You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Hamil adalah suatu masa dari mulai terjadinya pembuahan dalam rahim seorang wanita sampai bayinya dilahirkan. Kehamilan terjadi ketika seorang wanita melakukan hubungan seksual pada masa ovulasi atau masa subur (keadaan ketika rahim melepaskan sel telur matang), dan sperma (air mani) pria pasanganya akan membuahi sel telur sel telur matang wanita tersebut. Telur yang telah dibuahi sperma kemudian akan menempel pada dinding rahim, lalu tumbuh dan berkembang selama kirakira 40 minggu (280 hari) dalam rahim pada kehamilan normal (Suririnah, 2008). Status gizi ibu sangat penting untuk tercapainya kesejahteraan ibu dan janin (Ronnenberg et all, 2003). Metode yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi pada seseorang adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (BMI) atau Body Mass Index (BMI). Indeks Massa Tubuh (BMI), yaitu berat badan dibagi tinggi badan kuadrat dipengaruhi oleh etnisitas dan genetik dan dapat juga digunakan untuk pengukuran adipositas dan keseimbangan energy (Ronnenberg et all, 2003). Antropometri ibu pun berbeda antar populasi (Ota et all, 2010), di Negara beberapa bagian di dunia terjadi masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih secara epidemis. Negara-negara berkembang seperti sebagian besar Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan pada umumnya mempunyai masalah gizi kurang (Almatsier, 2002). Wanita dengan status gizi rendah atau biasa dikatakan BMI rendah, memilik efek negatif pada hasil kehamilan, biasanya berat bayi baru lahir rendah dan kelahiran preterm (Papathakis, 2005). Sedangkan wanita dengan status gizi berlebihan atau BMI obesitas dikatakan memiliki risiko tinggi terhadap kehamilan seperti keguguran, persalinan operatif, preeklamsia, thromboemboli, kematian perinatal dan makrosomia (Yu CKH, Teoh TG, Robinson S, 2006). Manajemen antenatal yang tepat pada pengelolaan gizi ibu, sebagaimana ditentukan oleh bukti ilmiah sangat penting dalam mengurangi risiko kelahiran bayi baik lingkungan intrauterin dan proses kelahiran yang mengancam nyawa (Ota et all, 2010), Indeks Massa Tubuh yang digunakan sebagai acuan pada penelitian kebanyakan adalah BMI sebelum hamil, Sedangkan penelitian mengenai pertambahan berat badan

selama kehamilan ada yang menunjukkan pengaruh terhadap keluaran maternal dan perinatal, ada pula yang tidak menunjukkan pengaruh bermakna. Ditambah lagi dengan gaya hidup masyarakat yang sudah berubah terutama terkait dengan konsumsi makanan, dan kebiasaan diet. Meningkatnya BMI ibu menjadi salah satu faktor risiko dalam praktek obstetrik. Nilai BMI yang tinggi pada kehamilan didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI) lebih dari 25 kg / m2. Tingginya nilai BMI dalam kehamilan berimplikasi terhadap mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi. Prevalensi tinggi BMI pada kehamilan telah meningkat 9-10% pada awal tahun 1990 untuk 16-19% pada 2000 (Heslehurst. N.et all, 2007 ; Kanagalingam. et all, 2005). Hal ini terkait dengan peningkatan risiko seperti; miscarriage (Kanagalingam. et all, 2005) , kelainan kongenital pada janin (Lashen and Sturdeen, 2004), thromboembolism (Rasmussen, 2008 ; Jacubsen, Skjeldestad, and Sandset, 2008) , diabetes gestasional (Larsen. et all, 2007) , pra-eclampsia (Sebire, 2001), gangguan persalinan (Nuthalapaty, Rouse, and Owev, 2004), perdarahan post partum, infeksi (Sebire, 2001), dan kematian neonatal (Shah, Sands, and Kenny, 2006). B. Tujuan 1. Mengetahui dampak indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi terhadap risiko fetomaternal 2. Mengetahui dan menelaah isi jurnal dalam pengembangan pengetahuan tentang fetometernal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Definisi Obesitas Obesitas adalah merupakan suatu keadaan kelebihan jumlah lemak dalam tubuh, sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan bukan hanya dari jumlah lemaknya namun juga termasuk otot, tulang, dan total air dalam tubuh (Adams and Murphy, 2013). Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan energi yang masuk dan energi yang keluar. Jumlah lemak pada tubuh wanita normal sekitar 25-30% dari berat tubuhnya, sedangkan pada pria 18-23% (Anonim, 2010a). Epidemiologi Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, sekitar 1,5 miliar dewasa adalah overweight. Lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta wanita termasuk obesitas. WHO memprediksi bahwa pada tahun 2015, sekitar 2,3 miliar dewasa akan mengalami overweightdan lebih dari 700 juta miliar akan mengalami obesitas (WHO, 2013a). Hasil penelitian RISKESDAS tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada penduduk dewasa di atas 15 tahun di beberapa kota besar di Indonesa cukup tinggi seperti di Sumatera utara 20.9%, di DKI Jakarta 26.9%, Jawa Barat 17.0%, Jawa tengah 17.0%, DI Yogyakarta 18.7%, Jawa timur 20.4%. Secara keseluruhan, prevalensi obesitas di Indonesia mencapai 19.1% (Depkes, 2009). Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada populasi di negara-negara ini, termasuk Indonesia. Faktor Risiko Pada obesitas, seseorang mengkonsumsi kalori lebih dari yang dapat dibakar secara normal, dalam arti kata mereka makan banyak namun tidak diseimbangkan dengan

aktivitas atau olahraga. Namun ada faktor lain yang juga menjadi predisposisi seseorang menjadi obesitas. Faktor-faktor tersebut diantaranya (Anonim, 2009; Guyton, and Hall, 2008) a. Genetik Faktor genetik memainkan peran sangat besar terhadap kejadian obesitas. Sebuah studi menyimpulkan bahwa pada ibu yang mengalami obesitas, sekitar 75% anakanaknya akan mengalami obesitas. Begitu pula sebaliknya terjadi pada ibu yang kurus. Ibu dengan berat badan kurang mempunyai kecenderungan untuk memiliki anak yang kurus. Maka mereka yang memang memiliki bakat genetik seperti ini sudah seharusnya lebih bisa menerima keadaan yang sulit untuk diubah namun dapat dilakukan manajemen yang baik. b. Usia Ketika seseorang menginjak usia tua, tubuh mengalami penurunan kemampuan untuk metabolisme makanan atau kalori. Makanan lebih lama diolah, diubah menjadi energi dan pada akhirnya walaupun jumlah makanan yang dikonsumsi sejak orang tersebut usia 20 hingga usia tua tidak berubah namun sebenarnya ia tidak memerlukan jumlah kalori yang sama. Hal ini terlihat jelas ketika mereka yang berusia 20-an mengkonsumsi banyak kalori namun seimbang dengan aktivitas, pada mereka yang berusia diatas 40-an dengan jumlah konsumsi kalori yang sama malah bertambah bobotnya karena aktivitas dan metabolisme tubuh yang sudah menurun secara alamiah. c. Gender Wanita memiliki tendensi lebih sering menjadi overweight dibanding laki-laki. Laki-laki memiliki kemampuan untuk metabolisme saat istirahat yang berarti energi juga digunakan saat itu. Sehingga laki-laki membutuhkan jauh lebih banyak kalori untuk menjaga keseimbangan metabolisme yang menghasilkan energi itu. Pada wanita, terutama yang sudah mengalami menopause, rasio metabolisme mereka

justru akan menurun, sehingga jelas mereka akan mengalami penambahan berat badan setelah menopause.

d.

Lingkungan Walaupun genetik merupakan faktor utama pada obesitas, namun pada beberapa kasus, lingkungan juga merupakan faktor signifikan. Faktor lingkungan tersebut meliputi gaya hidup seperti yakni berupa jenis makanan yang dikonsumsi dan tingkat aktivitas fisik sehari-hari.

e.

Aktivitas fisik. Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi membutuhkan kalori untuk dibakar jauh lebih besar untuk menyeimbangkan kebutuhan tubuhnya. Sebagai tambahan, aktivitas fisik rupanya membantu seseorang dengan obesitas untuk menggunakan lemak sebagai sumber energinya. Sehingga ketika lemak tersebut dibakar, berkurang pula bobot tubuhnya. Dalam 20 tahun terakhir diketahui bahwa mereka yang obesitas memang mengurangi aktivitas fisiknya dan berlebihan dalam urusan konsumsi kalori atau makanan berlemak.

f.

Penyakit Ada beberapa penyakit yang juga berhubungan dengan kejadian obesitas. Penyakit tersebut diantaranya hipotiroidisme (kerja hormon tiroid yang menurun sehingga metabolisme tubuh ikut menurun), suatu penyakit pada otak yang meningkatkan nafsu makan (agak jarang terjadi), dan depresi.

g.

Psikologis Kebiasaan makan terkait dengan faktor psikis pada seseorang. Banyak orang melarikan diri dari rasa sedih, bosan, depresi atau marah dengan makan berlebihan. Rasa bersalah, diskriminasi, malu, atau ditolak dari lingkungan sosial juga banyak berpengaruh pada kondisi psikis seseorang yang berhubungan dengan perubahan pola makan. Binge eating adalah sebagai contoh dimana orang tersebut makan

berlebihan tanpa ia sadari dan pada akhirnya ia akan mencari pengobatan serius karena masalah ini. Hampir 30 persen orang dengan binge eating terkait faktor psikis menyerah dengan pergi ke dokter untuk mencari bantuan akan masalah ini. h. Obat-obatan. Beberapa obat seperti steroid dan anti-depresan memiliki efek samping penambahan berat badan. Patofisiologi Secara umum obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori, yang diakibatkan asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%) (Anonim, 2009). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi (Guyton, and Hall, 2008). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic centerdi hipotalamus agar menurunkan produksi

Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Guyton, and Hall, 2008). Cara Pengukuran Pengukuran berat badan seseorang secara tepat agak sulit. Ada beberapa metode klasifikasi yang digunakan untuk menentukan obesitas, yaitu: (Anonim, 2008; WHO, 2013b) 1. Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) sangat sederhana dan digunakan untuk estimasi massa lemak pada seseorang. BMI merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang. Nilai BMI didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuardrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai dari BMI pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. BMI merupakan refleksi dari persentase body fat mayoritas orang dewasa pada populasi besar dan universal. Walaupun begitu, tingkat akurasi BMI menurun jika digunakan pada pengukuran ibu hamil atau orang dengan body builder yang massa atau bobot tubuhnya terpengaruh dari komposisi tambahan (Anonim, 2008; (WHO, 2013b).

Tabel 1 : BMI menurut WHO BMI < 18.5 18.524.9 25.029.9 30.034.9 35.039.9 >40.0 Classification Underweight normal weight Overweight class I obesity class II obesity class III obesity

2. Body Fat Percent (BF%) Kelemahan BMI adalah tidak mengukur secara langsung kandungan lemak tubuh. Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan obesitas ialah dengan pengukuran Body Fat Percent (BF%). Sebagai gambaran, populasi Asia, yang memiliki BF% tertentu ternyata BMI nya lebih rendah dibandingkan populasi Caucasians dengan BF% yang sama. Hal ini karena perbedaan komposisi tubuh, yaitu perbedaan rasio panjang badan dan kaki (Newton et al, 2005; dalam Oetomo, 2011;49) (Anonim, 2010b). 3. Waist Circumference (WC) Waist Circumference merupakan salah satu cara pengukuran kegemukan dengan mengukur lingkar pinggang menggunakan pita pengukuran antropometri. Lokasi pengukuran terletak diantara tulang rusuk paling bawah dengan tepi atas tulang panggul. Pengukuran dilakukan horisontal melingkar perut sejajar tepi atas tulang panggul dan paralel dengan lantai. Pada saat pembacaan pita pengukur tidak boleh menekan kulit dan subjek dalam kondisi ekspirasi normal. Hubungan BMI dan WC dengan massa lemak tubuh masih kontroversi antara ras, jenis kelamin dan kelompok umur. 4. Waist to Hip Ratio (WHR) Waist to Hipratio (WHR) adalah rasio atau perbandingan antara lingkar pinggang dengan lingkar panggul. Lingkar pinggang diukur mulai dari antara bawah tulang rusuk dan atas umbilicus. Pengukuran dilakukan menghadap subjek dan subjek berdiri dengan otot perut relaksasi, tangan disampingbadan serta kondisi ekspirasi normal. Lingkar panggul adalah lingkar terbesar panggul yang diukur pada posisi berdiri. Pita pengukur antropometris dilingkar horisontal pada pinggul, menempel

kulit dan tidak sampai menekan. WHR dianggap berisiko bila >0,9 pada pria dan >0,8 pada wanita. 5. Skinfold (Lipatan Kulit) Skinfold adalah metode pengukuran lemak tubuh secara tidak langsung dengan mengukur ketebalan dua lipatan kulit dan jaringan lemak bawah kulit menggunakan skinfold caliper. Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ketebalan kulit dan jaringan lemak subkutan adalah konstan. Skinfold bersama BMI dipergunakan pada orang tua yang tidak dapat berjalan. Bila dibandingkan dengan hasil pengukuran dual energy X-ray densitometry,ternyata pengukuran skinfoldcaliper memberi hasil lebih rendah pada subyek overweightterutama wanita. Namun demikian metode ini lebih dapat diaplikasikan. 6. Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) Bioelectrical Impedance Analysis(BIA) adalah metode langsung mengukur obesitas. Prinsip metode ini adalah : aliran listrik yang dilewatkan tubuh manusia dihambat oleh jaringan lemak dan membran sel. Massa lemak tubuh sama dengan berat badan dikurangi massa bebas lemak dalam kilogram (kg), sedang persen lemak tubuh sama dengan hasil pembagian massa lemak tubuh (kg) dan berat badan tubuh (kg) dikali 100. Cairan tubuh subyek harus normal, tidak dehidrasi karena kurang minum, keringat berlebih atau latihan fisik berat sehari sebelum (Omron). Disamping untuk mengukur obesitas BIA juga dilaporkan cukup akurat untuk memprediksi volume otot pada anggota badan bawah. 7. Imaging Method Imaging method meliputi Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Kedua metode ini mengukur komposisi tubuh pada tingkat jaringan. CT scan mendeteksi komposisi tubuh menggunakan sinar X yang dilewatkan tubuh dengan mengetahui beda identitas. Biasanya CT scan digunakan sebagai alat diagnosis penyakit tetapi juga dapat dipakai untuk mengukur komposisi jaringan tubuh termasuk akumulasi lemak di bawah kulit dan di rongga abdomen, sehingga CT tidak hanya mengukur lemak tubuh total tetapi juga lokasinya. Ada tiga

tempat yang efektif untuk diukur jaringan lemaknya, yaitu bawah dada, perut, dan pertengahan paha, khususnya pada wanita obesitas. 8. Metode Lain Ada beberapa metode lain untuk mengukur obesitas yang jarang digunakan di klinik, misalnya Dual X-ray Absorptiometry (DEXA). Telah dibuktikan bahwa validitas dan reliabilitas antara metode DEXA sama dengan CT scan untuk mengukur obesitas sentral. Prinsip pengukuran obesitas dengan DEXA adalah dengan membandingkan absorbs radiasi massa lemak tubuh dengan berat badan, namun di Indonesia sendiri belum dilakukan karena membutuhkan alat, tenaga dan tempat khusus Dampak Obesitas Masalah utama pasien obesitas masih seputar gangguan pada sistem kardiovaskular, respirasi, dan gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamil dengan atau tanpa obesitas dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalami obesitas. Dampak obesitas antara lain berupa penyakit iskemia, hipertensi, gagal jantung, Obstructive Sleep Apnea (OSA), diabetes mellitus, penyakit tromboembolik, artritis atau osteoartritis, batu kandung empedu dan batu kandung kemih, menstruasi tidak teratur, diabetes mellitus gestasional, pre-eklampsia, abortus (Rothman, 2008; Sumiati, 2012). Penanganan Umum Penanganan obesitas tergantung tingkatan obesitas menurut BMI, kondisi medis umum dan kesiapan untuk program secara khusus. Penanganan diantaranya kombinasi diet, latihan atau olahraga, modifikasi perilaku dan kadang juga dibutuhkan obat penurun berat badan (weight-loss drugs). Dalam keadaan sangat parah kadang dibutuhkan bedah bariatrik. Penanganan obesitas membutuhkan waktu hampir seumur hidup. Adanya motivasi untuk menurunkan berat badan hingga ideal cukup membantu keberhasilan terapi (Adams and Murphy, 2013; Anonim, 2010b). 1. Diet Program diet dapat menurunkan berat badan secara cepat, namun untuk mempertahankan berat badan ideal yang sudah dicapai sangat sulit. Rata-rata

penurunan berat badan kurang lebih tiga kilogram atau tiga persen dari jumlah total massa tubuh dalam sebulan sudah cukup baik. Empat kategori dalam program diet diantaranya : rendah lemak (low-fat), rendah karbohidrat (low-carbohydrate),rendah kalori (low-calorie) dan very low-calorie. a. Rendah lemak dengan cara mengurangi presentase jumlah lemak yang dikonsumsi normalnya dapat mengurangi hingga 3.2 kg berat badan per bulannya. b. Rendah karbohidrat dengan cara diet tinggi lemak dan protein namun rendah karbohidrat. Diet jenis ini sangat populer di masyarakat namun tidak menjadi rekomendasi American Heart Association. c. Rendah kalori yang dapat menghasilkan defisit kalori dari sebelumnya sekitar 500 1000 kalori. Artinya, dengan mengubah asupan sehari-hari menjadi dominan protein dan limitasi karbohidrat juga lemak, tubuh akan mengalami kelaparan dan imbasnya akan terjadi penurunan berat badan sekitar 1.5 - 2.5 kilogram. Diet jenis ini juga tidak menjadi rekomendasi mengingat efek sampingnya yaitu kehilangan massa otot, peningkatan resiko penyakit Gout dan ketidakseimbangan elektrolit. Kalaupun diet ini mau dilakukan, harus ada pengawasan secara ketat dari dokter (Guyton, and Hall, 2008). 2. Latihan atau olahraga Kerja otot sangat bergantung dari lemak dan glikogen dalam tubuh. Besarnya otot dipengaruhi dari aktivitas yang dilakukan, seperti berjalan, berlari, bersepeda, dan aktivitas itu pula yang dapat menurunkan lemak dalam tubuh. Dengan latihan yang benar dan rutin, lemak akan digunakan sebagai energi. Jika dikombinasikan dengan diet, maka akan didaptkan penurunan berat badan 1 kilogram. Dalam waktu 20 minggu dengan latihan setara dengan militer tanpa diet, seorang obese akan kehilangan 12.5 kilogram beban tubuhnya. 3. Medikamentosa Orlistat (Xenical) dan Sibutramine (Meridia) adalah obat yang digunakan sebagai terapi untuk obesitas. Obat-obat ini bersifat anoreksia yang sifatnya menekan nafsu

makan dan bekerja pada satu atau lebih neurotransmitter yang berperan mengatur hal ini. Secara spesifik kerja obat ini adalah meningkatkan sekresi neurotransmitter yaitu dopamin, norepinefrin, serotonin, dan menghambat ambilan atau kombinasi dari mekanisme neurotransmitter ini. Orlistat digunakan untuk mengurangi absorpsi lemak intestinal dengan menghambat enzim lipase pankreas, sedangkan sibutramine bekerja langsung pada otak dengan menghambat deaktivasi dari neurotransmitter yang telah disebutkan sebelumnya sehingga terjadi penurunan nafsu makan.Rimonabant, jenis obat ketiga, bekerja melalui blokade sistem endokanabinoid, namun jenis obat ini belum mendapatkan kesepakatan universal dalam penggunaannya. Dalam jangka waktu yang lama, penggunaan orlistat akan menurunkan berat badan sekitar 2.9 kg, sibutramine 4.2 kg dan rimonabant 4.7 kg. Orlistat dan rimonabant juga mengurangi insidensi diabetes karena efek penurunan kolesterol. Metformin, obat diabetes, dapat memberikan efek penurunan berat badan yang ringan dan juga menurunkan resiko kardiovaskular. 4. Pembedahan Pembedahan bariatrik adalah intervensi lain yang digunakan dalam terapi obesitas. Pembedahan ini digunakan hanya pada kasus pasien dengan obesitas berat / severe (BMI > 40) yang gagal dalam terapi diet, latihan ataupun obat-obatan. Yang dilakukan adalah dengan mengurangi volume dari gaster, meningkatkan kepuasan dalam nafsu makan, dapat juga dilakukan pemendekan usus (gastric bypass) sehingga terjadi penurunan absorpsi dari makanan. Pembedahan untuk kasus seperti ini berhubungan dengan efektifitas dari penurunan berat badan jangka panjang dan penurunan resiko kematian. Yang terlihat jelas adalah resiko penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan kanker menurun seara signifikan. 5. Terapi kebiasaan Terapi ini termasuk diantaranya dengan mengubah pola makan (makan dengan porsi kecil namun sering), mengurangi konsumsi lemak dan kalori, meningkatkan aktivitas fisik dan bergabung dengan kelompok yang bertujuan sama dalam

mendukung satu sama lain dan diskusi hal-hal yang dapat membantu mereka mencapai target penurunan berat badan. Protokol klinis dalam tatalaksana obesitas menurut American College of Physicians (Anonim, 2010b; Rothman, 2008): 1. Pasien obesitas dengan BMI > 30 disarankan untuk melakukan diet, latihan dan terapi kebiasaan, juga membuat rencana realistik untuk mencapai target penurunan berat badan yang ideal. 2. Jika target ini tidak tercapai, dapat dilakukan terapi dengan obat-obatan. Pasien harus dijelaskan efek samping dari obat-obatan sehingga mereka turut menjaga keamanan dan efektivitas dari terapi yang sedang dilakukan. 3. Obat-obat yang dapat digunakan diantaranya : sibutramine, orlistat, phentermine, diethylpropion, fluoxetine, bupropion. Dalam kasus obesitas parah, dapat digunakan amfetamin atau methamphetamine. 4. Pasien obesitas dengan BMI > 40 yang gagal dalam terapi yang sudah disebutkan diatas, dengan atau tanpa terapi medikamentosa, dapat disarankan untuk dilakukan pembedahan bariatrik. Pasien juga harus mendapat penjelasan tentang komplikasi yang dapat timbul sesudahnya.

B. Obesitas Maternal Definisi Obesitas maternal didefinisikan sebagai BMI 30 kg/m 2 yang didapat dari pengukuran berat dan tinggi badan pada saat kunjungan antenatal pertama kali. Pengukuran BMI pada ibu hamil untuk mendeteksi obesitas maternal harus dilakukan pada awal kehamilan (kurang dari minggu ke-12) (Teale et all, 2011). Tabel 2. Klasifikasi Body Mass Index (BMI) menurut WHO. Klasifikasi Underweight Normal Overweight Obesitas I Obesitas II Obesitas 3 Epidemiologi Sebanyak 50% wanita hamil mengalami overweight atau obesitas. Beberapa dari mereka mengalami kenaikan berat badan melebihi dari yang direkomendasikan dan tidak mengalami penurunan kembali setelah melahirkan. Hal ini dapat meningkatkan risiko di kehamilan selanjutnya. Sebuah penelitian di Indonesia mengenai obesitas pada kehamilan dilakukan di RS Kariadi Semarang tahun 2011. Peneliti mendapati bahwa dari 384 sampel ibu hamil, 31,8% termasuk obesitas, 19,3% termasuk overweight, 46,6% termasuk normal dan 2,3% tergolong underweight (Sativa, 2010). Penambahan Berat Badan Pada Ibu Hamil BMI (kg/m2) 18.5 18.5- 24.9 25-29.9 30-34.9 35-39.9 40.0

Peningkatan berat badan di trimester pertama relatif sedikit, tidak naik atau bahkan berkurang karena muntah-muntah. Peningkatan berat badan yang cukup pesat terjadi di trimester 2 dan 3. Pada periode inilah perlu dilakukan pemantauan ekstra terhadap berat badan. Kenaikan berat badan yang seharusnya selama kehamilan bervariasi untuk setiap wanita hamil dan tergantung beberapa faktor. Kenaikan berat badan tergantung dari tinggi badan dan berat badannya sebelum kehamilan, ukuran bayi dan plasenta serta kualitas diet sebelum dan selama kehamilan. Selama kehamilan, ibu perlu penambahan berat badan karena membawa janin yang membutuhkan media tumbuh kembang optimal dan untuk persiapan menyusui. Tabel 3. Sumber Kenaikan BB pada ibu hamil.

Pola pertambahan berat badan bersifat sangat individual. Pertambahan berat badan dapat dimulai sejak minggu ke-12, sedangkan peninggian tercepat terjadi antara minggu ke-20 dan 30. Setelah minggu ke-36, berat badan diakhir kehamilan dapat bertambah bila memiliki kecendrungan meretensi cairan. Peningkatan berat yang mencolok kemungkinan disebabkan oleh retensi cairan yang berlebihan. Peningkatan lebih dari 3 kg per bulan, khususnya setelah minggu ke-20 gestasi, dapat mengindikasikan masalah yang serius, seperti hipertensi akibat kehamilan. Kecepatan pertambahan berat badan yang direkomendasikan mencapai 1 sampai 2 kg selama trimester pertama dan kemudian 0,4 kg perminggu untuk wanita yang memiliki berat standar terhadap tinggi badan (BMI 19,8 sampai 26). Peningkatan berat progresif secara bertahap pada dua trimester terakhir umumnya merupakan peningkatan

jariangan lemak dan jaringan tidak lemak. Selama trimester kedua, peningkatan terutama terjadi pada ibu, sedangkan pada trimester ketiga, kebanyakan pertumbuhan janin. Berat badan harus dikaji pada setiap kunjungan prenatal dan ditulis digrafik peningkatan berat untuk memantau kemajuan sehingga sasaran yang ditetapkan dapat dicapai. Variasi laju ini (misalnya, kurang dari 0,5 kg per bulan pada wanita yang gemuk atau kurang dari 1 kg per bulan dalam dua semester terakhir pada wanita dengan berat normal) dapat mengindikasikan diperlukan intervensi. Jika ibu hamil yang memiliki berat badan berlebihan sebelum kehamilan, maka pertambahan yang dianjurkan harus lebih kecil daripada ibu dengan berat badan ideal. Hal ini dikarenakan banyaknya komplikasi dari berat badan yang berlebihan. Sebaliknya, wanita yang berat badannya kurang sebelum hamil perlu menambah berat badan lebih banyak karena asupan gizi yang berkurang akan menghambat pertumbuhan janin dalam kandungan seperti BBLR dan gangguan kehamilan lainnya. Tabel 4. Kenaikan Berat Badan (BB) maksimal berdasarkan BMI (Rekomendasi Institute of Medicine, 2009). BMI (kg/m2) Kenaikan BB maksimal Kenaikan BB maksimal pada janin tunggal (kg) pada janin dua (kg) 18.5 12,5 18 17-25 18.5- 24.9 11,5 16 16-24 25-29.9 7 11,5 14-22 30 59 11.19 Etiologi Selain disebabkan oleh berbagai hal yang dapat menyebabkan obesitas seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya, obesitas maternal juga disebabkan oleh peningkatan berat badan selama kehamilan, resistensi insulin dan diet berlebih. Pada masa-masa akhir kehamilan normal terjadi pembatasan utilisasi glukosa oleh ibu untuk meningkatkan difusi melewati plasenta menuju fetus, sehingga menyebabkan sensitifitas insulin menurun 50-60%. Kebutuhan makan ibu hamil naik antara 10-15% pun turut menyebabkan terjadinya obesitas pada ibu hamil.

Outcome Tabel 5. Outcome akibat obesitas maternal Risks of and problems associated with obesity in pregnancy (Reviewed in Gunatilake & Perlow 2011) Maternal Caesarean section Chest, genital tract, and urinary infections Cholecystitis Depression Diabetes (Gestational and Type 2) Difficult surgical access Failed attempts at vaginal birth after caesarean section Failed induction of labour Gestational hypertension Haemorrhage Maternal mortality Obstructed labour Obstructive sleep apnoea Operative and complicated vaginal birth Preeclampsia Preterm birth Reduced breastfeeding Surgical site infections Thromboembolic disease Fetal / Neonatal Admission to neonatal intensive care units Congenital malformations including neural tube defects, congenital heart disease, omphalocele, cleft lip and palate Macrosomia Shoulder dystocia Stillbirth Suboptimal electronic fetal monitoring Suboptimal ultrasonography Anaesthetic Difficult intubations Difficult intravenous access

Increased failure of epidural analgesia during labour Increased risk of regurgitation and aspiration of stomach contents

Patomekanisme

Kematian Syok Anemi Perdarahan partum Persalinan pervaginam Sulit posisi menyusui, terlambat IMD, respon prolaktin Kegagalan laktasi Disfungsi endotel Vasokonstriksi Sensitifitas insulin post Ruptur perineum Makrosomia/Larg e for Gestasional Age Perdarahan >> Persalinan perabdomi nal Tromboemb oli Seps is Infeksi >>

Obesita
Sitokin

Timbunan pro Risiko infeksi

inflamasi >> Inflamasi maternal

pembuluh

Hiperglike mia DM gestasional Lipolisis

Hipertensi

PreAsam lemak, trigliserid,

VLDL >> Perdarahan post Ruptur perineum partum

Disliidem Gangguan

Gambar 1. Outcome pada ibu akibat obesitas pada kehamilan


Risiko komplikasi Risiko aspirasi gaster >> Kesulitan pasang ET anestesi >> Risiko kenaikan isi gaster >> Kesulitan anestesi spinal/epidural Asam folat

metabolik

Obesita
Hipertensi gestasional Inadekuat aliran uteroplasenta

s
Gangguan metabolik Anomali kongenital

IUGR, prematuritas, IUFD, bayi lahir mati

Gambar 2. Outcome pada fetus dan anestesi akibat obesitas pada kehamilan.

Rekomendasi Managemen Hal yang harus dilakukan ialah melakukan serangkaian tes di trimester awal. Perlu dilakukan pemeriksaan gula darah, tekanan darah dan pengukuran berat badan. Pemeriksaan ini diulang lagi di akhir trimester 3 untuk mengatasi dan melakukan pendeteksian awal terjadinya hipertensi dan diabetes gestasional. Selanjutnya dilakukan pemantauan perkembangan janin dari bulan ke bulan. Pencegahan lainnya adalah dengan

cara membatasi kalori. Hal ini sering menjadi kontroversi karena di sisi lain, janin membutuhkan nutrisi lebih. Solusinya adalah pemberian komposisi makanan yang seimbang. Selain mengatur pola makan, dilanjutkan untuk melakukan aktivitas fisik seperti jalan pagi. Apabila asupan nutrisi makanan tidak mencukupi dapat diberikan makanan suplemen.

Berikut ini adalah rincian berbagai rekomendasi pada setiap tahapan perawatan3. 1) Premarital Care a) Petugas kesehatan di layanan primer harus memastikan seluruh wanita usia subur mendapatkan edukasi untuk pengaturan berat badan dan gaya hidup. Saat melakukan monitoring pre-marital ini harus sudah mulai melakukan pencatatan mengenai berat badan, BMI dan lingkar legan atas. Sebuah studi observasional pada populasi Swedia, yakni pada 151.025 wanita menunjukkan bahwa risiko preeklampsia, gestasional DM, bayi besar masa kehamilan, SC, dan bayi lahir mati. Sebuah studi kohort pada 4102 wanita non diabetes dengan obesitas maternal menunjukkan bahwa penurunan berat badan minimal 4,5 lg sebelum kehamilan kedua menurunkan risiko DM gestasional sampai 40% (Modder and Fitzsimons, 2010). b) Seluruh wanita obesitas disarankan mendapatkan asam folat dosis tinggi (5 mg) saat pre-konsepsi paling tidak selama 1 bulan dan dilanjutkan selama trimester pertama. Defisiensi asam folat berhubungan dengan malformasi kongenital pada fetus dan pemberian asam folat pre-konsepsi menurunkan risiko neural tube defect (NTD) tersebut (RR 0,28, 95% CI 0,13-0,58). Sebuah studi double-blind prevention pada wanita dengan kehamilan sebelumnya mengandung anak yg NTD menunjukkan bahwa suplementasi asam folat dosis tinggi (4mg/hari) menurunkan risiko NTD pada anak kedua sebesar 72% (RR 0,28, 95% CI 0,12-0,71). Sebuah studi cross sectional menunjuakkan bahwa wanita dengan BMI 27 memiliki kadar asam folat serum yang lebih rendah dibandingkan wanita dengan BMI < 27 (Modder and Fitzsimons, 2010).

2) Antenatal Care a) Pada saat kunjungan antenatal pertama kali harus diukur berat dan tinggi badan serta ditentukan BMI nya guna mengidentifikasi dini risiko obesitas maternal. Pemberi layanan kesehatan harus menilai keadaan fisik dan kemampuan persalinan pada ibu hamil yang mengalami obesitas. b) Pemberian informasi mengenai risiko-risiko yang bisa dialami akibat obesitas maternal. c) Pemberi layanan kesehatan yang menilai BMI dan kemampuan persalinan ibu hamil yang mengalami obesitas harus mengembangkan rencana terapi untuk pasien yang bersangkutan. d) Ibu hamil obesitas dengan pre-eklampsia yang memiliki minimal 1 risiko tambahan harus segera dirujuk ke dokter spesialis. Risiko tambahan tersebut meliputi : kehamilan pertama, riwayat pre-eklampsia sebelumnya, jarak paritas 10 tahun, usia ibu 40 tahun, riwayat pre-klampsia di keluarga, kehamilan multiple, penyakit ginjal, dan DM. Bagi ibu hamil yang hanya memiliki maksimal 1 risiko tersebut hanya perlu rutin kontrol setiap 3 minggu pada usia kehamilan 2432 minggu dan setiap 2 minggu pada usia kehamilan 32 minggu(Modder and Fitzsimons, 2010). e) Seluruh ibu dengan obesitas maternal mendapatkan suplementasi asam folat (5 mg/hari) selama trimester pertama. f) Pencatatan kondisi ibu setiap kali kunjungan secara lengkap. g) Seluruh ibu hamil yang mengalami obesitas maupun overweight harus menjalani skrining diabetes dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) saat minggu ke 26-28. h) Untuk ibu hamil dengan BMI 35 kg/m2 harus segera melakukan tes TTGO sebelum usia kehamilan 14 minggu dan diulang ketika minggu 26-28 apabila pemeriksaan TTGO awal negatif.

i) Untuk ibu hamil dengan BMI 40 kg/m2 harus segera melakukan tes fungsi hepar dan ginjal (proteinuria, kreatinin dan ureum, untuk menilai risiko pre-eklampsia) untuk menilai kerusakan/kegagalan fungsi ginjal/hepar akibat diabetes/hipertensi gestasional j) Untuk ibu hamil dengan BMI 40 kg/m2 dilakukan pemeriksaan komorbid seperti penyakit jantung dan obstructive sleep apnoea. k) Ibu hamil yang mengalami obesitas harus melakukan pemeriksaan USG untuk skrining restriksi pertumbuhan l) Untuk ibu hamil dengan BMI 35 kg/m2 dianjurkan untuk melakukan konsultasi antenatal untuk kemungkinan operasi SC m) Ibu hamil yang mengalami obesitas harus memiliki aktifitas fisik dengan pola hidup sehat, apabila tidak ada komplikasi medis/obstetric, disarankan melakukan latihan ringan setiap harinya. n) Kehamilan tidak pernah menjadi saat yang tepat untuk mengurangi atau mempertahankan berat badan, karena janin tidak dapat bertahan hidup hanya dengan cadangan lemak ibunya.mereka menyediakan kalori tetapi tidak menyediakan gizi. o) Konsultasi dengan ahli anestesi. Ibu hamil yang mengalami obesitas memiliki risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi anestesi ketika dilakukan operasi karena orang dengan obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami aspirasi isi gaster ketika dilakukan anestesi umum, kesulitan pemasangan endotracheal tube, dan atelektasis post operasi. Selain itu, komplikasi anestesi juga secara tidak langsung dapat terjadi karena sebagian besar orang obesitas memiliki komorbid berupa hipertensi dan ischaemic heart disease. p) Bagi ibu hamil yang memiliki BMI 40, perlu dilakukan perencanaan dan persiapan alat guna menolong persalinan. Beberapa hal yang harus dipersiapkan diantaranya adalah tempat tidur pasien, peralatan merujuk, berbagai ukuran

thromboembolic deterrent stocking, perencanaan alih baring-reposisi untuk mencegah emboli vena akibat kondisi immobile ibu hamil yang terlalu lama. q) Bagi ibu hamil yang memiliki BMI 40, perlu dilakukan perencanaan dan persiapan alat guna menolong persalinan. Beberapa hal yang harus dipersiapkan diantaranya adalah tempat tidur pasien, peralatan merujuk, berbagai ukuran thromboembolic deterrent stocking, perencanaan alih baring-reposisi untuk mencegah emboli vena akibat kondisi immobile ibu hamil yang terlalu lama. 3) Intrapartum Care a) Kemungkinan perdarahan post partum pada ibu hamil yang mengalami obesitas harus diatasi dengan memasang akses intravena saat persalnan dan mempersiapkan produk darah serta melakukan manajemen aktif kala III. b) Ibu hamil dengan obesitas disarankan untuk ditangani di tempat dengan fasilitas NICU dan mampu menangani perdarahan postpartum, partus macet, ruang operasi karena berbagai risiko yang dapat mengancam bayi maupun ibu. c) Metode persalinan yang dapat dipilih adalah persalinan per vaginam dengan pemasangan akses iv sebelumnya dan perhatian ketat akan risiko terjadinya distosia bahu maupun perdarahan post partum dan yang kedua adalah persalinan per abdominal.

4) Postpartum Care a) Monitorning vital sign dan fungsi respirasi untk menghindari risiko obstructive sleep apnoea dan aspirasi terutama pada persalinan dengan sedatif/narkotika. b) Ibu hamil yang mengalami obesitas dianjurkan menerima trombofilaksis postpartum karena kehamilan, obesitas dan persalinan operatif (baik per vaginam maupun abdominal) meningkatkan risiko tromboembolisme sehingga perlu diberikan tromboembofilaksis postpartum dengan menggunakan stocking kompresor atau anti koagulan, mobilisasi dini dan fisioterapi post SC. Sebuah studi

case control di UK meny=unjukkan bahwa BMI 30 meningkatkan risiko terjadinya deep vein thrombosis dan tromboemboli paru (OR 2,65, 95% CI 1,096,45). Bentuk sediaan preparat profilaksis tromboemboli yang dapat diberikan adalah low molecular weight heparin (LMWH) yang diberikan sampai 7 hari post partum. Jika terdapat lebih dari satu komorbid, dapat disertai dengan pemasangan stoking kompresor (Modder and Fitzsimons, 2010).

Tabel 6. Preparat antikoagulan yang dapat digunakan sebagai profilaksis tromboemboli.

c) Pemberian antibiotik profilaksis harus diberikan pada pasien-pasien post SC karena terjadi peningkata risiko infeksi saluran kemih, luka, dan payudara pada ibu dengan obesitas. d) Ibu hamil yang mengalami obesitas dipersiapkan untuk memberikan ASI eksklusif. Pemberian ASI tidak hanya berfungsi untuk bayi, tetapi juga untuk mendorong penurunan berat badan ibu. Akan tetapi, wanita obesitas memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalamai kesulitan dalam proses laktasi. Ibu dengan obesitas berhubungan dengan penurunan inisiasi dan durasi menyusui. Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi ibu mengenai menyusui, kesulitan mengatur posisi menyusui, tidak sempurnanya respon prolaktin terhadap rangsangan menetek bayi. Oleh sebab itu diperlukan rawat gabung, pemberian ASI sesegera mungkin dan berkonsultasi dengan konsultan laktasi jika perlu. e) Setelahnya, perlu dilakukan konseling nutrisi dan program latihan postpartum.

f) Ibu dengan diabetes gestasional harus melakukan pemeriksaan TTGO 6 minggu psot partum.

BAB III PEMBAHASAN A. Metode Penelitian Setelah mendapat persetujuan dari komite etik Universitas Ziauddin, Subjek perempuan yang memenuhi kriteria inklusi diberikan informasi tentang protokol penelitian lalu menandatangani informed consent. BMI subjek penelitian dihitung pada pertemuan pertama, lalu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lanjutan lainnya diikuti selama kunjungan antenatal. Selain itu juga diamati cara persalinan, proses pengeluaran janin, komplikasi selama persalinan

maupun post partum. Data yang ada kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 17.0 untuk dilakukan analisis deskriptif variabel. Variabel yang diukur meliputi kejadian abortus, anomali kongenital janin, tromboemboli, diabetes gestasional, preeklamsia, persalinan disfungsional, perdarahan postpartum, infeksi, lahir mati, kematian neonatal dan kejadian operasi caesar ditampilkan dalam persentase. B. Hasil Penelitian Hasil analisis data dari 100 pasien obesitas, menunjukkan bahwa kejadian hipertensi gestasional terjadi pada 38% pasien, diabetes mellitus gestational pada 15% pasien, pre-eklampsia pada 15% pasien, perdarahan post partum pada 13% pasien, abortus iminen pada 5% pasien, luka infeksi pada 5% pasien, dan 37% bayi yang dilahirkan harus dirawat di NICU.

Gambar 3. Outcome fetomaternal pada ibu dengan obesitas. Berikut ini adalah perbandingan rerata BMI pada berbagai outcome fetomaternal yang didapat dari hasil penelitian. Tabel 7. Perbandingan rerata BMI pada berbagai outcome fetomaternal. Rerata BMI (kg/m2) Ya Tidak Hipertensi gestasional 38,76 37 Pre-eklampsia 39,67 37,32 Diabetes gestasional 38,07 37,6 SC cito 38,61 37,3 Persalinan spontan 37,32 38,09 Persalinan dengan tindakan 36,0 37,68 Perdarahan post partum 37,54 37,69 Infeksi luka 35 37,81 Abortus iminens 37,8 37,66 Perawatan bayi di NICU 37,51 37,77 Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai BMI, Outcome akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi gestasional, diabetes mellitus gestasional, pre-eklampsia, cara persalinan non-spontan, dan abortus iminens. Namun dari penelitian ini, tidak didapatkan efek dari BMI yang tinggi terhadap kejadian infeksi luka, persalinan dengan tindakan, perdarahan post partum, serta perawatan bayi di NICU. C. Pembahasan Skor BMI yang tinggi merupakan masalah umum terutama di negara berkembang. Kenaikan BMI memiliki dampak yang besar pada hasil kehamilan. Berbagai masalah pada ibu dan bayi timbul akibat obesitas. Faktor yang

mempengaruhi kenaikan BMI di Asia Selatan dan negara-negara berkembang yakni berupa kebiasaan diet yang buruk dan kurangnya pengetahuan tentang nilai gizi makanan. Makanan yang mengandung karbohidrat merupakan makanan yang murah dan makanan yang mengandung lemak yang digunakan untuk menambah rasa dalam makanan. Beberapa wanita hamil, beranggapan bahwa mereka harus makan dua kali lipat karena sedang mengandung. Faktor-faktor tersebut yang dapat membuat wanita hamil menjadi obesitas. Beberapa penelitian di Negara-negara Barat telah menunjukkan hasil yang signifikan bahwa BMI yang tinggi berkaitan dengan outcome buruk dari kehamilan (Fiala JE, Eqan JF, and Lashgari M, 2006; castrol, 2002). Komplikasi kehamilan seperti diabetes mellitus gestasional dan hipertensi gestasional lebih sering terjadi pada wanita hamil yang yang mengalami obesitas. Fakta ini juga didukung oleh studi berbasis populasi yang dilakukan di Kanada (Abenhaim HA, Kinch RA, Morin L, Benjamin A, and Usher R, 2007). Dalam studi ini, didapatkan kenaikan BMI sebelum hamil berhubungan dengan peningkatan risiko kehamilan seperti hipertensi gestasional , diabetes gestasional, operasi section caesarean, distosia bahu, cedera kelahiran dan makrosomia. Penelitian yang dilakukan di Australia (Callaway LK, Prins JB, Chang AM, and Mc Intyre HD, 2006) menunjukkan bahwa kejadian hipertensi gestasional, diabetes gestasional serta morbiditas neonatal lebih sering terjadi pada wanita dengan obesitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, peningkatan BMI berhubungan dengan outcome maternal dan neonatal yang dapat meningkatkan biaya perawatan obstetri. Sebuah studi kohort di Amerika Serikat selama tahun 1999-2002 (Clausen T, Oyen N, and Henriksen T, 2006) menyimpulkan bahwa wanita dengan BMI tinggi lebih rentan untuk terjadi hipertensi selama kehamilan. Beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan sebelumnya secara umum sesuai dengan hasil peneletian ini dimana ibu dengan obesitas memiliki risiko yang tinggi untuk mendapatkan berbagai masalah outcome fetomaternal. Obesitas ibu, merupakan cerminan dari obesitas pada populasi umum, dan menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara maju maupun negara

berkembang. Di seluruh dunia, prevalensi obesitas (BMI> 30) mencapai 15-20% dan menyumbang 2-7% dari biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan (WHO, 2003). Di Inggris, 28% dari wanita hamil mengalami overweight dan 11% mengalami obesitas (Bhattacharya S, Campbell DM, Liston WA, and Bhattacharya S, 2007). Di Amerika Serikat, obesitas pada kehamilan bervariasi dari 18,5% -38,3%. (Yen J, and Shelton JA, 2005). Perubahan gaya hidup, meningkatnya urbanisasi, konsumsi makanan tinggi kalori dan aktivitas fisik yang kurang menjadi penyebab meningkatnya kejadian obesitas di negara berkembang. Tingginya BMI pra kehamilan berhubungan dengan buruknya outcome obstetrik. Komplikasi maternal seperti; keguguran, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan dan pre-eklampsia, gestational diabetes, penyakit thromboemboli, infeksi, sleep apnea, partus lama, peningkatan risiko intervensi seperti induksi persalinan dan operasi, distosia bahu dan perdarahan post partum. Komplikasi perinatal yang terjadi dapat berupa cacat lahir (neural tube defect), makrosomia, IUGR, kelahiran prematur dan perawatan NICU (Bilal N, Akbar N, and Khan AB, 2005; Callaway LK, Prins JB, Chang AM, and Mc Intyre HD, 2006;Satpathy HK, Fleming A, Frey D, Barsoom M, Satpathy C, and Khandaravala J, 2008). Data mengenai kelebihan berat badan dan obesitas maternal dalam populasi lokal sangat kurang. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian ini untuk membandingkan hasil penelitian lokal dengan penelitian internasional. Keterbatasan penelitian ini terletak pada sumber data yang hanya diambil dari 1 rumah sakit sehingga belum dapat mewakili populasi.

BAB IV KESIMPULAN 1. Obesitas adalah merupakan suatu keadaan kelebihan jumlah lemak dalam tubuh.
2. Tingginya BMI pra kehamilan berhubungan dengan buruknya outcome obstetrik. 3. Nilai BMI yang tinggi pada kehamilan didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI)

lebih dari 25 kg / m2
4. Komplikasi maternal akibat obesitas meliputi abortus iminens, hipertensi yang diinduksi

oleh kehamilan dan pre-eklampsia, gestational diabetes, penyakit thrombo-emboli, infeksi, sleep apnea, partus lama, peningkatan risiko intervensi seperti induksi persalinan dan operasi, distosia bahu dan perdarahan post partum.
5. Komplikasi perinatal akibat obesitas meliputi cacat lahir (cacat neural tube),

makrosomia, IUGR, kelahiran prematur dan kebutuhan akan perawatan NICU.

DAFTAR PUSTAKA Abenhaim HA, Kinch RA, Morin L, Benjamin A, Usher R. Effect of pre-pregnancy body mass index categories on obstetrical and neonatal outcomes. Arch Gynecol Obstet. 2007;275(1):39-43 Adams and Murphy, 2013 Obesity in Anesthesia and Intensive Care (British Journal). [cite2013August3]Availablefrom:http://bja.oxfordjournals.org/cgi/content/full/85/ 1/91. Anonim, 2008. Body Mass Index. [cite 2013 August 3] Available from: www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/healthyweight/assesing/bmi/adult_BMI/about_adult_ BMI.html. Anonim, 2009. Obesity and Anesthesia, Yes There is a Connection. [cite 2013 August 3] Available from : www.health.am/ab/more/obesity-and-anesthesia-yes-there-is-aconnection. Anonim, 2010a.Artikel kesehatan. Obesitas. 4]http://medicastore.com/penyakit/42/Obesitas.html [cite 2013 August

Anonim, 2010b.Obesity and Consequences.[cite 2010 June 10] Available from : www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/obesity/consequences.html Bhattacharya S, Campbell DM, Liston WA, Bhattacharya S. Effects of body mass index onpregnancy outcomes in nulliparous women deliveringsingleton babies. BMC Public Health 2007;7:168 Bilal N, Akbar N, Khan AB. Obesity is a gateway to complications. Ann Pak Inst Med Sci 2005;1:230- 33 Callaway LK, Prins JB, Chang AM, Mc Intyre HD. Pregnancy with Obesity -A Risk Factor for HIPERTENSI GESTASIONAL 128 JLUMHS SEPTEMBERDECEMBER 2010; Vol: 09 No. 03 The prevalence and impact of overweight and obesity in an Australian obstetric population. Med J Aust. 2006; 182(2):56-9 Callaway LK, Prins JB, Chang AM, McIntyre HD. The prevalence and impact of overweight and obesity in an Australian obstetric population. Med J Australia 2006;184:56-9 Castro L, Avina R. Maternal obesity and pregnancy outcomes. Curr Opin Obstet Gynecol 2002; 14:601-6 Chu SY, Maternal obesity and risk of cesarean delivery : a met-analysis. obesity reviews 2007;8:385-94 Chu SY. Maternal obesity and risk of still birth: metaanalysis. Am J obs & gyn 2007; 197:223-8 Clausen T, Oyen N, Henriksen T. pregnancy com-plications by overweight and residential area:a prospective study of an urban Norwegian cohort. Acta Obstet Gynecol Scand 2006;85:526-33 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Fiala JE, Eqan JF, Lashgari M. The influence of body mass index on pregnancy outcomes. Conn Med 2006;70:21-3 Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC. Heslehurst. N.et all. Trends in maternal obesity incidences rates, demographic predictors and health inequalities in 36,821 women over a 15-year period.BJOG 2007;114:187-94 Jacubsen AF, Skjeldestad FE, Sandset PM. Ante and post natal risk factors of venous thrombosis: a hospital based case control study. Journal of thrombosis and homeostasis 2008;6:905-12 Larsen TB,Sorensen HT,Gislum M, Johnsen SP. maternal smoking ,obesity and risk of venous thrombosis, Research 2007;120:505-9

Lashen H fear K,Sturdeen DW.Obesity is associated with increased risk of first trimester and recurrent miscarriage: matched case control study Human reproduction 2004;19:164-6 Kanagalingam MG,forouchiNG,Greer IA,Sattar N.changes in booking body mass index over a decade: retrospective analysis from a Glasgow maternity hospital,BJOG:2005;112:1431-33 Nuthalapaty FS, Rouse DJ, Owev J, The association of maternal weight with cesarean section risk, labor duration and cervical dilatation rate during labor induction. Obstetrics and gynecology 2004;103:452-6 OBrien TE, Ray JG, Chan W-S. Maternal body mass index and the risk of preeclampsia: a systemic overview. Epidemiology 2003; 14:368-74 Rasmussen SA.maternal obesity and risk of neural tube defects: a metaanalysis. American journal of obstetrics and gynecology 2008;198:611-19 Rothman, K J, 2088. BMI-Related erors in the measurement of obesity. International Journal of obesity 32, S56-S59. http://www.nature.com/ijo/journal/v32/n3s/full/ijo200887a.html Sebire NJ. maternal obesity and pregnancy outcomes: a study of 287,213 pregnancies in London Intt J of Obesity and related metabolic disorders, journal of international association for study of obesity 2001;25:117-82 Shah A, Sands J, Kenny L. Maternal obesity and risk of still birth and neonatal death. Obstetrics and gynecology 2006; 26: S19 Rezaeian M, Salem Z. Prevalence of obesity and abdominal obesity in a sample of urban adult population within South East of Iran. Pak J Med Sci 2007;23:193-97 Satpathy HK, Fleming A, Frey D, Barsoom M, Satpathy C, Khandaravala J. Maternal obesity and pregnancy. Postgrad Med 2008 15;120:1-9 Sumiati, Fitriyani, 2012. Hubungan ObesitasTerhadap Pre Eklampsia Pada Kehamilan Di RSU Haji Surabaya. Vol 1 no.2. Embrio, Jurnal kebidanan. Weight gain during pregnancy. Committee Opinion No. 548. American College of Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol 2013;121:2102 World Health Organization, 2013a. Obesity and Overweight. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/ [cite 2013 August 3] World Health Organization, 2013b. Body Mass Index. Available form: http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/bmi_text/en/ [cite 2013 August 3]

WHO Global Strategy on Diet, Physical Activity anHealth 2003. Obesity and overweight. Available at www.who.int/dietphysicalactivity/-publications/facts/- obesity/en

Yen J, Shelton JA. Increasing pre pregnancy body mass index: Analysis of trends and contributing variables. Obstet Gynecol 2005;193:1994-98

Effects Of High Body Mass Index On Fetomaternal Outcome Dr. Bushra Noor Khuhro, Prof. Rubina Hussain

Abstrak Latar Belakang: Peningkatan prevalensi obesitas di kalangan perempuan subur merupakan masalah kesehatan masyarakat, wanita dengan BMI lebih dari 30 memiliki risiko besar terhadap kesehatan reproduksi, penelitian ini akan memberikan pandangan mengenai komplikasi yang berhubungan dengan BMI yang tinggi. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (BMI) terhadap risiko fetomaternal.

Metode Penelitian: 100 pasien yang dipilih secara acak yang memenuhi kriteria inklusi, dihitung nilai BMI dan dilakukan pengamatan jangka panjang, desain penelitian adalah case series dilakukan di Universitas Ziauddin dan rumah sakit Karachi, selama sembilan bulan. Kemudian diamati komplikasi yang terjadi pada pasien. Hasil Penelitian: Dalam penelitian kami, hasil menunjukkan HIPERTENSI GESTASIONAL terjadi pada 38% pasien, diabetes mellitus gestational sampai 15%, preeklampsia sampai 15%, PPH 13%, ancaman keguguran terjadi pada 5%, luka infeksi sampai 5%, dan 37% bayi dirawat di NICU. Kesimpulan: Tingginya nilai BMI memiliki efek buruk pada HIPERTENSI GESTASIONAL, GDM, pre eklampsia, cara persalinan, dan mengancam terjadinya keguguran, sedangkan, tidak ada efek pada kejadian luka infeksi, dan anomali kongenital Kata kunci: BMI, HIPERTENSI GESTASIONAL, GDM, Luka Infeksi

You might also like