Professional Documents
Culture Documents
Bab
PERSALINAN PRETERM
25
FAKTOR RESIKO
ETIOLOGI
2. ABORTUS IMINEN
Perdarahan pervaginam [ada awal kehamilan seringkali berkait dengan
meningkatnya perubahan pada outcome kehamilan.
Weiss dkk (2002) melaporkan adanya kaitan antara perdarahan pervaginam
pada kehamilan 6 – 13 minggu dengan kejadian meningkatnya persalinan
sebelum kehamilan 24 minggu, persalinan preterm dan solusio plasenta.
3. GAYA HIDUP
Merokok, kenaikan BB selama kehamilan yang tidak memadai serta penggunaan
obat-obatan tertentu memiliki peranan penting dalam angka kejadian dan
outcome BBLR.
Casaenuva 2005 menyimpulkan bahwa faktor maternal lain yang berkaitan
dengan persalinan preterm adalah :
- Kehamilan remaja atau pada usia “tua”
- Tubuh pendek
- Kemiskinan
- Defisiensi vit C
- Faktor pekerjaan (berjalan jauh , berdiri lama, pekerjaan berat, jam kerja
yang terlalu lama)
4. FAKTOR GENETIK
Perkiraan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik denga persalinan
preterm adalah sifat persalinan preterm yang berulang, menurun dalam keluarga
dan banyak pada ras tertentu.
5. CHORIOAMNIONITIS
Infeksi selaput ketuban dan cairan amnion yang disebabkan oleh berbagai jenis
mikroorganisme dapat menjelaskan peristiwa KPD dan atau persalinan preterm.
Jalan masuk mikroorganisme kedalam cairan amnion pada kondisi selaput
ketuban yang masih utuh tidak jelas.
SISTEM SKORING
Berdasarkan penelitian, sistem skoring tidak memberikan manfaat dalam identifikasi
pasien resiko tinggi mengalami persalinan preterm
Tabel 25.1 Recurrent Spontaneous Preterm Births According to Prior Outcome in 15.863
Women Delivering Their First and Subsequent Pregancies at Parkaland
Hospital
Meskipun pasien hamil dengan riwayat persalinan preterm jelas memiliki resiko tinggi
mengalami persalinan preterm ulangan, peristiwa ini hanya 10% dari keseluruhan
persalinan preterm. Dengan kata lain 90% kejadian persalinan preterm tak dapat
diramalkan berdasarkan riwayat persalinan preterm.
INKOMPETENSIA SERVIK
Berdasarkan naskah dari American College of Obstetrican and Gynecologist ( 2001)
Inkompetensia servik adalah peristiwa klinis berulang yang ditandai dengan dilatasi
servik yang berulang, persalinan spontan pada trimester II yang tidak didahului
dengan KPD, perdarahan atau infeksi.
DILATASI SERVIK
Dilatasi servik asimptomatik pada kehamilan setelah trimester II adalah faktor resiko
terjadinya persalinan preterm, ahli lain berpendapat bahwa hal tersebut adalah
variasi normal terutama pada pasien multipara.
Pemeriksaan servik pada kunjungan prenatal untuk memperkirakan adanya
persalinan preterm adalah hal yang tak perlu dan berbahaya.
FETAL FIBRONECTIN
Adalah glikoprotein yang dihasilkan dalam 20 bentuk molekul dari berbagai jenis sel
antara lain hepatosit, fibroblas , sel endothel serta amnion janin.
Kadar yang tinggi dalam darah maternal serta dalam cairan amnion diperkirakan
berperan dalam adhesi interseluler selama implantasi dan dalam mempertahankan
adhesi plasenta pada desidua.
Deteksi fibronectin dalam cairan servikovaginal sebelum adanya ketuban pecah
adalah “marker” adanya partus prematurus iminen.
Nilai > 50 ng/mL adalah positif (pemeriksaan dengan metode ELISA dan harus
menghindari kontaminasi dengan darah dan cairan ketuban)
VAGINOSIS BAKTERIAL
Vaginosis bakterial adalah bukan keadaan infeksi namun adalah satu keadaan
dimana flora vagina normal ( laktobasiluspenghasil hidrogen peroksida) diganti
dengan kuman-kuman anerobik (Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus dan
Mycoplasmahominis)
Vaginosis bakterial sering dikaitkan dengan abortus spontan, persalinan preterm,
KPD , chorioamnionitis dan infeksi cairan amnion.
Vaginosis bakterial menyebabkan terjadinya persalinan preterm melalui mekanisme
yang sama dengan yang terjadi akibat infeksi dalam cairan amnion.
Dari penelitian yang ada, tak ada keraguan bahwa perubahan flora vagina yang
normal seperti vaginosis bakterial memiliki kaitan erat dengan persalinan preterm
spontan.
Namun demikian, sampai saat ini skrining maupun terapi dari kondisi tersebut
terbukti tidak dapat mencegah terjadinya persalinan preterm.
PENYAKIT PERIODONTAL
Pasien hamil yang menderita periodontitis memiliki resiko mengalami persalinan
preterm 7.5 kali lipat
Goepfert dkk (2003) Persalinan preterm sebelum usia kehamilan 32 minggu
seringkali disertai dengan periodontitis berat.
Tabel 25.2 Some cases in which preterm labor should not be suppressed
Maternal factor
Severe hypertensive disease (eg. acute exacerbation of chronic hypertension,eclampsia,
severe preeclampsia
Pulmonary or cardiac disease (eg. pulmonary edema, ARDS,valvular disease,
tachyarrythmia)
Advanced cervical dilatation ( > 4 cm)
Maternal hemorrhage (eg. abruptio placentae,placenta previa, DIC)
Fetal factor
Fetal death or lethla anomaly
Fetal distress
Intrauterine infection (chorioamnionitis)
Thrapy adversly affecting the fetus (eg. fetal distress due to attempted suppression of labor)
Estimated fetal weight ≥ 2500 g
Erythroblastosis fetalis
Severe IUGR
B. Kortikosteroid
Diberikan untuk percepatan pematangan paru
1. Betamethasone 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam
2. Dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam
Efek optimal terjadi 24 jam setelah pemberian terakhir mencapai puncak
dalam waktu 48 jam dan bertahan sampai 7 hari.
Pemberian ulangan kortikosteroid tak berguna oleh karena dapat
mengganggu perkembangan psikomotor janin
C. Tokolitik :
1. Beta mimetik (ritodrine, terbutaline)
2. Magnesium sulfat :
Pemberian harus diawasi dengan ketat dengan pemeriksaan :
- reflek patela, frekuensi pernafasan, produksi urine
Harus tersedia antidotum calcium gluconat 10 ml dalam larutan 10%
Tabel 25.3 Protocol for use of magnesium sulfate in supression of preterm labor
Protocol
Begin intravenous infusion of magnesium sulfate 4 g (40 ml of 10% solution). The rate of
infusion should be slow enough to prevent flushing or vomiting. Then, continue ous
infusion of magnesium sulfate should be started at 2 g per hour (magnesium sulfate
10% solution, 200 ml in 5% dextroses, 800 ml, at a rate of 100 ml/hr. This infusion can
be titrated up by increments of 0.5 g per hour to a maximum of 4.0 g per hour until
adequate tocolysis is achieved ( < 4 – 6 uterine contractions per hour). Infusion should
be continued until labor subsides or progresses to an irreversible stage ( cervical
dilatation of 5 cm )
Reduce the rate of infusion if magnesium toxicity is observed.
5. Atosiban
Kompetitif antagonis dari kontraksi uterus akibat oksitosin.
US FDA menolak penggunaan Atosiban dalam pencegahan
persalinan prematur oleh karena efektivitas dan keamanan bagi janin
atau neonatus meragukan.
D. Antibiotika
Terapi antibiotika pada kasus persalinan preterm diperkirakan oleh sebagian
besar ahli tidak memberikan manfaat dalam menghambat persalinan preterm.
Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah infeksi GBS pada
neonatus.
Terapi pilihan adalah pemberian Penicilline atau Ampicilline.
Clindamycin diberikan pada pasien yang alergi terhadap penicilline.
Penatalaksanaan persalinan :
- Bila perlu lakukan episiotomi pada kasus dengan perineum yang kaku.
- Persalinan dengan cunam dengan maksud untuk melindungi kepala janin
tak perlu dilakukan oleh karena manfaatnya tidak didukung dengan data
out come perinatal.
- Diperlukan kehadiran neonatologis yang kompeten untuk melakukan
resusitasi bayi preterm.
RUJUKAN
1. American College of Obstetricans and Gynecologist: Use progsteron to reduce
preterm birth. Comitte Opinion No.291, November 2003.
2. Andrews WW, Sibai BM,Thom EA,et al: Ranodomized clinical trial of metronidazole
plus erythromycin to prevent spontaneous preterm delivery in fibronectine-positive
women. Obstet Gynecol 101:847,2003
3. Bloom SL, Yost NP, McIntire DD,et al: Recurrence of preterm birth in singleton and
twin pregnancies Obstet Gynecol 98:379, 2001b
nd
4. Cunningham FG et al : Preterm Labor in “ Williams Obstetrics” , 22 ed, McGraw-Hill,
2005
5. da Fonseca EB, Bittar RE, Cavalho MHB, et al: Prophylactic administration of
progesteron by vaginal suppository to reduce the incidence of spontaneous preterm
birth in women at increased risk: A randomized placebo-controlled double blind study.
Am J Obstet Gynecol 188:419, 2003
6. DeCherney AH. Nathan L : Late Pregancy Complication in Current Obstetrics and
Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003
7. Goepfert Ar, Jeffcoat MK, Andrews, et al: Periodontal disease and upper genital tract
inflammation in early spontaneous preterm birth. Obstet Gynecol 104:777, 2004
8. Goldenberg RL, Klebanoff M, Carey JC, et al : Vaginal firbonectine measurements
from 8 to 22 weeks gestation and subsequent spontaneous preterm birth.
Am J Obstet Gynecol 183: 469, 2000
9. Iams JD:Prediction and early detection of preterm labor. Obstet Gynecol 101:402,
2003
10. King JF, Flenady V,Papatsonis D, et al: Calcium channel blocker for inhibiting preterm
labor: A systematic review of the evidence and protocol for adminstration of
nifedipine. Aust NZJ Obstet Gyncol 43:192, 2003
11. Knudtson E, Senokozlieff M, Ye H: The association of chronic endometritis with
preterm birth. Am J Obstet Gynecol 189:S173, 2003
12. Lowe MP, Zimmerman B, Hansen W: Prospective randomized controlled trial of fetal
fibronectin on preterm labor management in a tertiary care center. Am J Obstet
Gynecol 190:358,2004
13. Peck T, Lutheran G: Long term and short term childhood healt h after long-term use
of indomethacine in pregnancy. Am J Obstet Gynecol 189:S168, 2003
14. Weiss JL, Malone FD, Vidayer J, et al: Threatened abortion: A risk factor for poor
pregnancy out come, a population-based screening study. Am J Obstet Gynecol
190:745,2004