleh teori pragmatic legal realism. Lalu, bagaimana dengan hukum alam? Apakah sudah ditinggalkan sama sekali ataukah masih ikut berkumulasi dalam teori hukum yang paling mutakhir? Jawabannya akan kita lihat dalam uraian berikut.

C.3. Hukum alam tidak hanyut oleh falsifikasi dan tidak rontok oleh revolusi sains. Tidak dapat disangkal bahwa hukum alam sebagai hukum abadi, tetap berlaku bagi siapa saja hingga saat ini dan tentu saja berlaku juga untuk waktu yang akan datang. Dalam kesimpulan hasil analisisnya, dEntreves mengemukakan antara lain bahwa ajaran hukum alam yang lama, jika dilihat dari pandangan modern yang kritis ini, ajaran tersebut dapat tahan uji karena dalam hukum alam terkandung sifat hukum dan sifat etika. Dengan kedua sifatnya itu, fungsi pokok hukum alam dalam turut menyelesaikan persoalan hukum adalah sebagai penengah antara bidang hukum murnian bidang moral. Dalam hal ini fungsi hukum alam memberikan status bagi titik perpotongan antara hukum dan moral. Tentang apakah titik perpotongan itu ada, itulah ujian terakhir bagi berlaku atau tidaknya semua pemikiran hukum alam.37 Sementara Ridwan Halim, dalam bukunya menuis bahwa hukum karma itu sendiri merupakan bagian dari hukum alam yang berlaku tanpa batas waktu dan tanpa batas orang tertentu, serta tanpa batas ruang tertentu. Demikian dikataknnya, 38
A.P dEntreves,op.cit.,hlm.134 A.Ridwan Halim, Hukum Karma dalam Dunia Penegakan Hukum (Jakarta:Puncak Karma,1990),hlm.83
38 37

20

.Hukum karma itu dalam kenyataanya merupakan bagian dari Hukum Alam yang senantiasa berlaku atas setiap diri manusia secara mutlak tanpa terkecuali, selaras dengan nilai dan harga segala perbuatan atau karma yang pernah dilakukan oleh siapa saja. Bahwa hukum alam tetap ada dan berlaku, ini didukung pula oleh penulis lain, Lili Rasjidi, yang mengangkat pandangan L. Bender bahwa hukum alam itu ada dan tetap berlaku. Dengan berbagai argumentasi, mereka menolak setiap pandangan yang mengabaikan kehadiran hukum alam dengan berbagai sifat yang terkandung di dalamnya. 39 Lepas dari pandangan-pandangan pro dan kontra terhadap hukum alam, yang jelas ialah nilai etika, sebagai jati diri hukum alam, akan memberi warna kepada hukum positif agar hukum positif dapat berkualitas sebagai hukum yang baik dan adil. Tanpa nilai etika itu, hukum dapat saja merupakan alat penguasa untuk meligitimasikan tujuan-tujuan yang tidak wajar. Penguasa dapat menciptakan hukum sendiri, sesuai dengan kepentingan-kepentingannya. Maka dibalik topeng legalitas, kesewenangan kekuasaan dapat merajalela dengan bebas. 40 Kecuali itu hukum alam dengan ciri etikanya dapat mempengaruhi sikap tindak penguasa dalam menggunakan kekuasaannya. Di dalam negara berdasarkan hukum, tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum, namun setiap tindakan yang berdasarkan hukum yang berlaku baru merupakan syarat perlu (Necesarry condition), belum tentu merupakan syarat yang mencukupi (sufficient condition). Karena itu, selain dituntut tindakan yang sesuai dengan hukum, pemerintah dituntut
Lili Rasjidi,op.cit.,hlm.227-258 Franz Magnis-Suseno, Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (Jakarta:Gramedia,1991),hlm.300
40 39

21

pula yang menjalankan asas-asas umum pemerintahan yang baik (principles of good administration) seperti: asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas motivasi, asas tidak boleh mempercampuradukkan kewenangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas peniadaan akibat suatu keputusan yang batal, asas perlindungan atas pandangan hidup, asas kebijaksanaan, dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. Semua asas ini adalah kontribusi dari hukum alam, bukan hukum positif. Sebagai kesimpulan akhir, berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, dapatlah disampaikan beberapa hal sebagai berikut: (1) hukum alam, khususnya nilai etika yang menjadi jati dirinya, mampu menerobos setiap rintangan mazhab hukum, dan tidak pernah gugur oleh rintangan-rintangan tersebut, (2) teori falsifikasi dan revolusi sains, yang meskipun berbeda dalam metode untuk mencapai kebenaran, namun terhadap eksistensi hukum alam, kedua teori tersebut menghasilkan kebenaran yang sama, yaitu hukum alam yang telah diklasifikasikan nilai-nilai kelemahannya; (3) dalam konsepsi negara hukum, hukum alam tidak hanya berperan dalam membentuk hukum positif yang baik dan adil, melainkan juga berperan dalam sikap tindakan pemerintah agar sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik; (4) betapapun peranannya cukup handal dalam konsepsi negara hukum, hukum alam enggan muncul sebagai mahzab sendiri yang menumbangkan kelemahan mahzab hukum pembangunan yang kini tengah berkuasa; namun,

22

ia juga tidak mau tenggelam dan mati begitu saja karena peranannya tetap dibutuhkan. Maka lengkaplah sudah sebuah tinjauan kritis terhadap jatuh bangunnya mahzab hukum alam.

You might also like