You are on page 1of 20

Cara Mengelola Bencana Pada Tahap Pasca Bencana Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar : Keperawatan Jiwa- II

Disusun Oleh : 1. Agustiana Cahya Dewi 2. Andi Indriani Putri 3. Anita Veronica 4. Ari Yuni Kaswanti 5. Dede Pia Kardini 6. Desianti Dwi Utami 7. Dini Wulansari 8. Dwi Ratnasari 9. Firtia Wulandari 10. Indriani Ruspita 11. Lindawati Pajrin 12. Lusiana Wati 13. Mutiah 14. Nindia Angraeni 15. Prastya Ningrum 16. Putri Handayani 17. Valentina Mardiana 18. Wiendy Tri Amelia

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMINA BINA MEDIKA Jalan Bintaro Raya No.10, Tanah Kusir- Kebayoran Lama Utara- Jakarta Selatan

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat Allah SWT sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pertamina Bina Medika yang berjudul Cara Mengelola Pasca Bencana . Penyusun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Widyo Weni Wigati, S. Kp, MARS selaku kepala ketua STIKes PERTAMEDIKA. 2. Ns. Tati Suryati, S.Kep selaku Koordinator mata kuliah Keperawatan Jiwa II. 3. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan secara moral, material dan spiritual. 4. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembentukan makalah ini. Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang mambangun dari pembaca.

Jakarta, November 2012

Kelompok

Daftar Isi

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Bencana pada hakekatnya baik itu bencana alam, ulah manusia atau karena keduanya seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung merapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran, dan lain-lain selalu mengancam kehidupan masyarakat atau bahkan kehidupan bangsa Indonesia. Bencana mengakibatkan penderitaan, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana, serta fasilitas umum yang lain.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara mengelola bencana. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara pemulihan pasca bencana pada tingkat 1.

C. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan makalah ini adalah halaman judul, kata pengantar, daftar isi, pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, penutup, dan daftar pustaka.
1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Bencana 1. Pengertian Bencana Menurut UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan yang disebabkan baik oleh factor alam dan/ atau faktor non alam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Menurut International Strategy for Disaster Reduction (ISDR), Bencana merupakan suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.

2. Jenis Bencana a. Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kebakaran, kekeringan, angin topan/putting beliung, dan tanah longsor.

b. Bencana non alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit. c. Bencana sosial merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik social antar kelompok atau antar komunitas masyarakat.

3. Penyebab Bencana Bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik oleh alam, yang masih dibagi lagi menjadi dua factor penyebab, yakni: hazards of exogenic origin (bencana alam asal luar), dan hazards of endogenic origin (bencana alam asal dalam). Bencana yang disebabkan oleh proses alam ini adalah bencana akibat proses geologis, proses geomorfologis dan proses klimatologis, yang mengakibatkan bencana alam. Bencana alam merupakan proses alam dengan intensitas yang melebihi normal, seperti: gempa bumi, letusan gunung api, longsoran, dan gelombang badai. a. Bencana alam asal luar (hazards of exogenic origin), adalah banjir, erosi, gerakan tanah, debris avalanches, serta kekeringan. b. Bencana alam asal dalam (hazards of endogenic origin) yaitu gempa bumi, tsunami, letusan gunung api. c. Bencana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia (hazards of

anthropogenic origin), adalah degradasi lingkungan; penggundulan hutan yang berakibat pada bencana kekeringan, erosi atau banjir; gempa bumi akibat pembangunan dam; penurunan tanah/lahan (amblesan/tanah terban), longsoran, dan akibat ulah manusia.

B. Pasca Bencana Pasca bencana adalah periode/ waktu/ masa setelah tahap kegiatan tanggap darurat terjadinya bencana. Penanggulangan bencana adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan pada saat sebelum terjadinya bencana serta penyelamatan pada terjadinya bencana, rehabitasi dan rekonstruksi setelah terjadinya bencana. Penanggulangan pasca bencana adalah segala upaya dan kegiatan perbaikan fisik maupun non fisik yang dilakukan setelah terjadinya bencana/ masa tanggap darurat meliputi : rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana, fasilitas umum yang rusak akibat bencana dalam upaya pemulihan kehidupan masyarakat. Prinsip dasar upaya penanggulangan bencana di titikberatkan pada tahap kesiapsiagaan sebelum bencana terjadi. Mengingat bahwa tindakan preventif (mencegah) lebih baik daripada kuratif (pengobatan atau penanganan). Bencana alam itu sendiri memang tidak dapat dicegah, namun dampak buruk akibat bencana dapat kita cegah dengan kesiapsiagaan sebelum bencana terjadi. Cara penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana terdiri dari 2 tahap, yaitu rehabitisasi dan rekonstruksi. 1. Rehabilitasi Rehabilitasi adalah segala upaya perbaikan untuk mengembalikan fungsi secara minimal sarana dan prasarana, fasilitas umum yang rusak akibat bencana dalam rangka mengembalikan kondisi seperti semula dengan melibatkan seluruh unsur, masyarakat maupun swasta. Strategi penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi adalah : a. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam tahapan pelaksanaan rehabilitasi. b. Memperhatikan karakter bencana, daerah dan budaya masyarakat setempat.

c. Mendasarkan pada kondisi actual di lapangan (tingkat kerugian / kerusakan serta kendala medan). d. Menjadikan kegiatan rehabilitasi sebagai gerakan dalam masyarakat dengan menghimpun masyarakat sebagai korban maupun pelaku aktif kegiatan rehabilitasi dalam kelompok swadaya. e. Menyalurkan bantuan pada saat yang tepat sehingga dapat memicu / membangkitkan gerakan rehabilitasi dan penanganan bencana yang menyeluruh. Rehabilitasi dilakukan melalui sejumlah kegiatan, meliputi: a. Perbaikan lingkungan daerah bencana. b. Perbaikan prasarana dan sarana umum. c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat. d. Pemulihan social psikologis. e. Pelayanan kesehatan. f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik. g. Pemulihan social ekonomi budaya. h. Pemulihan keamanan dan ketertiban. i. j. Pemulihan fungsi pemerintahan. Pemulihan fungsi pelayanan publik.

2. Rekonstruksi Rekonstruksi adalah segala upaya pembangunan kembali secara terencana, terpadu dan terkendali sarana dan prasarana, fasilitas umum yang rusak didahului dengan evaluasi suatu perencanaan yang matang sebelum dilakukan pelaksanaan pembangunan. Rekonstruksi dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik meliputi: a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana. b. Pembangunan kembali sarana social masyarakat. c. Pembangkitan kembali kehidupan social budaya masyarakat.

d. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana. e. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat. f. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. g. Peningkatan fungsi pelayanan publik. h. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

C. Kebakaran Kebakaran merupakan suatu reaksi kimia termo yang disebabkan oleh tiga faktor yaitu oksigen, bahan bakar dan panas. Menyatunya ketiga faktor diatas akan menimbulkan peristiwa kebakaran yang menimbulkan panas, nyala api, asap dan gas. Fenomena dari api inilah yang menimbulkan bencana baik bagi manusia maupun bagi bangunan dan isi didalamnya. 1. Penyebaran Api Penyebaran api berlangsung secara konduksi, konveksi dan radiasi. Bagian atas ruangan merupakan bagian yang paling cepat terasa panas karena api banyak yang terkonveksikan ke arah tersebut. Konduksi dapat terjadi melalui dinding pemisah ruang. Bagian dinding pada ruang berikutnya menerima kalor yang dapat membakar permukaan benda yang terletak pada dinding tersebut. Konveksi dapat terjadi melalui bagian-bagian bangunan yang terbuka seperti tangga, dan koridor. Radiasi terjadi antara ruang/bangunan yang berdekatan. Hal ini akan lebih cepat terjadi jika sebaran api dibantu oleh tekanan udara/angin ke arah bangunan lain.

2. Tahap Perkembangan Api

Perkembangan api mengalami beberapa tahapan yang lama masingmasing tahapan tidak sama pada satu peristiwa kebakaran dengan yang lainnya. Adapun tahapan perkembangan api tersebut adalah: a. Tahap Penyalaan/Peletusan. Ditandai dengan munculnya api di dalam ruangan. Proses timbulnya api dalam ruangan ini disebabkan oleh adanya energi panas yang mengenai material dalam ruang. Energi panas tersebut bisa berasal dari panas akibat ledakan kompor, hubungan singkat arus listrik dan lain sebagainya. b. Tahap Pertumbuhan: api mulai berkembang sebagai fungsi dari bahan bakar dengan sedikit/tanpa pengaruh dari luar. Tahapan ini merupakan tahap yang paling baik untuk melakukan evakuasi penghuni. Pada saat ini pula sensor-sensor pencegah kebakaran dan alat pemadaman harus sudah mulai bekerja. c. Tahap Flashover: masa transisi antara tahap pertumbuhan dengan tahap pembakaran penuh. Prosesnya berlangsung sangat cepat, yang mana suhunya berkisar antara 300 sampai 600 C. Terjadinya tahapan ini karena terjadinya ketidakstabilan termal dalam ruang. d. Tahap Pembakaran Penuh: pada tahap ini, kalor yang dilepaskan adalah yang paling besar, karena kebakaran terjadi di seluruh ruang. Seluruh material dalam ruang terbakar sehingga temperatur dalam ruang menjadi sangat tinggi mencapai 1200 C. e. Tahap Surut: tercapai bila material terbakar sudah habis dan temperatur ruangan berangsur turun. Selain penurunan temperatur, ciri lainnya adalah laju pembakaran yang juga turun.

3. Upaya Proteksi Usaha untuk melakukan perlindungan terhadap bangunan beserta isinya termasuk juga manusia dari bahaya kebakaran dilakukan dengan berbagai cara yaitu melalui proteksi aktif, proteksi pasif dan fire safety management.

Ketiga usaha di atas dilakukan secara simultan- sehingga mendapatkan suatu hasil yang diharapkan. a. Proteksi Aktif Proteksi terhadap bahaya kebakaran dengan bantuan alat-alat bantu pemadaman maupun pendeteksian seperti misalnya sprinkler, fire hidrant, detektor, special fire lift dan peralatan pemadaman lainnya. Hidrant adalah peralatan pemadam api yang menggunakan air bertekanan dan komponen utamanya berupa nozzle, slang, kopling dan kotak hidrant. Dalam pemukiman, yang penting untuk dikemukakan adalah fasilitas hidrant halaman dimana dipersyaratkan bahwa debit air yang dimiliki adalah 1000 liter/menit dengan persedian air untuk setiap waktu adalah 30.000 liter dan mudah dicapai oleh pemadam kebakaran. b. Proteksi Pasif Proteksi terhadap bahaya kebakaran yang lebih menekankan pada aspek disain bangunan seperti misalnya pemilihan bahan bangunan yang tidak manghasilkan gas yang beracun, perencanaan yang tidak menyebabkan asap dengan mudah memenuhi ruang, ataupun api tidak mudah merambat ke ruang lain, dan lain sebagainya. Adapun yang menjadi penekanan utama pada proteksi pasif ini adalah: 1) Site plan dan lingkungan bangunannya, 2) Struktur yang tahan api. 3) Sarana penyelamatan jiwa, 4) Pemilihan bahan bangunan yang digunakan. c. Fire Safety Management Proteksi aktif dan pasif hanyalah menyangkut unsur fisik bangunan, sementara itu permasalahan utamanya adalah pencegahan terhadap bahaya kebakaran, langkah-langkah yang harus diambil untuk mencegah meluasnya kebakaran, tindakan evakuasi dan lain

sebagiannya. Hal inilah yang diperlukan untuk melengkapi kedua proteksi di atas. Untuk itu diperlukan suatu fire safety management yang didefinisikan suatu pola pengelolaan/pengendalian unsur-unsur manusia/Merupakan suatu pola pengelolaan/pengendalian unsurunsur manusia/personil, sistem dan peralatan, informasi, dan data teknis, serta kelengkapan lainnya dengan tujuan untuk menjamin dan meningkatkan keamanan total pada bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran. (Suprapto, 1998: 14)

D. Kecelakaan Lalu Lintas 1. Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu-lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian manusia atau binatang. Kecelakaan lalu-lintas menelan korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun menurut WHO.

2. Faktor yang memengaruhi kecelakaan Ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, pertama adalah faktor manusia, kedua adalah faktor kendaraan dan yang terakhir adalah faktor jalan. Kombinasi dari ketiga faktor itu bisa saja terjadi, antara manusia dengan kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan kemudian ban pecah yang mengakibatkan kendaraan mengalami kecelakaan. Di samping itu masih ada faktor lingkungan, cuaca yang juga bisa berkontribusi terhadap kecelakaan. a. Faktor manusia Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran ramburambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat

ketentuan yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu. Selain itu manusia sebagai pengguna jalan raya sering sekali lalai bahkan ugal ugalan dalam mengendarai kendaraan, tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa kendaraan dalam keadaan mabuk,

mengantuk, dan mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya yang mungkin dapat memancing gairah untuk balapan. b. Faktor kendaraan Faktor kendaraan yang paling sering adalah kelalaian perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, disamping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara reguler. c. Faktor Jalan dan lainnya Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda dan sepeda terbang. d. Faktor Cuaca Hari hujan juga memengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan

E. Tenggelam Tenggelam adalah kematian yang disebabkan mati lemas (kekurangan napas) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk menyerap oksigen dari udara

10

hingga menyebabkan asfiksia. Penyebab utama kematian adalah hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan henti jantung. Nyaris tenggelam adalah kondisi bertahan hidup dari peristiwa tenggelam hingga menyebabkan ketidaksadaran atau paru-paru terisi air yang bisa mengakibatkan komplikasi sekunder yang serius, termasuk kematian setelah terjadinya insiden. Kasus hampir tenggelam umumnya ditangani oleh profesional di bidang kedokteran. Tenggelam sekunder (secondary drowning) adalah kematian akibat perubahan kimiawi dan biologi pada paru-paru setelah insiden nyaris tenggelam. Kondisi umum dan faktor risiko yang mengakibatkan tenggelam di antaranya termasuk: 1. Pria cenderung lebih banyak tenggelam daripada wanita, terutama pria berusia 18-24 tahun. 2. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air. 3. Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke bawah). 4. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat, air yang sangat dalam, terperosok sewaktu berjalan di atas es, ombak besar, dan pusaran air. 5. Terperangkap misalnya setelah peristiwa kapal karam, kecelakaan mobil yang mengakibatkan mobil tenggelam, serta tubuh yang terbelenggu pakaian atau perlengkapan. 6. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan minuman beralkohol. 7. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan. 8. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk di antaranya: infark miokard, epilepsi, atau stroke. 9. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh, kekerasan antar anak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran.

11

12

BAB III PEMBAHASAN

Penanggulangan bencana tergantung pada tingkat keparahan yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Bencana tingkat satu adalah bencana yang bersifat lokal, misalnya kebakaran satu rumah, tenggelam atau kecelakaan lalu lintas. Kebakaran merupakan suatu reaksi kimia termo yang disebabkan oleh tiga faktor yaitu oksigen, bahan bakar dan panas. Kecelakaan lalu-lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda lain dan menyebabkan kerusakan. Tenggelam adalah kematian yang disebabkan mati lemas (kekurangan napas) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk menyerap oksigen dari udara hingga menyebabkan asfiksia. Usaha yang perlu dilakukan setelah terjadi kebakaran adalah rekonstruksi. Rekonstruksi adalah segala upaya pembangunan kembali secara terencana, terpadu dan terkendali sarana dan prasarana, fasilitas umum yang rusak didahului dengan evaluasi suatu perencanaan yang matang sebelum dilakukan pelaksanaan pembangunan. Berikut akan dibahas kasus kebakaran rumah di daerah Banjarmasin. Kasus kebakaran rumah adalah sebagai berikut Kebakaran kembali melanda Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Selasa (4/9/2012) siang. Api menghanguskan satu rumah di desa kuala kurun, RT 12, RW 1. Rumah yang terbakar milik seorang pedagang, Bahran dan juriah yang berprofesi sebagai pedagang sayur . Petugas pemadam kebakaran Kota Banjarmasin, Afidudin Noor mengatakan, seluruh isi rumah terbakar. Api diduga berasal dari hubungan pendek arus listrik yang kemudian menjalar ke tempat lain.

13

Rekonstruksi dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik meliputi: 1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana. Menurut kelompok kami pembangunan kembali prasarana dan sarana dilakukan dengan membangun kembali rumah korban secara gotong royong dengan biaya pribadi dan bantuan dari masyarakat setempat .

2. Pembangunan kembali sarana social masyarakat. Menurut kelompok kami, karena kasus yang kami bahas ruang lingkupnya kecil (keluarga) maka tidak dijelaskan pada point ini

3. Pembangkitan kembali kehidupan social budaya masyarakat. Menurut kelompok kami bisa dengan cara dukungan moral, seperti mendatangkan tokoh masyarakat di lingkungan tersebut untuk memberikan motivasi agar korban lebih ikhlas dan menerima kejadian tersebut .

4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana. Penggunaan peralatan Menurut kelompok kami pembangunan rumah korban dibangun dengan bahan-bahan yang lebih kokoh dan tidak mudah terbakar, seperti dinding yang terbuat dari batu bata (tembok), atap rumah yang terbuat dari genteng bukan daun kelapa kering

5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat. Menurut kelompok kami bisa dilakukan dengan partisipasi masyarakat sekitar dengan memberikan bantuan berupa dana dan jasa, selain itu bisa dengan memberikan dana untuk modal usaha kembali .

6. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.

14

Menurut kelompok kami, setelah diberikan konseling dan motivasi diharapkan korban dapat lebih percaya diri untuk meneruskan kehidupannya dan usahanya agar kebutuhan ekonomi nya terpenuhi, sehingga tidak bergantung lagi dengan orang lain.

7. Peningkatan fungsi pelayanan publik. Menurut kelompok kami, point ini tidak perlu dijelaskan lebih rinci karena kasus yang kami angkat tidak berhubungan dengan point di atas

8. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat. Menurut kelompok kami, tersedianya pelayanan kesehatan di lingkungan sekitar untuk mengantisipasi kemungkinan jika kejadian tersebut terulang kembali dan menimbulkan korban

15

BAB IV PENUTUP Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Rekonstruksi adalah segala upaya pembangunan kembali secara terencana, terpadu dan terkendali sarana dan prasarana, fasilitas umum yang rusak didahului dengan evaluasi suatu perencanaan yang matang sebelum dilakukan pelaksanaan pembangunan. Penanggulangan bencana

tergantung pada tingkat keparahan yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Bencana tingkat satu adalah bencana yang bersifat lokal, misalnya kebakaran satu rumah, tenggelam atau kecelakaan lalu lintas . Dalam kasus di atas, dibutuhkan rekonstruksi berupa, dana, tenaga, serta dukungan motivasi dari masyarakat sekitar dan dari berbagai pihak serta penyediaan pelayanan kesehatan di daerah tersebut .

16

. Daftar Pustaka

http://www.bnpb.go.id/irw/file/publikasi/381.pdf http://www.bnpb.go.id/website/file/pubnew/73.pdf http://id.wikipedia.org/wiki/Kecelakaan_lalu-lintas http://imeinars.blogspot.com/2011/02/penanggulangan-bencana-sebelum-saat-dan.html http://www.p2kp.org/pustaka/files/modul_pelatihan08/C/2/c/Modul-PenanggulanganBencana.pdf http://siagabencana.net/2012/01/penyelenggaraan-penanggulangan-bencana-pada-tahappasca-bencana/

17

You might also like