You are on page 1of 5

TUGAS ETIKA

Nama NIM : Andika Adi Saputra A : C 105 210 203

Kasus yang pernah dialami : Seorang ibu G1P0A0 datang kerumah sakit dengan keluhan nyeri perut tembus ke belakang, setelah dilakukan pemeriksaan didaptkan pembukaan 4 cm, kemudian hasil pemeriksaan dilaporkan kepada dokter spesialis obgyn, instruksi dokter obgyn yakni lakukan observasi HIS, DJJ, serta kemajuan pembukaan, beberapa jam kemudian setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan pembukaan lengkap, kemudian hasil ini dilaporkan kepada dokter dan instruksi dokter ahli pimpin persalinan, setelah dipimpin selama 1,5 jam, bayi belum lahir-lahir, hal ini lalu dilaporkan kepada dokter ahli, dan dokter ahli hanya memberikan instruksi pasang infuse dan perbaiki kondisi pasien lalu pimpin pasien kembali, setelah itu pasien kembali dipimpin namun bayi tetap tidak dapat dilahirkan, namun akhirnya setelah dipimpin 3 jam bayi akhirnya lahir, namun bayi tidak segera menangis, dan kondisi janin kebiruan, lalu dilakukan resusitasi oleh dokter anak, namun akhirnya bayi tidak dapat diselamatkan.

Masalah hari ke-2 : Hari ke-2 post partum, keluarga pasien tidak menerima dengan kematian bayinya,keluarga menyalahkan dokter ahli obgyn yang tidak berada di tempat

Hasil : Setelah mendapat penjelasan dari pihak rumah sakit, dan kebetulan pasien adalah pegawai pada rumah sakit tersebut akhirnya kelurga pasien dapat menerima Pihak keluarga tidak meneruskan masalah tersebut.

Pembahasan : Dari kasus diatas dapat kita analisis bahwa terdapat kesalahan dari seorang dokter spesialis obgyn yang tidak berada ditempat untuk melakukan pertolongan kepada pasiennya. Dalam hal ini dokter tersebut telah melanggar etika kedokteran. Etika adalah disiplin ilmu yang memperlajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu ayau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik buruk atau benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang yaitu Teori Deontologi dan Teori Teleologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa deontology mengajarkan bahwa baik buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri ( Immanuel Kant), sedangkan Teleologi mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan adalah dengan melihat hasilnya atau akibatnya (D Hume, J Betham, JS Milis). Deontologi lebih mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi, dan budaya. Sedangkan Teleologi lebih kearah penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) keapada azas manfaat (aliran utilitarian). Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan (empat prinsip etika eropa) bahwa untuk mencapai kesuatu keputusan ETIK diperlukan 4 kaidah Dasar Moral/ Kaidah Dasar Bioetik (Moral Principle) dan beberapa rules atau criteria dibawahnya. Berdasarkan kasus diatas maka dokter spesialis tersebut telah melanggar 2 Kaidar Dasar Moral/ Kaidah Dasar Bioetik yakni Prinsip Non Maleficences dan Prinsip Beneficences 1. Prinsip Tidak merugikan Non Maleficence Adalah prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm Kriterianya : a. b. c. d. Menolong pasien emergensi Mengobati pasien luka Mengobati secara tidak proporsional Tidak mencegah pasien dari bahaya

2. Prinsip Murah Hati Beneficence Yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien atau penyedia keuntungan dan menyeimbangkan keuntungan tersebut dengan resiko dan biaya. Dalam Beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja,

melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari pada sisi buruknya (mudharat) General beneficence : Melindungi & mempertahankan hak orang lain Mencegah terjadinya kerugian pada orang lain Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada orang lain Spesific beneficence : Menolong orang cacat Menyelamatkan orang dari bahaya Dari kedua prinsip tersebut sdah jelas bahwa pasien tersebut telah melanggar Kaidah dasar Etik. Dari kasus ini juga dokter spesialis tersebut telah melanggar hak-hak seorang pasien yang telah dijabarkan dalam KODEKI(pasal 10-13) dimana hak-hak seorang pasien antara lain : 1. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati secara wajar 2. Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar profesi kedokteran 3. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokter yang mengobatinya 4. Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik 5. Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya 6. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran 7. Dirujuk kepada dokter spesialis kalo diperlukan dan dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau tindak lanjut 8. Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi 9. Memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit 10. Berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniwan dan lain-lain yang diperlukan selama perawatan di rumah sakit 11. Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap, obat, pemeriksaaan laboratorium, pemeriksaan rontgen, USG, CT-scan, MRI, dan sebagainya, (kalo dilakukan) biaya kamar bedah, kamar bersalin, imbalan jasa dokter dan lain-lainnya. Dan sesuai dengan undang undang R.I no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 52 dinyatakan bahwa hak-hak pasien adalah mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain,

mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, ,menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Berdasarkan undang undang ini dokter spesialis tersebut tidak memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. Dan dalam Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 51 dinyatakan bahwa kewajiban dokter atau dokter gigi adalah : 1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien 2. Merujuk pasien kedokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. 3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia 4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin pada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya dan 5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Berdasarkan KUHP pasal 304 yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan seseorang dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib member kehidupan, perawatan dan pemeliharaan berdasarkan hokum yang berlaku baginya atau karena suatu perjanjian, dihukum dengan hokum penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 4.500,Berdasarkan KUHP pasal 350 yang berbunyi : Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat atau luka sedemikian sehingga berakibat penyakit atau halangan sementara untuk menjalankan jabatan atau pekerjaannya dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya 5 tahun. Pelanggaran etika dibagi menjadi dua yakni Pelanggaran Etika Murni dan Pelanggaran Etikolegal, dan didalam pelanggaran etikolegal terdapat beberapa point pelanggarannya yang mana point pertama membahas tentang Pelayanan Kedokteran Dibawah Standar ( Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi (KODEKI pasal 2), memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative (KODEKI pasal 8), dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk

kepentingan pasien (KODEKI pasal 10). Dengan demikian seorang dokter yang memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar merupakan suatu tindakan malpraktik, dan dapat dikenakan pasal 350 KUHP, yang berbunyi Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat atau luka sedemikian sehingga berakibat penyakit atau halangan sementara untuk menjalankan jabatan atau pekerjaannya dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun. Padahal seorang dokter senantiasa membaktikan hidupnya guna kepentingan kemanusiaan (LSDI butir 1), menjalankan tugasnya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat (LSDI butir 1) menjalankan tugasnya dan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien (LSDI butir 7)

You might also like