You are on page 1of 7

Silatur-rahmi Bukan Suatu Budaya Tapi Ajaran Ilahi Yang Suci

Kata silatur-Rahmi sudah cukup luas memasyarakat di kalangan bangsa indonesia umumnya dan kaum muslimin khususnya bahkan juga sudah diamalkan, terutama pada bulan syawal, setelah kaum muslimin selesai menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Di mana-mana kita jumpai acara pertemuan silatur-Rahmi. Mulai dari balai desa di kelurahankelurahan samai kepada lembaga-lembaga tinggi negara, tidak ketinggalan turut serta menyelenggarakan acara silatur-Rahmi. Demikian para keluarga dan handai taulan, antar siswa dalam suatu lembaga pendidikan dan antara karyawan dalam suatu instansi maupun perusahaan. Walhasil, benar-benar silatur-Rahmi telah memasyarakat di kalangan bangsa kita. Diihat dari segi semaraknya, warna-warni busana yang serba baru dan berbagai makanan serta minuman yang dihidangkan. Memang terasa membanggakan dan menggembirakan. Namun bagaimana kalau dilihat dari segi ajaran islam? Apakah sudah pas? Dan begitukah yang dimaksud silatur-Rahmi menurut Islam? Hemat kami banyak yang harus diluruskan. Baik motivasi maupun teknis pelaksanaannya. Agar mana dan nilai silatur-Rahmi yang begitu suci dan luhur tidak dinodai dan dicemari oleh berbagai budaya yang rendah dan kotor. Karena tidak jarang kita jumpai dalam acara silatur-Rahmi, hiburan-hiburan yang penuh masiyat, minuman-minuman dan makanan-makanan yang haram, yang kesemuanya itu menodai dan mengotori citra islam sebagai ajaran Ilahi yang perlu dijunjung tinggi. Lain halnya kalau acara itu tidak mengatasnamakan Islam atau tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam. Misalnya sebagai adat atau budaya dari suatu bangsa tertentu yang non Islam. Itu terserah! Namun kiranya tidak ada satu pihak pun yang memungkiri bahwa silatur-Rahmi adalah ajaran Islam, ajaran Ilahi yang suci, yang perlu dijunjung tinggi. Bukan adat atau budaya sebagai produk dari masyarakat atau bangsa tertentu, sehingga pelaksanaannya bisa dilakukan seenaknya saja. Karena itu, adalah merupakan kewajiban setiap muslim untuk memelihara dan melestarikan silatur-Rahmi sepanjang yang dikehendaki dan diajarkan oleh islam. Secara terus terang harus diakui bahwa masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang masih belum pas di dalam memahami silatur-Rahmi, sehingga berakibat tidak pas pula dalam mengamalkannya. Mana silatur-Rahmi silatur-Rahmi dari segi bahasa artinya menjalin hubungan kasih sayang antara sesama insan, baik itu kerabat, jiran maupun handai taulan. Jadi berangkat dari mananya sudah tergambar bahwa silatur-Rahmimerupakan ajaran yang luhur dan teramat penting bagi manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan berjamaah. Tanpa modal kasih sayang mustahil hubungan sesama insan akan bisa naik dan dapat menumbuhkan suatu masyarakat yang bahagia dan sejahtera.

Billa suatu jamaah atau masyarakat yang hidup dalam keragaman diibaratkan dengan sebuah gedung yang indah dan kokoh, para anggotanya ibarat batu batanya yang tersusun rapi, maka silatur-Rahmi ibarat semennya, yang menghubungkan dan merekatkan tiap-tiap bata yang satu dengan yang lain, sehingga merupakan tembok yang kokoh utuh. Rasulullah saw. Bersabda :

Hubungan antara mumin dengan mumin lainnya adalah bagaikan satu bangunan yang antara satu dengan yang lainnya saling mengokohkan. (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam sabdanya yang lain :

Perumpamaan orang-orang mumin dalam saling mencintai, mengasihi dan menyayangi (antara satu denngan yang lainnya) adaah bagaikan satu tubuh, manakala salah satu anggota yang lain sakit, maka seluruh anggota tubuhnya akan (turut sertaa) merasa demam dan tidak bisa tidur. (HR Bukhari dan Muslim). Demikian gambaran hubungan antara muslim dengan sesamanya dalam kehidupan berjamaah. Begitu akrabnya sehingga digambarkan bagaikan satu bangunan yang antara satu dengan lainnya saling dukung dan mengokohkan. Atau bagaikan satu tubuh,yang manakala salah satu anggotanya sakit, tentu seluruh tubuh akan ikut serta merasakannya. silatur-Rahmi adalah upaya memelihara melestarikan jalinan hubungan kasih sayang antara sesama muslim yang teramat akrab itu. Jadi silatur-Rahmi tidak terikat waktu dan tempat. Ia mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan kompleks. Atau dengan kata lain, tidak terbatas pada bulan syawal saja, dan dalam forum tertentu pula. Bukan pula sekedar kunjung-mengunjungi, yang justru malah kadang-kadang diwarnai dengan obrolan yang tidak berguna, mengumpat dan membicarakan kejelekan kawan yang tidak sefaham dalam suatu masalah. Kalau sudah demikian keadaannya, maka namanya bukan silatur-Rahmi, tapi Qatiur-Rahmi, memutus hubungan kasih sayang.

Dasar Silatur-Rahmi Islam yang mempunyai asas Tauhid mengajarkan agar manusia beriman kepada Allah, khaliq yang satu tapi juga mengajarkann akan adanya prinsip bahwa umat manusia adalah satu, sebagai sebagai makhluk dari khaliq yang satu, yakni bahwa umat manusia

merupakan satu keluarga, satu persaudaraan karena mereka berasal dari keturunan yang sama, Adam dan Hawa. Tanpa terkecuali, masing-masing sama-sama berhak hidup, terdiri dari unsur-unsur fitrah yang sejenis, sama-sama mempunyai martabat kemanusiaan dan sama-sama berhak untuk berprestasi dalam kebajikan Allah swt. Berfirman : sesungguhya umatmu ini adalah umat yang satu, tunggal; dan aku adalah Tuhanmu. Oleh karena itu, hendaklah kamu semua beribadah kepada-Ku. (al-anbiya 92) Adanya berbagai bangsa dan suku, adalah untuk saling kenal-mengenal, untuk memberi dan menerima, saling menolong dan berbuat kebajikan. Bukan untuk saling membanggakan kebangsaan dan kesukuannya. Islam tidak memberi kesempatan bagi tumbuhnya ashabiyah jahiliyah, fanatisme kebangsaan yang sempit, angkuh dan merendahkkan orang lain hanya semata beda bangsa, keturunan atau tanah tempat kelahiran. Karena semua itu merupakan benih permusuhan, yang pada gilirannyya mempersempit ruang lingkup silatur-Rahmi, bahkan mungkin mematikannya. Dengan adanya prinsip kesamaan martabat, sebagai makhluk dari Khaliq yang satu; dan kesamaan aqidah, sebagai hamba dari Tuhan yang satu, maka akan tumbuhlah pada diri manusia rasa senasib dan sepenanggungan, sehingga mereka akan saling kerja sama, bantu membantu dan menyayangi. Lebih jauh lagi islam memberi dorongan dan rangsangan, bahwa nilai seseorang akan ditentukkan oleh prestasi kebaktiannya terhadap Allah, termasuk berbuat kebajikan terhadap sesamanya. Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan kami telah jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal antara satu dengan lainnya, ( karena) sesungguhnya semulia-mulia di antara kamu, menurut pandangan Allah, adalah orang yang paling berbakti (kepada-nya) dari antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahuui, (lagi) Maha Sadar. (al -Hujurat 13). Sementara Rasulullah saw, menegaskan :

Semua makhluk (manusia) adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintai-Nya adalah bermanfaat bagi sesama tanggungan-Nya. (HR Abu Yala).

Sayangilah penduduk bumi ini, niscaya kamu akan disayangi oleh siap yang dilangit. (HR Abu daud dan Tiirmidzi)

Dan Allah juga berfirman :

dan beribadahlah sekalian kamu kepada Allah, dan jangan kamu menyekutukan kepadaNya dengan suatu apapun, dan berbuatllah kebaikan kepada orang tua, dan kepada kerabat yang dekat, kepada anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat dan yang jauh, dan kepada sahabat yang selalu berdampingan. (an-Nisa 36) Dan sejumlah nash diatas, jelas dapat diketahui bahwa lingkup silatur-Rahmi yang diajarkan oleh islam teramat luas, mencakup siapa saja.Tidak terikat oleh kesukuan atau bangsa, tanah kelahiran, dan bahkan aqidah atau agama yang dianutnya. Mulai dari kedua orang tua, sanak saudara yang dekat maupun yang jauh, yatim piatu, fakir miskin, tetangga, handai taulan, dan sampai pada kerabat kerja serta siapa saja yang berhubungan dengan kita. Semuanya harus disantuni secara baik dan layak. Dan ditempatkannya perintah berbuat baik kepada mereka itu sejajar dengan perintah beribadah kepada Allah. Ini artinya, bahwa kewajiban berbuat baik terhadap sesama manusia setingkat dengan kewajiban beribadah kepada Allah swt. Ragam silatur-Rahmi Wujud atau bentuk silatur-Rahmi beraneka ragam. Mencakup apa saja, moril maupun mmateriil, yang bbersifat melestarikan, mengokohkan atau menyuburkan jalinan hubungan kasih sayang antar sesamanya. Mulai dari menjawab salam sampai kepada kerja sama dan tolong-menolong dalam mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan umat. Mulai dari memberi sesuap nasi atau semangkuk kuah kepada jiran, samp ai kepada upaya menanggulangi kemelaratan dan kemiskinan umat. Islam menghendaki membentuk setiap pribadi yang hidup ini sebagai satu kelompok keluarga besar, yang antara satu dengan yang lainnya tolong-menolong dalam mewujudkan kesejahteraan dan menanggulangi penderitaan. Yaitu pihak yang mampu bersedia menolong dan menanggung beban saudaranya yang lemah, memberi makan kepada yang lapar,memberi pakaian kepada yang telanjang, memberi perlindugan kepada yang tertindas, yang pandai memberi ilmu kepada yang bodoh dan demikianlah seterusnya masing-masing pihak dapat bersilaturrahmi sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya. Kalau tidak demikian, berarti mereka tidak bersilatur-rahmi, atau dengan kata lain memutus hubungan kasih sayang. Akibatnya, murka dan siksa Allah akan melanda mereka. Yang perlu diperhatikan dalam menjalin setiap hubungan dan kebaikan tersebut harus diiringi dengan niat yang ikhlas, hanya mendambakan ridha-Nya disamping menyadari sepenuhnya bahwa itu semua adalah memang kewajiban yang harus ditunaikan. Dengann demikian karena motivasi yang mendorongnya bersifat langgeng, maka

kebaikaan-kebaikan yang dilakukannya pun bersifat ajeg. Kendatipun mungkin ada sementara pihak yang tidak menyukai menghargai kebaikan-kebaikkan-nya itu, namun ia tidak akan pernah terpengaruh,apalagi akan berhenti dari padanya. Baginya adalah ridha Ilahi. Berbeda halnya, kebaikan-kebaikaan yang didorong oleh motivasi duniawi,ia tidak bisa bertahan lama, karena segala yang bersifat duniawi itu memang bersifat fana, sementara.

Berbagai sabda Nabi saw, yang menjelaskan ragam silatur-rahmi diantaranya ialah:

Ada lima hak (ketentuan) bagi seorang muslim terhadap seorang muslim lainnya (dalam pergaulan sehari-hari), yaitu: menjawab salam, mengunjungi si sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang bersin. (HR Bukhari dan Muslim).

Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Ditanya: siapa dia ya Rasulullah? Jawabnya: siapa yang jiarannya tidak aman dari gangguan-ganngguannya. (HR Bukhari dan Muslim)

Tidak patut dikatakan beriman, seseorang yang tidur kekenyangan sedang tetangga disampignnya kelaparann, padahal ia mengetahuiya. (HR Tabrani dan Baihaqi)

Apabila anda memasak sop, perbanyaklah kuahnya, kemudian anda perhatikan kepada perhatikan pada tetangga anda, lalu antarkanlah sebagian dari padanya. (HR Muslim)

seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya , janngan ia berlaku zhalim kepadanya, dan jangan pula ia membiarkan saudaranya terlantar. (HR Bukhari) Allah juga berfirman:

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu,tidak lain (antara satu dengan lainnya) melainkan satu saudara, oleh karena itu, damaikanlah antara saudara-saudaramu itu (bila terjadi perselisihan diantara merreka). Dan bertaqwalah kepada Allah, agar kamu memperoleh rahmat-Nya. (al-Hujurat 10). Selanjutnya Nabi saw. Bersabda:

Tidak (sempurnalah) keimanan seseorang sehingga Ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dll.).

Barang siapa menyembunyikan suatu ilmu, niscaya Allah akan mengenakan kendali padanya dengan kendali dari neraka nanti pada hari qiyamat. (HR Abu daud, Tirmidzi, Hakim dll.).

Demikianlah diantara pengaraan Islam dalam mewujudkan silatur-Rahmi dalam kehidupan jamaah atau sosial yang kompleks dan beragam, agar dapat diwujudkan kedamaian dan kesejahteraan bagi semua pihak.

Bersambung.................. *Contact person = mahfudz (085736866323) (081331176988)

You might also like