Professional Documents
Culture Documents
A. Protokol Cartagena
Protokol Cartagena adalah kesepakatan antara berbagai pihak yang mengatur tatacara gerakan lintas batas
negara secara sengaja (termasuk penangananan dan pemanfaatan) suatu organisme hidup yang dihasilkan
oleh bioteknologi modern (OHMG) dari suatu ke negara lain oleh seseorang atu badan.
Protokol Cartagena bertujuan untuk menjamin tingkat proteksi yang memadai dalam hal persinggahan
(transit), penanganan, dan pemanfaatan yang aman dari pergerakan lintas batas OHMG. Tingkat proteksi
dilakukan untuk menghindari pengaruh Dengan mengesahkan Protokol Cartagena, Indonesia akan
mengadopsi Protokol tersebut sebagai hukum Nasional untuk dijabarkan dalam kerangka peraturan dan
kelembagaan sehingga dapat :
1. Mengakses informasi mengenai OHMG;
2. Meningkatkan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan;
3. Memperoleh manfaat secara optimal dari penggunaan bioteknologi moderen secara aman yang
tidak merugikan keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia;
4. Memperkuat landasan pengawasan perpindahan lintas batas OHMG, mengingat Indonesia
memilki garis pantai terpanjang kedua di dunia yang berpotensi sebagai tempat keluar dan
masuknya OHMG secara illegal;
5. Mempersiapkan kapasitas daerah untuk berperan aktif dalam melakukan pengawasan dan
pengambilan keputusan atas perpindahan lintas batas OHMG;
6. Mewujudkan kerja sama antar Negara di bidang tanggap darurat untuk menanggulangi bahaya
yang terjadi akibat perpindahan lintas batas OHMG yang tidak disengaja;
7. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang keamanan hayati baik
di pusat maupun di daerah;
8. Memperkuat koordinasi nasional dan daerah khususnya pemahaman secara lebih komprehensif
bagi seluruh lemabaga pemerintahan terkait terhadap lalu lintas OHMG yang merugikan bagian
atau komponen keanekaragaman hayati Indonesia. Koordinasi juga mencakup perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri sebagai bagian terdepan dan jembatan bagi lalu lintas informasi
mengenai perkembagan bioteknologi;
9. Menggalang kerja sama internasional untuk mencegah perdagangan illegal produk OHMG
merugikan terhadap kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, serta resiko
terhadap kesehatan manusia
B. Protokol Kyoto
Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB
tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai
pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk
mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau
bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah
emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.
Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca
global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober 2003)
Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework
Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja
PBB tentang Perubahan Iklim). Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka
untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999.
Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang
dilakukan Rusia padaMenurut rilis pers dari Program Lingkungan PBB:
Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan
Iklim (UNFCCC, yang diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Janeiro pada 1992).
Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi Protokol Kyoto,
sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi ketiga
Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang.
Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara maju yang
disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto mengaku senang mendengar kabar telah diterbitkannya perpres yang
akan menjadi payung hukum kerja sama dua pemerintah provinsi beserta pemerintah kabupaten/kota di
kawasan Jabodetabekpunjur. Meski telah ditandatangani, Prijanto mengaku belum menerima salinan perpres
tersebut, sehingga belum mengetahui secara detail isi dari perpres yang akan menjadi dasar pelaksanaan kerja
sama tata ruang kawasan Jabodetabekpunjur.
“Baguslah. Berarti ada cantolan antara pempov DKI dengan pemprov yang lain serta dengan pemerintah
daerah tingkat dua agar bisa mensinergikan rencana pembangunan itu,” ujar Prijanto, di Balaikota DKI Jakarta,
Rabu (27/8). Perpres tersebut, menurutnya, menjadi langkah awal bagi Pemprov DKI untuk mensinergikan dan
merealisasikan penataan kawasan penyangga dan perbatasan di antara dua provinsi yaitu Jawa Barat dan DKI
Jakarta bisa segera dilaksanakan. Termasuk mewujudkan rencana merevitalisasi Waduk Ciawi untuk sumber
air bersih baru bagi Jakarta dan sekitarnya yang saat ini masih terkendala karena menunggu perpres disahkan
oleh presiden.
“Sudah bisa dimulai penataan kawasan penyangga termasuk Waduk Ciawi. Perpres akan menjadi landasan
hitam di atas putih,” katanya sambil mengatakan pelaksanaan penataan ruang Jabodetabekpunjur bisa dimulai
tahun ini. Program apa yang akan dimulai terlebih dahulu, Prijanto masih belum tahu. Selain belum menerima
salinannya, dia dengan Gubernur DKI Jakarta serta jajaran Pemprov DKI belum bertemu untuk membahas
kemungkinan-kemungkinan yang ada. “Ya tergantung pembicaraannya di masing-masing wilayah. Makin
cepat makin baik,” tegasnya.
Terbitnya Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tentang penataan Tata Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang,
Bekasi, Puncak dan Cianjur, disambut hangat kalangan dewan. Dalam waktu dekat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) DKI Jakarta akan menindaklanjutinya dengan membuat Peraturan Daerah (Perda).
Achmad Suaidy, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, mengatakan, perpres tersebut sangat menguntungkan
bagi Pemprov DKI Jakarta. Pasalnya, perpres itu mengatur perluasan wilayah dan juga mengatur mobilitas
penduduk Jakarta. "Terus terang, saya menyambut gembira terbitnya perpres itu," kata Suaidy, Rabu (27/8).
Tapi sejauh ini, politisi asal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengaku belum menerima draft resmi
Perpres tersebut. Jika draft itu sudah ada ditangannya, ia berjanji akan menyampaikannya kepada pimpinan
dewan. Menurutnya, keluarnya Perpres ini harus segera ditindaklanjuti. Apalagi, sampai saat ini belum ada
peraturan yang mengatur soal tata ruang wilayah.
"Perda itu tujuannya adalah untuk implementasi di lapangan. Sebelumnya, DKI Jakarta dan Jawa Barat sudah
sepakat untuk duduk bersama menangani masalah penataan wilayah di Jabodetabek. Tapi, untuk secara
keseluruhan kan belum ada," ujar Suaidy.
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur
Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur,
merupakan suatu bukti adanya kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) untuk bersama-sama dapat mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan serta
mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik kawasan
Jabodetabekpunjur.
Sebelum diterbitkannya Perpres tersebut, Pemerintah yang dikoordinasikan melalui Badan Koordinasi Tata Ruang
Nasional (BKTRN), sejak tahun 2002 bersama-sama Pemerintah Daerah terkait (Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa
Barat, Provinsi Banten, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Cianjur, Kota Depok, Kota Bekasi dan
Kota Bogor) telah menyusun dan menyepakati substansi kebijakan Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur
yang kemudian ditetapkan menjadi Perpres Nomor 54 Tahun 2008. Peraturan Presiden ini merupakan amanat dari
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN) yang menetapkan
Kawasan Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional, dimana menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, pengesahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden
Sebagai salah satu produk rencana tata ruang, maka Perpres No. 54 tahun 2008 ini memiliki kekuatan hukum,
sehingga bagi yang melanggarnya dapat dikenakan sanksi sesuai yang diatur pada UU No. 26 tahun 2007. Hal ini
memberi implikasi pada semua Pemerintah Daerah Provinsi ataupun Kabupaten/Kota yang sebagian atau seluruh
wilayahnya berada di kawasan Jabodetabekpunjur untuk mentaati arahan pemanfaatan ruang yang diatur dalam
Perpres No. 54 tahun 2008 tersebut. Sabagai tindak lanjut, Pemerintah Daerah tersebut diatas perlu menyiapkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota masing-masing daerahnya sebagai penjabaran lebih detail
dan tidak bertentangan dari muatan Perpres Nomor 54 tahun 2008 yang selanjutnya digunakan sebagai landasan
dalam penerbitan ijin-ijin pembangunan di masing-masing daerah.
Sebagai contoh, dengan terbitnya Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataaan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur,
Pemerintah Kabupaten Tangerang, sebagai salah satu Pemerintah Daerah Otonom yang wilayahnya berada di
Kawasan Jabodetabekpunjur telah mengapresiasi terbitnya Perpres No. 54 Tahun 2008 ini dengan terlebih dahulu
melakukan konsultasi ke BKTRN sebelum menerbitkan ijin pembangunan permukiman di kawasan sekitar Bandara
Internasional Soekarno-Hatta, dimana pengaturan pemanfaatan ruang zonasinya telah diatur dalam perpres tersebut.
Sesuai rekomendasi BKTRN, Pemerintah Kabupaten Tangerang telah melakukan pembatasan pembanguan pada
areal sekitar Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Sebagaimana ditulis pada Perpres No. 54 tahun 2008, sasaran penyelenggaraan penataan ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur adalah terwujudnya kerja sama penataan ruang antar pemerintah daerah serta tercapainya
keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budi daya. Selanjutnya, dalam perpres ini juga mengatur kebijakan
dan strategi penataan ruang, rencana tata ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, arahan pemanfaatan ruang kawasan,
arahan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan, pengawasan pemanfaatan ruang kawasan. Selain itu Rencana Tata
Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur berisi rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
Dengan terbitnya Perpres Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, maka Kepres
No 114/1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur, Kepres No 1/1997 tentang Koordinasi
Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai kota Mandiri, dan Kepres No 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara
Jakarta sepanjang yang terkait dengan penataan ruang, serta Kepres No 73/1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk
Naga Tangerang, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang, tidak berlaku lagi kecuali peraturan-peraturan
pelaksana yang telah diterbitkan sepanjang tidak bertentangan dengan Perpres ini.
Namun Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Perda tentang Rencana Rinci Tata
Ruang berikut peraturan zonasi yang telah ada dinyatakan tetap berlaku, dan harus dilakukan penyesuaian paling
lambat dua tahun sejak perpres dikeluarkan.