Professional Documents
Culture Documents
Tonsilitis
Oleh :
Abdul Razak Dwi Aine Kheydia M Lia Susandika Wulan Arianti Putri
BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR M. DJAMILPADANG 2013
1.1 Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.1 Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.2
Tonsil Palatina
Tonsil lingual
1.1.1. Anatomi Tonsil Palatina Tonsil palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsil. 2 Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah : 1,3 1. 2. 3. 4. 5. 6. Anterior : arcus palatoglossus Posterior : arcus palatopharyngeus Superior : palatum mole Inferior : 1/3 posterior lidah Medial : ruang orofaring Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsila.
Gambar 1. Anatomi Tonsil Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial bentuknya bervariaso dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Di dalam kriptus ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, sisa makanan. Permukaan
lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering disebut kapsul tonsil, yang tidak melekat erat pada otot faring.1,3 1.1.2. Vaskularisasi Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a. palatina posterior atau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. venavena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. 1,4
Gambar 2. Pendarahan tonsil5 Fungsi Tonsil4,5 : 1. Membentuk zat zat anti yang terbentuk di dalam sel plasma saat reaksi seluler. 2. Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut.
1.2 Tonsilitis Kronik 1.2.1. Definisi Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.1,2 Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.3 1.2.2 Etiologi Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan tonsilitis akut yaitu kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes, Stafilokokus, Hemophilus influenza, namun terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif. 2 1.2.3 Faktor Predisposisi Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian tonsilitis kronis, yaitu :2 1. 2. 3. 4. 5. 6. Rangsangan kronis (rokok, makanan) Higiene mulut yang buruk Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah) Alergi (iritasi kronis dari alergen) Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik) Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
1.2.4 Patologi Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripti tonsil .Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripti akan melebar, ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte
berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak-anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.2
Gambar 3. Hipertrofi tonsil 5 1.2.5 Manifestasi Klinis Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.1,2,4 Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin tampak, yakni :4,5 1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju. 2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Gambar 4. Ukuran tonsil Ukuran tonsil dibagi menjadi : 4 T0 T1 T2 T3 T4 : Post tonsilektomi : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris : Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis paramedian (pilar posterior) : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median : Sudah melewati garis median
1.2.6 Diagnosis 1. Anamnesis Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.2,3 2. Pemeriksaan Fisik Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. 2,3 3. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan berbagai
derajat keganasan, seperti Streptokokus beta hemolitikus grup A, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.2,3 1.2.7 Diagnosis Banding Terdapat beberapa diagnosis banding dari tonsilitis kronis, di antaranya2 : 1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan pseudomembran atau adanya membran semu yang menutupi tonsil /tonsilitis membranosa a. Tonsilitis Difteri b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa) c. Mononukleosis Infeksiosa 2. Penyakit kronik faring granulomatus a. Faringitis Tuberkulosa b. Faringitis Luetika c. Lepra (Lues) d. Aktinomikosis Faring 3. Tumor tonsil 1.2.8 Komplikasi Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :2 a. Komplikasi sekitar tonsil a. Peritonsilitis b. Abses Peritonsilar (Quinsy) c. Abses Parafaringeal d. Abses Retrofaring e. Krista Tonsil b. Komplikasi Organ jauh a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik b. Glomerulonefritis
1.2.9 Penatalaksanaan2,3 1. Terapi Medikamentosa Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-ulang. 2. Tindakan Operatif Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757). Indikasi Tonsilektomi3 Indikasi absolute : 1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis 2. Hipertrofi tonsil dan adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur 3. Hipertrofi yang berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta 4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma). 5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya Indikasi relatif : 1. Serangan tonsillitis berulang yang tercatat (walaupun telah diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat) 2. Tonsillitis yang berhubungan dengan biakan steptokokus menetap dan patogenik (keadaan karier) 3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya, penelanan) 4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis (biasanya pada dewasa muda) 5. Riwayat demam reumatik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsillitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk
6. Radang tonsil kronik menetap yang tidak memberikan respon pada penatalaksanaan medis (biasanya dewasa muda) 7. Hipertropi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geliga yang menyempitkan jalan napas bagian atas 8. Tonsillitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten Teknik Operasi3 Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi . Beberapa teknik tonsilektomi diantaranya : 1. Guillotine Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat. 2. Teknik Diseksi Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut. 3. Teknik elektrokauter Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz.
Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. 4. Radiofrekuensi Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang. 5. Skapel harmonik Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.6 6. Teknik Coblation Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang untuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebut akan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar. 7. Intracapsular partial tonsillectomy Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. 8. Laser (CO2-KTP) Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan reses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.
Komplikasi Tonsilektomi2,3 Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 1. Komplikasi anestesi Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang dapat ditemukan berupa : Laringospasme Gelisah pasca operasi Mual muntah Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung Hipersensitif terhadap obat anestesi.
2. Komplikasi Bedah a. Perdarahan Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah. b. Nyeri Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi. c. Komplikasi lain Demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia.
Kontraindikasi3 Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang Infeksi sistemik atau kronis Demam yang tidak diketahui penyebabnya Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi Rhinitis alergika Asma Diskrasia darah Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh Tonus otot yang lemah Sinusitis
BAB III ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur : Nn.N : 18 tahun
ANAMNESIS Seorang pasien perempuan datang ke poli THT RSUP Dr.M.Djamil Padang tanggal 10 April 2013 dengan : Keluhan Utama : Nyeri menelan sejak 1 bulan yang lalu. Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri menelan sejak 1 bulan yang lalu,nyeri sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri dirasakan lebih dari 10 kali dalam setahun,nyeri juga dirasakan saat menelan air ludah. Nyeri tenggorok sejak 3 tahun yang lalu, hilang timbul. Sukar menelan sejak 3 tahun yang lalu. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok sejak 3 tahun yang lalu. Rasa ada dahak di tenggorok sejak 1 bulan yang lalu. Sering terbangun di malam hari karena sesak nafas sejak 3 tahun yang lalu.
Demam 3 hari yang lalu selama 2 hari tidak tinggi, terus menerus, tidak menggigil ,dan tidak berkeringat.
Riwayat tidur mendengkur tidak diketahui oleh pasien. Riwayat nyeri telinga ada sejak 3 tahun yang lalu. Telinga berair tidak ada Kurang mendengar tidak ada Telinga berdenging tidak ada Pusing berputar tidak ada Hidung tersumbat tidak ada Hidung berair tidak ada Perdarahan dari hidung tidak ada Gangguan penciuman tidak ada Pasien tidak ada bersin-bersin lebih dari 5 kali pada pagi hari, alergi makanan dan obat tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tiadak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini sebelumnya Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan: Pasien seorang mahasiswi
Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Pemeriksaan sistemik Mata Leher Paru Jantung Abdomen Extremitas Status Lokalis THT Telinga Pemeriksaan Daun Telinga Kelainan Kel. Kongenital Trauma Dekstra Tidak ada Tidak ada Sinistra Tidak ada Tidak ada : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : Tidak ditemukan pembesaran KGB : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Akral hangat : Tampak sakit sedang : CMC : 110/70 mmHg : 82x/menit : 20x/menit : 36,8 C
Radang Kel. Metabolik Nyeri Tarik helix Nyeri Tekan tragus Dinding liang telinga Cukup lapang (N) Sempit Hiperemi Edema Massa Sekret/serumen Bau Warna Jumlah Jenis
Tidak ada Tidak ada Tidak ada ada Cukup lapang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kuning kecoklatan Sedikit Basah
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Cukup lapang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kuning kecoklatan Sedikit Basah
Membran timpani Utuh Warna Reflek cahaya Bulging Retraksi Atrofi Perforasi Jumlahperforasi Jenis Kwadran pinggir Gambar Putih mutiara + (Normal) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Putih mutiara +(Normal) Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
mastoid
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada + Sama dgn pemeriksa Tidak ada lateralisasi Normal
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada + Sama dgn pemeriksa Tidak ada lateralisasi Normal
Tes garputala
audiometri Hidung
Dextra
Sinistra
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Dextra
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Sinistra
Secret
Konka inferior
Vibrise Radang Cukup lapang Sempit Lapang Lokasi Jenis Jumlah Bau Ukuran Warna Permukaan Edema Ukuran Warna Permukaan Edema Cukup lurus/deviasi Permukaan Warna Spina Krista Abses Perforasi Lokasi Bentuk Ukuran Permukan Warna Konsistensi Mudah digoyang
Ada
Ada
Tidak ada
Cukup lapang
Tidak ada
Cukup lapang
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Eutropi Merah muda Licin
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Eutropi Merah muda Licin
Tidak ada
Eutropi Merah muda Licin
Tidak ada
Eutropi Merah muda Licin
Konka media
Tidak ada
Licin Merah muda
Tidak ada
Cukup lurus Licin Merah muda
Septum
Massa
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kelainan Cukup lapang (N) Sempit Lapang Warna Edema Jaringan granulasi Ukuran Warna Permukaan Edema Ada/tidak Tertutup secret Edema mukosa Lokasi Ukuran Bentuk Permukaan Ada/tidak Jenis
Dekstra
Sinistra
Simetris/tidak Warna Edema Bercak/eksudat Warna Permukaan Ukuran Warna Permukaan Muara kripti Detritus Eksudat
Peritonsil
Tumor
Gigi Lidah
Warna Edema Abses Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Konsistensi Karies/radiks Kesan Warna Bentuk Deviasi Masa
Merah muda
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada Oral higiene kurang Merah muda Normal
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Ada Merah muda Normal
Gambar
Aritenoid
Bentuk Warna Edema Pinggir rata atau tidak Masa Warna Edema Massa Gerakan Warna Edema Massa Warna Gerakan Pinggir medial Massa Massa Secret ada/tidak Massa Secret
Tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran KGB leher. Diagnosis Kerja : Tonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut
Pemeriksaan Anjuran : Laboratorium rutin: Hb,Ht,leukosit,LED Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil. Terapi: Clindamicin 3 x 300 mg Asam Mefenamat 3 x 500 mg Metilprednisolon 3 x 4 mg Ambroxol 3x 30 mg Betadine gurgle, tiap 4 jam, kumur selama 30 detik
Terapi anjuran: Tonsilektomi setelah tanda akut teratasi Prognosis Quo ad vitam : bonam Quo ad sanam : bonam Quo ad fungsio : bonam
ANAMNESIS Nyeri menelan sejak 1 bulan yang lalu,nyeri sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri dirasakan lebih dari 10 kali dalam setahun,nyeri juga dirasakan saat menelan air ludah. Nyeri tenggorok sejak 3 tahun yang lalu, hilang timbul. Sukar menelan sejak 3 tahun yang lalu. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok sejak 3 tahun yang lalu.
Rasa ada dahak di tenggorok sejak 1 bulan yang lalu. Sering terbangun di malam hari karena sesak nafas sejak 3 tahun yang lalu. Demam 3 hari yang lalu selama 2 hari tidak tinggi, terus menerus, tidak menggigil ,dan tidak berkeringat.
PEMERIKSAAN FISIK Dinding faring hiperemis bergranul Tonsil: T3-T2, merah, permukaan tidak rata, muara kripti melebar, detritus tidak ada, eksudat tidak ada Diagnosis Kerja : Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut
Pemeriksaan Anjuran : Terapi: Clindamicin 3 x 300 mg Asam Mefenamat 3 x 500 mg Metilprednisolon 3 x 4 mg Ambroxol 3x 30 mg Betadine gurgle, tiap 4 jam, kumur selama 30 detik Laboratorium rutin: Hb,Ht,leukosit,LED Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.
Terapi anjuran: Tonsilektomi Prognosis Quo ad vitam : bonam Quo ad sanam : bonam Quo ad fungsio : bonam
Nasehat: Pasien menjaga higiene rongga mulut dengan menggosok gigi minimal 2x sehari. Pasien menghindari makanan pedas dan berminyak
DAFTAR PUSTAKA 1. Rusmarjono, Efiaty AS. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam: Soepardi EA, Iskandar NH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI .2007: hal 217-25 2. Wibawa S, Bya J, Pramesemara. Tonsilitis Kronis.2006. Diakses dari http://pray4ever.blog.com/TonsilitisKronis/ pada tanggal 24 Juni 2011. 3. George LA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Adams, Boies, Higler (eds). Buku Ajar Penyakit THT, edisi 6. Jakarta: EGC.1997:hal 327-37 4. Amarudin, Tolkha. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran vol 155. 2007. Diakses dari http://www.kalbefarma.com/cdk pada tanggal 24 Juni 2011.
5. Liston SI. Embriologi. Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut, Faring, Esophagus dan Leher. Dalam: Adam,Boies dan Higler. Buku Ajar Penyakit THT . Jakarta:EGC. 1997:hal 263-71 6. Drake A, Carr MM. 2007. Tonsillectomy. Dikses dari http://emedicine.com pada tanggal 24 Juni 2011. 7. Bambang H,Darnila F,Syahrial MH.. Tonsilektomi pada anak dan dewasa.2004. Diakses dari http://yanmedik-depkes.net pada tanggal 24 Juni 2011. 8. Staf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Bab III Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, edisi ketiga. 2005.