You are on page 1of 12

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

BAB IV TINJAUAN UMUM HIDROOSEANOGRAFI


Secara umum, terdapat terdapat empat parameter oseanografi yang

mempengaruhi perubahan fisik pantai, yaitu angin sebagai pembangkit gelombang, gelombang, pasang surut, arus sepanjang pantai dan angin (Dyer,1990).

4.1. Angin Angin merupakan parameter lingkungan penting sebagai penggerak dari aliran skala besar yang terdapat di atmosfer dan lautan. Arus dan gelombang merupakan produk yang dihasilkan oleh angin. Demikian pula deretan bukit pasir (sand dunes) yang di temui di pantai-pantai yang penting bagi perlindungan pantai (Dahuri dkk,1996). Angin yang bertiup dapat mempunyai kisaran lama bertiup dari singkat sampai sangat lama. Apabila angin bertiup di atas permukaan perairan, dapat menimbulkan reaksi pada permukaan perairan seperti arus dengan kecepatan berkisar 2% dari kecepatan angin (Hasse and Dobson, 1986), sedangkan hubungan lain adalah energi yang mengakibatkan pembangkitan gelombang (Dyer, 1990 ). Data angin dari di pengukuran permukaan laut adalah yang paling sesuai untuk peramalan gelombang. Data angin tersebut dikoreksi dengan menggunakan persaamaan berikut :
7

U = 2.16U s9

Keterangan : Us U : kecepatan angin terukur (knot) : kecepatan angin terkoreksi (knot)

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

56

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Pengukuraan angin yang terkoreksi diberikan dalam bentuk tabel hubungan antara kecepatan angin terukur terhadap kecepatan angin pada elevasi tertentu. Dalam rumus pembangkitan gelombang, data angin yang digunakan adalah angin di permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi dari data angin diatas daratan terdekat,dengan rumus RL = UW/UL. (terlampir). Rumus dan grafik pembangkitan gelombang mengandung variabel UA, yaitu faktor tegangan angin (Wind stress factor) yang dihitung dari kecepatan angin. Kecepatan angin dikonversikan pada faktor tegangan angin dengan menggunakan rumus berikut : UA = 0,71 U1.23 Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Berdasarkan kecepatan, lama hembus dan fetch. Fetch dalam kaitannya dengan angin adalah jarak dimana angin berada pada kondisi stabil dan mempunyai tingkat perubahan tidak lebih dari 150 untuk arah angin dan 5 knot (2.5 m/s). Peramalan gelombang dihitung menggunakan grafik pada gambar lampiran. Apabila panjang fetch (F), faktor tegangaan angin (UA) dan durasi diketahui maka tinggi dan periode gelombang signifikan dapat dihitung.

4.2. Gelombang Menurut Dahuri dkk, (1996) gelombang dipermukaan laut umumnya terbentuk karena adanya proses aliran energi dari angin ke permukaan laut atau pada saat-saat

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

57

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

tertentu disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang yang mendekati pantai akan mengalami pembiasan (reflection) dan akan memusat (convergence) jika mendekati semenanjung, atau menyebar (divergence) jika mengalami cekungan. Disamping itu, gelombang yang menuju perairan dangkal akan mengalami spilling, plunging, collapsing, atau surging. Semua fenomena yang dialami gelombang tersebut pada hakekatnya disebabkan oleh keadaan topografi dasar laut. Transpor sedimen yang diakibatkan oleh gelombang dapat terjadi dari arah tegak lurus atau membentuk sudut terhadap garis pantai. Banyaknya endapan tergantung pada gelombang dan ketersediaan sedimen di pantai. Triatmodjo (1999) mengklasifikasikan gelombang berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air d dan panjang gelombang L (d/L), sebagai berikut : 1. Gelombang laut dangkal jika 2. Gelombang laut transisi jika 3. Gelombang di laut dalam jika d/L 1/20 1/20 d/L

Klasifkasi berdasarkan kedalaman relatif dimaksudkan untuk menyederhanakan rurmus-rumus gelombang. Jika ditinjau dari nilai cepat rambat gelombang (C) sebagai fungsi T dan d dengan rumus sebagai berikut :
C = gT 2 d tan 2 L

Keterangan : C= kecepatan rambat gelombang (m/s) T = periode gelombang (s) L = panjang gelombang (m) g = percepatan gravitasi (m/s2) d = kedalaman perairan (m)

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

58

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

dengan panjang gelombang yang dirumuskan sebagai berikut :


2 L = gT

tan 2d

Apabila kedalaman relatif d/L lebih besar dari 0,5; tan (2d/L) = 1, maka persamaan menjadi :

Keterangan : C0 = kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/s) L0 = panjang gelombang di laut dalam (m) Berdasarkan persamaan diatas, apabila kedalaman relatif kurang dari 1/20, nilai tan (2d/L) = 2d/L menjadi :

C L 2 d = = tan C0 L0 L

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa di laut dangkal, cepat rambat dan panjang gelombang hanya bergantung dari kedalaman air. Sedangkan untuk kondisi gelombang di laut transisi 1/20 < dL < , cepat rambat dan panjang gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di atas. Dengan menggunakan ilustrasi grafik kurva 2d/L, (terlampir), ternyata terjadi pengurangan cepat rambat dan panjang gelombang selama periode penjalarannya dari laut dalam menuju pantai. Selanjutnya persamaan persaman di atas dikalikan dengan d/L pada kedua ruasnya akan didapat :
C d 2 d = = tan L0 L L

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

59

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Persamaan tersebut dapat dipergunakan untuk menghitung panjang gelombang pada setiap titik kedalaman, dengan syarat panjang gelombang di laut dalam diketahui nilainya. Gelombang dalam pergerakannya selama bergerak menuju pantai, mengalami perubahan bentuk yang disebabkan adanya proses refraksi, difraksi, refleksi, pendangkalan gelombang dan gelombang pecah. (Triatmodjo, 1999). Lebih lanjut dijelaskan bahwa refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Di daerah dengan kedalaman air lebih besar dari setengah panjang gelombang gelombang menjalar tanpa dipengaruhi oleh dasar laut. Di daerah transisi dan dangkal, penjalaran gelombang dipengaruhi oleh kedalaman dalam hal ini dasar laut. Sedangkan difraksi gelombang dapat terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis didekatnya yang mengakibatkan perpindahan energi sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil. Triatmodjo (1999) menyatakan bahwa gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang. Di laut

dalam kemiringan gelombang maksimum, sedangkan gelombang mulai tidak stabil diberikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
H0 1 = = 0,142 L0 7

keterangan :

H0 = tinggi gelombang di laut dalam (m)

Pada kemiringan tersebut kecepatan partikel di puncak gelombang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Kemiringan yang lebih tajam dari batas maksimum menyebabkan kecepatan partikel di puncak gelombang lebih besar dari kecepatan rambat gelombang, sehingga terjadi ketidakstabilan. Pergerakan gelombang menuju laut
C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

60

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

dangkal tergantung dari kedalaman relatif d/L dan kemiringan dasar laut m. Gelombang dari laut dalam bergerak menuju pantai bertambah kemiringannya sampai tidak stabil dan pecah pada kedalaman tertentu, disebut kedalaman gelombang pecah (db). Munk (1949, dalam Triatmodjo,1999) memberikan rumus tinggi dan kedalaman gelombang pecah :

Hb 1 = H ''0 3,3 H 0' / L0

db = 1,28 Hb

Keterangan : Hb = tinggi gelombang pecah (m) H0= tinggi gelombang dalam ekivalen (m) Db = kedalaman gelombang pecah (m)

Parameter Hb/H0 disebut dengan nilai indeks gelombang pecah tidak memberikan pengaruh kemiringan dasar laut terhadap gelombang pecah. Gelombang pecah yang disebabkan oleh perubahan perubahan kemiringan dasar laut menurut Sorensen (1991) dan Triatmodjo (1999) dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu :

1.Spilling, spilling biasanya terjadi apabila gelombang dengan kemiringan kecil menuju ke pantai yang datar. Gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya terjadi berangsur-angsur. 2.Plunging. Plunging terjadi apabila kemiringan gelombang dan dasar perairan bertambah, gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan massa air pada puncak gelombang akan jatuh ke depan. Energi
C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

61

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

gelombang pecah dihancurkan dalam turbulensi, sebagian kecil dipantulkan pantai ke laut, dan tidak banyak gelombang baru terjadi pada air yang lebih dangkal. 3.Surging. Surging terjadi pada pantai dengan kemiringaan yang besar, seperti yang terjadi pada pantai berkarang. Daerah gelombang pecah sangat sempit dan sebagian besar energi dipantulkan kembali ke laut dalam. Gelombang pecah tipe ini mirip dengaan plunging, tetapi sebelum puncaknya jatuh, dasar gelombang sudah pecah.

Menurut Dyer (1990) apabila gelombang bergerak menuju daerah muara sungai akan menyebabkan terhambatnya transport sedimen dari sungai kearah laut. Apabila hal ini terjadi pada muara sungai di daerah delta yang masih aktif, maka akan mempengruhi proses perkembangan delta itu sendiri. Aliran sungai yang bertemu dengan gelombang laut di depan muara, dengan debit sungai kecil dan kecepatan arus sungai tidak mampu menahan gelombang, maka laju sedimentasi di muara sungai menjadi lebih besar dan endapan yang terjadi dapat menutup daerah muara sungai, sehingga mengganggu aliran sungai ke arah laut.

4.3. Arus Sepanjang Pantai Arus merupakan gerakan air yang mengakibatkan perpindahan massa air ,arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang lama, dapat pula terjadi karena gelombang yang membentur topografi pantai. Arus laut mampu membawa sedimen yang melayang maupun sedimen yang terdapat di dasar laut (Dahuri dkk, 1996).
C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

62

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Fenomena yang terjadi pada perairan laut, termasuk massa air laut itu sendiri merupakan interaksi yang melibatkan banyak faktor. Interaksi ini berlangsung secara dinamik dan terus menerus (Sverdrup, 1942). Salah satu fenomena yang terjadi yaitu adanya pergerakan massa air laut. Pergerakan massa air laut dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Pergerakan massa air laut ini juga dapat terjadi dpada massa air laut yang berada di permukaan (arus permukaan) dan di dekat dasar perairan (arus dalam). Selain itu, arus laut juga dipengaruhi oleh angin, namun kekuatan angin hanya sebagian dapat menggerakkan massa air laut yaitu pada permukaan perairan saja. Pergerakan rata-rata massa air laut berkisar 2% dari kecepatan angin. Untuk lapisan massa air laut pada kolom vertikal dibawahnya bergerak membentuk sudut 45 0 dengan arah angin. Mengingat ketebalan lapisan air relatif, maka akan terjadi vektor pada pergerakan massa air laut pda lapisan dibawahnya. Pergerakan ini lapisan air dibawahnya, juga membentuk sudut 450 dari lapisan diatasnya, sampai terbentuk spiral pergerakan massa air laut. Pola seperti ini dikenal dengan pola Spiral Ekman. Rata-rata perpindahan massa air laut dari keseluruhan kolom air akibat tiupan angin membentuk sudut 900 kearah kiri dari arah tiupan angin pada bagian selatan katulistiwa. Sedangkan pada bagian utara katulustiwa arah gerak menuju kekanan. Contoh fenomaena akibat pola ini lebih dikenal dengan adanya upwelling dan downwelling (Gross, 1987). Pergerakan pasang surut dan aksi gelombang internal oleh karena dinamika internal massa air laut mempunyai karakteristik dalam pola alirannya secara periodik. Pola ini lebih banyak dikenal dengan adanya arus diurnal dan semi diurnal serta campuran. Lebih lanjut arus arus yang disebabkan interaksi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti topografi, hetrogenitas massa air laut dan lain-lain.(Gross, 1987)

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

63

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

Dinamika massa air laut mempunyai beberapa penngertian dalam kaitannya dengan efek yang ditimbulkannya. Sverdrup, (1942) memberikan pengertian bahwa prinsip-prinsip dinamika massa air laut merupakan satu fenomena dengan prinsipprinsip dinamika fluida. Lebih lanjut Sverdrup (1942) memformulasikan adanya 2 kekuatan utama dalam pergerakan massa air laut yaitu faktor eksternal pada massa air laut dan total gradien tekanan per unit massa air laut. Beberapa aspek yang terkait dengan dinamika air laut yaitu deflaksi (pembelokan) karena pengaruh rotasi bumi dan deflaksi karena topografi perairan. Deflaksi oleh karena topografi perairan tidak mempunyai pengaruh besar dalam sirkulasi arus perairan secara global, pengaruh ini hanya dapat diketahui pola dan akibatnya dalam skala mikro. Deflaksi arus diakibatkan oleh rotasi bumi. Akibat rotasi bumi ini mengakibatkan adanya kecepatan angular yang mempengaruhi massa air laut yang menutupi permukaan bumi. Sverdrup (1942) mengasumsikan bumi bulat sempurna dalam eksperimennya mengatakan bahwa deflaksi arus yang terjadi berbeda untuk massa air laut pada bagian selatan dan utara katulistiwa. Pada belahan bumi selatan bergerak berlawanan arah jarum jam, sedangkan untuk belahan bumi utara searah jarum jam. Deflaksi ini juga dapat terjadi dalam skala yang lebih kecil oleh karena topografi perairan. Namun pada periode tertentu akan terjadi keseimbangan karena pengaruh rotaasi bumi. Sehingga pengaruh deflaksi ini tidak dapat menimbulkan perubahan pada pola deflaksi karena rotasi bumi. Gelombang massa air yang datang menuju pantai gerakan masa air tersebut arahnya akan mengalami pembelokan karena perubahan kedalaman perairan dan bentuk morfologi dasar laut serta pantai, sehingga dapat menimbulkan arus pantai ( nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses dinamik di pantai. Pola arus pantai
C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

64

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup besar maka akan terbentuk arus yang menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik (Komar, 1970 dalam John, 1983). Jika sudut datang tersebut kecil atau sama dengan nol (gelombang yang datang sejajar dengan pantai) maka akan terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan arah menjauhi pantai, disamping terbentuknya arus menyusur pantai. Diantara kedua jenis arus pantai ini, arus menyusur pantai mempunyai pengaruh lebih besar terhadap transportasi sedimen pantai. Daerah yang dilintasi gelombang tersebut adalah offshore zone, surf zone dan swash zone adalah yang paling penting di dalam analisis proses pantai. Arus yang terjadi di daerah tersebut sangat tergantung pada arah datang gelombang. Apabila garis puncak gelombang sejajar dengan garis pantai, maka akan terjadi arus dominan di pantai berupa sirkulasi sel dengan rip current yang menuju ke laut. Kejadian ekstrim lainnya terjadi apabila gelombang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai (b), yang akan menimbulkan arus sepanjang pantai sejajar dengan pantai. Sedangkan yang biasanya terjadi adalah kombinasi kedua kondisi tersebut. Dyer (1990) menyatakan bahwa modifikasi bentuk muara sungai merupakan fungsi dari pengaruh arus sepanjang pantai yang menghasilkan morfologi spit di depan muara sungai yang dapat menyebabkan pergeseran mulut sungai. Lebih lanjut Triatmodjo (1999) menyatakan bahwa transpor sdimen tersebut dapat menimbulkan arus dekat pantai. Lebih lanjut mengenai arus yang terjadi di sepanjang pantai dapat ditimbulkan oleh gelombang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai, sedangkan parameter terpenting didalam mencari arus ini adalah tinggi gelombang dan sudut datang gelombang pecah yang membentuk sudut terhadap garis pantai. Penurunan
C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

65

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

rumus untuk menghitung arus sepanjang pantai diberikan oleh Longuet-Higgins (dalam Triatmodjo, 1999)
V =1,17 ( g . Hb )
1/ 2

sin . cos

Keterangan : V : kecepatan arus sejajar pantai (m/s) g : percepatan gravitasi (m/s2) Hb : tinggi gelombang pecah :sudut datang gelombang pecah

4.4. Pasang Surut Pasang merupakan komponen penting dalam dinamika pantai yang

menghasilkan arus dan perpindahan sedimen. Proses pasang surut sangat berpengaruh pada daerah dengan energi gelombang yang relatif lemah, lagoon, teluk, dan estuary (Viles and Spencer,1994 dalam Hartanti, 2001). Gerakan pasang menimbulkan arus pasang yang terjadi di pantai dan sekitar muara sungai, pada umumnya akan menuju ke arah darat pada waktu pasang tinggi, dan ke arah laut pada waktu pasang rendah. Pickard and Emery (1990) menyatakan bentuk pasang surut kedalam empat tipe, hal ini dikarenakan adanya variasi perbedaan periode pasang surut. Secara umum di Indonesia memiliki empat tipe,antara lain sebagai berikut :

1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), pada tipe ini dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang terjadi secara teratur, periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

66

Studi Sedimentasi Pelabuhan Batang

2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. 3. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide privailling diurnal), pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. 4. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailling semidiurnal), pada tipe ini dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.

C .V. Rajawali Mandiri Perkasa

67

You might also like