You are on page 1of 29

LAPORAN TETAP LABORATORIUM TEKNIK KIMIA II

PERPINDAHAN PANAS

Disusun oleh : KELOMPOK 1

Dona Irawati Fachrul Fouria Yunizar

( 0807113503) ( 0807113523 ) ( 0807121161 )

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA S1 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2011

ABSTRAK

Perpindahan kalor secara

konduksi terjadi karena adanya perbedaan suhu

antara 2 bagian dari suatu bahan tanpa disertai dengan perpindahan massa. Besarnya daya hantar kalor dari suatu bahan dinyatakan sebagai konduktivitas termal bahan yang nilainya berbeda-beda untuk setiap bahan. Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan konduktivitas termal dari beberapa bahan seperti aluminium, brass dan stainless steel pada konduksi linear dan radial. Penentuan konduktivitas termal untuk setiap bahan dilakukan dengan cara melakukan pengukuran perbedaan temperatur sepanjang bahan, dimana laju alir (Q) diperoleh dari hubungan antara tegangan listrik (V) dan arus listrik (I) yang dapat diketahui dari peralatan yang ada. Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan Hukum Fourier. Dari percobaan dapat diketahui untuk bahan yang sama yaitu brass 0.025 m, panas lebih cepat mengalir pada aliran linear dibandingkan pada aliran radial . Dan dari nilai konduktivitas termal yang didapat disimpulkan bahwa konduktivitas termal suatu bahan berbeda-beda, dimana nilai konduktivitas termal bahan kBrass 13 mm kAluminium 25 mm kStainless
Steel 25 mm

kBrass

25 m

yaitu 318734.1 Watt/m.K 237490 Watt/m.K

200636.9 Watt/m.K 147331.4 Watt/m.K. Ini artinya brass merupakan penghantar panas yang lebih baik dibandingkan dengan alluminium dan stainless steel.

Kata kunci :Konduksi, alumunium, brass, stainlees steel, konduktivitas

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Tujuan Percobaan 1. Menentukan konduktivitas thermal dari bahan stainless steel, alluminium dan brass pada aliran linear. 2. Menentukan konduktivitas thermal dari bahan brass pada aliran radial.

1.2.

Tinjauan Pustaka Perpindahan panas adalah salah satu faktor yang sangat menentukan

operasional suatu pabrik kimia. Perpindahan ka1or dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Perpindahan panas selalu terjadi dalam kombinasi dengan unit operasi lain seperti: destilasi, evaporasi dan drying. Pada kebanyakan pengerjaan, diperlukan pemasukan atau pengeluaran ka1or, untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk pengerjaan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan ja1an pemasukan atau pengeluaran kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk operasi proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Disamping perubahan secara kimia, keadaan ini dapat juga merupakan pengerjaan secara a1ami. Dengan demikian. pada pengembunan dan penghabluran (krista1isasi) ka1or harus dikeluarkan. Pada penguapan dan pada umumnya juga pada pelarutan, ka1or harus dimasukkan. Adalah hukum alam bahwa kalor itu suatu bentuk energi. Sama seperti bentuk lain dari energi, jumlah kalor juga dinyatakan da1am suatu gaya kali suatu jarak yaitu Newton ka1i meter atau Nm. 1 Nm dinamakan 1 Joule. Kalor mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk aliran ini ada1ah perbedaan suhu. Bila sesuatu benda ingin dipanaskan, maka harus dimiliki sesuatu benda lain yang

lebih panas, demikian pula halnya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda lain yang lebih dingin.

T1

T2

Gambar 1.2. Perpindahan panas dari temperatur tinggi ke rendah

Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak musnah yaitu seperti hukum asas yang lain, contohnya hukum kekekalan masa dan momentum, ini artinya kalor tidak hilang. Energi hanya berubah bentuk dari bentuk yang pertama ke bentuk yang ke dua. Bila diperhatikan misalnya jumlah energi kalor api unggun kayu yang ditumpukkan, semua ini .menyimpan sejum1ah energi dalam yang ditandai dengan kuantitas yang lazim disebut muatan kalor bahan. Apabila api dinyalakan, energi terma yang tersimpan di dalam bahan tadi akan bertukar menjadi energi kalor yang dapat kita rasakan. Energi kalor ini mengalir jika terdapat suatu perbedaan suhu. Bila diperhatikan sebatang logam yang dicelupkan ke dalam suatu tangki yang berisi air kalor. Karena suhu awal logam ialah T1 dan suhu air ialah T2, dengan T2 >> T1, maka logam dikatakan lebih dingin daripada air. Ha1 yang penting dalam sistem yang terdiri dari air dan logam ialah adanya suatu perbedaan suhu yang nyata yaitu (T2- T1).

Kalor dapat diangkut dengan tiga macam cara yaitu: 1. Hantaran, sering juga disebut konduksi. 2. Aliran, sering juga disebut konveksi 3. Pancaran, sering juga dinamakan radiasi.

1.2.1

Konduksi (Hantaran) Konduksi adalah perpindahan panas dari suatu bagian bahan dari

temperatur tinggi menuju bagian dengan temperatur rendah melalui suatu medium tanpa diikuti dengan adanya aliran material medium tersebut. Yang dimaksud dengan hantaran ialah pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan satu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Jika salah satu ujung logam memiliki temperatur rendah, maka akan terjadi transfer energi dari bagian dengan temperatur tinggi menuju bagian dengan temperatur rendah. Untuk perpindahan panas yang terjadi antara dua permukaan, misalnya melalui dinding atau material padat lainnya, maka laju perpindahan panas konduksi dirumuskan dengan menggunakan persamaan (1)

Gambar 1.2.1.a Perpindahan panas secara konduksi

................................................................ ( 1 )

dengan : Q k A T1,2 L = laju perpindahan panas (joule/detik) = konduktivitas termal bahan (barrier) = luas permukaan perpindahan panas (m2) = temperatur dingin dan temperatur panas (K) = ketebalan atau panjang barrier (m)

Gambar 1.2.b Perpindahan panas konduksi dan difusi energi akibat aktivitas molekul

Pada konduksi terjadi tumbukan antara atom dan molekul dari medium yang digunakan serta diikuti dengan transfer energi kinetik namun tidak diikuti dengan perpindahan material medium tersebut. Pada perpindahan panas secara konduksi, kalor/panas mengalir tanpa disertai gerakan zat, tetapi melaui satu jenis zat. Arah aliran energi kalor dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuh rendah. Tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama sempurnanya. Konduktor merupakan bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik sedangkan isolator: penghantar kalor yang buruk.

Koefisien konduksi termal, (k) : sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor menunjukkan berapa sepat kalor mengalir dalam suatu bahan kkonduktor>kisolator Konduksi panas mengikuti Hukum Fourier yang dapat dinyatakan dengan persamaan yang berikut:

dimana: q = laju perpindahan panas (Watt)

dT/dx = gradien suhu ke arah perpindahan panas (m)

Untuk menentukan mudah tidaknya suatu medium menghantarkan panas, maka digunakan konduktivitas termal dan biasa dikenal dengan konstanta konduktivitas atau koefisien konduksi, k. Konstanta konduktivitas (k) ini tergantung pada sifat material digunakan seperti fasa medium, temperatur, densitas, dan ikatan molekular medium. Logam misalnya tembaga biasanya merupakan konduktor panas yang baik. Hal ini disebabkan adanya logam kimia yang lebih kuat dari ikatan kovalen dan ikatan ionik serta memiliki elektron bebas dan berasal dari struktual kristal. Sedangkan fluida (liquid dan gas) merupakan konduktor yang buruk. Hal ini disebabkan karena jarak antar atom pada gas sangat jarang sehingga dengan adanya tumbukan beberapa atom dapat menurunkan konduksi dan densitas fluida menurun jika konduksi terjadi. Dengan demikian persamaan konduksi panas mendefinisikan tahanan

terhadap konduksi panas k adalah konduktiviti panas suatu zat, yang besarnya tergantung pada temperatur zat itu. Biasanya perubahan k dapat diperkirakan cukup dengan fungsi liniar

1. Konduksi Keadaan Steady (Tunak) Analisa satu dimensi arah sumbu x ditunjukkan sebagai berikut:

a. Konduksi Linear pada Dinding Berlapis Sistem dengan lebih dari satu macam bahan, seperti dinding lapis rangkap, analisisnya akan menjadi seperti berikut:

Gambar 1.2.1.c Konduksi Linear pada Dinding Berlapis

sehingga analisisnya akan menjadi seperti berikut:

R adalah tahanan perpindahan panas.

b. Konduksi Radial pada Silinder

Gambar 1.2.1.c Konduksi Radial pada Silinder

Suatu silinder, dimana: r1= jari-jari dalam (m) r0=jari-jari luar (m) L=panjang (m) Ti-To=beda suhu (K) Kasus aliran panas radial dengan cara konduksi melalui silinder berlubang merupakan fenomena konduksi pada ruang. Contoh yang khas adalah konduksi

melalui pipa dan melalui isolasi pipa, jika silinder itu homogen dan cukup panjang sehingga pengaruh ujung- ujungnya dapat diabaikan dan suhu permukaan dalamnya kostan pada Ti sedangkan suhu luar dipertahankan seragam pada To maka persamaan untuk laju konduksi panasnya adalah menjadi :

Dimana dT/dr adalah gradien suhu arah radial. Untuk silinder berlubang, luasnya merupakan fungsi jari-jari, A = 2 rl dimana r adalah jari-jari dan l panjang selinder. Maka aliran panas dengan cara konduksi dapat dinyatakan sebagai

1.2.2

Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi karena adanya gerakan

molekul pada fluida seperti udara atau air ketika fluida tersebut dipanaskan atau menerima panas dari suatu sumber panas. Yang dimaksud dengan aliran ialah pengangkutan ka1or oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses perpindahan ka1or secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan keseirnbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling adalah T2 dengan Tl>T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak seimbang diantara bahan dengan sekelilingnya. Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi

hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa kesuhu yang sama

tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian masa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat.

Gambar 1.3. Perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah, (c) pendidihan, (d) kondensasi

Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida melibatkan pengangkutan massa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi masa fluida yang mempunyai energi termal yang lebih tinggi akan mempunyai momentum yang juga tinggi. Peningkatan momentum ini bukan disebabkan masanya akan bertambah. Malahan masa fluida menjadi berkurang karena kini fluida menerima energi kalor. Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat masa bendalir yang telah naik itu diisi pula oleh masa fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari

permukan bahan yang kalor dasi, masa ini juga akan naik ke atas permukaan meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh masa fluida bersuhu renah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu .terjadi maka keadaan tidak stabil terma akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor. Dalam pengamatan proses perpindahan kalor konveksi, masalah yang utama terletak pada cara mencari metode penentuan nilai h dengan tepat. Nilai koefisien ini tergantung kepada banyak faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan, bergantung pada nilai h. Jika cepatan medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar yang mendoromg fluida bergerak, maka proses perpindahan kalor berlaku. Sedangkan bila kecepatan medan dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas atau peniup, maka proses konveksi yang akan terjadi merupakan proses perpindahan kalor konveksi paksa. Yang membedakan kedua proses ini adalah dari nilai koefisien h-nya. Perpindahan panas konveksi dapat dikelompokkan kepada dua bahagian: 1. Konveksi bebas/alamiah Contohnya adalah pemanasan aliran udara yang melalui radiator, pemanasan air dalam ketel. Fluida panas yang menerima panas akan naik ke atas, kekosongan tempat massa fluida yang telah naik diisi oleh massa fluida yang bersuhu rendah. Aliran fluida terjadi akibat perbedaan densitas, dan perbedaan densitas akibat adanya gradien suhu di dalam massa fluida itu. Pada perbatasan suatu permukaan dan suatu fluida akan terjadi perpindahan panas secara konduksi dan konveksi. Biasanya temperatur permukaan itu cukup tinggi untuk menimbulkan pula radiasi. Tanpa adanya aliran yang dipaksakan terhadap fluida, maka sekitar permukaan akan terjadi konveksi secara alamiah. Perbedaan temperatur antara bagian-bagian fluida menyebabkan

perbedaan densiti dan karena itu timbul gerakan dan aliran dalam fluida. Aliran alamiah ini memperbesar perpindahan panas yang semula sampai tercapai keadaan yang tecap. Cara perpindahan panas semacam ini disebut konveksi alamiah atau konveksi bebas. Besarnya koefisien perpindahan panas harus didapat dari hasil percobaan. Banyak penyelidikan telah dilakukan untuk menentukan koefisien pindah panas itu. Jika berbagai hasil penyelidikan itu dikumpulkan, ternyata dapat diperoleh persamaan empiris dalam bilangan-bilangan tanpa dimensi, salah satu di antaranya adalah bilangan Grashof, yang dibuat untuk menunjukkan sifatsifat konveksi bebas. 2. Konveksi paksa Jika aliran fluida digerakkan oleh piranti mekanik seperti pompa dan pengaduk. Aliran/perpindahan panas tidak bergantung pada gradien densitas. Contohnya aliran kalor melalui pipa panas.

Seperti telah diketahui fluida sekitar benda, yang seluruhnya diliputi oleh fluida itu, mengalami dua macam hambatan, yaitu hambatan gesekan dan hambatan bentuk. Dalam bilangan Reynolds yang sangat rendah hanya hambatan gesekan yang berpengaruh. Jika bilangan Reynolds bertambah besar, baik hambatan gesekan maupun hambatan bentuk berpengaruh, akan tetapi pengaruh hambatan gesekan makin lama makin berkurang dan hambatan bentuk lebih berpengaruh. Pengaruh aliran ini juga terlihat pada perpindahan panas antara fluida dan benda-benda yang terendam. Persamaan-persamaan empiris tentang koefisien pindah panas antara benda dan fluida hanya berlaku untuk benda dengan bentuk tertentu. Jika dalam alat dikehendaki pertukaran panas, maka perpindahan panas selalu terjadi secara konveksi paksa; karena laju panas yang dipindahkan naik dengan adanya aliran atau pengadukan. Juga di sini pada waktu yang sama berlangsung perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Dalam hal ini radiasi biasanya terjadi pada permukaan luar yang berhubungan dengan lingkungan yang tetap temperaturnya.

Seringkali salah satu fluida dalam sebuah penukar-panas mengalir dalam pipa, sedang fluida yang lain mengalir dalam ruang anulus sebuah pipa yang lebih besar atau dalam ruang sebuah shell yang memuat banyak pipa, Perpindahan panas berlangsung secara radial terhadap pipa. Antara fluida di dalam pipa dan permukaan dinding pipa sebelah dalam, panas dipertukarkan secara konveksi, kemudian panas menjalar secara konduksi melalui logam dinding pipa. Di luar pipa terjadi lagi konveksi. Q = hiAiti = h0A0to ................................................................................(2) Dengan : Q hi Ai ti = = Laju perpindahan panas (watt) Koefisien perpindahan panas pada inside pipe surface (Btu/(Jam)(ft2)(0F) = = Luas permukaan perpindahan panas (ft2) Perbedaan temperatur antara inside pipe fluid dengan inside pipe wall (0F)

Gambar 1.2.2 Konveksi paksa silinder piston pada mesin mobil didinginkan dengan air yang dipompakan disekitar piston.

Untuk menghitung laju konveksi antara sistem dengan lingkungan fluida, maka digunakan koefisien transfer panas h . Tidak seperti konduktivitas termal (k), koefisien transfer panas tidak dipengaruhi oleh sifat material, namun

dipengaruhi oleh geometri, fluida, temperatur, kecepatan dan karakteristik lainnya dari sistem pada konveksi yang terjadi. Oleh karena itu koefisien transfer panas harus diturunkan secara eksperimental untuk setiap sistem yang dianalisa. Persamaan dan korelasi dapat diperoleh dari beberapa referensi untuk menghitung koefisien transfer panas pada beberapa konfigurasi dan fluida.

1.2.3

Radiasi Radiasi adalah perpindahan panas melalui elektromagnetik. Radiasi tidak

memerlukan medium dalam perpindahan panasnya. Radiasi sangat baik terjadi dalam suatu keadaan vakum. Contohnya energi matahari, akan ditransfer menuju ke bumi melalui space vakum. Yang dimaksud dengan pancaran (radiasi) ia1ah perpindahan ka1or mela1ui gelombang dari suatu zat ke zat yang lain. Semua benda memancarkan ka1or. Keadaan ini baru terbukti setelah suhu meningkat. Pada hakekatnya proses perpindahan ka1or radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Terdapat dua teori yang berbeda untuk menerangkan bagaimana proses radiasi itu terjadi. Semua bahan pada suhu mutlak tertentu akan menyinari sejumlah energi ka1or tertentu. Semakin tinggi suhu bahan tadi maka semakin tinggi pula energi ka1or yang disinarkan. Proses radiasi adalah fenomena permukaan. Proses radiasi tidak terjadi pada bagian da1am bahan. Tetapi suatu bahan apabila menerima sinar, maka banyak ha1 yang boleh terjadi. Apabila sejumlah energi ka1or menimpa suatu permukaan, sebahagian akan dipantulkan, sebahagian akan diserap ke da1am bahan, dan sebagian akan menembusi bahan dan terus ke luar. Jadi da1am mempelajari perpindahan ka1or radiasi akan dilibatkan suatu fisik permukaan. Bahan yang dianggap mempunyai ciri yang sempurna ada1ah jasad hitam. Disamping itu, sama seperti cahaya lampu, adaka1anya tidak semua sinar mengenai permukaan yang dituju. Jadi da1am masalah ini kita mengena1 satu faktor pandangan yang lazimnya dinamakan faktor bentuk. Maka jumlah ka1or yang diterima dari satu sumber akan berbanding langsung sebahagiannya terhadap faktor bentuk ini. Dalam pada itu, sifat termal permukaan bahan juga penting. Berbeda dengan proses konveksi, medan a1iran fluida disekeliling permukaan

tidak penting, yang penting ialah sifat terma saja. Dengan demikian, untuk memahami proses radiasi dari satu permukaan kita perlu memahami juga keadaan fisik permukaan bahan yang terlibat dengan proses radiasi yang berlaku. Proses perpindahan kalor sering terjadi secara serentak. Misa1nya sekeping plat yang dicat hitam. La1u dikenakan dengan sinar matahari. Plat akan menyerap sebahagian energi matahari. Suhu plat akan naik ke satu tahap tertentu. Oleh karena suhu permukaan atas naik maka kalor akan berkonduksi dari permukaan atas ke permukaan bawah. Da1am pada itu, permukaan bagian atas kini mempunyai suhu yang lebih tinggi dari suhu udara sekeliling, maka jumlah kalor akan disebarkan secara konveksi. Tetapi energi kalor juga disebarkan secara radiasi. Dalam hal ini dua hal terjadi, ada kalor yang dipantulkan dan ada kalor yang dipindahkan ke sekeliling.

Gambar 1.1. Perpindahan panas radiasi (a) pada permukaan, (b) antara permukaan dan lingkungan

Berdasarkan keadaan termal permukaan, bahan yang di pindahkan dan dipantulkan ini dapat berbeda. Proses radiasi tidak melibatkan perbedaan suhu. Keterlibatan suhu hanya terjadi jika terdapat dua permukaan yang mempunyai suhu yang berbeda. Dalam hal ini, setiap permukaan akan menyinarkan energi kalor secara radiasi jika permukaan itu bersuhu T dalam unit suhu mutlak. Lazimnya jika terdapat satu permukaan lain yang saling berhadapan, dan jika permukaan pertama mempunyai suhu T1 mutlak sedangkan permukaan kedua

mempunyai suhu T2 mutlak, maka permukaan tadi akan saling memindahkan kalor . Selanjutnya juga penting untuk diketahui bahwa : 1. Kalor radiasi merambat lurus. 2. Untuk perambatan itu tidak diperlukan medium (misalnya zat cair atau gas) Berdasarkan pada Hukum Termodinamika II, Boltzman laju perpindahan panas dari sumber menuju ke receiver dirumuskan dengan menggunakan persamaan : dQ = ..dA.T4 dengan: Q = Laju perpindahan panas (btu/jam) = Emissivity, dimensionless = Konstanta Stefan Boltzmann (0,173 x 10-4 btu/(hr)(ft2)(0R4) T = Temperatur (0R) (3)

Gambar 1.2.3 Perpindahan panas secara radiasi

Gambar 1.2.3 Perpindahan panas secara radiasi

BAB II METODOLOGI PERCOBAAN

2.1.

Metode Percobaan Dengan melakukan pengukuran perbedaan temperatur sepanjang bahan,

dimana laju alir (Q) diperoleh dari hubungan antara tegangan listrik (V) dan arus listrik (I) yang dapat diketahui dari peralatan yang ada. Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan Hukum Fourier. 2.2 Bahan 1. Stainless steel 2. Alluminium 3. Brass 2.3 Peralatan Percobaan 1. HTT10X Heat Transfer Service Unit 2. HT11 Linear Heat Conduction Accessory 3. HT12 Radial Heat Conduction Accessory 4. Thermocouple 2.4 Prosedur Percobaan 1. Lakukan persiapan alat, pastikan semua unit terhubung dengan sumber listrik 2. Pasang modul (brass 0.025 m, brass 0.013 m, alluminium 0.025, stainless steel 0.025 m) pada tempat yang telah ditentukan. 3. Alirkan air pendingin keperalatan percobaan. 4. Set tegangan pemanas pemanas (sesuai data yang di berikan Dosen/Asisten). Untuk mengatur tegangan pemanas terlebih dahulu ubah panel pada unit pemanas pada posisi V. 5. Biarkan alat HT11 untuk aliran linear dan HT12 untuk aliran radial pada kondisi stabil. 6. Pada saat temperatur sudah stabil. Catat : T1, T2,T3,T4,T5,T6,T7,T8, dan catat juga V dan I.

7. Lakukan kembali pada variasi tegangan pemanas sesuai yang diberikan Dosen/Asisten, dan ulangi kegiatan di atas. 8. Kemudian lakukan pratikum dengan menggunakan bahan yang berbeda.

Rangkaian Alat Perpindahan Panas A B

HTT10 X Heat Transfer Service Unit


H G F E
C

Keterangan Gambar: A= Modul Radial B= Modul Linear C= Amperemeter D= Termokopel E= Aluminium 0,025m F= Stainless Steel 0,025m G= Brass 0,013m H= Brass 0,025m

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari percobaan diperoleh data-data temperatur (C), Arus (ampere), dengan variasi tegangan (volt) yaitu 4 volt, 5 volt, 5.5 volt , dan 6 volt untuk beberapa jenis bahan seperti: Brass berdiameter 13 dan 25 mm, aluminium berdiameter 25 mm, dan stainless steel berdiameter 25 mm. Percobaan pertama yaitu mengukur suhu dengan menggunakan

termokopel untuk jenis bahan aluminium berdiameter 25 mm. Diperoleh data temperatur dari T1, T2, T3, T6, T7, dan T8 yang semakin naik untuk setiap variasi tegangan. Temperatur paling tinggi terdapat pada T1 dengan tegangan 6 volt yaitu 87.8 C sedangkan temperatur paling rendah terdapat pada T8 dengan tegangan 3.5 volt yaitu 24.8 C.
90 80 Temperatur ( C) 70 60 50 40 30 20 10 0 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 x (m) 3.5 volt 4 volt 5 volt 5.5 volt 6 volt

Gambar 3.1. Kurva hubungan Temperatur (K) Vs x (m) untuk bahan aluminium Gambar 3.1 menunjukkan hubungan temperatur dengan x pada konduksi linier bahan aluminium. Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa suhu menurun dengan meningkatnya jarak termokopel. Berdasarkan hukum Fourier :

q kA

dT dX

Temperatur (dT) berbanding terbalik dengan selisih jarak termokopel (dX). Semakin besar (jauh) jarak termokopel maka temperatur akan semakin kecil sehingga laju perpindahan panas (q) akan menurun. Hal ini disebabkan semakin jauhnya jarak termokopel dari sumber panas. Percobaan kedua yaitu menentukan temperatur dari T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, dan T8 untuk bahan Brass berdiameter 13 mm. Temperatur tertinggi terdapat pada T1 dengan tegangan 6 volt yaitu 80.3 C dan temperatur terendah terdapat pada T8 dengan tegangan 3.5 volt yaitu 30.6 C. Jika diplotkan antara temperatur dan jarak maka diperoleh grafik pada Gambar 3.2.
100 90 80 Temperatur ( C) 70 60 50 40 30 20 10 0 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 x (m) 3.5 volt 4 volt 5 volt 5.5 volt 6 volt

Gambar 3.2. Kurva hubungan Temperatur (C) Vs x (m) untuk bahan Brass 13 mm Gambar 3.2 menunjukkan hubungan temperatur dengan x pada konduksi linier bahan Brass dengan diameter 13 mm. Besarnya jarak termokopel berbanding terbalik dengan temperatur sesuai dengan hukum Fourier. Gambar 3.2 menunjukkan penurunan temperatur yang drastis dari T3 ke T6. Hal dikarenakan T4 dan T5 tidak dilakukan pengukuran sehingga jarak antara T3 ke T6 jauh. Percobaan ketiga yaitu menentukan temperatur dari T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, dan T8 untuk bahan Brass berdiameter 25 mm. Temperatur tertinggi terdapat pada T1 dengan tegangan 6 volt yaitu 59.2 C dan temperatur terendah terdapat

pada T8 dengan tegangan 3.5 volt yaitu 31.2 C. Jika diplotkan antara temperatur dan jarak maka diperoleh grafik pada Gambar 3.3.

70 60

Temperature (K)

50 40 30 20 10 0 0 0.01 0.02 x (m) 0.03 0.04 0.05 3.5 volt 4 volt 5 volt 5.5 volt 6 volt

Gambar 3.3. Kurva hubungan Temperatur (C) Vs x (m) untuk Brass 25 mm Gambar 3.3 menunjukkan hubungan temperatur dengan jarak termokopel pada konduksi linier bahan Brass dengan diameter 25 mm. Besarnya jarak termokopel berbanding terbalik dengan temperatur. Semakin jauh (besar) jarak termokopel maka temperatur akan semakin menurun (kecil) artinya perpindahan panas pun akan semakin kecil. Percobaan keempat yaitu menentukan temperatur T1, T2, T3, T6, T7, dan T8 untuk bahan stainless steel berdiameter 25 mm. Temperatur tertinggi terdapat pada T1 dengan tegangan 6 volt yaitu 84.1 C dan temperatur terendah terdapat pada T8 dengan tegangan 3.5 volt yaitu 28.6 C. Sementara itu perbedaan temperatur untuk setiap variasi tegangan tidak begitu besar.

90 80 70 Temperatur ( C ) 60 50 40 30 20 10 0 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 x (m) 3.5 volt 4 volt 5 volt 5.5 volt 6 volt

Gambar 3.4. Kurva hubungan Temperatur (C) Vs x (m) untuk bahan stainless steel 25 mm Gambar 3.4 menunjukkan hubungan temperatur dengan x pada konduksi linier bahan stainless steel dengan diameter 25 mm. Besarnya x berbanding terbalik dengan temperatur, jadi semakin jauh x maka temperatur akan semakin kecil sesuai dengan hukum Fourier. Selisih antar suhu untuk setiap voltage tidak terlalu besar, tetapi temperatur menurun drastis dari T3 ke T6. Hal ini disebabkan T4 dan T5 yang tidak diketahui. Percobaan kelima yaitu menentukan temperatur T1, T2, T3, T4, T5, dan T6 untuk bahan Brasss 25 mm dengan konduksi perpindahan panas radial. Berbeda dengan konduksi linear, pada konduksi radial temperatur yang diperoleh tidak sebesar dari konduksi linear. Dari Gambar 3.5 dapat dilihat bahwa temperatur tertinggi terdapat pada T1 dengan tegangan 6 volt yaitu 44.8 C dan temperatur terendah terdapat pada T6 dengan tegangan 3.5 volt yaitu 33.9 C. Perbedaan temperatur untuk masing-masing voltage tidak berbeda jauh sehingga kurva yang terbentuk cenderung lebih landai dan membentuk garis lurus, jika dibandingkan dengan kurva pada konduksi linier.

Jika diplotkan hubungan antara temperatur dan x maka akan diperoleh grafik seperti pada Gambar 3.5.
319 318 317 316 315 314 313 312 311 310 309 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 x (m)

Temperatur (K)

3.5 volt 4 volt 5 volt 5.5 volt 6 volt

Gambar 3.5. Kurva hubungan antara Temperatur (C) Vs x (m) untuk bahan Brass 25 mm pada konduksi aliran radial Berdasarkan data-data laju perpindahan panas, jarak, luas penampang dan temperatur dari percobaan maka dapat ditentukan besarnya konduktifitas termal untuk masing-masing bahan. Brass 13 mm memiliki konduktifitas termal terbesar sedangkan bahan Brass 25 mm memiliki konduktifitas termal terkecil. Hubungan antara konduktifitas termal dengan laju perpindahan panas dapat dilihat pada Gambar 3.6.

350000 konduktivitas (Watt/m.K) 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 0 50 Q (Watt) 100 Brass 0.013 m Stainless Steel 0.025 Brass 0.025 Alumunium 0.025

Gambar 3.6. Kurva hubungan antara konduktifitas termal Vs Laju perpindahan panas pada konduksi linear. Gambar 3.6 menunjukkan hubungan antara konduktifitas termal (k) dengan laju perpindahan panas (Q) untuk beberapa jenis bahan pada konduksi linear. Besarnya konduktifitas termal untuk masing-masing bahan berbeda jauh. Hubungan antara konduktifitas termal (k) ini dengan laju perpindahan panas (Q) sesuai dengan persamaan (1). Dari persamaan 1 dapat dilihat bahwa konduktifitas termal berbanding lurus dengan laju perpindahan panas, semakin besar konduktifitas termal maka laju perpindahan panas semakin besar. Pada Gambar 3.6 ini, terlihat konduktifitas termal dari yang terbesar sampai dengan yang terkecil. Tabel 1 Konduktivitas Termal beberapa bahan
Bahan Aluminium Tembaga Emas k (W/m.C ) 238 397 314
o

Bahan Asbestos Concrete Gelas

k (W/m.C ) 0,08 0,8 0,8

Besi Timbal Perak

79,5 34,7 427

Karet Air kayu udara

0,2 0,6 0,08 0,0234

kBrass 13 mm kAluminium25 mm kStainless Steel 25 mm kBrass 25 m


318734.1 Watt/m.K 237490 Watt/m.K 200636.9 Watt/m.K 147331.4 Watt/m.K

Hasil percobaan ini tidak sesuai dengan literatur dimana dari literatur diketahui harga konduktivitas termal bahan brass>alluminium>stainless steel. Konduktivitas bahan Brass 25 mm seharusnya lebih besar daripada konduktivitas bahan Alumunium 25 mm, karena Brass merupakan campuran antara kuningan dan seng, dimana konduktivitas seng dan kuningan lebih besar dibandingkan konduktivitas alumunium dan stainless steel. Namun karena perbedaan temperatur pada Brass 25 mm lebih besar, maka konduktivitas Brass semakin kecil. Pada aliran linier luas perpindahan panas lebih kecil dibandingkan luas perpindahan pada aliran radial. Hal ini dikarenakan pada aliran radial panas mengalir melalui r1, r2, r3,r4, r5, dan r6 sehingga luas permukaan perpindahan panas lebih besar.Hal ini mengakibatkan konduktivitas termal pada aliran linier lebih besar daripada konduktivitas termal pada lairan radial.

BAB IV KESIMPULAN

1. Konduktifitas termal dari percobaan dapat disimpulkan : kBrass 13 mm kAluminium 25 mm kStainless Steel 25 mm kBrass 25 m
318734.1 Watt/m.K 237490 Watt/m.K 200636.9 Watt/m.K 147331.4 Watt/m.K

Konduktifitas termal brass lebih besar dibandingkan alumunium karena brass merupakan campuran kuningan dan seng, dimana konduktivitas kuningan dan seng lebih besar dibandingkan konduktvitas alumunium dan stainless steel. Namun pada Brass 25 mm, konduktivitasnya lebih kecil dibandingkan alumunium dan stainless steel kerena perbedaan temperatur (T) pada Brass 25 mm lebih besar dibandingkan alumunium dan stainless steel sehingga nilai konduktivitas Brass 25 mm akan semakin kecil. 2. Pada aliran linier luas perpindahan panas lebih kecil dibandingkan luas perpindahan pada aliran radial. Hal ini dikarenakan pada aliran radial panas mengalir melalui r1, r2, r3,r4, r5, dan r6 sehingga luas permukaan perpindahan panas lebih besar.Hal ini mengakibatkan konduktivitas termal pada aliran linier lebih besar daripada konduktivitas termal pada lairan radial.

LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN

Linier Heat Conduction Diketahui : Brass : D = 0.025 m T1 = 316.25 K T2 = 314.25 K T3 = 312.25 K T4 = 309.95 K T5 = 307.85 K T6 = 305.65 K T7 = 304.95 K T8 = 304.35 K PENYELESAIAN Menentukan Q Q= VxI Q = 3.5 V x 11.8 A Q = 41.3 W Luas Permukaan A

x13 = 0.03 m x45 = 0.015 m x68 = 0.03 m V I = 3.5 V = 11.8 A

Menentukan

Menentukan nilai k

2. Radial Heat Conduction Diketahui : Brass : D = 0.025 m r1 = 0.007 m r2 = 0.010 m V I = 3.5 V = 16.77 A r3 = 0.020 m r4 = 0.030 m r5 = 0.040 m R6 = 0.050 m PENYELESAIAN T1 = 313.45 K T2 = 313.05 K T3 = 311.95 K T4 = 310.35 K T5 = 308.65 K T6 = 307.05 K

Menentukan Q Q= VxI Q = 3.5 V x 16.77 A Q = 58.69 W

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, http://www.docstoc.com/docs/12788389/radiasi, diakses 15 April 2011

Anonim,

http://www.scribd.com/doc/35946872/PERPINDAHAN-PANAS-

KONVEKSI, diakses 15 April 2011

Anonim,

http://www.scribd.com/doc/52766381/8/Gabungan-Konduksi-dan-

Konveksi, diakses pada 15 April 2011

You might also like