You are on page 1of 2

Tanggal : 12 June 2010 | Oleh : Putu Sudayasa

5 Elemen Penting Strategi DOTS TB


Kasus Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular, yang masih menjadi masalah sosial kesehatan masyarakat. Ibarat fenomena gunung es, kasus yang muncul di permukaan tampak sedikit, namun realita di masyarakat masih banyak terjadi penularan TB. Hal ini terjadi terutama sangat berisiko menular pada kasus TB aktif yang tidak diobati. Kebijakan nasional penanggulangan TB telah menetapkan strategi DOTS ( Directly Observe Treatment Shortcut) sebagai standar acuan program. Teknik DOTS selalu dipromosikan dalam setiap pertemuan sosialisasi maupun pelatihan TB bagi petugas puskesmas. Secara prinsip ada lima elemen penting yang menjadi tolok ukuran strategi DOTS, antara lain : 1. Komitment politis berkesinambungan dari pemegang kebijakan : 2. Diagnosis sputum (dahak) melalui pemeriksaan mikroskopis bermutu : 3. Pengobatan jangka pendek dengan PMO (pengawas minum obat) langsung : 4. Ketersediaan OAT (obat anti tuberkulosis) yang cukup dan bermutu : 5. Recording and Reporting (RR), untuk assesment penilaian hasil kinerja : Kelima elemen itu seperti ikatan rantai yang saling berkaitan, antara satu elemen dengan yang lainnya. Sehingga keterpaduan dan kesinambungan semua pihak sangat menentukan keberhasilan program penanggulangan TB.

http://www.puskel.com/5-elemen-penting-strategi-dots-tb/

28 Maret 2012 | 19:08 wib

Kematian Akibat TB Capai 61 Ribu Orang


WONOSOBO, suaramerdeka.com - Tubercolusis (TB) menjadi perhatian semua pihak. Pasalnya, penyakit ini tergolong ganas dan bisa mengakibatkan kematian. Tak tanggungtanggung, angka kematian akibat TB di Indonesia mencapai 61 ribu populasi. TB pun menjadi masalah prioritas penanganan di seluruh dunia (global emergency). Di Indonesia, prevalensi masih cukup tinggi, yaitu mencapai 660.000 dan Insidence sebanyak 430.000 orang. Hal itu diungkap oleh dr Kenyorini, Spesialis Paru dalam acara saresehan yang membahas penanganan masalah Tubercolusis di ruang rapat Puskesmas Selomerto, Rabu (28/3).

Dalam paparannya berjudul 'Wonosobo Bersatu melawan TB menuju Indonesia Bebas TB', satusatunya ahli paru di Wonosobo tersebut mengungkapkan, perang melawan penyakit TB sudah dimulai pada tahun 1850. Saat itu, proses penyembuhan memerlukan biaya besar dan waktu yang relatif lama. Namun, tingkat kesembuhan hanya berkisar 50 persen saja. Baru setelah pada 24 Maret 1882 Robert Koch menemukan Mycrobacteria Tubercolusis, para penderita TB mulai menemukan titik terang. Dokter alumni Universitas Indonesia tersebut juga menjelaskan bahwa indikator TB tergantung dari CDR (Case Detection Rate). Untuk Kabupaten Wonosobo, pada tahun 2009, CDR berada di angka 33,7 persen. Angka tersebut naik pada dua tahun berikutnya, yaitu 37,54 persen di Tahun 2010 dan 42,78 persen pada Tahun 2011. CDR menurut Kenyorini harus terus ditingkatkan demi tercapainya pemeriksaan dan pengobatan secara lebih menyeluruh untuk membebaskan Kabupaten Wonosobo dari Tubercolusis. "Masyarakat saat ini masih harus keluar kota untuk memeriksakan kesehatan paru," katanya. Dijelaskan, angka normal untuk CDR adalah di kisaran 70 persen. Satu orang penderita TB berpotensi menularkan penyakit kepada 10 orang. Pola penularan dapat terjadi saat penderita batuk, berdahak, bernyanyi maupun bersiul. Adapun gejala orang yang mengidap TB adalah batuk berdarah, atau berdahak warna merah, batuk lebih dari tiga minggu disertai nyeri dada, kehilangan nafsu makan, keringat di malam hari, serta berat badan turun drastis disertai kelelahan fisik. ( Rinto Hariyadi / CN26 / JBSM )

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/03/28/113781/Kematian-Akibat-TBCapai-61-Ribu-Orang

You might also like