You are on page 1of 10

PARASITOLOGI

FILARIASIS

Disusun Oleh

Citra Widiapuri (H2A009008)


PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2010

KASUS : KHUSNUL, 15, warga DesaTurigede, Kecamatan Kepohbaru, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menderita penyakit kaki gajah (filariasis) sejak 7 tahun silam. Akibat penyakit itu, korban tidak bisa meneruskan sekolahnya. Kaki kirinya terus membengkak. Saat ini beratnya sudah mencapai 50 kg. Selama sakit, Khusnul hanya satu kali dibawa ke rumnh sakit."Kami tidak mampu menyediakan dana untuk berobat," kata Sahid, 37, orang tua korban. Humas RSUD Bojonegoro Thomas Djaja mempersilakan korban dibawa untuk berobat. "Pasien perlu didaftarkan sebagai peserta jamkesmas atau jamkesda. Kami pasti akan melayani," ujar Thomas.Pada 2009, jumlah warga yang terserang kaki gajah di Lamongan 40 orang dan di Bojonegoro 10 orang. Di Lamongan, penyakit ini menyebar di 27 kecamatan.Dinas kesehatan di dua daerah itu sudah berupaya melakukan pencegahan penyebaran penyakit tersebut. Salah satu upayanya ialah melakukan penyuluhan.

FILARIASIS

Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk

ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global ( The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020 (. Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Vektor penular : Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit kaki gajah. ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi atau Brugia timori. Cacing ini menyerupai benang, dan dapat hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia dalam 4-6 tahun, dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (mikrofilaria) yang beredar dalam darah terutama pada malam hari. PATOLOGI Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat inflamasi yang disebabkan oleh cacing dewasa, bukan microfilaria. Cacing dewasa hidup di getah bening dan menyebabkan pembesaran pembuluh getah bening dan penebalan pembuluh. Infiltrasi plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam disekitar pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berlikilikunya system limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getahbening. Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi pada kulit mendasarinya. Perubahan perubahan yang terjadi akibat filariasis ini disebabkan oleh efek langsung dari cacing dan oleh respon imun penjamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi pembuluhgetah

bening. Diduga pembuluh pembuluh itu paten selama cacing tetap hidup dan bahwa kematian cacing menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik. PATOGENESIS Cacing filaria dapat hidup antara 6-10 tahun dan ukurannya antara 2 cm-7 cm. Mikrofilaria ini hidup dan bertelur dalam darah. Setelah cacing itu hidup di tubuh manusia, maka penderita yang terserang mengalami gejala panas disertai demam selama satu minggu, linu pada bagian tulang, gatal-gatal, sakit kepala dan sakit otot. Pada stadium akut akan terjadi demam berulang yang disertai radang kelenjar dan saluran limfe. Gejala tersebut akan hilang dan kemudian timbul lagi selama kira-kira dua pekan.

Seperti parasit, kehadiran mikrofilaria dalam tubuh dapat mengganggu metabolisme dalam tubuh yang menyumbat pembuluh dan kelenjar limfe sehingga tidak dapat mengalir ke seluruh bagian tubuh dengan lancar. Seperti pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (retrograde lymphangitis); filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah; pembesaran tungkai lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema).

CARA PENULARAN

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair. Gejala klinis Filariais Akut adalah berupa. Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat , pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit , radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) , filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis, berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).

MANIFESTASI KLINIS FILARIASIS

Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia kanak-kanak, dimana memerlukan waktu cukup lama (bertahun-tahun) baru dirasakan akibatnya. Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain: - Demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat. - Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha atau ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, disertai rasa panas dan nyeri.

- Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa nyeri, dirasakan menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan, ke arah ujung (retrogade lymphangitis). - Akibat kelenjar getah bening sering membengkak, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta berdarah (filarial abses). - Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar, yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphadema). - Sedangkan gejala kronis dari penyakit filariasis, yaitu pembesaran menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, juga buah zakar (elephantiasis scrotalis). DIAGNOSIS Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis, yaitu bila pada seseorang yang diduga terinfesi filaria ditemukan tanda-tanda gejala akut maupun kronis. Namun demikian, diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan darah jari penderita, yaitu bila dalam sediaan darah ditemukan mikrofilaria. Hingga saat ini pemeriksaaan tersebut masih dirasakan sulit, karena mikrofilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari dan hanya beberapa jam saja (nocturnal periodicity). Karena itu biasanya pemeriksaan darah jari penderita dilakukan mulai pukul 20.00-02.00. Untuk mengetahui apakah seseorang mengidap penyakit ini, pemeriksaan harus dilakukan malam hari (mulai pukul 20.00-02.00). Karena mikrofilaria keluar dari peredaran darah pada malam hari yang sekali berkembang biak jumlahnya bisa mencapai jutaan. Dari berbagai metode yang digunakan, salah satu metode yang digunakan adalah dengan mengambil sample darah, sistem tusukan jari droplets yang dapat dilakukan kapanpun yang tidak harus di malam hari. Penderita dinyatakan positif apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria, sejenis cacing parasit yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Microfilaria dapat ditemukan dengan pengambilan darah tebal atau tipis yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Wright.

PENANGANAN DAN PENGOBATAN Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit filariasis adalah membasmi parasit atau larva cacing yang berkembang dalam tubuh penderita sehingga tingkat penularan dapat ditekan atau dikurangi. Dietilkarbamasin (diethylcarbamazine (DEC)) dinyatakan sebagai satu-satunya obat filariasis yang ampuh, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal (membunuh makrofilaria dan mikrofilaria). Obat ini tergolong murah, aman, dan tidak ada resistensi obat. Penderita yang diterapi dengan obat ini, kemungkinan akan mendapatkan efek samping baik ringan maupun berat.Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk kemoprofilaksis (pencegahan). Pengobatan diberikan oral (diminum) sesudah makan, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi (dikeluarkan) melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikan kepada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil dan/atau menyusui, penderita dengan penyakit berat dan/atau penderita dalam keadaan lemah. Pengobatan secara massal di daerah endemis digunakan dietilkarbamasin dikombinasikan dengan albenzol sekali/tahun, selama 5-10 tahun. Untuk mencegah efek samping seperti demam, diberikan parasetamol. Efek samping paling ringan yang mungkin timbul dari DEC dan albenzol adalah mual dan demam selama 1-3 hari. Gejala timbul akibat reaksi tubuh terhadap larva mikrofilaria yang mati akibat pemberian obat tersebut. Albenzol juga bisa membunuh cacing usus seperti cacing gelang (ascaris), cacing kremi (oxyuris), cacing tambang (ancylostoma), dan cacing cambuk (trichuris). Efek samping DEC dibagi menjadi 2 jenis. Yang pertama bersifat farmakologis, tergantubg dosisnya, angka kejadan sam a baik pada yang terinfeksi filariasis maupun tidak. Yang kedua adalah respon dari hospes yang terinfeksi terhadap kematian parasit sifatnya tidak tergan tung pada dosis obatnya tetapi pada jumlah parasit dalam tubuh hospes. Pada kasus penderita filariasis yang parah (sudah terjadi pembesaran) karena tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan juga memerlukan langkah lanjutan seperti tindakan operasi.

PENCEGAHAN

Pencegahan massal dengan control vector , pemberian DEC dosis standart . Pencegahan individu penggunaan obat oles anti nyamuk dan sebagainnya. Menghentikan penyebaran infeksi ( WHO ) Meringankan beban penderita ( WHO )

PROGNOSIS Pada kasus dini dan sedang prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah endemic. Pengawasan daerah endemic dan pemberian obat, serta pemberantasan vektornya.

Daftar Pustaka http://corpusalienum.multiply.com/reviews/item/57 http://www.beritaindonesia.co.id/kesehatan/karena-cacing-mini


Sibuea,W.Herdin, Marulam M. Pangabean, S.P.Gultom=2005.ilmu penyakit dalam. Jakarta : Rineka cipta

You might also like