You are on page 1of 4

BERITA KESEHATAN

Amankah Gunakan Komputer Saat Hamil?


KOMPAS.com - Tak sedikit perempuan yang tetap memilih bekerja di kantor semasa hamil. Jika mereka termasuk dari orang-orang yang bekerja di balik meja, ini artinya mereka harus menghabiskan banyak waktu di depan komputer. Sayangnya, duduk di depan komputer sepanjang hari selama hamil bukan tanpa risiko. Bahkan ada yang mengatakan, menggunakan komputer saat hamil akan memberikan radiasi yang mengganggu kesehatan janin. Menurut pakar kebidanan dari Amerika Serikat dr Russell Turk, belum ada studi yang menunjukkan dampak negatif dari komputer pada kehamilan. Meskipun demikian, duduk sepanjang hari di depan komputer dapat memicu nyeri punggung. "Maka perempuan yang sedang hamil sebaiknya perlu rajin untuk beristirahat sejenak dan berjalan-jalan," ujar pendiri Riverside Obstetrics & Gynecology ini. Banyak bergerak, kata dia, juga dapat memperbaiki sirkulasi darah yang sehat. Disarankan, perempuan hamil untuk bangkit setiap satu jam dan berjalan-jalan paling tidak selama 10 menit. Hal yang senada diungkapkan oleh Lori Wolfe, konselor genetik asal Amerika Serikat. Duduk sepanjang hari di depan komputer tidak baik untuk sistem sirkulasi. Meskipun hal itu tidak meningkatkan risiko lainnya, seperti keguguran ataupun cacat lahir. Dia mengatakan, penggunaan komputer pada perempuan hamil telah dipelajari selama bertahun-tahun. Secara khusus, studi telah mendalami gelombang elektromagnet komputer dengan risiko keguguran. "Hasilnya duduk di depan komputer tidak meningkatkan risiko keguguran dan kecacatan lahir," pungkasnya.

BERITA POLITIK
Analisis Politik: Gila Presiden di Tengah Kerumunan
Amboi, betapa limpah jumlah petaruh di bursa calon presiden. Bahkan dalam konvensi Partai Demokrat, yang tak satu pun nalar sehat bisa menjangkau ujung keputusan trik politik ini, tak menyurutkan hasrat para aspiran untuk bertaruh. Memasuki babak keempat kisah pemilihan Orde Reformasi, aktor-aktor politik dengan nama besar mulai surut dari gelanggang, memberi kesempatan kepada aktor-aktor biasa untuk mengisi pentas. Inilah era manusia rerata (the era of common man). Pergeseran ini bisa memberi prakondisi yang positif bagi demokrasi egaliter jika didukung oleh sistem meritokrasi, yang memungkinkan pasar kepemimpinan bisa diakses oleh orang-orang kapabel dari segala kalangan. Namun, juga bisa berdampak negatif jika era rerata ini hanya memberi outlet bagi narsisme politik para pemuja diri. Ketika kekaguman terhadap nama-nama besar mulai pudar akibat kemerosotan wibawa pusat -pusat teladan, secara naluriah banyak orang mengalihkan kekagumannya kepada diri sendiri (self-glorification). Hanya berbekal penampilan, sumbangsih tipis, atau modal tebal, seseorang sudah merasa pantas menjadi orang nomor satu di negeri ini. Ledakan narsisme yang mendorong kegilaan menjadi presiden itu mengandung potensi destruktifnya tersendiri bagi demokrasi. Seperti dikatakan Montesquieu bahwa Prinsip demokrasi dikorup bukan saja ketika spirit kesetaraan hilang, melainkan juga ketika spirit kesetaraan yang ekstrem berlangsung manakala setiap orang merasa pantas

memimpin. Para petaruh yang tidak memiliki keluasan wawasan kenegaraan, ketebalan modal sosial, dan kedalaman rekam jejak pergulatan publik mudah tergoda untuk mengompensasikan kekurangannya dengan melipatgandakan manipulasi pencitraan. Nilai rekayasa kemasannya jauh lebih besar ketimbang nilai sumbangsihnya terhadap bangsa. Situasi inilah yang melahirkan onggokan sampah pemimpin plastik, yang tidak otentik dalam ruang publik kita. Pemimpin plastik tak pernah menghiraukan isi hidup dan arah hidup. Pemimpin yang tidak menawarkan isi hidup dan arah hidup, meminjam ungkapan Bung Karno, adalah pemimpin yang cetek. Ia adalah pemimpin penggemar emas sepuhan, bukan emas murni. Ia cinta kepada gebyarnya lahir, bukan kepada nurnya kebenaran dan keadilan. Sebuah bangsa besar yang dirundung banyak masalah hendak dipimpinnya bukan dengan kekuatan visi, melainkan dengan impresi. Kecenderungan mediokritas dan ketidakotentikan pemimpin seperti itu tidaklah memenuhi kebutuhan Indonesia akan kepemimpinan krisis. Pada masa krisis dengan beragam fenomena disorganisasi sosial, dunia politik justru memerlukan peran kepemimpinan yang lebih besar. Yang diperlukan bukan saja pemimpin yang baik (good leader), melainkan pemimpin agung (great leader). Keagungan di sini tidaklah merefleksikan kapasitas untuk mendominasi dan memaksa, tetapi terpancar dari kesejatian karakter untuk mengasihi, melindungi, mengurus, dan menertibkan. Keguyuban Dalam suatu bangsa yang ditandai oleh kecenderungan untuk membenarkan yang biasa, tidak membiasakan yang benar, keguyuban yang berkembang acap kali merupakan keguyuban yang destruktif, seperti tecermin dalam istilah budaya korupsi. Dalam situasi demikian, yang diperlukan bukanlah pemimpin yang konformis, yang gestur politiknya mengikuti ekspektasi kemapanan yang korosif. Yang dibutuhkan justru pemimpin eksentrik yang bisa berpikir out of the box dan berani menawarkan pilihan yang berbeda dari arus utama. Seperti dinyatakan John Stuart Mill, kreativitas sosial memerlukan tumbuhnya eksentrisitas. Lantas ia tambahkan bahwa jumlah eksentrisitas dalam suatu masyarakat pada umumnya proporsional dengan jumlah genius, kekuatan mental, dan keberanian moral yang dikandung masyarakat tersebut. Bahwa saat ini Indonesia mengalami defisit pemimpin eksentrik berkarakter yang memiliki kekuatan mental, kebernasan gagasan, dan keberanian moral untuk mengambil pilihan sendiri di luar kelatahan dan tekanan luar, merupakan tantangan yang harus segera dipecahkan oleh institusi pemilihan kita. Ada sejumlah persoalan yang mengemuka dari institusi pemilihan kita. Tingginya biaya kekuasaan membuat banyak partai lebih mendukung orang-orang rerata yang berani bayar ketimbang orang-orang eksentrik yang tak bermodal. Selain itu, ada paradoks antara preferensi pada pemilihan langsung yang mengarahkan masyarakat menuju individualisme dengan ketiadaan pranata sosial yang dapat mengembangkan otonomi dan karakter individu. Dalam lemahnya logika pencerahan, kepastian hukum, dan ekosistem kreativitas, ruang otonomi individu dipersempit oleh keharusan keguyuban. Kebanyakan individu tumbuh dengan mentalitas konformis, bukan subyek berdaulat yang bisa memilih atas dasar daya pikirnya dan melakukan learning to unlearn dari tradisi buruk. Pergeseran ke arah individualisme tanpa kekuatan individualitas melahirkan buihbuih kerumunan di ruang publik. Mentalitas kerumunan tanpa kapasitas nalar publik inilah yang rentan dimanipulasi oleh mesin pencitraan dan politik uang atau dipersuasi oleh sentimen tribalisme dalam bentuk fundamentalisme, premanisme, dan nepotisme. Demokrasi individualisme di tengah mentalitas kerumunan itulah yang memberi peluang bagi tampilnya dua jenis pemimpin yang meramaikan ruang publik: mereka yang gila presiden atau presiden gila. Padahal, yang cocok untuk memulihkan krisis dan membawa transformasi bangsa ke de pan adalah pemimpin eksentrik yang setengah gila.

BERITA SEKS BEBAS


Di China, Seks Bebas Dominasi Maraknya HIV/AIDS
KOMPAS.com - Salah satu peringatan tegas bagi semua orang demi mencegah infeksi HIV/AIDS adalah tidak
berhubungan seksual alias making love (ML) sembarangan. Nyatanya, pelanggaran larangan seperti itu terjadi di China.

Warta Xinhua pada Kamis (29/8/2013) menunjukkan segepok data dari Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Menular China menunjukkan 90 persen penderita baru HIV/AIDS dipicu oleh perilaku seks bebas. "Angkanya mencapai 70 persen heteroseksual dan 20 persen homoseksual,"kata Direktur Divisi HIV/AIDS lembaga tersebut Wu Zunyou. Riset lembaga ini bekerja sama dengan Komisi Perencanaan Keluarga China. Tim mewawancarai narasumber secara online. Sebelumnya, imbuh Zunyou, pihaknya mengetengahkan data kalau 230.000 penderita HIV/AIDS di China sudah mendapatkan pengobatan antivirus. Jumlah itu terkumpul sejak pengobatan antivirus itu diperkenalkan di China pada 2004. Zunyou mengaku kalau kampanye pencegahan penyakit infeksi HIV/AIDS terus berlangsung. Menurutnya, sampai kini, penderita baru penyakit ini berada di kisaran 48.000 hingga 50.000 orang per tahun. "Pemerintah membidik target mortalitas hingga 25 persen dari jumlah penderita sampai dengan akhir 2015,"demikian Wu Zunyou.

BERITA GOSIP
Kekasih Cemburu, Adjie Pangestu Terancam Putus Tunangan?
JAKARTA, KOMPAS.com Penyanyi yang juga artis peran Bella Sofie mengaku terbakar api cemburu
karena kehadiran seorang perempuan lain dan mungkin akan memutus tali pertunangannya dengan artis peran Adjie Pangestu. "Kemarin di lokasi shooting satu frame sama Mas Adjie. Itu pemicu saja, imbasnya, kan, jadi putus nyambung selama dua bulan ini," kata Bella dalam wawancara per telepon dengan sejumlah wartawan di Jakarta, Selasa (1/10/2013). Bella merasa sikap Adjie kepadanya mulai berubah sejak kehadiran perempuan lain yang menjadi lawan main Adjie dalam sebuah produksi film. "Sebenarnya dari pagi datang di lokasi shooting aku dicuekin, aku lihat kebersamaan mereka itu bikin jealous, aku enggak ngerti kenapa Mas Adjie begitu. Di scene satu, dua, sampai sekian aku diam saja. Sampai akhirnya aku enggak tahan lagi," keluh Bella. Bella mengaku tak tahan lagi. "Kayaknya aku milih mundur, aku enggak sanggup lagi," ujarnya. Asal tahu saja, sejauh ini Bella dan Adjie sudah melakukan pemotretan pranikah di Bali sebagai salah satu persiapan pernikahan mereka. "Ya, sudah foto prewedding di Bali, punya rencana minggu depan foto prewedding kedua. Ada sepuluh konsep soalnya," terangnya.

BERITA BISNIS
Beasiswa Bisnis di Singapura, Dubai, atau Sydney, Mau?
JAKARTA, KOMPAS.com - SP Jain School of Global Management menawarkan beasiswa parsial di
jurusan Global Business Administration untuk program S-1 dan S-2. Program ini menyediakan bantuan beasiswa sebesar 25-75 persen dari biaya pendidikan sekolah bisnis di tiga negara, yakni Singapura, Dubai, dan Sydney di Australia. Siswa SMA yang tertarik untuk mengikuti aplikasi program beasiswa S1 ini dapat mendaftar dengan menunjukkan nilai rapor kelas 1,2 dan 3. Perwakilan SP Jain, Scott Anthony, mengatakan persyaratan bagi siswa SMA adalah nilai rata-rata di atas 7,5. "Jika reputasi sekolah di Indonesia sangat baik, itu juga akan menentukan Anda. Tetapi jangan menyerah, selain sisi akademik, kami juga akan pertimbangkan pula untuk anak-anak yang aktif di kegiatan non-akademik," ujar Scott saat membuka pameran kampusnya di Hotel Ciputra beberapa waktu lalu. Dia juga menjelaskan biaya pendidikan untuk program S-1 berkisar antara 18.000 dollar AS per tahun ditambah biaya hidup sebesar 6.000 dollar AS. "Jika mendapat beasiswa ini, maka siswa hanya akan menanggung biaya pendidikan separuhnya saja. Beasiswa juga dapat ditingkatkan menjadi di atas 75 persen dengan menunjukan prestasi seperti tiga teratas atau menjadi nomor satu di sekolah. Kampus dapat menambah 5-10 persen beasiswa yang kisarannya bisa melebihi 75 persen biaya pendidikan," tambahnya. Dalam proses seleksi, siswa yang lulus administrasi akan mengikuti tes tertulis di Universal atau SP Jain Singapore. Setelahnya, akan diadakan wawancara melalui Skype dengan panitia penerimaan ataupun pimpinan kampus. Sementara itu, untuk beasiswa program Master of Global Business (MBA), kandidat harus menunjukkan transkip nilai kuliah dengan minimal GPA 3,30. "Mahasiswa yang masih kuliah S1 dapat mengikuti beasiswa ini, dan mereka harus melampirkan surat rekomendasi dari kampusnya, kalau sudah bekerja juga dapat meminta rekomendasi dari pimpinan perusahaan, membuat surat motivasi, IELTS/ TOEFL, dan mengikuti test GMAT atau test masuk melalui Jasa Universal," jelasnya lagi. Tanpa beasiswa, biaya pendidikan program master ini mencapai 33.000 dollar AS. Dengan beasiswa parsial, penerima cukup menanggung biaya sebesar 8.000 dollar AS per tahun. Pendaftaran beasiswa dibuka bergelombang dari bulan Oktober sampai Desember. Gelombang belajar dimulai setiap April, Agustus, dan November. Untuk 8 bulan pertama, mahasiswa di sekolah bisnis ini akan menempuh studi di Singapura. Dubai dan Sydney bisa dijadikan tujuan program magang multinasional. Informasi lebih lanjut bisa diperoleh di situs resminya di www.spjain.org. Kerja paruh waktu Scott juga mengatakan, mahasiswa yang berniat menempuh studi ini dengan beasiswa dapat mencari dana tambahan dari kerja paruh waktu di sekitar kampus dengan gaji 7 dollar Singapura per jam. "Dengan batas jam kerja maksimal 16 jam per minggu. Dan dengan sistem kerja seperti itu, mahasiswa dapat memperoleh tambahan dana sekitar 300-500 dollar Singapura per bulan," pungkasnya.

You might also like