Professional Documents
Culture Documents
Beberapa perangkat desa hadir, terdapat Pak lurah, Pak RT, dan beberapa warga yang turut hadir dalam hiruk pikuk suasana. SOUND EFECT : suara jangkrik dan belalang daun bersahutan diikuti suara hiruk pikuk warga yang berdatangan ke Balai desa. Pak sekdes mengawali sidang. SEKDES : Bapak-bapak ibu-ibu yang saya hormati, maaf mengganggu tidurnya, sesuai dengan hukum adat yang ada di desa kita maka kedua anak ini akan dikawinkan. WARGA : Tunggu dulu Pak sekdes ! SEKDES : Lho, kenapa ? WARGA : Penghulu belum datang ! SEKDES : sudah diberitahu ? WARGA : sudah, tapi kata istrinya beliau sedang nyenyak tidur SEKDES : ya sudah kalau begitu panggil lagi bilang disuruh Pak lurah !
NARATOR : Salah seorang warga diminta menjemput penghulu. Tak berselang lama kemudian penghulu datang ke Balai desa. SUOND EFECT : suara orang yang sedang riuh PENGHULU : wah-wah, apa-apaan ini masak bocah minta dikawinkan, maaf saya tidak bisa ! LURAH : ini demi tegaknya adat Pak penghulu. PENGHULU : Tidak bisa, saya yakin masih ada solusi selain dinikahkan ! LURAH : ini bukan tentang solusi Pak, tapi hukuman. PENGHULU : hukuman juga bisa solusi ketika kondisi tidak memungkinkan. Penghulu berusaha mempertahankan opininya. LURAH : lho ini kan sudah jadi konsekuensi kalau ada yang melakukan pelanggaran. Lurah juga sama ngototnya. PENGHULU : tetap tidak mau ! LURAH : ayolah Pak, dari orang-orang kecil seperti kita lah keadilan mulai ditegakkan.
PENGHULU : justru itu tidak adil Pak lurah. LURAH : lho, tidak adil kenapa jelas-jelas sudah menjadi hukum adat kita bahwa jika ada yang berbuat asusila harus dinikahkan lalu diusir dari desa kita. SOUND EFECT : suara orang yang tengah gaduh. WARGA : betul ! serentak warga menyambar.
PENGHULU : salah, dan justru mereka tidak bersalah ! SOUND EFECT : hening kemudian dilanjutkan dengan suara-suara jangkrik yang bersahutan. LURAH : tidak salah bagaimana Pak penghulu ?
LURAH : korban bagaimana Pak ? mereka sudah melanggar konvensi adat dan harus dihukum.
NARATOR : Warga yang ikut sidang bertambah geram dengan pernyataan penghulu. Di satu sisi penghulu yang mendebatkan opininya adalah tentang dilematisasinya terhadap pasangan muda itu. SOUND EFECT : conflict music PENGHULU : mereka itu menjadi korban, bapak-bapak ibu-ibu ! penghulu itu mencoba diplomatis. sekarang kalaupun mereka kita nikahkan, lantas masalah kelar begitu saja ? Tidak ! mau dinafkahi apa istrinya coba ?
LURAH : ya itu sudah jadi resiko dong Pak penghulu, kalau belum siap nikah ngapain kumpul kebo !
LURAH : Pak penghulu kita ini negara hukum, semua hal ada tata aturannya. Yang melanggar pun harus didakwa.
PENGHULU : justru itu posisi mereka kini adalah sebagai korban, di negara hukum apa ada korban yang dihukum ?
LURAH : lho-lho, kok jadi korban Pak ? tolonglah Pak penghulu jangan dipolitisasi perkara ini !
PENGHULU : saya bukan politisi, mana mungkin perkara ini saya pelintir. Yang jelas mereka adalah korban, bukan hanya mereka tapi pemuda-pemudi lainnya juga !
LURAH : lantas kalau mereka ini adalah korban, lalu tersangkanya siapa ?
LURAH : memangnya mau kita apakan si zaman Pak penghulu ? ditangkap lalu dipenjara ? edan !
PENGHULU : betul Pak lurah, zaman memang sudah edan. Jadi harus dipenjarakan !
LURAH : memangnya zaman itu punya wujud bisa-bisanya Bapak bilang dipenjarakan ?
LURAH : terdakwa sudah di depan mata buat apa pake mikir Pak !
PENGHULU : lihatlah pengaruh-pengaruh dari luar yang merusak moral pemuda, itu semua harus dipenjarakan. Penghulu merasa dirinya paling bijak.
LURAH : kelamaan, dasar mereka saja yang tidak bisa memfilter ! Pak lurah tetap saja kontra.
NARATOR : Lama-kelamaan adu pendapat mereka menjadi polemik yang berkepanjangan. Saat itulah si bocah laki-laki yang belum pantas disebut pria ini angkat bicara.
ANAK LAKI-LAKI : saya pria bertanggung jawab kok Pak, dan pastinya bersedia menjadi suami yang baik, betulkan Ma ?