You are on page 1of 29

INTOKSIKASI PESTISIDA

Oleh:

Andromeda Pahlevi, S. Ked (0818011049) Chyntia Giska A, S. Ked (08180112) Heru Sigit Pramono, S. Ked (0818011064) Novitha Adityani, S. Ked (0818011078)

Pembimbing dr. Evi Maiselma dr. Pahlawan Nasution dr. Nano Sutrisno

Disusun Dalam Rangka Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Okupasi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung September 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh. Penggunaan pestisida biasanya dilakukan dengan bahan lain misalnya dicampur minyak dan air untuk melarutkannya, juga ada yang menggunakan bubuk untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer umumnya dalam formulasi dust, atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, juga bahan yang bersifat sinergis lainnya untuk penambah daya racun (Sudargo, 1997). Pembangunan nasional yang meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan industrialisasi, sehingga diperlukan saran-sarana yang mendukung lancarnya proses industrialisasi tersebut, salah satunya yaitu dengan meningkatkan sektor pertanian. Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar dapat dicapai hasil yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi kebutuhan nasional dalam bidang pangan / sandang dan meningkatkan perekonomian nasional dengan mengekspor hasilnya ke luar negeri. Sarana-sarana yang mendukung peningkatan hasil di bidang pertanian ini adalah alat-alat pertanian, pupuk, bahanbahan kimia yang termasuk di dalamnya adalah pestisida. Kebiasaan petani dalam
1

menggunakan pestisida kadang-kadang menyalahi aturan, selain dosis yang digunakan melebihi takaran, petani juga sering mencampur beberapa jenis pestisida, dengan alasan untuk meningkatkan daya racunnya pada hama tanaman. Tindakan yang demikian sebenarnya sangat merugikan, karena dapat menyebabkan semakin tinggi tingkat pencemaran pada lingkungan oleh pestisida (Sugiartoto, 1999). Pestisida yang banyak direkomendasikan untuk bidang pertanian adalah golongan organofosfat, karena golongan ini lebih mudah terurai di alam. Golongan organofosfat mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam mengantarkan impuls sepanjang serabut syaraf. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah dengan menggunakan metode Tintometer Kit, tingkat keracunan adalah sebagai berikut : 75% - 100 % kategori normal, 50% - 75% kategori keracunan ringan, 25% - 50 kategori keracunan sedang dan 0% - 25% kategori keracunan berat (DepKes RI, 1992). Menurut laporan kegiatan pemeriksaan aktifitas kholinesterase darah petani Propinsi Jawa Tengah Tahun 1999 dari 240 orang yang diperiksa menunjukkan bahwa keracunan pestisida 67,5% dengan rincian keracunan berat 2,5%, keracunan sedang 8,75%, keracunan ringan 55,26% dan normal 32,5%, jenis pestisida yang digunakan sebagian besar golongan organophospat (DepKes RI, 1992). Aktifitas kholinesterase darah petani penyemprot pada tanaman sayuran di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah juga menunjukkan gejala keracunan pestisida. Pemeriksaan tersebut dilaksanakan sebanyak 4 kali, yaitu pada tahun 1994 diperiksa 65 orang menunjukkan 58,4 % keracunan, tahun 1997 diperiksa 85 orang menunjukkan 36,3

% keracunan, tahun 1999 diperiksa 80 orang menunjukkan 30,7 % keracunan dan tahun 2000 diperiksa 80 orang menunjukkan 65,3% keracunan (Mualim, 2002). Hasil studi pendahuluan di Kecamatan Bandungan di temukan pemakaian jenis pestisida jenis organofosfat antara lain dijumpai merek: Curacron (Profenofos), Dursban (Klorpirifos), Metamedofos (Os-dimetilfosfor-metamediot), Kresban (Klorpirofos), Roundup (Mono Amonium Glisolfat), Banish (Sulfosat), Elsan (Fentoat), Diazinon (Diazinon). Metamedofos merupakan salah satu jenis perstisida organofosfat yang merupakan pestisida gas syaraf yang dilarang beredar di Indonesia pada tahun 1998. Pestisida ini berbahaya karena menyerang cholinesterase dalam darah (Oginawati, 2007). Berdasarkan uraian diatas, maka kami tertarik untuk mengangkan referat tentang keracunan pestida organofsfat.

BAB II TIN JAUAN PUSTAKA

A. PESTISIDA 1. Defenisi Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh vektor penyak it, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak tanaman.

2. Jenis dan Penggunaan a. Jenis Pestisida Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan.

i.

Berdasarkan jasad sasaran Insektisida, racun serangga (insekta) Fungisida, racun cendawan / jamur Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina) Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.) Nematisida, racun nematoda, dst.

ii.

Berdasarkan asal dan sifat kimia Sintetik Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, tembaga sulfat dan garam merkuri. Organik : Organoklorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll. Heterosiklik : Kepone, mirex dll.

Organofosfat : malathion, biothion dll. Karbamat Dinitrofenol Thiosianat : Furadan, Sevin dll. : Dinex dll. : lethane dll.

Sulfonat, sulfida, sulfon. Lain-lain : methylbromida dll.

Alami : Nikotinoida Piretroida Rotenoida dll


5

Tabel 1. Klasifikasi Pestisida


Klasifikasi 1. Insektisida Bentuk Kimia a. Botani Bahan Aktif - Nikotine - Pyrethrine - Rotenon - Carbaryl - Carbofuran - Methiocorb - Thiocarb - Dichlorovos - Dimethoat Palathion Malathion Diazinon Chlorpyrifos DDT Lindane Dieldrin Eldrin Endosulfan gammaHCH

b. Carbamat

c. Organophosphat

d. Organochlorin

2. Herbisida

a. Aset anilid b. Amida c. Diazinone d. Carbamate

- Atachlor - Propachlor - Bentazaone - Chlorprophan - Asulam - Athrazin - Metribuzine Metamitron Bordeaux mixture Copper oxychlorid Mercurous chloride Sulfur

e. Triazine

f. Triazinone 3.Fungisida a. Inorganik

b. Benzimidazole c. Hydrocarbon-phenolik

- Thiabendazole - Tar oil

b. Penggunaan Pestisida Menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; Memberantas rerumputan; Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak; Memberantas atau mencegah hama-hama air; Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha
7

mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida banyak digunakan dinegara berkembang, sedangkan herbisida banyak digunakan dinegara yang sudah maju. Dalam beberapa data Negara-negara yang banyak menggunakan pestisida adalah sebagai berikut : Amerika Serikat 45% Eropa Barat 25% Jepang 12% Negara berkembang lainnya 18%

Dari data tersebut terlihat bahwa negara berkembang seperti Indonesia, penggunaan pestisida masih tergolong rendah. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya.

3.

Regulasi Pestisida di Indonesia

Peraturan menteri pertanian nomor : 01/Permentan/OT. 140/1/2007 Tentang Daftar Bahan Aktif Pestisida Yang Dilarang Dan Pestisida Terbatas

a. Jenis-jenis bahan aktif yang dilarang untuk semua bidang penggunaan pestisida

Jenis-jenis bahan aktif yang dilarang untuk pestisida rumah tangga, hygiene dan sanitasi yang digunakan untuk pengendalian serangga rumah tangga adalah diklorvos dan klorpirifos.

Peraturan lain yang mengatur mengenai pestisida di Indonesia diantaranya: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 349 Tahun 1982 Tentang Larangan Mengimpor, Memperdagangkan Dan Mengedarkan Pestisida Pentakhlorofenol Dan Garamnya Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 944 Tahun 1984 Tentang Pembatasan Pendaftaran Pestisida Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 536 Tahun 1985 Tentang Pengawasan Pestisida Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

258/MENKES/PER/III/1992 Tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Pestisida Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 544 Tahun 1996 Tentang : Pendaftaran Dan Pemberian Izin Bahan Teknis Pestisida Keputusan Menteri Pertanian Nomor 546 Tahun 1996 Tentang Pemberian Izin Dan Perluasan Penggunaan Pestisida Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 763 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Tetap Pestisida Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 764 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Sementara Pestisida Keputusan Menteri Pertanian Nomor 949 Tahun 1998 Tentang Pestisida Terbatas Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 342/Kpts/OT.160/9/2005 Tentang Komisi Pestisida
10

Keputusan Menteri Pertanian Nomor:42/Permentan/SR.140/5/2007 Tentang Pengawasan Pestisida

Keputusan Menteri Pertanian Nomor:81/Kpts/SR.140/2/2007 Tentang Perubahan Nama Formulasi, Nama Bahan Aktif, Dosis Aplikasi, Dan Jenis Pestisida

B. INTOKSIKASI PESTISIDA (Organofosfat) 1. Defenisi Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.

2. Epidemiologi

Keracunan pestisida adalah masalah skala besar, terutama di negara-negara berkembang. Sebagian besar perkiraan mengenai tingkat keracunan pestisida telah didasarkan pada data dari penerimaan pasien di rumah. Perkiraan terbaru oleh kelompok tugas WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan hanya sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang dilaporkan sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita sebuah episode dari keracunan setiap tahun (Jeyaratnam J, 1990). Di Kanada pada tahun 2007 lebih

11

dari 6000 kasus keracunan pestisida akut terjadi (W.A.Watson et al, 2005). Untuk memperkirakan jumlah keracunan pestisida kronis di seluruh dunia sangat sulit.

3. Klasifikasi

Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: a. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare. b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat, pingsan. c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan

menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.

4. Etiologi

Skenario eksposur yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah keracunan akibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui kontaminasi lingkungan atau tempat kerja (okupasional).

12

a.

Kecelakaan dan Tindakan Bunuh diri Tindakan bunuh diri dengan pestisida merupakan masalah kesehatan besar yang tersembunyi masyarakat. Ini adalah salah satu bentuk keracunan pestisida yang paling umum dan banyak terjadi. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 300.000 orang meninggal dari menyakiti diri setiap tahun di wilayah Asia-Pasifik (WHO, 2004). Sebagian besar kasus keracunan pestisida yang disengaja adalah tindakan impulsif yang dilakukan oleh seseorang pada kondisi tertekan atau stres, dan ketersediaan pestisida yang sangat mudah diperoleh memiliki peran atas kejadian keracunan.

b. Okupasional Keracunan pestisida merupakan masalah kesehatan yang penting pada lingkungan kerja karena pestisida digunakan pada sejumlah besar industri. Hal ini menyebabkan kondisi kategori pekerja beresiko langsung terhadap paparan pestisda. Namu pekerja di industri lain pun bahkan beresiko untuk terkena juga. Sebagai contoh, ketersediaan pestisida secara komersial di toko-toko menyebabkan pekerja ritel berada pada risiko pajanan dan penyakit ketika mereka menangani produk-produk pestisida (Calvret, 2004). Fungsi pekerjaan yang berbeda menyebabkan bervariasinya tingkat paparan. Eksposur pekerjaan Sebagian besar disebabkan oleh penyerapan melalui kulit yang terbuka seperti wajah, tangan, lengan, leher, dan dada. Paparan ini kadang-kadang ditingkatkan dengan inhalasi pengaturan termasuk penyemprotan operasi di rumah kaca dan lingkungan tertutup lain, taksi traktor, dan penyemprotan pestisida menggunakan blower atau spray (Ecobichon, 2001).

13

Ada 4 macam Tindakan dengan faktor resiko besar terkena intoksikasi yakni : Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida yang belum di encerkan). Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.

Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur, kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan.

5. Intoksikasi Organofosfat Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP) dan oktamil pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata. Struktur Komponen Organofosfat

Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian
14

berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.

Gambar 2. Struktur Organofosfat Nama Tetraethylpyrophosphate (TEPP) Structure

Parathion

Malathion

Sarin

Patofisiologi Organofosfat Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat
15

dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

Gambar 2. Neuron

Gambar 3. Sinaps Neuron

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

16

Tabel 3. Nilai LD50 insektisida organofosfat


Komponen Akton Coroxon Diazinon Dichlorovos Ethion Malathion Mecarban Methyl parathion Parathion Sevin Systox 146 12 100 56 27 1375 36 10 3 274 2,5 LD50 (mg/Kg)

Gejala Intoksikasi Organofosfat Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.

Tabel 4. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat
Efek 1. Muskarinik Gejala Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD) Kejang perut Nausea dan vomitus Bradicardia Miosis Berkeringat Pegal-pegal, lemah Tremor Paralysis Dyspnea Tachicardia Bingung, gelisah, insomnia, neurosis Sakit kepala Emosi tidak stabil Bicara terbata-bata Kelemahan umum

2. nikotinik

C. sistem saraf pusat

17

Convulsi Depresi respirasi dan gangguan jantung Koma

Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.

Gambar 7. Neuro Muscular Junction (NMJ) Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Kemudian akan terjadi terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusat, neomuscular junction dan sel darah merah. Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.

18

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Diagnosis

Sebagian penyakit terkait pestisida memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan kondisi medis umum (seperti pada gejala keracunan yang dijelaskan sebelumnya), sehingga riwayat lingkungan dan pekerjaan yang lengkap dan rinci sangat penting untuk mendiagnosis dengan benar sebuah keadaan keracunan pestisida. Pertanyaan skrining tambahan tentang pekerjaan pasien dan lingkungan rumah juga dapat menunjukkan apakah ada potensi keracunan pestisida (Reigart, J.R. and Roberts, J.R. (1999).

Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat dan organofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase sebagai data awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat kelompok-kelompok kimia yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau bahkan dapat membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase, salah satunya adalah golongan pestisida. Jika seseorang telah memiliki tes awal dan kemudian tersangka keracunan, kita dapat mengidentifikasi tingkat masalah dengan perbandingan tingkat cholinesterase saat ini dengan kadar cholinesterase pada data awal. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosis keracunan pestisida terkait kerja pada pekerja beresiko.

19

Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jika aktivitas kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai 50% pada pengguna pstisida diambil sebagai batas, dan disarankan agar penderita menghentikan pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida.

Diagnosis keracunan organofosfat adalah : a. Gejala gejala timbul cepat , bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan insektisida golongan ini. b. Gejala gejala progresif , makin lama makin hebat , sehingga jika tidak segera mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal , terjadi depresi pernafasan dan blok jantung. c. Gejala gejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma penyakit apapun , gejala dapat seperti gastro enteritis , ensephalitis , pneumonia, dll. d. Dengan terapi yang lazim tidak menolong. e. Anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini. f. Pemeriksaan toksikologi positif organofosfat

6. Pencegahan Keracunan Pestisida

a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention) Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan pestisida.

20

Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya pencegahan terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang

membahayakan kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah membuat dan mensosialisasikan sebuah pedoman bagi masyarakat yang memanfaatkan Pestisida.

21

PEDOMAN PENCEGAHAN KERACUNAN PESTISIDA

MENGANGKUT PESTISIDA Sewaktu membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian bersih.

MENYIMPAN PESTISIDA Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya masih utuh dan jelas. Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas Simpan ditempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh dari makanan, bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci. Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocor Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi

(pertukaran udara ). Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan. Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satu wadah dan satu macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan menurut ukuran wadahnya.

MENYIAPKAN PESTISIDA Sewaktu menyiapkan pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut, hidung dan kepala harus tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang, celana panjang, masker (penutup hidung) yang menutupi leher, dab sarung tangan karet. Gunakan alat khusus untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yang akan dipakai. Jangan gunakan tangan.

22

b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus keracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang disebabkan oleh keracunan akut. Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut: Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan , bila racun terlelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Bila ada berikan antidot: Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Pengobatan keracunan organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat, pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt cholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Awasi penderita selama 48 jam dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat atau sedativ yang lain.

23

c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah: Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan pestisida. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.

7. Penanganan Keracunan Pestisida

Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk toksisitas organophosphat. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya

gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal,kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin.
24

BAB III PENUTUP

Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP) dan oktamil pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.

Senyawa Organofosfat ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. menjadi Enzim dan tersebut kholin.. secara normal menghidrolisis

asetylcholin.

asetat

Hambatan

asetilkolinesterase

menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

Pestisida adalah senyawa kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan manusia terutama di bidang pertanian dan perkebunan. Keberadaan pestisida tidak hanya memberikan efek Positif namun juga menimbulkan dampak yang negatif Kedekatanya dengan kegiatan manusia memberikan ancaman tersendiri bagi

manusia yang kontak terhadap pestisida. Organofosfat merupakan salah satu jenis yang paling banyak digunakan masyarakat dalam berbagai kegiatan.

25

Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP) dan oktamil pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan, terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.

Senyawa Organofosfat ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. menjadi Enzim dan tersebut kholin. secara normal menghidrolisis

asetylcholin.

asetat

Hambatan

asetilkolinesterase

menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

26

DAFTAR PUSTAKA

Calvert, G. M.; Karnik, J.; Mehler, L.; Beckman, J.; Morrissey, B.; Sievert, J.; Barrett, R.; Lackovic, M. et al. (2008). "Acute pesticide poisoning among agricultural workers in the United States, 1998-2005". American Journal of Industrial Medicine 51 (12): 883898. Departemen Kesehatan RI. Pemeriksaan Cholinesterase Darah Dengan Tintometer Kit, Direktorat Jenderal PPM & PLP Jakarta. 1992. Ecobichon, D.J. (2001). "Toxic effects of pesticides". In Klaassen, C.D.. Casarett and Doull's Toxicology: The Basic Science of Poisons, 6th edition. McGrawHill Professional. International Code of Conduct on the Distribution and Use of Pesticides. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome, 2003 J. Rout Reigart, et al. 1999. Recognition and Management of Pesticides Poisonings. EPA (United States Environmental Protection Agency). www.epa.gov/pesticides Jamal, GA; Hansen, S; Julu, PO (2002). "Low level exposures to organophosphorus esters may cause neurotoxicity". Toxicology 181-182: 2333. Jeyaratnam, J (1990). "Acute pesticide poisoning: a major global health problem". American Association of Poison Control Centers Toxic Exposure 43 (3): 139 44. Available on

27

Mualim, K. Analisis Faktor Resiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Keracunan Pestisida Organofosfat Pada Petani Penyemprot Ham Tnaaman Di Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung. (Tesis) 2002. Oginawati, K. Analisis Risiko Penggunaan Insektisida Organofosfat Terhadap Kesehatan Petani Penyemprot, USU 2005 dalam

http://www:GDL4.0.Oginawati.pdf diakses tanggal 20 Nopember 2007 Reigart, J.R. and Roberts, J.R. (1999). Recognition and Management of Pesticide Poisonings. Washtington, DC: Environmental Protection Agency. Available on www.davidsuzuki.org/publication Sudargo, T. Perilaku dan Tingkat Keracunan Petani dalam Menggunakan Pestisida di Kabupaten Brebes, Berita Kedokteran Masyarakat XII (e) UGM, Yogyakarta, 1997. Sugiartoto, A., Lolit, Warsono, Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan, Penerbit Yayasan Duta Awam, Solo, 1999. W.A.Watson, T.L. Litovitz, G.C. Rodgers, Jr. et al. 2005. Annual Report WHO 2004. The impact of pesticides on health: preventing intentional and unintentional deaths from pesticide poisoning.

28

You might also like