You are on page 1of 27

INTERFERENSI

A. Pengenalan
Kebanyakan studi kita sejauh ini didasari pada gelombang satu dimensional,
dalam pengertian hanya ada satu jalur lintasan oleh emisi suatu gelombang yang bisa
pergi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Sekarang kita akan mempertimbangkan
situasi-situasi di mana ada kemungkinan jalur-jalur lintasan yang berbeda dari suatu
sumber emisi menuju suatu detektor. Ini mendorong kearah apa yang disebut
fenomena interferensi atau difraksi sebagai hasil superposisi yang bersifat konstruktif
dan destruktif gelombang-gelombang yang mempunyai pergeseran fase berbeda,
tergantung pada jalur yang diambil.
Di dalam bagian 9.2 kita mempertimbangkan tentang superposisi pada suatu
detektor dari gelombang-gelombang yang dipancarkan oleh dua sumber titik yang
mempunyai frekuensi yang sama dan fase yang tetap. Contoh adalah gelombang air,
dipancarkan dengan dua buah sekrup menggoncangkan permukaan suatu panci air,
atau cahaya yang dipancarkan melalui dua celah yang diterangi oleh satu sumber
baris atau titik (Tugas Rumah. 9.18) atau gelombang suara yang dipancarkan oleh
dua pengeras suara yang dihasilkan oleh osilator audio yang sama.
Pada bagian. 9.3 kita mempertimbangkan interferensi antara dua sumber
bebas, misalnya sumber-sumber yang fasenya tidak dibatasi untuk memelihara suatu
hubungan yang terbatas. Kita temukan bahwa pola interferensi tetap konstan hanya
untuk interval waktu yang berupa perpangkatan dari (v)
-1
, di mana v merupakan
luas medan (bandwidth) frekuensi dari sumber. Meskipun demikian, dengan suatu
pengukuran yang cepat seseorang dapat menentukan pola interferensi.
Di dalam bagian. 9.4 kita temukan sejauh mana suatu sumber dapat dan
masih bertindak seperti suatu sumber titik, ketika sumber terdiri dari komponen -
komponen yang dengan bebas menyebar dan kapan interval waktu detektor di atas
rata-rata (misalnya jarak dibandingkan dengan(v)
-1
). Hasil dapat dibuktikan dalam
suatu tugas rumah yang mudah (Tugas Rumah.. 9.20). Tugas yang lain (Tugas
Rumah. 9.21) mempertunjukkan koherensi suatu cermin Lloyd.
Pada bagian. 9.5 kita memberikan suatu penurunan secara kasar hasil dari
suatu berkas cahaya dengan lebar spasial D, mempunyai suatu penyimpangan sudut
(" lebar") sebesar /D dari arah perjalanan yang dominan. Fakta ini secara
matematik terkait (dengan teori Analisis Fourier) kepada fakta bahwa suatu pulsa
waktu dengan lebar t mempunyai suatu lebar frekuensi berupa ( t
-1
).
Di dalam bagian. 9.6 kita menggunakan Teori Huygens' untuk menemukan
pola interferensi dari celah tunggal dan banyak celah. Penekanan adalah pada
fenomena optikal dan elektromagnetis. Ada beberapa tugas rumah yang berhubungan
difraksi kisi dan berbagai pola difraksi. Untuk eksperimen ini kami betul-betul
menyarankan agar siswa untuk mendapatkan sebuah "lampu pajang" yaitu suatu bola
lampu dengan suatu sungkup kaca bersih dan sebuah kawat pijar lurus dengan
panjang sekitar 3 inci ( sekitar 40 sen di kebanyakan toko kelontong atau toko
perangkat keras). Kebanyakan eksperimen menggunakan salah satu lampu tersebut
sebagai sumber cahaya garis.
Pada 9.7 kita belajar tentang yang disebut "geometri" dari ilmu optik.
Pertama kita menurunkan hukum pantulan biasa dan hukum pembiasan Snell sebagai
sifat gelombang dari cahaya. Kemudian kita mempertimbangkan berbagai cermin,
prisma, dan lensa tipis.
9.2 Interferensi Antara Dua Sumber Titik yang Koheren
Sumber Koheren. Situasi paling sederhana yang melibatkan interferensi adalah
pada keadaan di mana ada dua sumber titik serupa pada lokasi berbeda, masing-
masing memancarkan gelombang rambat harmonis dengan frekuensi yang sama ke
dalam medium homogen terbuka. Jika masing-masing sumber mempunyai suatu
frekuensi yang tertentu (berbeda dengan suatu frekuensi dominan dan suatu luas
medan frekuensi terhingga), kemudian fase relatif dari dua sumber (perbedaan
antara tetapan fase mereka) tidak berubah dengan waktu dan kedua sumber disebut
secara relatif koheren, atau sederhananya, koheren. (Sekalipun mereka mempunyai
frekuensi berbeda, mereka " koheren " jika masing-masing monokromatik, karena
fase relatif mereka selalu dapat ditentukan dengan tepat). Jika masing-masing
sumber mempunyai frekuensi dominan yang sama dan masing-masing mempunyai
suatu luas medan terhingga v, kemudian, jika sumber "bebas", fase relatif dari dua
sumber akan tetap dari waktu ke waktu berupa (v)
-1
. Pada sisi lain, dua sumber
boleh jadi " terkunci" dalam satu fase satu sama lainnya sebab mereka digerakkan
oleh suatu gaya dorong bersama. Dalam hal ini, meskipun tetapan fase dari tiap
sumber akan mengambang dalam suatu keadaan tak terkendali melalui suatu fase
sebesar 2 dalam suatu waktu (v)
-1
, di mana v menjadi luas medan (bandwidth)
dari gaya dorong bersama, fase relatif akan tetap konstan. Sumber kemudian
dikatakan koheren meskipun mereka tidak monokromatik
Sebagai suatu contoh dua sumber koheren pada gelombang, bayangkan dua
batang yang menyentuh permukaan air. Jika batang digerakkan secara identik dengan
gerakan berupa ayunan secara vertikal, mereka menghasilkan gelombang tegangan
permukaan pada air tersebut. Fase relatif dari kedua batang adalah tetap sebab
mereka digerakkan oleh suatu sumber yang sama. Sebagai contoh yang lain dari
dua sumber koheren, bayangkan dua antena radio serupa dijalankan pada fase relatif
konstan oleh osilator yang sama. Sekalipun osilator tidak monokromatik sempurna,
fase relatif dari dua arus antena tersebut tetap konstan. Sebagai suatu contoh dua
sumber koheren pada cahaya tampak, bayangkan dua lubang kecil atau celah paralel
di dalam suatu layar buram yang diterangi pada satu sisi oleh suatu sumber cahaya "
titik" yang cukup jauh. Arus diinduksikan pada tepi celah oleh medan elektrik dari
radiasi elektromagnetik cahaya yang dipancarkan oleh sumber titik tersebut. Kedua
celah kemudian disebut sebagai sumber cahaya koheren. Lihat Gambar 9.1.
Dalam semua contoh-contoh diatas kita membutuhkan sebuah " detektor"
yang bisa memberikan tanggapan terhadap gelombang. Dalam kasus gelombang
tegangan permukaan pada air, kita bisa menggunakan suatu potongan gabus kecil
yang bisa mengapung diatas permukaan dan perubahan jarak vertikal yang terjadi
padanya dapat diukur. Dalam kasus gelombang radio, kita dapat menggunakan suatu
detektor yang terdiri dari suatu antena penerima, sebuah sirkuit resonan yang dapat
diatur (tuned), dan osiloskop. Dalam kasus cahaya tampak, kita bisa menggunakan
mata, atau suatu emulsi fotografi, atau suatu photomultiplier yang menghasilkan
arus keluaran yang dapat diukur. Dalam setiap kasus, detektor akan mengalami total
S
o
Slit 1
Slit 2
gelombang yang merupakan superposisi linier dari dua kontribusi, satu dari masing-
masing sumber.
Interferensi Konstruktif dan Desktruktif. Untuk beberapa lokasi tertentu pada
detektor, kedatangan suatu puncak gelombang (atau lembah) dari suatu sumber
selalu diikuti secara simultan oleh kedatangan bersama puncak (atau lembah) dari
sumber yang lain. Lokasi seperti itu disebut sebagai daerah interferensi konstruktif
atau interferensi maksimum. Pada lokasi lain kedatangan puncak dari sebuah sumber
selalu diikuti oleh kedatangan suatu lembah dari sumber lainnya, dan kemudian kita
mempunyai suatu daerah interferensi destruktif atau suatu interferensi minimum.
Karena (dengan hipotesis) keduanya sumber memiliki fase relatif yang tetap, suatu
daerah yang merupakan interferensi konstruktif pada suatu waktu tertentu akan selalu
sebagai daerah interferensi konstruktif, dan demikian juga suatu daerah interferensi
destruktif pada waktu tertentu akan tetap sama untuk semua waktu.
Pola Interferensi. Pola yang dibentuk oleh berbagai daerah interferensi maximum
dan minimum disebut suatu pola interferensi. Meskipun gelombangnya adalah
gelombang yang merambat, pola interferensi tetap memiliki pengertian yang sama
dengan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Perlu dicatat bahwa meskipun
osilator yang menjalankan kedua antena dimatikan dan kemudian diaktifkan lagi
dengan suatu tetapan fase baru, fase relatif dari antena tersebut tetap tanpa
perubahan. Dengan cara yang sama, jika sumber titik yang menjalankan kedua celah
dimatikan dan diaktifkan kembali, celah tersebut memiliki fase relatif yang tetap.
Oleh karena itu pola interferensi tetap tanpa perubahan. Pada sisi lain, jika sumber
titik dipindahkan agar jarak berubah antara satu celah celah yang lain dengan besar
berbeda, fase relatif dari arus induksi akan berubah, dan lokasi interferensi
maksimum dan minimum akan berubah, sehingga pola interferensi akan ikut
berubah. Dengan cara yang sama jika kita memasukkan yang kabel penunda antara
osilator radio dan antena agar fase relatif dari antena tersebut berubah, maka akan
mengubah pola interferensi di dalam kasus itu .
Medan Dekat dan Medan Jauh. Ddalam kebanyakan kasus yang akan kita hadapi,
detektor berada pada jarak tertentu dari keduanya sumber, yang mana lebih besar
dibandingkan dengan jarak pisah dari sumber. Kemudian dapat disebut bahwa
detektor adalah dalam medan jauh dari sumber. Kita pada umumnya
mempertimbangkan medan jauh sebab kita dapat membuat penyederhanaan
perkiraan geometris. Sejauh efek jarak terhadap amplitudo gelombang diperhatikan,
kemudian bisa dikatakan bahwa kedua sumber yang serupa secara mendasar berada
pada jarak yang sama dari detektor. Dalam hal ini, masing-masing sumber akan
memberi kontribusi berupa suatu gelombang rambat yang pada dasarnya memiliki
amplitudo yang sama sebagai yang diberikan oleh sumber yang lain.
Pada posisi detektor yang tertentu (sering disebut titik medan P),
ketergantungan waktu dari fungsi gelombang total kemudian diberikan oleh
superposisi dua getaran harmonis yang mempunyai amplitudo dan frekuensi yang
sama tetapi mempunyai (umumnya) tetapan fase berbeda. Dua tetapan fase (pada
sebuah titik medan yang ditentukan) tergantung pada tetapan fase dari dua sumber
yang berosilasi dan pada nilai panjang gelombang antara masing-masing sumber dan
titik medan. Jika jarak dari titik medan P kepada satu sumber sama dengan jarak
kepada sumber yang lain atau jika mereka berbeda dengan sejumlah panjang
gelombang, dan jika sumber berosilasi pada suatu fase, kemudian P adalah pada
suatu interferensi maksimum dan amplitudo dari getaran harmonisnya adalah dua
kali amplitudo yang harus dimiliki jika sumber adalah satu. (Jika sumber berosilasi
180 dengan pergeseran fase, P adalah pada suatu titik interferensi dan mempunyai
amplitude nol) Jika jarak titik medan P menuju satu sumber melebihi jarak menuju
yang lain sebesar (ditambah bilangan penuh panjang gelombang) dan jika sumber
berosilasi dalam suatu fase, kemudian P adalah pada suatu titik interferensi dan
mempunyai amplitude nol. Aproksimasi terdapat dalam pengambilan amplitudo dari
kontribusi individual dari kedua sumber persis sama, kendati fakta mereka secara
umum pada jarak yang sedikit berbeda dari titik medan dan amplitudo jatuh
berkurang sesuai dengan jarak. Namun amplitudo pada suatu interferensi yang
minimum, biasanya tidak persisnya nol.
Penyederhanaan penting kedua yang dapat digunakan dalam medan jauh
adalah aproksimasi bahwa arah dari sumber 1 kepada titik medan P adalah parale
terhadap arah dari sumber 2 ke P. Kita akan menggunakan perkiraan ini ketika kita
menghitung pola interfensi dari dua sumber titik. Kita sekarang memberi kriteria
aproksimasi yang sangat membantu dalam memutuskan pada kasus yang diberikan,
apakah penggunaan aproksimasi medan jauh dibenarkan atau tidak. Kita
mempertimbangkan suatu titik medan P di mana arah dari sumber 1 ke P adalah
tegak lurus kepada garis gabung sumber 1 dan sumber 2 (Lihat Gambar. 9.2.).
Aproksimasi medan jauh dibenarkan, membuat kita dapat mengambil arah dari
sumber 2 ke P untuk menjadi paralel terhadap arah dari 1 ke P. Dalam hal ini
seseorang dapat berasumsi bahwa fase relatif dari dua gelombang yang
berkontribusi pada P pada dasarnya sama halnya dengan fase relatif dari dua sumber
(geometri pada Gambar.9.2). Aproksimasi ini berubah menjadi buruk dan tak dapat
digunakan jika jarak L
2P
dari sumber 2 ke P melebihi jarak L
1P
sebesar separuh
panjang gelombang (atau lebih), karena dua gelombang yang ber kontribusi pada P
berbeda dalam fase sebesar 180
0
(atau lebih) ketika kedua sumber dalam keadaan
satu fase.
"Batas" Antara Dekat dan Jauh. Marilah kita menggambarkan suatu pemilihan
secara kasar jarak batas" L
o
antara sumber dan titik medan, seperti ketika L
1P
dan
L
2P
adalah sangat besar jika dibandingkan dengan L
o
, aproksimasi medan jauh
Source 1
Source 1
d
L
1P
L
2P
P
merupakan pilihan yang baik. Dan L
o
merupakan suatu batas yang jelas antara daerah
medan jauh dan medan dekat. Pilihan yang biasa untuk jarak batas Lo adalah suatu
jarak L
1P
di mana L
2P
melebihi L
1P
tepat setengah-panjang gelombang. Kita dapat
memperoleh suatu ungkapan pendekatan untuk pendekatan batas sebagai berikut :
Menurut Gambar 9.2, kita mempunyai (tepatnya) :
L
2P
2
= L
1P
2
+ d
2
,
i.e.,
L
2P
2
L
1P
2
= (L
2P
L
1P
) (L
2P
+ L
1P
) = d
2
Tetapi, untuk kasus yang diinginkan, L
2P
dan L
1P
hampir sama besar satu
sama lain dan keduanya pada dasarnya sama besar dengan Lo, karena L
2P
melebihi
L
1P
sebesar :
d
2
= (L
2P
L
1P
) (L
2P
+ L
1P
) ( ) (L
o
+ L
o
)
Sehingga untuk suatu kriteria yang jelas dapat dikatakan aproksimasi medan
jauh itu dibenarkan untuk titik medan P yang lebih jauh dari sumber-sumber
dibandingkan jarak L
o
, memuaskan untuk persamaan.
Lo d
2
Penggunaan Lensa Cembung Untuk Memperoleh Pola Interferensi Medan
Jauh. Anda akan belajar secara eksperimen pola interferensi antara dua celah untuk
cahaya tampak. (Lihat Tugas Rumah. 9.18) Dua sumber koheren dihasilkan seperti
pada Gambar 9.1. Lebar suatu celah pemisah adalah mm. Mari kita menghitung
berapa jauh aliran dari celah titik medan harus didapatkan untuk dapat menggunakan
medan jauh dari celah ganda. Menggunakan persamaan (1) dengan = 5000
0
A
dan
d = mm, kita mendapatkan :
Lo cm
cm
cm d
50
10 0 . 5
) 10 5 . 0 (
5
2 1 2

Dengan demikian kemungkinan 10 L


o
= 5 meter, dari celah untuk berada di
medan jauh. Hal tersebut cukup menyulitkan dan kurang perlu, yang dibutuhkan
disini adalah bagaimana kita bisa mendapatkan suatu pola medan jauh dengan celah
ganda dipasang di depan detektor. Detektor tersebut adalah mata anda, yang pada
dasarnya terdiri dari permukaan yang sangat peka cahaya (retina) dan lensa. (Kita
akan belajar lensa pada Bagian 9.7.) Lensa mempunyai suatu jarak fokus variabel
yang dapat bervariasi dengan mengubah tegangan dalam otot akomodasi pada mata.
Ketika anda memperhatikan suatu obyek jauh, otot ini diperlonggar (untuk suatu
mata normal), kemudian lensa semakin tajam sedemikian sehingga sinar dari suatu
sumber titik jauh yang membentur bagian-bagian yang berbeda pada permukaan
lensa kemudian diteruskan menuju sebuah "titik fokus" pada retina. (Jika indeks bias
dari lensa terlalu kuat maupun terlalu lemah, sinar tidak akan terpusatkan pada
retina, dan obyek yang jauh akan nampak kabur). Karena sumber jauh, sinar ini
hampir paralel. Tetapi lensa yang sama ini ( dengan otot akomodasi yang rileks) akan
memusatkan sinar paralel apapun pada retina, meskipun mereka berasal dari sebuah
"sumber titik" atau bukan. Tindakan pemusatan lensa ditunjukkan dalam Gambar
9.3. Pemusatan tersebut mengarahkannya keluar (kita akan menunjukkan dalam.
Bagian. 9.7) walaupun jarak yang nyata dari sumber 1 ke P (pada Gambar 9.3)
kurang dari jarak sumber 2 ke P, nilai panjang gelombang adalah sama. Hal tersebut
dimungkinkan karena jalur dari S
1
ke P mempunyai suatu jumlah panjang lintasan
yang lebih besar dalam lensa, dimana panjang gelombang lebih pendek dibanding di
udara. Titik P "efektifnya" jauh tak berhingga, dalam pengertian bahwa sinar yang
paralel yang ditunjukkan meninggalkan sumber 1 dan 2 mencapai titik pendeteksian
P setelah melintasi jumlah panjang gelombang yang sama. Sehingga titik P adalah
pada sebuah interferensi maksimum (umpamakan sumber 1 dan 2 berosilasi dalam
fase yang sama), sebagaimana jika keseluruhan daerah mempunyai indeks bias tetap
dan P dengan jauh tak berhingga di sebelah kanan.
Mulai sekarang kita akan mengasumsikan bahwa P ada dalam medan jauh
dari sumber 1 dan 2, yang mana karena P benar-benar sangat jauh dari sumber atau
sebab kita sedang menggunakan suatu lensa dan P adalah "efektifnya" sangat jauh
dari sumber.
Pola Interferensi Medan Jauh. Pada Gambar. 9.4 kita menunjukkan dua sumber
titik yang memancarkan gelombang elektromagnetis yang dideteksi pada suatu titik
medan jauh P. Kita hanya akan memperhatikan pola interferensi pada medan yang
berisi dua sumber dan titik medan P. Hasil yang kita dapatkan akan juga berlaku
pada dua sumber "garis" (terdiri dari celah, dalam kasus cahaya), atau untuk radio
dua antena, atau untuk gelombang permukaan pada air.
Prinsip Maksimum. Ketika jarak r
1
dan r
2
dari sumber 1 dan 2 kepada titik medan
P besar dibandingkan dengan jarak pisah d, kemudian dua sinar sepanjang garis
penglihatan dari kedua sumber untuk menunjuk P hampir paralel, keduanya pada
dasarnya hampir memiliki sudut yang sama terhadap sumbu z seperti yang
ditunjukkan dalam gambar. Di dalam kasus tersebut, beda lintasan r
2
- r
1
sebanding
dengan d sin . Oleh karena itu, jika kedua sumber berosilasi dalam satu fase, P
berada dalam suatu daerah interferensi konstruktif ketika d sin = 0, , 2, dan
seterusnya. Interferensi maksimum pada = 0 disebut dengan orde maksimum ke
nol atau orde utama. Orde maksimum yang pertama berikutnya, dimana d sin
sebesar , disebut dengan orde maksimum pertama, dan seterusnya. Daerah
interferensi destruktif, dimana jika total gelombang selalu nol, disebut node. Node
terjadi pada sudut-sudut dimana beda lintasan d sin adalah 1/2, 3/2 dan
seterusnya.
Kita sekarang memperoleh suatu ungkapan untuk medan elektrik total pada P
di bawah asumsi bahwa kedua sumbernya mengalami "gerakan," yang yang selaras
sama (harmonis) tetapi mereka boleh mempunyai tetapan fase yang berbeda. Kita
akan menggunakan suatu gambaran dalam pikiran untuk membayangkan sumber dari
dua titik yang berosilasi. Kita mempertimbangkan komponen polarisasi tunggal,
yang mana kita dapatkan salah satunya dari dua arah yang bebas bergerak secara
transversal menuju garis penglihatan dari sumber ke P. Kita tidak perlu menetapkan
polarisasi, sebab hasil yang diperoleh bertahan dengan bebas untuk setiap polarisasi
sebagai contoh, polarisasi sirkular secara tangan kiri atau tangan kanan.
Bagaimanapun, untuk lebih jelasnya, kita mempertimbangkan komponen polarisasi
linear sepanjang y, dimana y tegaklurus terhadap medan dari Gambar. 9.4. Kemudian
gerakan dari titik 1 dan 2 memiliki komponen-komponen :
y
1
(t) = y
o
cos (
t
+
1
),
y
2
(t) = y
o
cos (
t
+
2
),
Titik medan P ditempatkan pada sudut yang diberikan oleh Gambar. 9.4 dan
pada jarak r, dimana kita mengambil r untuk menjadi rata-rata dari r
1
dan r
2
(misalnya kita meletakkan titik asal koordinat pertengahan antara kedua sumber).
Medan penyinaran E
1
(t) pada titik medan P dalam kaitan dengan gerak perlambat
sebelumnya y
1
(t'1) diberikan oleh:
E1(t) =
2
1
1 1
) (
c r
t qy
=
2
1
1 1
) ( cos 2
c r
t qy
O
+
Medan penyinaran E
2
(t) dalam kaitan dengan y
2
(t'2) diberikan oleh suatu
ungkapan yang serupa. Dalam perkiraan medan jauh, kita mengambil r
1
dan r
2
keduanya sebanding dengan rata-rata jarak r :
r (r
1
+ r
2
),
E
1
(t) = A(r) cos (t
1
+
1
),
E
2
(t) = A(r) cos (t
2
+
2
),
A(r)
2
0
2
rc
qy
Waktu pancaran t'
1
dan t'
2
dari penyinaran, dideteksi beberapa waktu
kemudian, dengan t diberikan oleh :
t
1=

,
_

c
r
t
1
= t kr
1
t
2=

,
_

c
r
t
2
= t kr
2
Tahap Relatif Dalam Kaitan Dengan Beda Lintasan. Oleh karena fakta bahwa
beda lintasan r
2
- r
1
tergantung pada sudut , maka fase relatif dari dua gelombang
pada P tergantung pada . Hanya pada variasi ini saja fase relatif dengan sebuah
sudut yang memberikan kenaikan kepada pola interferensi. Fase relatif yang
berkaitan dengan beda lintasan ini cukup penting, maka kita memberinya suatu
nama, :
= t
1
- t
2

= k(r
2
r
1
)
= k(d sin )
= 2

sin d
Dimana d sin merupakan beda lintasan sebagai mana ditunjukkan dalam
Gambar. 9.4. Semua bentuk persamaan pada baris-baris Pers.(8) adalah sama secara
matematis, tetapi mereka bersesuaian dengan gambaran yang berbeda, yang masing-
masingnya akan dipelajari secara terpisah. Pada garis yang pertama, kita memikirkan
tentang waktu emisi yang berbeda, sedangkan pada garis terakhir, kita memikirkan
fakta bahwa beda fase adalah 2 kali bilangan panjang gelombang dari beda lintasan;
pada baris yang kedua dan baris ketiga, kita memikirkan bilangan sudut radian dari
fase per unit jarak (bilangan gelombang k) dikali dengan beda lintasan. Sebagai
tambahan terhadap , seperti yang diberikan oleh Pers.(8), tentu saja ada beda fase

1
-
2
dari osilasi dua sumber.
Total medan E pada P merupakan superposisi dari E
1
dan E
2
:
E (r,, t) = E1 + E2
= A(r) cos (t
1
+
1
) + A(r) cos (t
2
+
2
)
= A(r) cos (t
1
+
1
kr
1
) + A(r) cos (t
2
+
2
kr
2
)
Gelombang Rambat "Rata-Rata". Dibandingkan dengan pernyataan E sebagai
superposisi dari dua gelombang rambat yang spheris dari sumber 1 dan 2, kita dapat
menyatakannya sebagai gelombang rambat tunggal " rata-rata" berbentuk spheres
dengan suatu amplitudo yang diatur (dimodulasi) sebagai sebuah fungsi yang
pergerakan searah dan dengan suatu tetapan fase yang merupakan rata-rata dari
tetapan fase 1 dan 2 dari kedua sumber. Untuk menunjukkan ini, kita
menggunakan persamaan trigonometri :
cos a + cos b = cos [ (a + b) + (a b)] + cos [ (a + b) (a b)]
= 2 cos (a + b) cos (a b)
with
a = t +
1
kr
1
b = t +
2
kr
2
then
(a + b) = t + (
1
+
2
) k (r
1
+ r
2
)
= t +
av
kr,
(a b) = (
1

2
) k (r
1
r
2
)
= (
1

2
)
Jadi, Eq (9) menjadi:
E(r,, t) = {2A(r) cos [ (
1

2
) + ]}cos (t +
av
kr)
= A(r, ) cos (t +
av
kr)
Dengan amplitude A(r, ) diberikan menjadi:
E(r,) = 2A(r) cos [(
1

2
) + ]}
= k(r2 r1) 2

sin d
Fluks Foton. Fluks foton di titik medan P adalah sebanding dengan fluks energi
waktu rata-rata (S). Jika kita hanya mempunyai komponen polarisasi yang tunggal
sepanjang y bahwa tengah kita pertimbangkan, energi fluks diberikan oleh :
<S> =
4
c
<E
2
>,
Dengan
E = yE(r,,t)
Kemudian
<E
2
> = <[A(r,) cos (t +
av
kr)]
2
>
= A
2
(r,),
Dengan
A
2
(r,) = {2A(r) cos [(
1

2
) + ]}
2
.
Pola Interferensi Dua Celah. Marilah kita menjaga r tetap dan melihat pada variasi
dari fluks foton dengan sudut . Menurut Pers.(14) sampai ( 17), kita mempunyai
[sebutlah fluks foton dengan I()]
I() = I
max
cos
2
[(
1

2
) + ]
Menurut Pers.(18), intensitas bervariasi sebagai kosinus kudrat dari
setengah fase relatif, di mana fase relatif merupakan sebagian dari sumber yang
berosilasi dan sebagian yang berkaitan dengan ketergantungan beda lintasan terhadap
sudut.
Sumber Berosilasi Dalam Fase Sama. Jika
1
dan
2
sama, pola ketergantungan
sudut dari dua celah (atau dua sumber titik) pola teladan adalah :
I() = I
max
cos
2

= I
max
cos
2

1
]
1

sin d
Dalam Gambar.9.5 kita menggambarkan distribusi sudut ini dalam daerah
dekat = 0 dengan asumsi bahwa sumber dipisahkan oleh jarak yang jauh lebih
besar daripada panjang gelombang (d>>), sedemikian sehingga I() bergerak
melalui banyak maksimum dan minimum selagi masih cukup kecil. Hal ini
memungkinkan kita untuk membuat suatu diagram di mana kita menunjukkan
beberapa maksimum dan minimum dalam daerah kecil yang sama ( dekat = 0).
Sumber Berosilasi Dengan Pergeseran Fase. Jika
1
dan
2
berbeda fase oleh ,
kemudian separuh beda fase mereka adalah , sehingga Pers.(18) memberikan :
I() = I
max
sin
2

= I
max
sin
2

sin d
Dalam Gambar.9.6 kita menggambarkan Pers.(20) dekat = 0 untuk kasus
dimana d sebesar beberapa panjang gelombang, sehingga beberapa maksimum I()
terjadi dekat = 0.
Gambar.9.5 Intensitas dari dua sumber yang berosilasi dalam fase sama. jarak
pisah d lebih besar dibandingkan dengan .
Pola Interferensi Dekat = 0. Ketika anda memperhatikan sebuah sumber garis
cahaya dengan suatu celah ganda, anda pada umumnya tidak bisa menceritakan di
mana persisnya = 0 terjadi. Gambar.9.5 dan 9.6 berisi lebih banyak informasi
dibanding yang pada umumnya tersedia (paling tidak dalam percobaan di rumah).
Informasi yang penting adalah mengenai interval angular antara maksimum
berurutan atau interval spasial yang bersesuaian pada suatu layar pendeteksian (yang
mana sebagai contoh, mungkin adalah retina anda). Maksimum berurutan dalam
Gambar.9.5 dan 9.6 sesuai dengan suatu peningkatan beda lintasan dari suatu
panjang gelombang, misalnya, bagi suatu peningkatan d sin dengan suatu jumlah .
Karena dekat 0
0
, kita dapat menggunakan perkiraan sudut kecil sin = 0.
Kemudian interval angular atau interval sudut antara maksimum berurutan adalah /
d lingkaran. Kita sebut interval angular ini dengan
o
:

0

d

Kemudian jarak pisah spasial antara maksimum berurutan kita sebut dengan
nama x
o
. Menurut Gambar.9.5 atau 9.6, untuk dekat dengan 0
0
, x
o
merupakan jarak
L dikali dengan
o
:
x0 L0
d
L
Konservasi/Kekekalan Energi. Jika sumber 2 dimatikan, medan elektrik pada P
diberikan hanya oleh sumber 1 :
E = E
1
= A(r) cos (t +
1
kr
1
)
Kemudian fluks foton sebanding dengan :
<E
1
2
> = A
2
(r) <cos
2
((t +
1
kr
1
)
= A
2
(r)
Yang independen terhadap . Dengan cara yang sama, jika hanya sumber 2 yang
dinyalakan, fluks foton sebanding dengan :
<E
2
2
> = A
2
(r)
Ketika kedua sumber dinyalakan, fluks foton sebanding (dengan konstanta
proporsi yang sama seperti diatas) dengan :
<E
2
> = <(E
1
+ E
2
)
2
>
= A
2
(r,)
= . {2A(r) cos [(
1

2
) + ]}
2

= A2(r) . 2 cos2 [(
1

2
) + ]
Dengan menggunakan persamaan (24) dan (25), kita tulis pada format:
<E
2
> = [<E
1
2
> + <E
2
2
>]
2
cos
2
[(
1

2
) + ]
Dengan
= 2 d sin /
Kemudian fluks energi ketika kedua sumber dinyalakan merupakan hasil dari
faktor modulasi angular 2 cos
2
[ (
1
-
2
) + ] dikali dengan jumlah fluks yang
akan diproduksi oleh setiap sumber jika dinyalakan sendirian. Jika ada beberapa
maksimum dan minimum antara = 0
0
dan = 360
0
, faktor modulasi angular akan
bernilai nol sesering bernilai 2.0 dan akan memiliki nilai rata-rata satuan. Dalam hal
untuk menghasilkan beberapa maksimum dan minimum, dua sumber harus terpisah
sebesar beberapa panjang gelombang. Kemudian kita lihat bahwa energi total yang
dipancarkan (pada medan gambar yang telah kita tunjukkan) adalah hanya
penjumlahan dari apa yang akan diberikan oleh masing-masing sumber, membuat
dua sumber terpisah beberapa kali panjang gelombang. Hal ini terlihat masuk akal.
Satu Tambah Satu Sama Dengan Empat. Bagaimana pun, pertimbangkan-lah
kasus dimana keduanya sumber sangat dekat satu sama lainnya. Biarkan mereka
berada pada suatu jarak pisah d yang sangat kecil daripada satu kali panjang
gelombang. Jika sumber-sumber adalah dalam fase yang sama, Pers.(26) dan ( 27)
memberikan :
<E
2
> 2[<E
1
2
> + <E
2
2
>]
Kemudian, daripada mendapatkan sejumlah energi yang merupakan
penjumlahan dari apa yang diberikan keduanya sumber secara individu, kita malah
mendapatkan dua kali jumlah itu. Ini boleh jadi nampak aneh. Tidakkah hal ini
melanggar kekekalan energi? Tidak. Implikasinya adalah bahwa masing-masing
sumber memancarkan dua kali lebih banyak energi ketika sumber yang lain sedang
berada di puncaknya (dan berosilasi dalam fase yang sama) sebagaimana yang
dilakukannya ketika berosilasi dengan sendiri. Bagaimana mungkin itu terjadi? Kita
sudah menentukan gerakan dari tiap sumber dengan Pers.(2), tidak terikat pada jarak
pisah d. Energi output menjadi ganda tidak karena gerakan sumber yang lain
berubah tetapi karena impedansi yang dialami oleh masing-masing sumber telah
mengganda jadi dua kali lipat! Mengapa demikian? Hal tersebut adalah karena gaya
hambat (drag force) yang resistif atau menghambat dikenakan pada elektron dalam
salah satu antena oleh medan radiasi yang menyebar (pada dua radio antena sebagai
suatu contoh) tidak hanya berkaitan dengan medan yang sedang dipancarkan oleh
antena itu saja, tetapi merupakan gaya ditambah gaya karena juga ada medan yang
dipancarkan oleh antena yang lain. Karena mereka berada dalam satu fase (dengan
hipotesis) dan karena antena berada dalam pendekatan yang sangat dekat, gaya
hambat netto yang dikenakan atas elektron dalam satu antena adalah dua kali lipat
dari jika antena yang lain tidak ada. Oleh karena sumber daya harus bekerja dua kali
lebih keras untuk menjaga agar tetap pada suatu kecepatan yang ditentukan, dengan
demikian kita mendapatkan dua kali usaha yang dilakukan oleh sumber daya. Karena
hal ini dijaga untuk masing-masing antena, kita sudah mendapatkan peningkatan
yang dua kali lipat secara keseluruhan dari emisi atau pancaran energi.
Satu tambah satu sama dengan nol. Jika sumber berosilasi 180
0
dengan
pergeseran fase (out of phase) dan jika anda kemudian mensuperposisikan satu
antena hampir di atas sekali puncak yang lainnya, anda akan mendapatkan hampir
nol untuk total amplitudo gelombang. Dalam batas yang mana antena saling berada
di atas puncak satu sama lainnya, keluaran adalah nol, menurut Pers.(20). Sumber
daya tidak bekerja, dan tidak ada energi yang dipancarkan. Medan yang dipancarkan
oleh satu antena mendorong elektron dalam antena yang lain sedemikian rupa untuk
membantu osilator. Dalam batas jarak pisah nol, elektron dalam kedua antena saling
mengarahkan satu sama lain dengan tidak ada bantuan dari osilator. Kemudian kita
mendapatkan sebuah sistem yang "tertutup" dengan energi yang mengarah ke luar
dari satu antena menuju ke dalam antena yang lain dan kembali lagi. Kemudian
antena-antena tersebut hanyalah bagian dari sirkuit resonansi dari osilator, dan
sumber daya hanya membutuhkan mengisi kerugian-kerugian (losses) yang terjadi
karena tahanan atau resistansi dari antena. Resitansi atau tahanan dari radiasi
-karakteristik impedansi- telah berubah menuju nol.
9.3 Interferensi Antara Dua Sumber Bebas
Waktu koheren dan Sumber Independen. Andaikanlah bahwa masing-masing
dari dua sumber mempunyai frekuensi sudut dominan
o
dan lebar medan
(bandwidth) w. Dan anggaplah kedua sumber saling bebas. Maksudnya adalah,
mereka tidaklah dijalankan oleh suatu daya penggerak yang sama. Kemudian tidak
ada apapun yang menjaga mereka dengan persisnya berada dalam satu fase yang
sama. Dalam kasus antena dua radio, hal itu akan berarti bahwa masing-masing
antena dijalankan oleh suatu osilator dan sumber daya yang terpisah. Dalam kasus
dimana sumbernya berupa cahaya tampak, ini berarti kita mempunyai dua sumber
bebas dengan atom-atom berbeda yang mendukung masing-masing sumber. Sebagai
contoh, kita mungkin punya suatu lampu merkuri terdiri dari suatu lucutan gas dalam
suatu tabung kaca yang dikelilingi oleh suatu penutup buram yang ditembus oleh dua
celah atau lubang kecil. Masing-Masing lubang diterangi oleh atom-atom gas yang
berbeda. Sebagai alternatif, kita mungkin punya dua celah atau lubang dalam suatu
potongan material yang buram diletakkan di depan suatu bola lampu. (agar diperoleh
suatu lebar frekuensi yang kecil, dan kita bisa meletakkan filter gelatin merah diatas
kedua celah.)
Kita akan mengandaikan bahwa luas medan frekuensi v adalah lebih kecil
dibandingkan dengan frekuensi yang dominan v
o
. Kemudian ada osilasi pada
frekuensi v
o
selama suatu interval waktu yang panjangnya (v)
-1
. Interval waktu (v)
-
1
merupakan waktu koheren, t
coh
, yang merupakan interval waktu yang diperlukan
untuk komponen frekuensi pada titik-titik ekstrim dari lebar frekuensi untuk lepas
dari fase sekitar 2. Dengan demikian t
coh
dapat digambarkan oleh :
t
coh
2
Kita dapat melihat bahwa t
coh
tersebut adalah 2 / w, misalnya t
coh
adalah
(v)
-1
. Untuk interval waktu yang lebih kecil dibanding (v)
-1
, kita dapat berfikir
bahwa fase relatif dari dua sumber sebagai tetap konstan. (mungkin bisa terdapat
banyak osilasi dalam suatu interval waktu seperti demikian, sebab kita
mengasumsikan v
0
(v)
-1
besar.)
"Inkoheren" dan Interferensi. Marilah kita hanya mempertimbangkan situasi di
mana jarak pisah d antara kedua sumber adalah cukup besar dibandingkan dengan
panjang gelombang. Kemudian pola interferensi kelihatan seperti Gambar.9.5 ketika
fase relatif dari dua sumber menjadi nol. Tampak seperti Gambar.9.6 ketika fase
relatif menjadi 180
0
. Untuk fase relatif antara 0
0
dan 180
0
, pola interferensi berada
diantara kedua keadaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar.9.5 dan 9.6.
Jika detektor membutuhkan waktu yang lama untuk mendeteksi intensitas
pada posisi yang ditentukan, seperti mata (yang mempunyai suatu waktu resolusi
sekitar 1/20 detik), kemudian gambaran dari intensitas waktu rata-rata vs akan
menunjukkan ketidaktergantungan , sebab selama suatu waktu yang cukup lama
dibandingkan dengan (v)
-1
pola interferensi akan sudah muncul diantara titik-titik
yang ekstrim yang ditunjukkan oleh Gambar.9.5 dan 9.6, dan tiap-tiap nilai d sin
akan mengalami intensitas waktu rata-rata yang sama. Kemudian dikatakan bahwa
kedua sumber titik tersebut "inkoheren" atau tidak koheren. Kemudian fluks energi
waktu rata-rata (fluks foton) hanyalah penjumlahan saja dari fluks-fluks yang akan
didapatkan dari setiap sumber. Pola interferensi menjadi "tersapu bersih" oleh karena
waktu rata-rata yang lama sepanjang proses pengukuran. Fakta ini dapat dinyatakan
melalui persamaan aljabar dengan mengingat bahwa Pers.(26), bagian. 9.2,
memberikan ( E
2
) ~( E
1
2
)+ ( E
2
2
), tidak terikat pada , dengan ketentuan bahwa fase
relatif
1
-
2
dapat diterima pada semua nilai-nilai yang mungkin dengan sejumlah
waktu yang sama dilewatkan pada setiap interval fase relatif yang kecil antara nol
dan 2. Hal tersebut diturunkan dari :
<cos
2
[(
1

2
) + ]> =
Untuk yang tetap dan untuk
1
-
2
yang secara seragam tersebar antara o
sampai 2.
Jelas terlihat bahwa tidak ada sumber yang inkoheren secara "intrinsik".
Inkoheren" merupakan hasil suatu proses pengukuran dimana ada informasi yang
terbuang dari informasi yang ada tersedia dalam pola interferensi jika seseorang
mempunyai teknik untuk melihat waktu yang merupakan perbandingan atau lebih
pendek dibanding (v)
-1
. Untuk cahaya tampak, waktu koherennya mulai dari orde
10
-9
sampai kepada 10
-8
detik (untuk suatu sumber yang mengandung atom-atom
yang memancarkan radiasi dengan bebas dalam suatu tabung pelepasan gas),
sehingga terdapat beberapa ketidakaslian eksperimen untuk mengukur pola
interferensi sebelum mengalami perubahan. Meskipun demikian, hal tersebut telah
dilakukan dalam suatu eksperimen yang cemerlang oleh R. Brown dan R. Twiiss.
Eksperimen Brown dan Twiss. Metode yang digunakan Brown dan Twiss secara
efektif " membaca" pola interferensi dalam suatu waktu kurang dari 10
-8
detik
sebagai berikut : Seseorang menggunakan dua photomultipliers pada nilai-nilai x
yang berbeda (seperti dijelaskan dalam Gambar.9.5 dan 9.6) dan dengan suatu jarak
pisah variabel x
1
- x
2
. Keluaran arus salah satu photomultiplier, I
1
dikalikan dengan
yang lainnya, I
2
, dalam suatu sirkuit cepat yang dapat mengikuti fluktuasi arus yang
terjadi dalam waktunya dengan orde 10
-8
detik. (Dengan kata lain, sirkuit yang cepat
mempunyai luas medan atau bandwidth sebesar 100-Mc) Hasil perkalian I
1
I
2
tersebut,
dapat ditentukan "dengan segera", misalnya dalam suatu interval waktu ditingkatan
10
-8
detik, akan tetapi rata-rata produk ini, (I
1
I
2
), diambil selama waktu yang cukup
panjang, dengan interval sekitar beberapa menit. Jarak pisah x
1
- x
2
dari kedua
photomultiplier bervariasi, dan waktu rata-rata dari hasil perkalian dari arus
sekarang diambil pada masing-masing jarak pisah. Akhirnya, dapat digambarkan
hasil perkalian waktu rata-rata vs x
1
- x
2
. Sekarang, arus yang spontan pada setiap
photomultiplier adalah sebanding dengan fluks energi cahaya, misalnya untuk I()
pada photomultiplier tersebut. Pertama, mari kita pertimbangkan kasus dimana jarak
pisah x
1
- x
2
, adalah nol, sehingga masing-masing photomultiplier menjadi subjek
terhadap fluks cahaya spontan yang sama. Mari kita melakukan suatu perata-rataan
yang kasar dari hasil perkalian dua arus. Kita sebut bahwa I() hanya menerima
empat nilai-nilai yang ditandai oleh a, b, c, dan d seperti pada Gambar.9.7. Kita sebut
arus yang yang bersesuaian dengan nama a, b, c, dan d dan memberinya nilai
sehingga kita dapatkan a = 0, b = , c = 1, dan d = . Untuk seperempat dari
"spontan" ( dari jangka waktu sekitar 10
-8
detik), PM 1 (photomultiplier 1)
mempunyai arus I
1
bersesuaian kira-kira ke a. Pada waktu yang sama, I
2
adalah juga
sebanding dengan a, karena PM 2 berada di tempat yang sama dengan PM 1.
Seperempat waktu kemudian, masing-masing mempunyai arus sesuai dengan b,
seperempat waktu setelah itu ke c, dan seperempat waktu ke d sehingga pola
interferensi bergeser. Kemudian waktu rata-rata dari hasil perkalian kedua arus
untuk x
2
= x
1
(dalam perkiraan kasar kita) diberikan oleh:
(I
1
I
3
)
av
= (aa + bb + cc + dd)
= (0 . 0 + . + 1 . 1 + . ) =
8
3

Sekarang marilah kita temukan rata-rata dari I
1
I
2
ketika jarak pisah x
2
- x
1
berada antara suatu interferensi "spontan" maksimum dan minimum yang
berdekatan, misalnya ketika berada pada adalah separuh x
0
, dimana x
0
(seperti
ditunjukkan dalam Gambar.9.7) merupakan jarak pisah antara maksimum berurutan
dari pola interferensi dua celah spontan. (Hal tersebut diberikan oleh Pers.(22),
Bag.9.2.) Jika x
2
- x
1
= x
0
, kemudian sesaat ketika PM mempunyai arus a, PM 2
mempunyai (menurut Gambar.9.7) arus c. Ketika PM 1 telah bernilai b, PM 2 telah
bernilai d, dan seterusnya. Demikian juga, untuk waktu rata-rata keempat contoh arus
a, b, c, d untuk PM 1, kita mempunyai :
(I
1
I
3
)
av
= (ac + bd + ca + db)
= (0 . 1 + . + 1 . 0 + . )
=
8
1

Dapat kita lihat bahwa ( I
1
I
2
)
av
adalah tiga kali lebih besar ketika x
2
- x
1
bernilai
nol dibandingkan dengan ketika memiliki separuh jarak pisah antara maksimum
berurutan dari pola spontan. Kemudian kita dapat melihat bahwa suatu gambaran
dari ( I
1
I
2
)
av
vs x
2
- x
1
akan menentukan fase relatif = 2 d sin / .
Hal yang penting dari teknik Brown dan Twiss adalah bahwa dalam hasil
perkalian I
1
I
2
, masing-masing arus hanya dirata-ratakan sepanjang waktu dengan
orde 10
-8
detik, dan selama waktu ini, arus pada dasarnya konstan. Rata-rata (I
1
I
2
)
sepanjang interval waktu beberapa menit adalah apa yang akan didapatkan dengan
merata-ratakan beberapa lusin waktu koheren, katakanlah ditas 10
-6
detik. (Dirata-
ratakan dalam waktu yang jauh lebih lama agar mengurangi gangguan (noise) rata-
rata keluaran dari photomultiplier dan untuk alasan-alasan eksperimen lainnya).
Hasil perkalian ( I
1
)(I
2
), pada sisi lain, adalah tidak terikat pada x
1
- x
2
, sebab masing-
masing photomultiplier mempunyai sampel keseluruhan pola interferensi sepanjang
waktu perata-rataan. Bagian yang penting adalah untuk menemukan pada jarak pisah
yang mana x
1
- x
2
sesuai dengan keadaan I
1
bernilai besar ketika I
2
bernilai besar dan
kecil ketika I
2
bernilai kecil ( seperti ketika x
1
- x
2
adalah nol) Dan pada jarak pisah
mana yang sesuai dengan I
1
bernilai kecil ketika I
2
bernilai besar dan sebaliknya.
Dalam bentuk photon, salah satu jenis yang mungkin untuk menemukan
sebuah photon dalam photomultiplier 2 rata-ratanya lebih besar ketika
photomultiplier l mempunyai recently (10
-8
s). Jika x
1
= x
2
maka nilainya lebih
kecil dari rata-rata x
1
-x
2
= x
0
. Nilai tersebut masih kasar dan semi klasik, jika
(sebagai contoh ) sebuah gelombang yang intensitasnya kira-kira 100 photon
bergabung dengan yang lain yang intensitasnya pun 100 photon, super posisinya
dapat menghasilkan intensitas total 400 photon atau dapat juga menurunkan
intensitas. Percobaan ini dapat dibedakan (dengan teknik Brown dan Twis) dari
sebuah situasi dimana gelombang tidak pernah sama. Oleh karena itu nilainya
menjadi 100+10 200 photon. Jelas dari jalan eksperimen diatas bisa membantu
menghasilkan sumber cahaya yang baik (untuk meningkatkan kesempatan yang
sama antara 2 gelombang photon). Sebab panjang sebuah gelombang dalam selang
waktu c memiliki perioda (yaitu c/v).
Gambar 9.8
(a) sumber 1 dan 2 berjalan dengan satu titik sumber dan menjaga fase relatif agar
tetap konstan ( koheren)
(b) sumber 1dan 2 berjalan dengan kumpulan atom-atom yang beradiasi secara bebas.
Selang waktunya setara dengan (v)
-1
(tidak koheren).
9.4. Berapa besar titik sumber cahaya yang ditemukan ?
Dalam gambar 9.1 kita telah menampilkan kemampuan antara sumber cahaya
yang koheren (2 sumber yang fase relatifnya tetap konstan ) dengan cara menyinari
2 celah pada layar gelap dengan radiasi dari titik sumber cahaya. Jika sumbernya
sangat luas maka celah akan hilang sebagian dan atom-atom yang lain bergerak
secara bebas. Lalu 2 celah tersebut menjadi tidak koheren. Selang waktunya setara
dengan (v)
-1
. Seperti yang diilustrasikan pada gambar 9.8.
Titik
.
Sumber klasik. Pada bagian penutup kita bisa memperoleh untuk
menghasilkan sebuah titik sumber cahaya yang memiliki atom tunggal. Menurut
teori klasik atom ini memancarkan gelombang-gelombang elektromagnetik yang
bergerak lurus dan berjalan dalam celah seperti 9.8a (teori kuantum memberikan
hasil yang sama ). Titik sumber cahaya yang sederhana akan mempunyai bilangan
radiasi atom yang besar . Jika ditempatkan pada titik yang sama kita akan
mempunyai titik sumber (peristiwa ini lebih dikenal dengan titik sumber klasik ).
Akan tetapi ada beberapa sumber yang sederhana, atom-atomnya mempunyai
dimensi yang terbatas. Bagaimana sebuah titik dapat menjadi sebuah titik sumber
yang besar dan efektif (aliran dalam celah ganda disinari oleh titik sumber sehingga
menjadi fase relatif yang konstan ) ?
Gambar 9.9
Koheren. Celah satu dan dua berjalan dengan sumber a, b, dan c. Haruskah
tiga sumber tersebut dapat menjadi sumber tunggal bagi celah satu dan dua sehingga
menjadi koheren.
Sumber diperpanjang sederhana. Mari kita mengingat sebuah sumber yang
sangat sederhana, yang bukan merupakan sebuah titik sumber. Sumber tersebut
terbuat dari tiga titik sumber bebas a, b, dan c. Masing-masing dengan frekuensi, dan
rata-rata intensitas yang sama seperti pada gambar 9.9 Pertama kita mulai dengan
hanya memutar titik sumber a. Lalu celah satu dan dua berjalan pada fase relatif
konstan dan koheren dalam selang waktunya. Selanjutnya memutar sumber a dan c.
Sumber c adalah sebuah sumber dengan frekuensi yang sama seperti sumber a.
Tetapi tidak dihubungkan dalam fase dengan sumber a. Jadi, c dan a tidak menjaga
kekonstanan fase relatif dalam selang waktu yang setara dengan (v)
-1
. Namun fase
relatif satu dan dua hilang selama selang waktu tersebut, sebab sumber c berjalan
dalam celah dengan fase relatif sumber a yang juga hilang. Aliran dalam celah dapat
dipandang sebagai super posisi aliran disebabkan oleh dua sumber, dan jika masing-
masing sumber membantu menghilangkan fase relatif antara celah, maka disebut
super posisi. Jadi kita dapat memperpanjang titik sumber sepanjang garis yang
menghubungkan a dan c tanpa mengganggu sifat koheren celah satu dan dua.
Sekarang pertimbangkan situasidimana kedua sumber a dan b dibelokkan
(dengan c tidak dibelokkan). Sumber a dan b adalah sumber bebas yang mempunyai
frekuensi dan rata rata intensitas yang sama. Selama beberapa selang waktu pendek
yang setara dengan (v)
-1
. Amplitudo dan fase pada masing masing sumber adalah
konstan. Secara singkat,maknanya adalah sebuah selan waktu pendek setara dengan
waktu yang koheren (v)
-1
. Tapi tidak cukup untuk melengkapi osilasinya secara
lengkap, sehingga kita bisa menyebutkannya sebagai amplitudo dan fase yang terjadi
ketika amplitudo b sangat kecil yang setara dengan a. Lalu dua celah akan disinari
hjanya oleh a, dan dan oleh karena itu fase relatif menjadi hilang. Sekarang mari kita
tunggu lamanya waktu yang setara dengan koherensi waktu sumber a dan b. Waktu
ini terjadi akibat amplitudo osilasi a dan b sama sama bernilai real. Dalam kotak
ini, layar dengan celah disinari oleh dua sumber pola interferensi seperti pada
gambar 9.5, 9.6, dan 9.7. Wilayah maksimum dan minimumnya trergantung pada
fase relatif sumber a dan b. Pertanyaannya adalah apakah dua buah celah satu dan
dua masih bergerak selama fase relatifnya tidak ada. Kita tahu bahwa amplitudo pada
pola interferensi berubah tanda ketika kita beranjak dari satu interferensi maksimum
selanjutnya. (Menurut persamaan (13, Seksi 9.2, amplitudo A (r,) adalah sebanding
dengan cos (
1
-
2
) + d sin /. Jadi, perubahan tanda ketika d sin bertambah
sepanjang ,seperti antara rangkaian interferensi maksimum. Jadi, kita butuh
D << x
0
(33)
Dimana x
0
adalah pemisahan antara nilai maksimum dan telah diberikan pada
persamaan (22), seksi 9.2,
x
0
= L
d

(34)
Kondisi koheren. Panjang sumber terbuat dari titik a, b, dan c. Oleh karena
itu sumber yang efektif diberikan oleh kondisi koheren.
D <<
d
L
(35)
d <<
D
L
(36)
L >>

dD
(37)
Jalan termudah untuk mengingat kondisi koheren tersebut adalah dalam
bentuk
dD << L (38)
9.5. Besar sudut gelombang cahaya
Gelombang cahaya yang bergerak merupakan pola gerak gelombang dalam
garis lurus dan mempunyai lebar sisi yang terbatas. Sebuah cahaya tampak dan sinar
radar gelombang mikro dapat diletakkan sumber radiasi elektromagnetik pada titik
fokus reflector parabola.
Gambar 9.10. Difraksi. Lebar cahaya D mempunyai besar sudut /D dan W L/D
sepanjang L. (a)cahaya dibentuk oleh titik sumber dan cermin lengkung. (b)cahaya
dibentuk oleh gelombang datar dalam celah yang tidak tembus cahaya. (c)cahaya
terbentuk oleh gelombang pada cermin datar. (d)cahaya dipancarkan oleh bidang radiator
dengan semua bagian osilasi dalam fase.
Untuk nilai L yang cukup besar kita peroleh lebar sebesar D. Jadi kita mempunyai
Besar sudut : / D (39)
W L / D (40)
Untuk sudut yang lebih kecil dapat kita ambil sin = , jadi kita peroleh :
D

(41)
Hal ini diperlihatkan pada gambar 9.11
Gambar 9.11. Bidang radiator. Sumber 1 menggambarkan penyaluran dari bagian atas,
sumber 2 menggambarkan penyaluran dari bagian bawah.
Aplikasi : Sinar laser dengan cahaya tampak
Misalkan kamu mempunyai batas difraksi sinar laser dengan diameter D = 2mm,
dan panjang gelombang 6000. Berapa pertambahan diameter sejauh 50 ft ? Besar sudut
sinar adalah :
/D 6x10
-5
cm / 0,2 3x10
-4
rad
Jika L = 50 ft 1500cm, maka W (1500) (3x10
-4
) 0,5cm = 5mm. (sangat baik
didemonstrasikan didalam kelas menggunakan laser.
Jika kita ingin mendapatkan limit difraksi (lebih dari ukuran limit filamen ) maka lebar
cahaya tampak mulai pada 2mm, lalu kita ingin tidak sebanyak besar difraksi, yaitu
3x10
-4
rad berdasarkan perhitungan kita diatas. Jadi dimensi filamen harus dipotong
sepanjang x :
x < (0,5)(3x10
-4
) 1,5x 10
-4
cm (42)

You might also like