You are on page 1of 7

4

Awal Dari Pelarian


Ayahku bernama Lukman. Ia bukan pemimpin klan, bukan pula orang yang disegani lainnya. Kedudukannya di klan kami tidak lebih dari sekadar penduduk ghrandir biasa. Hanya pria berumur 45 tahun dengan satu istri dan empat orang anak sebagai tanggungan. Namun suatu peristiwa membuat pria biasa itu menjadi sesuatu. Kejadian itu terjadi pada suatu malam, di saat semua orang tengah terlelap. Di saat kami semua lengah. Kampung inti kami diserang oleh kawanan Klan Zharull. Mereka sangat banyak dan kuat. Aku tak tahu pasti ada berapa. Yang jelas sangat banyak, dan serbuan itu dipimpin langsung oleh putra sang pemimpin Klan Zharull sendiri yang bernama Garin. Mereka pasti sudah membunuh para penjaga jalan masuk kampung sehingga dapat masuk dengan mudah. Mereka menghancurkan rumah-rumah dengan wujud monster mereka. Mereka mencabik-cabik dan mencakar warga klan kami yang tengah terlelap dengan kejam. Tak peduli jika itu adalah seorang bayi sekalipun. Keluargaku yang kebetulan juga tinggal di perkampungan inti, di lokasi yang agak jauh dari tempat serbuan pertama, mendengar huru-hara itu. Dan tak lama kemudian, terdengar lengkingan Ketua Haniv, sang Pemimpin Klan, sebagai panggilan untuk warga kampung inti dan kampung-kampung Klan Validha lain untuk waspada dan turut bertarung. Zaki, Fadli, ayo! perintah Ayah pada kedua abangku. Zaki berumur 26 tahun. Merupakan yang paling kuat di antara kami, tiga pemuda bersaudara. Dalam wujud manusia saja, ia sudah lebih tinggi dan lebih besar dari kami bahkan dari Ayah. Otot-otot di lengan dan tubuhnya menjadikannya salah satu ghrandir terkekar di kampung. Matanya yang tajam membuat Zaki terlihat amat tampan sekaligus mematikan. Namun dalam hal pengendalian diri, Zaki masih agak kurang. Sifatnya yang amat emosian terkadang membuatnya kesulitan mengendalikan iblis dalam dirinya. Meski

demikian, saat emosinya stabil, Zaki dapat berubah menjadi iblis sesuai kehendaknya. Persis seperti mereka yang sudah seratus persen mampu mengambil kendali atas iblis-nya. Jika sudah berubah, Zaki akan menjadi iblis yang paling buas seantero klan. Sementara Fadli berumur 22 tahun. Sikap dan pembawaannya yang tenang membuatnya mampu benar-benar bisa mengambil alih iblis dalam dirinyasama seperti Ayah. Postur tubuhnya lebih langsing dibandingkan Zakimenjadikannya lebih gesit dan lebih lincah. Pernah suatu hari Ayah memberi nasihat pada Fadli untuk meninggalkan kampung dan tinggal di kota untuk hidup yang lebih baik dikarenakan kemampuannya yang baik dalam mengendalikan diri. Namun Fadli menolak dan lebih memilih untuk membantu klan menghadapi Klan Zharull. Fadli dapat bertempur dengan baikmeski tidak seberingas Zaki. Tapi ia memiliki kecepatan gerak yang patut diacungi jempol. Lalu Ayah. Ayah sendiri juga merupakan petarung yang hebat. Ia memiliki kekuatan Zaki, dan kecerdasan Fadli. Tubuhnya kekar, meski tidak sekekar Zaki. Kekuatannya cukup diperhitungkan di kampung. Tapi aku mengenal Ayah, dan aku mengenal hampir seluruh warga kampung. Karena itulah aku berani bertaruh, bahwa sebenarnya Ayah adalah yang paling kuat dari semuanya. Zaki dan Fadli pun segera mengusir kantuk mereka begitu nama mereka dipanggil. Sedangkan aku.... Ryan, kau tetap di sini. Jaga Ibu dan Nora. Baik, Ayah, jawabku. Tentu saja. Sesosok iblis takkan muncul dari tubuh seorang ghrandir jika ia belum berumur 17 tahun. Kini aku tepat 17 tahun. Itu berarti iblis dalam tubuhku sudah mulai aktif merontaronta. Namun tetap saja 17 adalah usia yang terlalu dini untuk ikut bertarung. Selain kekuatan iblis-nya yang belum terlalu kuat, kesadaran jika sudah berubah menjadi iblis pun benarbenar nol sehingga tidak bisa membedakan mana lawan dan mana kawan. Dan itu berarti bencana jika dibawa ke dalam pertempuran. Beberapa hari yang lalu, Ayah menyuruh Fadli untuk melatihku mengontrol diri. Fadli lebih penyabar dari Ayah dantentu sajaZaki. Itulah yang menjadikannya orang yang paling tepat untuk melatihku. Fadli ingin aku berubah jadi iblis untuk mengetahui separah apa aku mengamuk dan sejauh mana kesadaranku saat berada dalam wujud iblis. Dan itu adalah pertama kalinya aku berubah. Untuk itu, aku harus benar-benar marah. Untuk membangkitkan amarahku, Zaki adalah orang yang tepat. 8

Tiba-tiba ia menjitakku dari belakang saat itu. Ups. Sakit, ya? tanyanya dengan nada mengejek. Lalu ia dan Fadli pun tertawa. Tapi aku belum cukup marah. Bukan Zaki namanya jika sudah kehabisan akal. Ia berkata, Apa kau sudah tahu siapa yang memakan ayam besar yang sudah susahsusah kaupanggang kemarin? Dengan lugu, aku bertanya, Siapa? Dengan kecepatan yang luar biasa, ia maju dan menampar wajahku keras-keras. Aku, Bodoh! Dan ayammu sangat enak. Zaki berhasil. Aku marah luar biasa. Aku merasakan panas yang teramat sangat di dadaku. Seluruh tubuhku terasa seperti terbakar serta nyeri. Pandanganku mulai kabur. Bagus, Ryan. Samar-samar kudengar suara Fadli. Tetap fokus. Usahakan jangan kehilangan kesadaranmu. Sedetik kemudian, aku tak tahu apa-apa lagi. Dan yang kutahu selanjutnya, ketika kubuka mataku, aku masih berada di halaman rumah. Tubuhku pegal bukan main, dan sakit seperti habis dipukuli. Panas di dadaku juga masih terasa. Pakaianku pun sudah sobek-sobek dan tak bisa lagi digunakan. Dengan susah payah, aku berusaha bangkit. Di hadapanku, kulihat Ayah, Zaki, dan Fadli mengerang kesakitan dan kelelahan seperti habis bertarung hebat. Ada pula Ibu yang pingsan dengan beberapa luka dan cedera di tubuhnya. Bahkan ada juga beberapa warga lain yang merupakan teman Ayah. Kondisi mereka sama: kepayahan setengah mati dan kembali ke wujud manusia karena kehabisan stamina. Beberapa dari mereka bahkan terluka cukup parah. Kondisi halaman rumah pun luar biasa berantakan. Banyak pohon-pohon besar yang patah. Setengah bagian rumahku juga hancur. Dan aku bisa melihat asap di mana-mana dan bau terbakar tercium dengan kentara. Aku bertanya, Apa yang terjadi? Zaki menjawab dengan takjub, Luar biasa, Ryan. Luar biasa. Ayah mengangguk setuju. Aku menangkap secercah kegembiraan yang tak biasa di wajahnya. Tapi emosimu terlalu kuat, katanya. Kau harus sering berlatih. Jangan kalah oleh emosi dan amarahmu. Kendalikan iblis itu. Ayah yakin kau bisa, anakku. Sementara Fadli masih terdiam dan belum sanggup untuk bangkit. Saat kesadaranku mulai kembali tersusun, barulah aku mengerti. Tadi iblis di dalam tubuhku berhasil keluar pada saat amarahku memuncak. Dan mereka habis-habisan menyerangku sampai lemas hingga kekuatan iblis itu pun ikut sirna.

Tapi

sehebat

itukah

iblis

ini

sampai butuh

orang sebanyak

ini

untuk

menghentikannya? Bukankah seharusnya iblis ini tidak sekuat ini di usiaku yang baru menginjak 17 tahun? Aku bahkan sama sekali tidak ingat apa yang terjadi. Kekacauan hebat ini terjadi benar-benar di luar kendaliku. Di saat kesadaran tidak bersamaku. Sejak saat itu, aku tahu bahwa diriku yang sekarang ini amatlah mengancam. Iblis ini benar-benar sepenuhnya mengambil alih atas diriku. Lihatlah, bahkan aku tega menyerang Ibu sampai pingsan. Dan dari ekspresi mereka semua, dan dari banyaknya orang yang mencegah amukanku, aku tahu iblis yang ada dalam diriku bukan iblis main-main. Ia sangat kuat. Dan semakin kuat iblis itu, semakin sulit untuk mengendalikannya. Apalagi untuk bocah pendiam sepertiku. Dan lagi, sikap Ibu sejak saat itu jadi aneh. Ia sering terlihat tidak tenang. Bukan karena takut, melainkan khawatir. Kecemasannya tersebut membuatku resah. Sudah jelas ada yang tidak beres dengan diriku. Keputusan Ayah untuk melarangku ikut dengannya malam itu memang keputusan yang tepat. Aku melihat mereka bertiga berlari menuju sumber kekacauan. Mereka bertiga lalu berubah wujud menjadi makhluk mengerikan yang memiliki tinggi dan besar lima kali dari tubuh semula sehingga menghancurkan pakaian yang mereka kenakan. Ayah menjadi monster berbulu abu-abu yang bertinju besar serta berekor lancip. Zaki menjadi monster keunguan tanpa ekor dan dipersenjatai dengan cakarcakar yang mengerikan dan otot-otot lengan yang luar biasa. Dan Fadli menjadi monster kecokelatan yang wujudnya tidak berbeda jauh dengan mereka. Namun kedua kakinya menyerupai rubah sehingga membuatnya lebih unggul dalam hal kecepatan dibandingkan Ayah dan Zaki. Rambut mereka yang kian memanjang seiring perubahan wujud mereka berkilau keperakan. Mereka lalu terbang dengan sayap mereka yang menyerupai kelelawar dan lekas lenyap dari pandangan. Aku mendengar tangis Ibu di belakangku. Aku memeluknya. Berharap itu akan membuat perasaannya membaik. Berharap itu akan membuatnya yakin bahwa semua akan baik-baik saja. Ibuku berusia sama seperti Ayah. Namanya Ema. Sebagaimana Ayah yang masih tampan di usianya yang tak lagi bisa dikatakan muda, Ibu juga masih dapat dikatakan cantik meski kerutan mulai timbul di wajah dan kulitnya. Jarang kulihat Ibu berubah jadi iblis. Sifatnya yang hangat dan penuh cinta menjadikan amarah tak berdaya untuk menguasai dirinya. Satu-satunya kejadian di mana aku melihat Ibu dalam wujud iblis adalah ketika dirinya mendapati Zaki tengah berkelahi dengan temannya dengan memanfaatkan kekuatan iblis di saat ia masih berumur awal 20-an. Dengan perasaan marah sekaligus khawatir, Ibu berubah menjadi iblis dan segera menghukum Zaki dengan tinjunya. Tentu saja Zaki yang 10

saat itu masih sulit mengendalikan diri sama sekali kehilangan kesadaran, sehingga bisa saja dengan tangannya yang lebih besar, ia membalas pukulan Ibu. Tapi Ayah memeganginya sehingga Ibu tidak terluka. Sejak saat itu aku semakin yakin bahwa Ibu amat tegas terhadap kami dan takkan segan-segan menggunakan kekuatan iblis-nya untuk menghukum kami jika perlu. Maka sejak saat itu, aku benar-benar tidak berani berbuat kesalahan di hadapan Ibu. Namun meski demikian, Ibu adalah ibu yang baik. Sejak letak perkampungan inti kami ketahuan oleh Klan Zharull setahun yang lalu, Ibu adalah orang yang paling bersikeras meyakinkan Pemimpin untuk pindah. Tapi, sebagai seorang ghrandir sejati, Pemimpin dan sebagian besar warga lain menolak mentah-mentah hal itu. Karena pindah berarti lari. Dan lari adalah tindakan pengecut. Dan pengecut bukan sikap orang yang berharga diri. Klan Validha akan ditertawakan. Lagi pula, kampung terpencil ini sudah ada sejak generasi pertama klan ini. Terlalu berharga untuk ditinggalkan. Hal yang sama dilakukan pula oleh Klan Zharull saat kami lebih dulu menemukan kampung persembunyian mereka. Bahkan Nora, adik perempuanku yang masih berumur 5 tahun pun merasakan kekhawatiran Ibu yang teramat sangat. Kami bertiga berpelukan, menanti kepulangan dan kabar baik dari Ayah dan kedua abangku. Dan memang benar. Mereka pulang dan membawa kabar baikjuga kabar buruk. Mereka datang bersama Pemimpin dan beberapa warga kampung lainnya. Ibu menyambut mereka dan langsung mengobati luka-luka Ayah, sementara aku mengobati luka Zaki dan Fadli. Begitu banyak luka cakaran, gigitan, serta memar di tubuh mereka. Namun ini sudah biasa. Mungkin luka-luka besar ini akan sembuh dalam beberapa bulan jika mereka manusia biasa. Tapi mereka adalah ghrandir. Dan kelebihan lain yang dimiliki oleh ghrandir adalah regenerasi yang luar biasa. Luka-luka itu akan sembuh dalam waktu beberapa hari, bahkan jam. Bagaimana? tanya Ibu cemas. Ayah mengangguk. Kita berhasil mengusir mereka. Kau, Pemimpin mengoreksi. Baguslah. Ibu bernapas lega. Tapi, tidak demikian dengan mereka semua. Masih ada yang belum mereka sampaikan. Ema, dengarkan aku, kata Ayah.

11

Sesuatu dalam suara Ayah membuat senyum Ibu sirna. Kekhawatiran yang selama ini ia tunjukkan kembali terasa olehku. Ayah menoleh sejenak ke Pemimpin, lalu kembali menatap Ibu setelah Pemimpin mengangguk padanya. Ia berkata, Ryan harus kita sembunyikan. Segera! Apa maksudmu? Menyadari kebingungan Ayah untuk menyampaikan, Pemimpin pun angkat bicara. Di pertempuran tadi, Lukman berhasil membunuh Garin, putra dari Renggala si pemimpin Klan Zharull. Lantas!? desak Ibu tak sabar. Aku dapat mendengar suara lembutnya mulai berubah. Nyaris mengaum. Ayah meneruskan, Bukan hanya Garin. Kami semua juga berhasil menghabisi hampir seluruh penyerang dari Klan Zharull tadi hingga menyisakan satu orang. Namun orang itu selamat, dan berhasil meloloskan diri. Dia adalah paman dari Garin, adik dari Renggala, lanjut Pemimpin. Dan dia berkata bahwa Renggala akan segera membalas dendam. Mungkin pada Lukman sendiri, kau, atau anak-anak kalian. Penjelasan-penjelasan secara bergantian dari Pemimpin dan Ayah mulai membuat Ibu muak. Aku bisa melihat tubuhnya mulai membesar. Tidak biasanya Ibu seperti ini. Ayah berkata, Aku, Zaki, serta Fadli akan siap jika kami diserang. Kamu juga cukup bisa membela diri jika diserang, kurasa. Dan Nora masih kecil. Ia lebih mudah dilindungi dan disembunyikan. Sedangkan Ryan, ia masih remaja, masih sulit mengendalikan kekuatan iblis. Dan itu amat berbahaya buat kita dan dirinya sendiri. Ia harus mengasingkan diri di kota dan berbaur bersama manusia agar dirinya tidak mudah ditemukan. Semua hal mendadak yang disampaikan Ayah membuatku pusing. Itu semua terlalu tiba-tiba. Berbaur bersama manusia? Bicara apa dia? TIDAK!! Ibu bangkit dan akan segera berubah jadi iblis jika saja kami bertigaaku, Zaki, dan Fadlitidak memeluknya erat. Rasa nyaman yang diberikan oleh kami, anak-anak kesayangannya, membuat Ibu mereda. Rasa cinta terhadap anak-anaknya berhasil menekan monster yang ada dalam dirinya agar tidak keluar. Amarahnya lalu berubah menjadi tangisan. Ayah bangkit dan mendekatiku. Ia mengelus kepalakuperlakuan yang selalu dilakukannya sebagai wujud rasa sayang. Bagaimana, Ryan? Apa kamu siap melakukan apa yang Ayah katakan tadi demi keluarga, klan, dan dirimu sendiri? Aku tak tahu harus menjawab apa. Tapi Ayah, bagaimana jika nanti iblis ini bangkit? Bagaimana jika nanti aku tak bisa mengendalikan diri? Keberadaan ghrandir bisa ketahuan. 12

Lalu Ayah memegang bahuku. Kau bisa mengendalikannya, katanya meyakinkanku. Kau harus yakin. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku yakin setelah semua yang kulihat dari perbuatan iblis dalam diriku ini? Bagaimana pula Ayah bisa berkata seperti itu setelah apa yang telah ia saksikan sendiri? Aku dan Zaki akan sering-sering menjenguk, ujar Fadli kemudian. Suaranya yang lembut membuatku merasa lebih tenang. Akan kami pastikan kau baik-baik saja di sana. Sebaiknya kau siap-siap. Nanti kami akan melatihmu dengan keras, desis Zaki. Ia selalu begitu. Tapi aku tahu ia menyayangiku, seperti aku menyayanginya. Tak peduli jika tulangku harus patah sekalipun. Kekuatanmu besar. Kita butuh itu untuk menghadapi Klan Zharull. Aku bisa melihat semua orang mengharapkan persetujuankukecuali Ibu, tentunya. Terus terang, aku sendiri masih ragu untuk pergi ke kota. Aku masih terlalu khawatir pada iblis ganas yang ada di dalam tubuhkumeski nanti Zaki dan Fadli akan sering-sering menjenguk dan melatih. Namun amarahku ini bisa bangkit kapan saja. Bisa saja iblis ini keluar pada saat Zaki dan Fadli tidak ada. Karena terkadang, keangkuhan warga kota membuatku jengkel. Tapi aku tahu aku tak punya pilihan. Maka kujawab, Baiklah. Kapan aku akan pindah?

13

You might also like