You are on page 1of 13

1

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi,mengidentifikasi, mengobinasi, menganalisis serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Farmasi mempelajari sifat fisika dan kimia suatu sediaan obat. Menganalisis sifat fisika dari sediaan obat dapat dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya yaitu stabilitas obat, rheologi, mikromeritik, dan emulsifikasi. Emulsi adalah sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi dimana fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi (emulgator). Sediaan emulsi hal yang utama yang haru diperhatikan adalah kestabilan sediaan emulsinya agar sediaan tidak membentuk endapan yang mengeras di dasar sediaan. Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan para ahli farmasi dapat membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang tidak bisa saling bercampur. Oleh karena itu, dilakukannya praktikum emulsifikasi yaitu untuk mengetahui pembuatan emulsi dan melihat harga HLB butuh minyak yang digunakan untuk menstabilkan emulsi sehingga tidak akan terjadi koalesensi. Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan oral. Penjelasan diatas menjelaskan kepada kita betapa pentingnya kita mengetahui cara pembuatan emulsi dan menentukan kestabilan sediaan dalam kondisi yang dipaksakan (stress condition).

I.2 I.2.1

Maksud dan Tujuan Maksud Percobaan Maksud dari percobaan yaitu untuk mengetahui dan memahami cara pembuatan emulsi dan hal-hal yang mempengaruhi kestabilan emulsi.

I.2.2

Tujuan Percobaan 1. Menghitung jumlah elmugator golongan surfaktan yang digunakan untuk membuat elmusi minyak parafin dalam air. 2. Membuat elmusi mengunakan elmugator golongan surfaktan yaitu tween 80 dan span 80. 3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi minyak paraffin dalam air. 4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi.

I.3

Prinsip percobaan Pembuatan emulsi minyak dalam air dengan mengunakan variasi HLB butuh 5 dan 6 dan penentuan kestabilan yang didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi misalnya perubahan volume, perubahan warna dan pemisahan fase terdispersi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi yang dipaksakan (stress condition).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Teori Umum Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator (Ainun, 2008) Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena memberikan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien (Jenkins, 1957). Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (Anief, 2005) 1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di dalam fasa air. 2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa minyak. Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fasa terdispersinya (Anief,2005). Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang mencegah koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan brekoalesensi.

Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama pencampuran. dikenal beberapa peristiwa ketidakstabilan emulsi, yaitu (Anief, 2005): a) Flokulasi dan creaming. Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak beraturan di dalam emulsi. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan dengan konsentrasi paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung dari bobot jenis. b) Koalesense dan Demulsifikasi Peristiwa ini terjadi tidak semata-mata disebabkan oleh energy bebas permukaan, tetapi disebabkan pula oleh ketidaksempurnaan lapisan globul. Koalesen adalah peristiwa penggabungan globul-globul menjadi lebih besar. Sedangkan Demulsifikasi adalah peristiwa yang disebabkan oleh terjadinya proses lanjut dari koalesen. Kedua fase akhirnya terpisah kembali menjadi dua cairan yang tidak dapat bercampur. Kedua peristiwa semacam ini emulsi tidak dapat diperbaiki kembali melalui pengocokan. II.2 Uraian Bahan 1. Air suling (DIRJEN POM, 1979) Nama resmi Nama lain Rumus molekul Berat molekul Rumus Struktur : Aqua Destillata : Air suling, Aquadest : H2O : 18,02 :

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa

Penyimpanan Kegunaan

: Dalam wadah tertutup baik : Fase air

2. Minyak Kelapa murni (DIRJEN POM, 1995) Nama Resmi Nama lain Pemerian : OLEUM COCOS PURUM : Minyak kelapa murni,VCO : Cairan jernih, ,kuning pucat, tidak berbau, atau berbau lemah, rasa khas. Memadat pada suhu 0 dan mempunyai kekentalan

rendah walaupun pada suhu mendekati suhu beku. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95%) P, dalam kloroform P dan dalam eter P. Peyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Kegunaan : Sebagai fase minyak

3. Span (DIRJEN POM 1979 ; DIRJEN POM, 1995) Nama Resmi Nama lain Rumus molekul Berat molekul Rumus struktur : Sorbotin Monooleat : Span 60 : C3O6H27Cl17 : 363 :

Pemerian

: Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak.

Kelarutan

: Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat bercampur dengan alkohol, seidikit larut dalam minyak kapas.

Peyimpanan Kegunaan HLB butuh

: Dalam wadah tertutup rapat : Sebagai emulgator fase minyak : 4,7

4. Tween 80 (DIRJEN POM, 1979 ; DIRJEN POM, 1995) Nama Resmi Nama lain Rumus molekul Berat molekul Pemerian : Polyoxyethyllene sorbitan monooleate : Tween 20 : ( C11H23) COO : 130 : Cairan kentalseperti minyak, jernih kuning, bau karakteristik dari asam lemak Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P. Peyimpanan Kegunaan HLB butuh : Dalam wadah tertutup baik : Sebagai emulgator fase air : 15,0

BAB III METODE KERJA III.1 Alat Dan Bahan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan 1. Batang pengaduk 2. Cawan porselin (pyrex) 3. Gelas kima 250 ml (pyrex iwaki) 4. Gelas ukur 100 ml dan 10 ml (pyrex iwaki) 5. Neraca analitik (acis-fuzitsu) 6. Pencatat waktu 7. Ultra turax (KGaA Germany) 8. Water bath (memmert) III.1.2 Bahan- bahan yang digunakan 1. Almunium foil 2. Aquades 3. Kapas 4. Span 60 5. Tissue 6. Tween 80 III.3 Cara Kerja 1. Disiapkan semua alat dan bahan yang digunakan. 2. Dibersikan alat dengan alkohol 70 %. 3. Tween 80 dan Span 60 ditimbang dalam campuran sesuai perhitungan untuk membuat emulsi dengan HLB 5 dan 6. 4. Untuk membuat fase air, air suling dicampur dengan Tween 80, lalu diaduk dan dipanaskan pada penangas air sampai suhu mencapai 70oC. Dilakukan hal yang sama untuk masing-masing HLB. 5. Untuk membuat fase minyak, paraffin cair dicampur dengan span 60 kemudian dipanaskan diatas penangas air sampai suhu 70oC. Dilakukan hal yang sama untuk masing-masing HLB.

6. Setelah mencapai suhu 70oC pemanasan dihentikan, dan fase minyak dimasukan ke dalam fase air sedikit demi sedikit lalu diaduk dengan mengunakan mixer. Hal yang sama juga dilakukan untuk masing-masing HLB yang lain. 7. Dimasukan emulsi kedalam gelas ukur 100 ml. 8. Dilakukan pengamatan selama 5 hari dibawah kondisi stress condition 9. Ditentukan kestabilan emulsi berdasarkan parameter fase, perubahan warna dan perubahan volume.

BAB IV HASIL PENGAMATAN IV.1 Data Pengamatan t 0 10 20 24 jam IV.2.1 Perhitungan Diketahui : Minyak (VCO) Tween 80 Span 80 Air Ditanyakan : HLB 10 ? = 20 % =5% =5% = 30 ml pemisahan fase + + Volume awal 35 34,5 34 35 Tinggi busa 9 8 8 8 Tinggi pekat 22 27 10 Tinggi encer 17,5 20

Penyelesaian : HLB butuh tween 80 = 15 HLB butuh span 80 = 4,5 Tween 80 Span 80 Tween 80 Span 80 = = = = x5% x5% = 2,66 % = 2,33 %

x 30 ml = 0,798 g x 30 ml = 0,699 g x 30 ml = 6 g

Minyak VCO =

Air = 100 20 + 2,66 + 2,33 = 100 24,99 = x 30 ml = 22,503 ml

Jadi, Tween 80 yang akan ditimbang adalah 0,798 g, Span 80 0,699 g, minyak VCO 6 g dan air 22,503 ml.

10

BAB V PEMBAHASAN Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator (Ainun, 2008) Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan Emulsifikasi. Emulsifikasi merupakan sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi yang digunakan pada praktikum ini adalah tipe emulsi O/W (Oil in Water), yaitu emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal (Parrot, 1968). Pada percobaan ini digunakan air dan minyak kelapa. Air dan minyak kelapa mempunyai perbedaan sifat kepolaran dan perbedaan berat jenis. Air dengan rumus molekul H2O memiliki sifat polar karena momen dipolnya tinggi, Minyak kelapa memiliki sifat non polar karena momen dipolnya yang kecil. Akibat perbedaan kepolaran ini air dan minyak kelapa tidak dapat menyatu. Pelarut yang bersifat polar akan larut di pelarut yang bersifat polar juga, dan pelarut yang bersifat non polar akan larut di pelarut yang bersifat non polar juga. Berat jenis air lebih tinggi dari pada minyak, sehingga ketika dilarutkan air berada di bawah minyak. Untuk membuat suatu sediaan emulsi, diperlukan suatu emulgator. Emulgator ini akan berfungsi untuk membuat partikel minyak menjadi terdispersi dalam air sehingga air dan minyak dapat menyatu. Emulgator yang paling umum digunakan adalah surfaktan. Surfaktan (surface active agent) adalah suatu senyawa yang bersifat amphifil. Senyawa amphifil adalah senyawa yang mempunyai gugus polar dan gugus non polar. Pada percobaan ini digunakan surfaktan kombinasi yaitu tween 80 dan span 80 sebagai emulgator. Dalam percobaan ini yang pertama-tama dilakukan adalah menghitung HLB butuh yaitu tween 80 dan span 80. Penggunaan kombinasi dua emulgator ini dengan HLB rendah (Span 60) dan HLB tinggi (Tween 80) akan memberikan

11

hasil yang baik. Karena dengan menggunakan kombinasi emulgator ini dapat diperoleh harga HLB yang sama, sehingga emulsi yang terbentuk lebih stabil. Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan minyak yang dicampur dengan Span 80, sedangkan sebagai fase air adalah air suling yang dicampur dengan Tween 80. Percobaan kali ini tipe emulsi yang dibuat adalah tipe emulsi O/W atau emulsi minyak dalam air karena Sebelum dilakukan pencampuran, terlebih dahulu masing-masing emulgator dicampur ke dalam fasenya (minyak VCO yang dicampur dengan span 80, sedangkan air suling dicampur dengan tween 80), dipanaskan hingga suhu 70o C, dilakukan pengadukan. Tujuannya agar emulsi lebih cepat homogen, dan untuk mencegah terjadinya emulsi yang tidak stabil. Dimana pengadukan secara kontinu akan mengganggu pembentukan tetesan (Lund, W. 1994) Untuk membantu memecah fase dalam (minyak) menjadi tetesan-tetesan digunakan alat pengaduk yang mekanik yaitu Ultra turax. Adapun mekanismenya adalah setelah terjadi tetesan-tetesan, maka tetesan berikutnya akan mendapatkan kekuatan tambahan karena turbulensi (arah mikser yang berputar secara tyrbulen) menyebabkan deformasi tetesan-tetesan tersebut menjadi tetesan yang lebih kecil sehingga emulsi yang terjadi nantinya akan lebih homogen (Lund, W. 1994). Setelah dilakukan pengadukan dua fase yang tidak bercampur ini, hasilnya disimpan dalam gelas ukur dan diamati selama 10 menit 20 menit dan 24 jam berturut-turut dari segi penampakan fisik dari emulsi, baik itu dari perubahan volume, perubahan warna maupun terjadinya pemisahan fase terdispersi dan fase pendispersi. Dimana gejala-gejala fisik tersebut menunjukkan ketidakstabilan emulsi yang dibuat. Jadi dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa emulsi tidak stabil pada HLB 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa emulsi tipe O/W yang dibuat adalah tidak stabil karena adanya sedikit pemisahan. Tetapi sediaan emulsi ini dapat terdispersi kembali dengan adanya pengocokan.

12

13

BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa : 1. Dalam pembuatan emulsi didapatkan HLB10 untuk tween 80 dan span 80 yaitu 0,799 g dan 0,701 g. 2. Pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator tween 80 dan span 80 pada HLB10 menghasilkan emulsi yang tidak stabil. Dimana ditandai dengan adanya pemisahan antara minyak dan air. 3. Dalam pembuatan emulsi mengunakan emulgator tween 80 dan span 80, menghasilkan emulsi yang tidak stabil. 4. VI.2 Saran Diharapkan kepada praktikan mampu memahami dan menguasai materi praktikum sebelum melakukan praktikum. Serta dapat berhati-hati dalam menggunakan alat yang digunakan saat praktikum. Dalam pembuatan emulsi didapatkan HLB10 butuh minyak 6 g.

You might also like