You are on page 1of 15

Patologi Manusia Lanjut

Kelompok 1 Silvia putri astama May syarah Wiwismi Muhammad Priadi Dom-dom Panjaitan

Definisi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik

yang kebanyakan herediter, demham tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).

Patogenesis (Perjalanan Penyakit) Diabetes Mellitus


Perkembangan penyakit dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: a. Normal atau Sehat 1) Kadar gula darah normal 2) Perlu waktu bertahun-tahun untuk berkembang menjadi Diabetes Mellitus.
b. Pre Diabetes 1) Mulai terjadi peningkatan kadar glukosda darah secara bertahap. 2) Kadar glukosa darah tidak cukup tinggi untuk menimbulkan gejala tetapi cukup mampu menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi berbagai jaringan tubuh. 3) Beresiko mengalami komplikasi 4) Sering disertai faktor resiko lain seperti hipertensi,dislipidemia dan kegemukan atau obesitas. 5) Dapat dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi dan perkembangan menjadi diabetes. c. Diabetes Sering ditemukan komplikasi pada saat diagnosis d. Komplikasi 1) Terutama penyakit jantung koroner dan stroke 2) Dapat menyebabkan kerusakan berbagai organ misalnya mata, ginjal, dan syaraf 3) Dapat berakibat fatal.

Etiologi (penyebab)
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu : Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

Gambaran klinis
Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang mengalami keluhan klasik DM berupa: poliuria (banyak berkemih) polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum) polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus) penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya Jika keluhan di atas dialami oleh seseorang, untuk memperkuat diagnosis dapat diperiksakeluhan tambahan DM berupa: lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal penglihatan kabur penyembuhan luka yang buruk disfungsi ereksi pada pasien pria gatal pada kelamin pasien wanita

Diagnosis DM tidak boleh didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin saja. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dari pembuluh darah vena. Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer. Seseorang didiagnosis menderita DM jika ia mengalami satu atau lebih kriteria di bawah ini: Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL Kadar gula plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/dL Pemeriksaan HbA1C 6.5% Keterangan: Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir pasien. Puasa artinya pasien tidak mendapat kalori tambahan minimal selama 8 jam. TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa khusus untuk diminum. Sebelum meminum larutan tersebut akan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 1 jam dan 2 jam setelah meminum larutan tersebut. Pemeriksaan ini sudah jarang dipraktekkan.

Jika kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi dari nilai normal tetapi tidak masuk ke dalam kriteria DM, maka dia termasuk dalam kategori prediabetes. Yang termasuk ke dalamnya adalah Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), yang ditegakkan bila hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL

dan kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO < 140 mg/dL Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yang ditegakkan bila kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO antara 140 199 mg/dL
Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM:

Penatalaksanaan dalam Terapi Gizi Medis


Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut (PERKENI, 2006): Karbohidrat : 45 65% total asupan energi Protein : 10 20% total asupan energi Lemak : 20 25 % kebutuhan kalori Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal (PERKENI, 2006).

Terapi Gizi pada DM Tipe 1 Perlu ditetapkan perencanaan makan yang berdasarkan asupan makan sehari-hari individu dan digunakan sebagai dasar untuk mengintegrasikan terapi insulin dengan pola makan dan latihan jasmani yang biasanya dilakukan. Individu yang menggunakan terapi insulin dianjurkan makan pada waktu yang konsisten dan sinkron dengan waktu kerja insulin yang digunakan. Selanjutnya individu perlu memantau kadar glukosa darah sesuai dosis insulin dan jumlah makanan yang biasa dimakan. Terapi Gizi PadaDM Tipe 2 Penekanan tujuan terapi gizi medis pada diabetes tipe 2 hendaknya pada pengendalian glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada pasien yang gemuk) biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan control metabolik jangka lama. Diet dengan kalori sangat rendah, pada umumnya tidak efektif untuk mencapai penurunan berat jangka lama, dalam hal ini perlu ditekankan bahwa tujuan diet adalah pada pengendalian glukosa dan lipid. Namun demikian pada sebagian individu penurunan berat badan dapat juga dicapai dan dipertahankan. Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukup dan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh. Pengaturan porsi makanan sedemikian rupa sehingga asupan zat gizi tersebar sepanjang hari. Penurunan berat badan ringan atau sedang (5-10kg) sudah terbukti dapat meningkatkan control diabetes, walaupun berat badan idaman tidak dicapai. Penurunan berat badan dapat diusahakan dicapai dengan baik dengan penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi. Dianjurkan pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 kkal lebih rendah dari asupan rata-rata sehari.

Kebutuhan Zat Gizi A. Protein Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20% energy dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia tahun 2006 kebutuhan protein untuk penyandang diabetes juga 10%-20% energi. Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg berat badan perhari atau 10% dari kebutuhan energi dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai biologic tinggi.

B. Total Lemak Asupan lemak dianjurkan 7lt;7% energy dari lemak jenuh dan tidak jennuh 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20-25% energy. Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti anjuran diet disiplin diet dislipidemia tahap II yaitu 1000 mg/dl mungkin perlu penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar lemak plasma dalam bentuk kilomikron.
C. Lemak Jenuh dan Kolesterol Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol adalah untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu < 7% asupan energy sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan kolesterol makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari.

D. Karbohidrat dan Pemanis

Rekomendari ADA tahun 1994 lebih memfokuskan pada jumlah total karbohidrat daripada jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal. Buah dan susu sudah terbukti mempunyai respon glikemik yang lebih rendah dari pada sebagian besar tepung-tepungan. Walaupun berbagai tepung-tepungan mempunyai respon glikemik yang berbeda,prioritas hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi daripada sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia adalah 45-65% energy. D.1. Sukrosa Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari perencanaan makan tidak memperburuk control glukossa darah pada individu dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya dengan menambahkannya pada perencanaan makan. Dalam melakukan subtitusi ini kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan kandugan zat gizi lain dari makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, seperti lemak yang sering ada bersama sukrosa dalam makanan. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi memberikan lebih banyak zat gizi dari pada makanan dengan sukrosa sebagai satu-satunya zat gizi.

D.2. Pemanis Fluktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil daripada sukrosa dan kebanyakan karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Namun demikian, karena pengaruh dalam jumlah besar (20% energy) potensial merugikan pada kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita disiplemia hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak ada alas an untuk menghindari makanan seperti buah-buahan dan sayuran yang mengandung fruktosa alami maupun konsumsi sejumlah sedang makanan yang mengandung pemanis fruktosa. Sorbitol, manitoldan xylitol adalah gula alcohol biasa (polyols) yang menghasilkan respon glikemik lebih rendah daripada sukrosa dan karbohidrat lain. Penggunaan pemanis tersebut secara berlebihan dapat mempunyai pengaruh laksatif.
Sakarin, aspartame, acesulfame k adalah pemanis tak bergizi yang dapat diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM.

E. Serat

Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr/1000 kalori/ hari dengan mengutamakan serat larut.
F. Natrium

Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak lebih dari 3000 mgr, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan sampai sedang, dianjurkan 2400 mgr natrium perhari.

H.Alkohol Anjuran penggunaan alkohol untuk orang dengan diabetes sama dengan masyarakat umum. Dalam keadaan normal, kadar glukosa darah tidak terpengaruh oleh penggunaan alkohol dalam jumlah sedang apabila diabetes terkendali dengan baik. Alkohol dapat meningkatkan resiko hipoglikemia pada mereka yang menggunakan insulin atau sulfonylurea. Karena itu sebaiknya hanya diminum pada saat makan. Bagi orang dengan diabetes yang mempunyai masalah kesehatan lain seperti pancreatitis, dislipidemia, atau neuropati mungkin perlu anjuran untuk mengurangi atau menghindari alkohol. Asupan kalori dari alkohol diperhitungkan sebagai bagian dari asupan kalori total dan sebagai penukar lemak (1 minuman alcohol sama dengan 2 penukar lemak). Anjuran bagi orang diabetes yang tidak dapat meninggalkan alkohol adalah sebagai berikut : 1. Alkohol tidak boleh dikonsumsi apabila : kadar glukosa darah belum terkendali. Kadar trigleserida darah meningkat. Menggunakan obat diabetes sulfonylurea generasi pertama karena dapat memberikan efek samping. Menderita penyakit gastritis, pankreatis, tipe tertentu penyakit ginjal dan jantung. Alkohol mengandung kalori tinggi sehingga tidak baik bagi yang kegemukan. 2. Tidak diminum bila peut kosong karena dapat menyebabkan hipoglikemia. 3. Alkohol mengganggu kesadaran sehingga dapat membuat perencanaan makan kurang bisa dipatuhi. 4. Batasi tidak lebih dari 1-2 minuman saja, tidak lebih dari 2x seminggu. Untuk yang menggunakan insulin, tidak lebih dari 2 minuman alkohol (1 minuman alkohol setara dengan 340 gr bir, 140 gr anggur atau 42 distilled spirits).

H. Mikronutrien : Vitamin dan Mineral Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah suplementasi vitamin dan mineral. Walaupun ada alas an teoritis untuk memberikan suplemen anti oksidan, pada saat ini, hanya sedikit bukti yang menunjang bahwa terapi tersebut menguntungkan. Pemberian kromium menguntungkan pengendalian glikemik bagi mereka yang kekurangan kromium sebagai akibat nutrisi parenteral. Kebanyakan orang dengan diabetes agaknya tidak kekurangan kromium oleh karena itu suplementasi kromium tidak bermanfaat. Walaupun kekurangan magnesium dapat berperan pada resistansi insulin, intoleransi karbohidrat dan hipertensi, data yang ada menyarankan bahwa evaluasi rutin kadar magnesium serum dianjurkan pada pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita devisiensi magnesium. Suplementasi kalium mungkin diperrlukan bagi pasien yang kehilangan kalium kerena menggunakan diuretik. Hiperkalimea dapat terjadi pada pasien dengan insufiensi ginjal atau hipoaldosteronisme hiporeninemik atau pasien rawat inap yang minum angiotensin converting enzyim inhibitor, dalam hal ini dapat dilakukan pembatasan kalium dalam diet pasien.

You might also like