You are on page 1of 29

KONTRASEPSI

Sri Ayuningsih Sutanto dan Yosephine Dian Hendrawati


Praktek Kerja Profesi Apoteker Siloam Hospitals Kebon Jeruk September-Oktober 2011

KONTRASEPSI

A. Definisi Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud penggunaan kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat dari adanya pertemuan antara sel telur dengan sperma (Cullin, 2011). Pencapaian tujuan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain, penggunaan pil KB/kontrasepsi oral, suntikan atau intravaginal, atau dengan obat topikal intravaginal yang bersifat spermisid. Penggunaan kontrasepsi barier umum digunakan karena mudah didapatkan di apotek dan swalayan. Pemilihan penggunaan obat hormonal oral atau suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, merupakan salah satu pilihan yang telah lama dikenal dan efetivitasnya sebagai kontrasepsi cukup tinggi(Avert, 2011). B. Epidemiologi Jumlah pengguna obat maupun alat kontrasepsi sebanyak 18 juta orang dengan. Ratarata lama pemakaian oral kontrasepsi adalah 4,8 bulan. Sampai Maret 2001 pasangan usia subur (PUS) yang dibina menjadi peserta KB aktif mencapai 25 juta peserta dengan berbagai metode kontrasepsi, antara lain : suntikan (37,5%), Pil KB (27,65%), IUD (17,53%), Implant (10,67%), MOW (5,2%) dan kondom (0,83%) (BKKBN, 2011). Menurut SDKI 2002-2003, tingkat pemakaian kontrasepsi menurut pencapaian kontrasepsi nasional adalah : pil (23,2%), IUD (11,0%), suntikan (49,1%), implant (7,6%), MOW (6,5%), MOP (0,77%), Metode Amenorea Laktasi (0,2%) (BKKBN, 2011). C. Anatomi dan fisiologi
A. Anatomi

Alat reproduksi wanita terdiri atas alat kelamin luar (genitalia eksterna/vulva) danalat kelamin dalam (genitalia interna). 1) Genitalia ekterna Alat kelamin luar wanita terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut: a. Mons veneris/mons pubis b. Labia mayora 2

c. Labia minora d. Klitoris e. Orificium urethrae f. Himen (Soepardiman, Jacoeb, Junizaf, 2011).

Gambar 1. Anatomi genitalia eksterna (Scanlon & Sanders, 2007) 2) Genitalia interna Alat kelamin dalam wanita terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut: a. Indung telur (ovarium) Ovarium berjumlah sepasang (kanan dan kiri) dan terletak di rongga peritoneum di depan dinding rongga pelvis, berbentuk oval, dan panjang antara 2,5 x 4,5 cm. Ovarium diselubungi oleh mesovarium yang berfungsi sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf (Anwar, 2005). Ovarium terdiri dari korteks dan medula. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon estrogen dan progesteron (Jong, 2005).

Gambar 2. Anatomi ovarium (Anwar, 2005) 3

b. Tuba fallopii (oviduk)

Oviduk merupakan saluran yang menghubungkan ovarium dengan rahim. Saluran ini berjumlah sepasang dengan panjang 8-14 cm. Ujungnya berbentuk corong berjumbai (fimbriae) yang berfungsi menangkap ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi. Setelah ovum ditangkap oleh fimbriae, kemudian disalurkan oleh tuba fallopii (bagian oviduk yang menyempit) dengan gerak peristaltik dinding tuba yang bersilia menuju rahim. Oviduk terdiri atas terdiri dari pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda-beda pada setiap bagiannya. Pars isthmica (proksimal/isthmus), merupakan pengendali transfer gamet. Pars ampularis (medial/ampula,tempat yang sering terjadi fertilisasi Pars infundibulum (distal), dilengkapi dengan fimbriae yang berfungsi "menangkap" ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba. (Soepardiman, Jacoeb, Junizaf, 2011)
c. Uterus (rahim)

Uterus merupakan ruangan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Pada wanita yang belum pernah melahirkan, ukuran rahim biasanya berukuran panjang 7 cm dan lebar 4-5 cm. Uterus terdiri dari corpus, fundus, isthmus dan serviks uteri dan tersusun atas 3 lapisan yaitu perimerium (lapisan paling luar dan yang berhubungan dengan rongga perut), miometrium (lapisan yang berfungsi mendorong bayi keluar pada proses persalinan/kontraksi), dan endometrium. Endometrium menghasilkan banyak lendir dan mengandung banyak pembuluh darah. Lapisan inilah yang mengalami penebalan dan akan luruh setiap bulannya bila tidak ada zigot (ovum yang telah dibuahi) yang tertanam di dalam uterus (Rayburn & Carey, 1996).
d. Vagina

Vagina adalah sebuah tabung berlapiskan otot yang membujur ke arah belakang dan atas. Dinding vagina lebih tipis dari rahim dan banyak lipatan-lipatan. Hal ini mempermudah jalannya kelahiran bayi. Didalam vagina terdapat lendir yang dihasilkan oleh dinding vagina (Jong, 2005)..

Gambar 3. Anatomi ovarium (Van De Graaff, Rhees, Palmer, 2010).


B. Fisiologi

Pengertian mengenai pengaturan hormon pada siklus menstruasi sangat penting untuk memahami kontrasepsi pada wanita. Siklus menstruasi dimulai dengan menarche yang biasanya terjadi pada umur 12 tahun dan berlanjut terjadi pada wanita yang tidak hamil sampai terjadi menopause (biasanya terjadi sekitar umur 50 tahun). Siklus ini termasuk perubahan dan pengelupasan (peluruhan) endometrium melalui vagina yang disebut menses atau aliran menstrual. Siklus menstruasi terdiri 3 fase: folikular (pre ovulasi), ovulasi, dan luteal (post ovulasi) (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). SIKLUS MENSTRUASI Hari pertama dari menses (mestruasi) merupakan hari pertama dari siklus menstruasi dan menandakan dimulainya fase folikular. Fase folikular berlanjut sampai terjadi ovulasi, yang biasanya terjadi pada hari ke-14. Fase setelah ovulasi disebut dengan fase luteal yang terjadi sampai dimulainya siklus menstruasi berikutnya. Rata-rata lama/panjang siklus menstruasi adalah 28 hari, namun dapat bervariasi dari 21 sampai 40 hari. Umumnya, variasi lama siklus yang terbesar adalah pada fase folikular, terutama pada beberapa tahun pertama setelah menarche dan sebelum menopause. Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hubungan hormonal antara hipotalamus, hipofisis anterior dan ovarium. Untuk merespon stimulasi epineprin dan norepineprin, hipotalamus mensekresikan GnRH (Gonadotropin-Releasing Hormone) secara teratur tiap 60-90 menit. GnRH menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresikan gonadotropin, Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). FSH dan LH menyebaban

terbentuknya folikel ovarium yang akhirnya menghasilkan ovum yang subur (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). FASE FOLIKULAR Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang berasal dari 1 folikel dan disiapkan untuk proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Rata-rata fase folikular berlangsung selama 10-14 hari. Pada 4 hari pertama dari siklus menstruasi, kadar FSH meningkat dan memungkinkan sebagian kecil folikel (folikel primodial) terus bertumbuh dan berkembang. Folikel primordial akan mengalami pematangan menjadi folikel primer. Folikel primer menghasilkan hormon estrogen sambil terus berkembang menjadi folikel sekunder. Folikel sekunder menjadi matang dan kemudian menjadi folikel de Graaf. Di dalam folikel de Graaf, oosit matang siap dilepaskan. Antara hari ke-5 dan ke-7, 1 folikel menjadi dominan dan kemudian rupture/pecah melepaskan oosit. Folikel dominan meningkatkan jumlah estradiol dan inhibin yang dapat menyebabkan feedback negatif dari sekresi GnRH dari hipotalamus dan sekresi FSH dari hipofisis sehingga terjadi atresia sisa folikel (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008).

Gambar 5. Mekanisme feedback/umpan balik 6

FASE OVULASI Pelepasan oosit matang dari folikel de Graaf disebut ovulasi. Setelah oosit matang terlepas, bekas folikel de Graaf berubah menjadi korpus luteum. Korpus luteum akan menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen dan progesteron berfungsi untuk mematangkan endometrium. Endometrium yang sudah matang siap untuk mejadi tepat perkembangan zigot bila terjadi pembuahan. Setelah ovulasi, oosit dilepaskan dan menuju tuba falopi dan menuju ke tuba falopi untuk difertilisasi dan berpindah ke uterus untuk implantasi embrionik di lapisan endometrium (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). FASE LUTEAL Setelah terjadi rupture folikel dan pelepasan ovum, sisa dari folikel lutinized menjadi corpus luteum, yang mensintesis androgen, estrogen, dan progesteron. Progesteron membantu menjaga lapisan endometrial yang menyokong embrio yang terimplan dan menjaga kehamilan. Progesteron juga menghambat pelepasan GnRH dan gonadotropin, mencegah pengembangan folikel baru. Apabila terjadi kehamilan, Human Chorionic Gonadotropin (HCG) mencegah sekresi estrogen dan progesteron untuk menjaga kehamilan sampai plasenta dapat memenuhi perannya dengan baik. Apabila fertilisasi atau pembuahan tidak terjadi, corpus luteum mengalami degenerasi (pengecilan) dan berubah menjadi korpus albicans. Karena korpus luteum mengalami regresi, maka produksi estrogen dan progesteron semakin menurun. Jangka hidup corpus luteum tergantung dari keberadaan sejumlah kecil LH dan rata-rata durasinya 9-11 hari. Dengan menurunnya progesteron, terjadi peluruhan endometrial (pengelupasan lapisan endometrium di atas stratum basalis mengeluarkan darah haid) dan siklus menstruasi yang baru dimulai. Pada akhir fase luteal, saat kadar estrogen dan progesteron rendah, kadar FSH mulai meningkat karena adanya pematangan folikel untuk siklus berikutnya (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008).

Gambar 6. Siklus hormonal dan menstruasi FERTILISASI Fertilisasi/pembuahan adalah bertemunya sel sperma dan sel telur. Pada saat sanggama, seorang pria dapat mengeluarkan sekitar 35 40 juta spermatozoa/ml sehingga setiap hubungan seks terdapat sekitar 110 120 juta spermatozoa, namun hanya satu sperma yang dapat membuahi ovum. Dalam keadaan normal in vivo, pembuahan terjadi di daerah tuba Falopi umumnya di daerah ampula / infundibulum. Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba (Trisetiyaningsih, 2011). Kemudian spermatozoa mengalami peristiwa : 1. reaksi kapasitasi : selama beberapa jam, protein plasma dan glikoprotein yang berada dalam cairan mani diluruhkan. 2. reaksi akrosom : setelah dekat dengan oosit, sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zatzat dari corona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan corona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan corona radiata, trypsine-like agent dan 8

lysine-zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pellucida untuk mencapai ovum. Spermatozoa yang menyentuh zona pellucida, terjadi perlekatan yang kuat dan penembusan yang sangat cepat (Van De Graaff, Rhees, Palmer, 2010). Setelah masuknya kepala spermatozoa ke dalam ovum dengan meninggalkan ekornya maka terjadilah pertemuan antara sel telur dengan sperma. Peristiwa ini disebut pembuahan ( konsepsi = fertilisasi). Sekali telah terjadi penembusan zona oleh satu sperma, terjadi reaksi khusus di zona pellucida (zone-reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma lainnya (Soepardiman, Jacoeb, Junizaf, 2011). Ovum yang telah dibuahi akan menjadi zigot. Selanjutnya zigot digerakkan oleh silia tuba menuju uterus yang memakan waktu 6-7 hari. Dalam pergerakannya ini yaitu pada hari ke-3 sampai ke-4, zigot akan membelah diri beberapa kali secara mitosis dimana sesudah 3-4 kali pembelahan zigot memasuki tingkat 16 sel (fase morula). Fase morulla terdiri dari inner cell mass (kumpulan sel-sel di sebelah dalam, yang akan tumbuh menjadi jaringan-jaringan embrio sampai janin) dan outer cell mass (lapisan sel di sebelah luar, yang akan tumbuh menjadi trofoblas sampai plasenta). Pada hari ke-5 sampai ke-6 zigot berada pada fase blastula. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan endometrium berada dibawah pengaruh progesteron dari korpus luteum yang masih aktif sehingga lapisan endometrium dinding uterus kaya pembuluh darah dan sel sel besar yang mengandung banyak glikogen serta mudah dihancurkan oleh trofoblas. Blastula akan mudah masuk kedalam sel tersebut (infiltrasi), menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan menutup lagi (terjadi implantasi). Setelah implantasi, selsel trofoblas yang tertanam di dalam endometrium terus berkembang, membentuk jaringan bersama dengan sistem pembuluh darah maternal untuk menjadi PLASENTA, yang kemudian berfungsi sebagai sumber nutrisi dan oksigenasi bagi jaringan embrioblas yang akan tumbuh menjadi janin. Sedangkan inner cell mass akan menjadi embrio yang dilapisi oleh 3 lapisan yaitu : Ektoderm mengalami diferensiasi menjadi epidermis, sistem saraf, dan alat-alat indra. Mesoderm mengalami diferensiasi menjadi rangka, otot, alat peredaran darah, alat ekskresi, alat reproduksi. Endoderm mengalami diferensiasi menjadi alat pencernaan dan alat pernapasan (Soepardiman, Jacoeb, Junizaf, 2011)

Gambar 7. Proses fertilisasi

D.

Kontrasepsi Melancarkan menstruasi Mencegah kehamilan Mengurangi angka kelahiran total Menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak Menurunkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk Mencegah penularan penyakit seksual

Outcome :

Tujuan : Menjaga keseimbangan hormon Pencegahan pertemuan ovum dan sperma Pencegahan terjadinya implantasi embrionik Menghindari kontak langsung dengan menggunakan alat. : Organ reproduksi , sperma, ovum, lingkungan uterus, hormon-hormon reproduksi (misal : FSH, LH) 10

Sasaran

Strategi Terapi: Pilihan kontrasepsi bermacam-macam dan tiap jenis kontrasepsi memiliki keuntungan dan kelemahan. Pemilihan jenis kontrasepsi tergantung dari kondisi dan kenyamanan pasien (Avert, 2011). Non farmakologis : A. Metode kalender B. Barrier technique : kondom pria , kondom wanita , sponge, diafragma / cervical caps. C. Operasi : vasektomi, tubektomi Farmakologis : A. Spermisida : implant, IUD/spiral, Spermicide-Implanted Barrier Techniques B. Hormonal : pil KB, transdermal patch, vaginal contraceptive ring, long-acting injectable, implantable, danintrauterine contraceptives. (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008) TERAPI NON FARMAKOLOGI A. Metode kalender Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung masa subur seseorang adalah KB Billing.KB Billing merupakan suatu bentuk KB alamiah dimana masa subur dapat diketahui dari lendir yang dikeluarkan oleh alat kelamin wanita.Dalam metode ini, perlu adanya komunikasi dan kerjasama yang baik dan kompak antar pria dan wanita untuk tidak berhubungan seks pada saat wanita dalam masa subur. KB Billing menggunakan metode kalender, dimana wanita menandai tanggal-tanggal disaat mereka dalam masa menstruasi, masa kering, masa subur, masa ovulasi. Oleh karena itu, wanita harus sering memperhatikan tanda-tanda kesuburannya dengan cara : 1. Bila haid mulai, tandai kalender dengan ditandai spidol merah. Warna merah dipakai selama masa haid berlangsung, digunakan juga jika menstruasi sudah mau berhenti dan tinggal flek-fleknya saja. Selama hari-hari ini pantang untuk berhubungan seks. 2. Bila sepanjang hari tidak ada pengeluaran lendir (haid telah berhenti) dengan bagian luar (permukaan) liang senggama terasa kering, tulislah kering dengan spidol hijau sampai rasa kering berakhir. Hari-hari ini adalah hari-hari tidak subur awal (masa aman ke-1) dan bisa dipakai untuk bersenggama tanpa ada kemungkinan untuk hamil.Tetapi untuk amannya dipakai hari awal yaitu selang-seling (jangan 2 hari berturut-turut). Alasannya 11

karena sehabis melakukan hubungan seks biasanya ada cairan keluar dari alat kelamin wanita yang dapat mengaburkan perasaan akan lendir kesuburan. Banyaknya hari kering sesudah haid tidak tertentu. Biasanya sekitar 3 sampai 5 hari tetapi mungkin tidak ada sama sekali, kadang-kadang justru panjang sekali. Hal itu tergantung dari kadar hormon dalam darah, cepat atau lambatnya ovulasi dan juga dipengaruhi oleh keadaan psikologis wanita. 3. Selama lendir bersifat keruh tandailah dengan warna kuning Saat masa kering pada alat kelamin berhenti, maka itu artinya bahwa lendir sudah mulai dikeluarkan. Sifat lendir yang keluar itu berkembang, dimana pada permulaan biasanya lekat-lekat, kental dan keruh, tetapi makin lama menjadi makin cair, jernih, mulur, seperti putih telur mentah, dan memberikan perasaan licin atau basah pada jalan liang senggama. Pada malam hari catatlah sifat lendir yang dirasakan selama hari itu.Pada hari-hari keluarnya lendir lekat-lekat ini, sebaiknya tidak mengadakan hubungan seks. 4. Saat lendir yang dikeluarkan jernih, licin, dan cair tandai dengan warna biru. Semakin mendekati ovulasi, sifat lendir yang keluar semakin hari akan menjadi semakin jernih dan cair, memberi rasa licin, rasa basah yang panjang tanpa putus. Lendir licin ini menandakan wanita dalam keadaan sangat subur.Hal yang penting bukan banyaknya lendir yang keluar tetapi licinnya.Selama rasa licin tetap ada dibagian luar lubang vaginamaka menunjukkan bahwa wanita masih dalam kondisi subur.Sperma dapathidup didalam lendir licin inisehingga harus pantang berhubungan seks. 5. Hari terakhir keluarnya lendir basah licin disebut hari puncak. Artinya kesuburan atau hari paling mungkin menjadi hamil. Dalam catatan ditandai X. 6. Hari pertama sesudah puncak ditandai dengan perubahan lendir yang menjadi lekat dan keruh atau berhenti sama sekali sehingga terasa kering. Bila ini terjadi, anda dapat menentukan hari puncak dengan dengan memberi tanda silang X pada hari itu (yaitu hari kemarin, hari terakhir terjadinya lendir). Jika masih keluar lendir berarti belum melewati puncak, walaupun lendir yang keluar telah menjadi keruh dan buram. Hari terjadinya perubahan lendir dan licin menjadi lengket kembali adalah hari terjadinya ovulasi. 7. Selama tiga hari sesudah hari puncak anda masih dalam keadaan subur. Jadi masih pantang hubungan seks (karena sel telur kemungkinan masih hidup). Seandainya

12

dalam waktu 3 hari masih ada lendir yang keluar ( bersifat lengket dan keruh ), tandai dengan warna kuning, jika lendir habis dan kering tandai dengan warna hijau. 8. Pada hari keempat sesudah hari puncak, jika anda merasa kering berilah tanda hijau. Mulai pada malam harinya samapai semua hari sisa siklus (sampai haid berikutnya) adalah aman untuk berhubungan seks karena masa tidak subur. Walaupun masih ada lendir keruh keluar (ini sering terjadi menjelang haid berikutnya). Lendir keruh yang keluar ini berarti tidak subur. Tandai warna kuning pada kalender pada saat lendir keruh keluar. Haid berikutnya akan terjadi sekitar 2 minggu (10-16 hari) sesudah hari puncak kesuburan. Jika haid tiba, periksalah apakah penentuan anda, mengenai hari puncak sesuai dengan jangka waktu itu. (John and Evelyn Billings of Australia, 2011)

Gambar 8. Metode Kalender B. Barrier technique Kondom Kondom dibagi menjadi kondom pria dan kondom wanita. Kelebihan : dapat digunakan selama menyusui. dapat mencegah Penyakt Menular Seksual harganya tidak mahal dan mudah didapat tidak membutuhkan resep untuk membelinya Kekurangan : 13

kegagalan tinggi bila tidak digunakan dengan benar alergi lateks pada orang yang sensitif berkurangnya sensasi ketika berhubungan seksual pada beberapa orang kondom dapat rusak/ bocor (Cullin, 2011) Kondom pria Merupakan metode yang mengumpulkan air mani dan sperma di dalam kantung kondom dan mencegahnya memasuki saluran reproduksi wanita. Kondom pria harus dipakai setelah ereksi dan sebelum alat kelamin pria terpenetrasi ke dalam vagina yang meliputi separuh bagian penis yang ereksi. Pemakaianya tidak boleh terlalu ketat (harus ada tempat kosong di ujung untuk menampung sperma). Pemakaian kondom harus dilepas setelah ejakulasi (Avert, 2011).

Mekanisme kerja: menghalangi masuknya spermatozoa ke dalam traktus genitalia interna wanita. Kondom dirancang mempunyai permeabilitas membran yang dapat menghambat lewatnya organisme dalam berbagai ukuran seperti spermatozoa dengan diameter 0,003 (3000nm), dan juga patogen penyebab penyakit sexsual N.gonorrhoeae (800 nm), C. Trachomatis (200nm), HIV (125nm) dan Hepatitis (40nm) (Indira, 2009). Efektivitas : Efektif digunakan saat istri dalam periode menyusui Risiko kehamilan terjadi pada 3-14 per 100 wanita pada 1 tahun penggunaan pertama. Kondom terbuat dari latex, efektif memberikan perlindungan terhadap virus HIV (Indira, 2009; Avert, 2011). 14

Kondom wanita Terdiri dari bahan polyurethane berbentuk seperti sarung atau kantong dengan panjang 17 cm (6,5 inci). Bahan polyurethane kurang menyebabkan reaksi alergi dibandingkan kondom latex. Bahan tersebut juga kuat dan jarang robek (40% lebih kuat dari kondom latex) tetapi tipis sehingga sensasi yang dirasakan tetap dapat dipertahankan, kondom wanita ini dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual termasuk HIV apabila digunakan secara benar (Avert, 2011). Pada tiap ujung kondom terdapat cincin/lingkaran yang lentur. Ujung yang tertutup dengan cincin lentur, dimasukkan dalam vagina untuk membantu supaya kondom tersebut tetap pada tempatnya. Sedangkan pada ujung yang terbuka, cincin tetap berada di sebelah luar vulva (pintu masuk ke dalam vagina). Tersedia kondom dengan dasar silicon sebagai lubrikasi di dalamnya, tetapi penambahan lubrikasi dapat juga dilakukan. Kondom wanita tidak mengandung spermicide. Penggunaan kondom wanita sebaiknya tidak bersamaan dengan kondom laki-laki karena pergesekan antara kedua kondom tersebut dapat menyebabkan kondom rusak (Avert, 2011). Mekanisme kerja :Mencegah sperma bertemu dengan sel telur dan dapat melindungi dari penularan penyakit seksual. Efektifitas penggunaan kondom wanita 79%-95% untuk mencegah kehamilan (Avert, 2011).

Diafragma /cervical caps Merupakan kontrasepsi penghalang yang dimasukkan ke dalam vagina dan mencegah sperma masuk ke dalam saluran reproduksi. Diafragma terbuat dari lateks atau karet dengancincin yang fleksibel. Diafragma diletakkan posterior dari simfisis pubis sehingga 15

serviks (leher rahim) tertutupi semuanya. Diafragma harus diletakkan minimal 6 jam setelah senggama. Cervical cap adalah kop bulat yang diletakkan menutupi leher rahim dengan perlekatan di bagian forniks. Terbuat dari karet dan harus tetap di tempatnya lebih dari 48 jam (Cedar River Clinic, 2011). Efektivitas : kehamilan terjadi pada 6-40 per 100 wanita pada 1 tahun penggunaan pertama. Keuntungan : dapat digunakan selama menyusui, tidak ada risiko gangguan kesehatan dan gangguan siklus haid, dan penggunaan cukup lama (+ 48 jam). Kerugian : angka kegagalan tinggi, peningkatan risiko infeksi, membutuhkan resep dari tenaga kesehatan, ketidaknyamanan(Epigee Pregnancy and Women's Health, 2011).

Gambar 9. Kontrasepsi Diafragma dan Cervical Cap C. Operasi Keterbatasan metode operasi adalah:

Harus dipertimbangkan sifat mantap metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan rekanalisasi Klien dapat menyesal di kemudian hari Risiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan Dilakukan oleh dokter terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi untuk proses laparoskopi) Tidak melindungi diri dari PMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS (PKMI, 2008) deferens, Setelahvasektomi, saluranyang spermatidak

Vasektomi Vasektomiadalahpembedahanuntukmemotongvas membawaspermalaki-lakidariskrotumkeuretranya. bisabergerakkeluardaritestis(Lindberg dan Donald, 2011). Vasektomi bersifat irreversible atau dengan kata lain pria yang telah melakukan vasektomi, akan selamanya infertil. Vasektomitidakdianjurkansebagaibentukjangka 16

pendekuntuk Tubektomi

kontasepsi.Proseduruntukmembalikkanvasektomiadalahoperasiyang

jauh

lebihrumit (Lindberg dan Donald, 2011). Tubektomi adalah prosedur bedah untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seseorang perempuan. Mekanisme tubektomi adalah dengan mengoklusi tuba falopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (PKMI, 2008). Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Sesudah suatu keguguran tubektomi sudah dapat langsung dilakukan. Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 10 pasca persalinan (PKMI, 2008). TERAPI FARMAKOLOGI A. Spermisida Spermisida kebanyakan mengandung nonoksinol-9, yiatu surfaktan kimia yang menghancurkan dinding sel sperma dan menjadi barier yang akan menghalangi sel sperma masuk ke serviks. Bentuk sediaan dari spermisida ini antara lain krim, foam, gel, suppositoria, spons, dan tablet. Kekurangan : tidak adanya proteksi terhadap penyakit menular seksual(PMS). Spermisida dengan kandungan nonoksinol-9 dapat meningkatkan risiko transmisi dari virus HIV karena kemungkinan timbulnya luka pada epitelium vagina. WHO tidak menganjurkan pemakaian spermisida pada wanita yang terinfeksi HIV atau siappapun yang terjangkit HIV (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). Spermicide-Implanted Barrier Tecniques Kontrasepsi ini adalah spons kontrasepsi vagina yang mengandung 1 g spermisida nonoksinol-9. Kontrasepsi ini memiliki bentuk cekung pada salah satu sisi dan berbentuk cembung pada sisi lain (bikonkaf). Spons ini bisa digunakan hingga 6 jam sebelum intercourse, spons ini memproteksi vagina selama 24 jam. Spons tidak boleh berada dalam vagina hingga 24-30 jam, karena dapat menyebabkan sindrom shock toxic, selain itu kontrasepsi ini hanya digunakan 1 kali saja (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). IUD (intrauterine devices) 17

Mekanisme kerja : tembaga pada IUD menimbulkan efek toksik pada sperma sehingga mencegah sampainya sperma ke ovum. Tembaga terbukti mengurangi jumlah, motilitas, morfologi, dan vitalitas sperma (Maryam, Akram, Omid, Pouneh, Reza, and Massih, 2010). IUD yang merupakan benda asing bagi tubuh, akan merangsang pembentukan leukosit dan prostaglandin dimana mekanisme ini juga akan menghalangi bertemunya sperma dan ovum di tuba falopii serta mencegah implantasi janin di endometrium (Finger, 2000). Kontrasepsi ini memiliki mekanisme tambahan yaitu seperti kontrasepsi hormonal implan. Kontrasepsi ini dapat diimplankan sekali untuk jangka waktu 10 tahun. Bentuk dari IUD adalah T dan terdapat dua jenis yaitu terdapat tembaga dan terdapat levonorgestrel. Salah satu kandungan dalam IUD yaitu levonorgestrel yang berfungsi lokal dalam meningkatkan kekentalan mucus serviks sehingga menurunkan motilitas sperma (Finger, 2000). Efek samping yang paling membahayakan adalah meningkatnya resiko inflamasi pelvis pada wanita. Hal ini juga dapat dikarenakan resiko infeksi oleh bakteri pada saat IUD dimasukkan pada saluran genital. Akan tetapi IUD merupakan salah satu alternatif kontrasepsi bagi wanita yang tidak memiliki toleransi terhadap estrogen yang terkandung dalam agen kontrasepsi (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). Sponge Kontrasepsi sponge bentuknya kecil, pillow-shaped spermicide berisi polyurethane, berbentuk pipih bikonkaf, lapis katun yang cocok menempel pada cervix.Mekanisme utama yakni melepaskan spermisida ke dalam vagina, dimana spermatisida dilepaskan secara konsisten selama 24 jam pemakaian. Pada saat pemakaian sponge tersebut dapat dilakukan sanggama tanpa perlu adanya spermatisida tambahan. Sponge ini berfungsi sebagai barrier, untuk mencegah masuknya sperma melalui cervix, ke dalam uterus dan harus dibiarkan tertinggal di cervix paling sedikit 6 jam setelah sanggama. Sponge hampir tidak berasa saat senggama. Jangan diambil atau dimasukkan kembali setelah sanggama (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008).

18

Gambar 10. Sponge Spermisida Keuntungan:


Ringkas penggunaannya Termasuk OTC, sehingga pembelian tanpa resep bisa Tidak perlu di paskan sesuai ukuran, karena konturnya yang lentur dapat digunakan oleh segala ukuran. Dapat digunakan 24 jam sebelum hingga saat senggama, sehingga ringkas dan simpel. Disposable, reversible dan hampir tidak berasa Konsentrasi spermatisia yang tinggi memungkinkan reaksi alergi atau mengiritasi. Kemungkinan peningkatan resiko tertular HIV lebih tinggi dibanding dengan kondom Tidak adanya proteksi terhadap penyakit menular seksual Lebih tidak efektif dibanding metode lain Tidak ada hormon pencegah kehamilan, sehingga bisa terjadi pembuahan Sebesar 8% dan 32% tiap tahunnya wanita yang menggunakan sponge terjadi kehamilan. Adanya resiko toxic shock syndrome oleh karena itu sponge tidak boleh dipasang selama lebih dari 30 jam. Pada orang dengan riwayat toxic shock syndrome tidak diperbolehkan menggunakan (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008).

Kerugian:

B. Hormonal Kontrasepsi hormonal berisi kombinasi estrogen-progestin maupun hanya berisi progestin. Bentuk sediaan kontrasepsi hormonal dapat berupa transdermal patch, vaginal contraceptive ring, long-acting injectable, dan implantable. Pil kontrasepsi kombinasi bekerja sebelum terjadinya fertilisasi untuk menghindari terjadinya conception. Progestin memiliki efek paling besar dalam kontrasepsi dimana hormon ini akan meningkatkan konsistensi lendir serviks sehingga penetrasi dan transportasi sperma akan terhalang, sulit, atau tidak mungkin sama sekali. Progestin juga 19

memperlambatperistaltik tuba dan mengganggu transportasi sperma maupun sel telur, serta menginduksiendometrial atrophy (tidak memungkinkan terjadinya nidasi). Progestion akan menekan LH sehingga mencegah ovulasi. Estrogen menekan FSH yang distimulasi oleh kelenjar pituitary yang juga berkontribusi menekan LH sehingga mencegah ovulasi.Estrogen memiliki fungsi utama dalam menstabilkan endometrial lining dan mengkontrol siklus haid. Dua bentuk estrogen sintetik yang beredar adalah ethinyl estradiol (EE) dan mestranol namun EE 50% lebih efektif dibanding mestranol. Progestin yang umumnya digunakan desogestrel, drospirenone, ethynodiol diacetate, norgestimate, norethindrone, norethindrone acetate, norethynodrel, norgestrel, dan levonorgestrel (isomer aktif norgestrel). Pil Oral Kombinasi (POK) Adalah pil kontrasepsi berisi estrogen maupun progestin. Dosis estrogen ada yang 0,05; 0,08; dan 0,1 mg pertablet. Sedangkan dosis dan jenis progesteronnya bervariasi dari masingmasing pabrik pembuatnya.Efektivitas dari pil ini lebih dari 99%.Terdapat beberapa macam POK : Monophasic Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet, mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. Multiphasic Pil Biphasic : Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet, mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dalam dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. Pil Triphasic : Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet, mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dalam tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. Penggunaan pil kombinasi dapat dilakukan pada kondisi atau waktu tertentu, seperti: Setiap saat selagi haid, untuk meyakinkan kalau perempuan tersebut tidak hamil, Hari pertama sampai hari ke- 7 siklus haid, Boleh menggunakan pada hari ke-8, tetapi perlu menggunakan metode kontrasepsi yang lain (kondom) mulai hari ke-8 sampai hari ke-14 atau tidak melakukan hubungan seksual sampai telah menghabiskan paket pil tersebut. Setelah melahirkan, yaitu setelah 6 bulan pemberian asi eksklusif, setelah 3 bulan dan tidak menyusui, dan pasca keguguran ( segera dalam waktu 7 hari). 20

Bila berhenti menggunakan kontrasepsi injeksi, dan ingin menggantikan dengan pil kombinasi, pil dapat segera diberikan tanpa perlu menunggu haid. Pertimbangan penggunaan POK pada beberapa kondisi pasien Penggunaan POK membutuhkan pertimbangan yang cukup penting sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap medical history dan tekanan darah. Kondisi kesehatan yang membutuhkan pertimbangan: Pada wanita perimenopause sebaiknyaPOK digantikan dengan Hormon Replacement Therapy. Pasien pengguna POK memiliki risiko kardiovaskular dikarenakan tromboembolisme bukan atherosklerosis sehingga perlu monitoring tekanan darah pada penggunaan jangka panjang POK juga dapat mempengaruhi terjadinya dislipidemia dimana progestin sintetis memiliki efek langsung dalam metabolisme lipid yaitu mengurangi HDL dan Meningkatkan LDL, namun estrogen menimbulkan efek sebaliknya dan meningkatkan trigliserida. Penggunaan POK dosis rendah tidak begitu mempengaruhi kadar lipid. Pada pasien DM penggunaan POK tidak signifikan berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Pasien yang baru saja menderita kanker payudara tidak dianjurkan mengkonsumsi POK Pasien obesitas memiliki risiko kegagalan dalam proses kontrasepsi terutama POK pada penggunaan dengan transdermal patch Pasien SLE sebaiknya menghindari penggunaan POK dan kontrasepsi sebaiknya hanya menggunakan progestin Efek samping dari penggunaan pil ini dapat terjadi dari ringan hingga berat.Untuk efek samping ringan, yaitu berupa mual muntah, pertambahan berat badan, perdarahan tidak teratur, meningkatkan tekanan darah, retensi cairan, edema, sakit kepala, timbulnya jerawat, alopesia, dan keluhan ringan lainnya. Keluhan ini berlangsung pada bulan-bulan pertama pemakaian pil. Pada sebagian kecil perempuan dapat menimbulkan depresi dan perubahan suasana hati, sehingga keinginan untuk melakukan hubungan seks berkurang.Kontra indikasi dari pil ini adalah adanya gangguan fungsi hati, tromboflebitis atau riwayat tromboflebitis, kelainan serebro-vaskuler, keganasan pada kelenjar mamma dan alat reproduksi, serta adanya varises yang berat. Cara penggunaan POK 21

Penggunaan POK sebenarnya dapat diminum kapan saja pada wanita yang tidak sedang mengandung dan tidak baru saja melahirkan/sedang menyusui. POK dapat mulai diminum pada hari pertama sampai ketujuhmasa haid dan tidak perlu diatur masa minumnya pada bulan berikutnya, sedangkan bila diminum setelah haid memerlukan pengaturan waktu minum lagi di bulan berikutnya. POK harus diminum pada waktu yang sama setiap harinya. Jika ada pil yang lupa diminum selama lebih dari 12 jam, maka khasiat kontrasepsinya akan berkurang. Pada umumnya obat ini dikemas dalam kemasan yang berisi 21 pil tanpa plasebo, atau 28 pil yang berisi 7 pil plasebo. Untuk kemasan yang berisi 21 pil, sebutir pil diminum setiap hari selama 3 minggu, kemudian diikuti dengan seminggu tanpa pil. Sedangkan untuk kemasan yang berisi 28 pil, sebutir pil diminum setiap hari selama 3 minggu, kemudian dilanjutkan dengan 7 pil plasebo yang diminum sebutir sehari. Pil plasebo tidak berisi zat aktif estrogen atau progestin, namun biasanya hanya berisi suplemen zat besi, karena kebutuhan akan zat besi meningkat selama masa menstruasi. Bila pil plasebo tidak diminum maka tidak akan mempengaruhi efektivitas pengobatan (FHI, 2011). Lupa Meminum Pil KB Berisi Progestin lebih dari 3 jam (kurang dari 24 jam) Minum 1 pil segera saat ingat Minum pil berikutnya sesuai jadwal biasa Lanjutkan pil yang tersisa sesuai jadwal Gunakan metode back up selama 48 jam setelah lupa minum pil. Beberapa metode back up yang dapat digunakan antara lain kondom, diaphragma, kondom wanita, pil KB darurat. Lupa Meminum Pil KB Kombinasi Jumlah pil yang terlewat 1-2 pil Kapan pil lupa Yang harus diminum dilakukan Di awal siklus Segera minum 1 pil minum obat saat ingat Lanjutkan pil berikutnya sesuai jadwal biasa (mungkin harus meminum 2 pil dalam sehari) Hari ke 3 sampai hari Segera minum 1 pil ke 21 siklus minum saat ingat obat Lanjutkan pil Membutuhkan 7 hari back-up Ya (yang dimaksud dengan back up adalah penggunaan alat kontrasesi tambahan untuk mencegah kehamilan, seperti kondom, dsb.) Tidak

1-2 pil

22

berikutnya sesuai jadwal biasa (mungkin harus meminum 2 pil dalam sehari) 3 pil atau lebih Dua minggu pertama Segera minum 1 pil Ya siklus minum obat saat ingat Lanjutkan pil berikutnya sesuai jadwal biasa (mungkin harus meminum 2 pil dalam sehari) 3 pil atau lebih Minggu ketiga siklus Jangan Ya minum obat melanjutkan minum obat Buang pil KB yang tersisa Ulangi siklus minum obat dari awal 1-7 pil pengingat / Minggu keempat Buang pil Tidak plasebo siklus minum obat pengingat yang terlewat Minum pil pengingat selanjutnya seperti biasa (http://www.plannedparenthood.org/health-topics/birth-control/if-forget-take-pill-19269.htm)

Gambar 11. Pil Kontrasepsi Kombinasi PilSequential 23

Cara ini banyak dipakai pada tahun enam puluhan, sedangkan dewasa ini nampaknya kurang populer. Pil sequensial : a. Terdiri dari estrogen saja untuk 14-15 hari. b. Disusul tablet kombinasi untuk 5-7 hari. Penggunaan dari pil ini yaitu makanlah pil yang berisi estrogen selama 2 minggu, diteruskan dengan memakai pil kombinasi selama 1 minggu, lalu selama 1 minggu tidak makan pil apapun. Pada akhir minggu keempat akan terjadi perdarahan haid (withdrawal bleeding). Kerja dari pil sekuensial adalah menghambat ovulasi.Dosis estrogen yang ada lebih tinggi daripada dosis estrogen dalam pil kombinasi. Tidak adanya progesteron pada 2 minggu pertama, maka jika tidak memakan pil hanya 1 hari saja akan menyebabkan terjadinya ovulasi, sehingga masih mungkin terjadi kehamilan Pil ini diindikasikan pada wanita hipoestrogenik, haid tidak teratur, hipofertil, haid yang sering terlambat, dan wanita dengan jerawat. Angka kegagalan lebih tinggi dibandingkan pil kombinasi, yaitu 0,5-1,4. Ini disebabkan karena bila makan pil sekuensial ini tidak boleh lupa, sehingga jika terjadi kelalaian dalam makan pil ini dapat terjadi kehamilan. Long Acting Injectable And Implantable Contraceptives Hormon steroid ditujukan untuk kontrasepsi jangka panjang ketika diinjeksikan atau diimplan ke dalam kulit. Progestin sering digunakan pada sediaan injeksi dan kontrasepsi implan. Sustained progestrin dapat menghambat peningkatan LH, sehingga dapat mencegah terjadinya ovulasi. Meskipun terjadi ovulasi, progestin dapat menurunkan motilitas dari ovum pada tuba valopi. Jika terjadi pembuahan, progestin dapat menipiskan endometrium sehingga menurunkan peluang untuk terjadinya implantasi. Progestin juga mengurangi sekresi mukus serviks yang dapat melindungi sperma pada saat terjadi penetrasi. Injectable Progestin Medroksiprogesteron asetat memiliki struktur yang mirip dengan progesteron alami yang dihasilkan tubuh. Depot medroksiprogesteron asetat (DMPA) 150 mg diadministrasikan dengan injeksi intramuskular ke dalam otot glueal atau deltoid antara 5 hari setelah perdarahan menstruasi dan menghambat ovulasi selama lebih dari 3 bulan. Selain itu, formulasi baru yang disetujui oleh FDA mengandung 104 mg DMPA yang diinjeksikan secara subkutan pada abdomen. Efektivitas DMPA lebih dari 99%. Meskipun injeksi ini mungkin menghambat ovulasi hingga 14 minggu, tetapi dosisnya perlu diulang setiap 3 bulan 24

(12 minggu) untuk efek berkelanjutan dari kontrasepsi. DMPA sebaiknya diberikan 6 minggu setelah postpartum. Menstruasi yang tidak teratur dan kemudian disertai perdarahan yang berarti merupakan efek samping yaang paling sering dialami dalam penggunaan DMPA. Wanita yang tidak dapat mentoleransi perdarahan yang dialami, dapat menkonsumsi estrogen jangka pendek seperti 2 mg estradiol selama 7 hari. Progestin Implant Alat kontrasepsi dalam bentuk obat seperti bacilli/kapsul silastic silicone lembut yang berongga yang disisipkan di bawah kulit. Jumlah kapsul yang disispkan adalah 1, 2, 6 kapsul. Cara kerja dari implan ini adalah menekan lonjakan LH juga menekan ovulasi. Perlindungan kontrasepsi ini mulai saat 24 jam setelah insersi dimana obat dilepaskan secara disfusi melalui dinding kapsul. Diindikasikan pada wanita menyusui dan wanita dengan kontra indikasi penggunaan estrogen(Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). Contohnya adalahimplanon yang merupakan implan jangka pajang dengan kandungan 68 mg etonogestrel dan disisipkan di bawah kulit pada bagian lengan atas. Implanon melepaskan etonogestrel 60mcg per hari pada bulan pertama, dan kemudian mengalami penurunan menjadi 30 mcg per hari pada 3 tahun masa penggunaan yang direkomendasikan. Etonogestrel berfungsi menekan ovulasi, ketika ovulasi tetap terjadi maka etonogestrel tetap berfungsi seperti progestin yang menurunkan kadar mukus serviks dan produksi atropik endometrium (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). Implan etonogestrel harus disisipkan antara hari pertama dan kelima dari siklus menstruasi pada wanita yang belum pernah menggunakan oral kontrasepsi sebelumnya. Wanita yang pernah mengkonsumsi kontrasepsi oral dapat menyisipkan implan dalam 7 hari setelah mengkonsumsi tablet terakhir oral kontrasepsi yang digunakan. Wanita yang masih menggunakan pil progestin dapat menggunakan implan tanpa harus memberi jarak waktu. Setelah implan diambil, maka fertilitas akan kembali setelah 30 hari (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). Keuntungan dari kontrasepsi ini adalah efektif, tidak menggunakan estrogen eksogen, reversibel, tidak ada efek samping berkaitan engan ASI, tidak menaikkan tekanan darah, digunakan jangka panjang (hingga 5 tahun). Kerugian dari implan adalh harus dilakukan bedah minor ataupun mayor pada saat insersi dan sukar dalam mengangkat implan Efek samping utama dari penggunaan implan adalah siklus menstruasi yang tidak teratur, selain itu juga terjadi sakit kepala, vaginitis, berat badan meningkat, jerawat, serta

25

nyeri pada bagian abdominal dan payudara (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008).

Transdermal patch Merupakan salah satu kontrasepsi hormonal yang menggunakan patch/lempengan pada

trasndermal. Kontrasepsi ini mengandung 0,75 mg etinil estradiol (EE) dan 6 mg norelgestromin (metabolit aktif norgestimate). Kontrasepsi ini merupakan kombinasi dari estrogen dan progesteron, yanng berguna dalam mencegah ovulasi. Patch ini diaplikasikan pada abdomen, torso bagian atas, dan lengan atas pada awal siklus menstruasi dan diganti setiap minggu selama 3 minggu (pada minggu keempat tidak menggunakan patch). Patch ini akan melepaskan estrogen dan progestin selam 9 hari, jika lupa untuk mengganti setelah 9 hari maka patch berikutnya hanya digunakan untuk 7 hari (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008). Vaginal ring Cincin vagina ini mengandung EE dan etonogestrel, bentuk dari kontrasepsi ini adalah cincin flexible 54mm, dan ketebalan 4 mm. Selama 3 minggu cincin ini akan melepaskan kurang lebih 15 mcg/hari EE dan 120 mcg/hari etonogestrel. Mekanisme kerja dari kontrasepsi ini sama dengan oral kontrasepsi, terutama adalah mencegah terjadinya ovulasi. Pada siklus pertama penggunaan, cincin dimasukkan saat atau sebelum 5 hari siklus menstruasi, kemudian didiamkan selama 3 minggu dan tidak digunakan selama 1 minggu untuk melancarkan perdarahan haid. Cincin dimasukkan melalui vagina, tidak perrlu dikhawatirkan jika cincin masuk terlalu dalam karena serviks akan mencegah cincin sampai ke saluran genital (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008).

26

Kontrasepsi Darurat Kontrasepsi darurat digunakan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan setelah

intercourse yang tidak berpengaman. Kontrasepsi ini mengandung kombinasi progestin dan estrogen atau hanya progestin dengan dosis tinggi. Kontrasepsi darurat dapat mencegah telur yang mengalami pembuahan untuk tidak mengalami implantasi pada endometrium. Selain itu juga dimungkinkan menghambat laju sperma atau fungsi dari korpus luteum. Implantasi telur yang telah dibuahi pada endometrium terjadi kurang lebih 5 hari setelah intercourse. Kontrasepsi darurat oral tidak akan berefek jika implantasi telah terjadi. Efek samping umum yang terjadi antara lain nausea, muntah, dan menstruasi tidak teratur. Selain itu dikenal kontrasepsi darurat dengan kombinasi 2 tablet yang mengandung 0,75 mg levonorgestrel. Dosis awal yaitu diminum segera dalam 72 jam setelah intercourse tanpa pengaman, kemudian dosis kedua diminum 12 jam sesudahnya. Efek samping umum yang terjadi antara lain adala mual, muntah, dan menstruasi tidak teratur (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells and Posey, 2008).

27

DAFTAR PUSTAKA Anwar, R., 2005, Morfologi dan Fungsi Ovarium, Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung, pp 1. Avert, 2011, Birth Conttrol and Contraception for Teenager, http://www.avert.org/birthcontrol-contraception.htm, diakses tanggal 10 Mei 2011. BKKBN, 2011, Pendataan Keluarga, http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php/ rubrik/kategori/14, diakses tanggal 10 Mei 2011. Cedar River Clinic, 2011, Cervical Cover, http://www.fwhc.org/birth-control/capinfo.htm, diakses tanggal 17 Mei 2011. Cullin, 2011, Birth Control, http://www.plannedparenthood.org/health-topics/birth-control4211.htm, diakses tanggal 10 Mei 2011. Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G C., Matzke, G . R., Wells, B. G., and Posey. L M., 2008, Contraception, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th Edition, Mc Graw Hill Companies, Inc., New York, pp 1313-1312. Epigee Pregnancy and Women's Health, 2011, Cervicap Cap, http://www.epigee.org/guide/cap.html, diakses tanggal 20 Mei 2011. Finger, 2000, IUD Mechanism Affects Sperm, http://www.reproline.jhu.edu/english/6read/ 6issues/6network/v20-1/nt2013.html, diakses tanggal 17 Mei 2011. FHI, 2011, How To Use Oral Contraceptive , http://www.fhi.org/en/rh/pubs/network/v16_4/nt1643.htm, diakses tanggal 22 Mei 2011. Indira, L., 2009, Faktor-Faktor Yang Mempengruhi Pemilihan Jenis Kontrasepsi Yang Digunakan Pada Kelurga Miskin, Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. John and Evelyn Billings of Australia, 2011, Billing Ovulation Method, http://www.billingscentre.ab.ca/, diakses tanggal 15 Mei 2011. Jong,W.D, 2005, Kanker, Apakah itu?,Penerbit Arcan, Jakarta, pp 254. Lindberg,Donald 2011. Lubis, R.D., 2008, Penggunaan Kondom, 6-8, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, FK USU A.B., 2011, Vasectomy, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002995.htm , diakses tanggal 16 Mei

28

Maryam, Akram, Omid, Pouneh, Reza, and Massih, 2010, Seminal Plasma Levels Of Copper And Its Relationship With Seminal Parameters, Iranian Journal of Reproductive Medicine Vol.8. No.2.pp: 60-65. PKMI, 2008, Tubektomi Kontrasepsi Mantap Untuk Wanita(Contraseptive for womens) , http://www.pkmi-online.com/tubektomi.htm, diakses tanggal 16 Mei 2011 Rayburn, W.F., Carey, J.C., 1996, Obstetri dan Ginekologi, diterjemahkan oleh Chalik, TMA., Widya Medika, Jakarta, pp 12. Scanlon, V.C., Sanders, T., 2007, Essentials of Anatomy and Physiology,5th, F.A.Davis Company, Philadelphia, pp 456-458, 467. Soepardiman, H.M., Jacoeb, T.Z., Junizaf, H., Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita, www.medicalzone.org, diakses tanggal 11 Mei 2011. Van De Graaff, K.M., Rhees, R.W., Palmer, S.L., 2010, Schaums Outline of Human Anatomy and Physiology, third edition, McGraw-Hill Companies, Inc, New York, pp 375, 389. Trisetiyaningsih, Y., 2011, Kehamilan Normal, STIKES, Yogyakarta, pp 2-6.

29

You might also like