You are on page 1of 33

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan mendasar kehidupan bernegara dalam proses

penyelenggaraan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah adalah bagaimana membangun dan menciptakan mekanisme pemerintahan yang dapat mengemban misinya untuk mewujudkan pembangunan pemerintahan yaitu mensejahterakan kesejahteraan masyarakat masyarakat secara tersebut, berkeadilan. pemerintah Untuk harus mewujudkan melaksanakan

pembangunan. Selain untuk memelihara keabsahan (legitimasi), pemerintah juga akan dapat membawa kemajuan bagi masyarakatnya sesuai dengan perkembangan jaman. Terdapat dua hal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah: Pertama: Perlu aspiratif terhadap aspirasi-aspirasi yang disampaikan oleh masyarakatnya, dan perlu sensitif terhadap kebutuhan rakyatnya. Pemerintah perlu mengetahui apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya serta mau mendengarkan apa kemauannya. Kedua: Pemerintah perlu melibatkan segenap kemauan dan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Dengan kata lain pemerintah perlu menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai objek pembangunan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan masyarakat communuty development sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus mampu menciptakan sinergi. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Pemerintah yang

15

efektif adalah pemerintahan yang mampu melibatkan rakyat dalam proses kebijakkan publik dan menjadikan rakyat sebagai subjek dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 150 yaitu dalam rangka penyelenggaraan pembangunan daerah ini disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai suatu bentuk kesatuan sistem perencanaan nasional. Hal ini juga terdapat pada UndangUndang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 33 yaitu: 1. Kepala daerah menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas

perencanaan pembangunan daerah di daerahnya. 2. Dalam menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah, kepala daerah di bantu oleh kepala Bappeda. 3. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah menyelenggarakan perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya. 4. Gubernur menyelenggarakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi perencanaan pembangunan antar kabupaten/kota. Menurut undang-undang ini adalah Bappeda mempunyai peranan yang penting di dalam melaksanakan perencanaan daerah. Perencanaan daerah yang direncanakan oleh Bappeda di mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten dan kota hingga tingkat provinsi melalui Musrembang (Musyawarah perencanaan pembangunan). Dalam perencanaan pembangunan daerah ini diperlukan adanya partisipasi masyarakat lokal dalam implementasi pembangunan daerahnya.

16

Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang di laksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak. Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan untuk dapat

merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan. Dalam perencanaan pembangunan sangat diperlukannya partisipasi

masyarakat. Partisipasi merupakan jembatan antara kebijakan pemerintah dan kepentingan masyarakat itu, Sehingga perencanaan daerah harus dilakukan dengan model dari bawah (battom-up planning) atau yang disebut sebagai perencanaan partisipatif. Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang bertujuan melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik langsung maupun tiak langsung). Akan tetapi pada kenyataannya perencanaan itu sendiri masih banyak dilakukan dari atas (top-down planning). Demikian halnya dengan desa, pemerintah bekerja sama dengan masyarakat dalam merencanakan program-program pembangunan. Masyarakat dibina dan dibimbing untuk menyusun rencana program-program pembangunan. Akan tetapi kesadaran masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan masih sangat kurang. Tidak tahu pasti, apakah di karenakan kurangnya dukungan dari atas ataukah masyarakat sendiri yang tidak mau berpartisipasi. Dari informasi yang didapat, penulis melihat bahwa masih kurangnya masyarakat yang mau berpartisipasi dalam merencanakan pogram-program pembangunan. Butuhnya

17

seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi dan mengajak masyarakatnya untuk berpartisipasi dalam merencanakan program-program pembangunan. Dengan adanya dukungan dari atas, masyarakat akan tergerak untuk berperanserta dalam perencanaan pembangunan demi terwujudnya kesejahteraan rakyat. Dari pandangan tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat mau berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan memerlukan adanya rangsangan dari atas, dalam hal ini seorang kepala Desa. Sangat diharapkannya seorang pemimpin yang mampu untuk berperan aktif mengajak masyarakat agar mau berpartisipasi. Perlunya seorang pemimpin yang demokratis agar mau membimbing, menggerakkan masyarakatnya dan mampu bertanggung jawab serta bekerjasama dalam membangun dan menata kembali daerahnya dengan tujuan yang telah di tetapkan. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengupayakan suatu kajian ilmiah dalam judul penelitian sebagai berikut: Pengaruh gaya kepemimpinan kepala Desa terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan (Studi pada Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang).

1.2 Perumusan Masalah Mengacu pada latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut: Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan Kepala Desa terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

18

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan Kepala desa di Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang 2. Untuk mengetahui partispasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan Kepala Desa terhadap partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, bermanfaat untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir penulis melalui karya ilmiah, serta melatih penulis untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh selama perkulahan di FISIP USU. 2. Bagi Kepala Desa, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kinerja dan keberhasilan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. 3. Bagi masyarakat umum, sebagai bahan literatur dan perbandingan untuk menghadapai masalah yang terkait dengan penelitian di masa mendatang.

1.5 Kerangka Teori 1.5.1 Kepemimpinan 1.5.1.1 Pengertian Kepemimpinan Ada banyak defenisi tentang kepemimpinan. Tetapi bagi kita, secara mendasar kepemimpinan berarti mempengaruhi orang lain. Ini merupakan defenisi yang

19

luas dan termasuk di dalamnya bermacam-macam prilaku yang diperlukan untuk mempengaruhi orang lain. Sebagian besar persfektif kepemimpinan memandang pemimpin sebagai sumber pengaruh. Pemimpin dalam memimpin pada dasarnya mempengaruhi dan para pengikutnya mengikuti sebagai pihak yang dipengaruhi. Pada dasarnya kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk

menggerakkan sekelompok orang menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan/disepakati bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara yang tidak memaksa. Dengan kemampuannya seorang pemimpin yang baik harus mampu menggerakkan orang-orang menuju tujuan jangka panjang dan betul-betul merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka yang terbaik. Dengan demikian kepemimpinan dapat dikatakan sebagai peranan dan juga suatu proses untuk mempengaruhi orang lain. (Rivai 2004:64) Selanjutnya, Kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu team untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan tertentu.(Bintoro, 1987: 110) Kepemimpinan juga merupakan relasi dan pengaruh antara pimpinan dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin. Kepemimpinan ini dapat berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi dan menggerakan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian satu tujuan tertentu. Dengan begitu pemimpin tersebut ada bila terdapat kelompok atau organisasi. Maka keberadaan pemimpin itu selalu ada di tengah-tengah kelompoknya (anak buah, bawahan. Rakyat). (Kartono, 2005: 6)

20

Sehubungan dengan itu, dapat diuraikan beberapa persyaratan kepemimpinan yaitu sebagai berikut: 1. Jujur 2. Berpengetahuan 3. Berani 4. Tegas 5. Dapat diandalkan 6. Berinisiatif 7. Bijaksana 8. Adil 9. Gairah 10. Ulet 11. Tidak mementingkan diri sendiri 12. Setia 13. Berwibawa 14. Mampu membuat pertimbangan. (Marat 1985:48) Demikian dapat di lihat bahwa untuk menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, diperlukannya syarat-syarat yang sangat kuat agar seorang pemimpin dapat memimpin anggotanya atau kelompoknya dengan bijaksana serta bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi. Keberhasilan seorang pemimpin banyak tergantung dari keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi. Seseorang tak mungkin menjadi pemimpin tanpa punya pengikut. Lebih tinggi kedudukannya sebagai pemimpin, akan lebih banyak pengikutnya. Akan tetapi tidak mungkin ia dapat menaiki anak tangga

21

kepemimpinannya tanpa kemampuan membina hubungan komunikatif dengan pengikut-pengikutnya dan bakal pengikut-pengikutnya. Yang sangat penting bagi seorang pemimpin dalam kegiatannya sebagai komunikator ialah adanya faktor daya tarik komunikator dan faktor kepercayaan pada komunikator. (Sunindhia; Widiyanti, 1993:23)

1.5.1.2 Gaya Kepemimpinan Berbicara mengenai gaya kepemimpinan berarti juga membahas tentang kepemimpinan dan masalahnya. Kepemimpinan kadang kala diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif yang bertindak yang menghasilkan suatu pola kosisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. (Thoha, 2003:5) Lebih lanjut George R.Terry merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain. Gaya kepemimpinan juga didefenisikan sebagai suatu istilah tentang bagaimana seseorang pemimpin terlihat dimata bawahannya. (Paul Hersey, 1994: 27) Seorang pemimpin harus mampu melihat dan memahami orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Dengan menggunakan pengetahuannya tentang hubungan manusia dalam kelompoknya. Seorang pemimpin akan dapat melihat gambaran tentang motif-motif seseorang untuk lebih giat lagi melaksanakan tugasnya. Kegiatan memberi motivasi tersebut tidak akan berhasil apabila pemimpin tidak memiliki cara-cara tertentu untuk melaksanakannya. Cara-cara

22

tertentu inilah yang secara umum disebut dengan gaya. Karena itulah gaya kepemimpinan dapat di lihat dari bagaimana cara membawakan diri sebagai seorang pemimpin dalam menggunakan kekuasaannya. Thoha (2003:49), mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba untuk mempengaruhi prilaku orang lain seperti yang ia lihat. Secara garis besar gaya kepemimpinan itu terdiri dari gaya kepemimpinan demokratis dan otokratis. Gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan personal serta keikutsertaan para pengikutnya dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sedangkan gaya kepemimpinan otokratis dipandang sebagai gaya yang berdasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas. Pendekatan prilaku gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisiten dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang mendasari prilaku seseorang. Gaya kepemimpinan yang menunjukan secara langsung, tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya gaya

kepemimpinan adalah prilaku dan strategi sebagai hasil strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja pegawai. (Rivai, 2003:61) Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, gaya kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:

23

1. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal. 2. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerjasama pemimpin. 3. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok atau orang. (Nawawi, 2004: 83) Selanjutnya Nawawi (2004:94), menjelaskan beberapa gaya kepemimpinan yang pada pimpinan hingga kepemimpinan berpusat pada bawahan. Gaya

kepemimpinan tersebut diantaranya: 1. Kepemimpinan otoriter Kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seseorang yang paling berkuasa. Pimpinan bertindak sebagai penguasa tunggal. 2. Kepemimpinan demokratis Kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisai. Gaya ini mewujudkan dengan domisi prilaku sebagai pelindung dan penyelamat serta mengembangkan organisasi atau kelompok. Disamping itu mewujudkan juga melalui prilaku kepemimpinan sebagai pelaksana. 3. Kepemimpinan bebas (laissez faire) Tipe Kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol, kepemimpinan

24

dijalankan dengan memberi kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan, pemimpin hanya berfungsikan dirinya sebagai penasehat. Berikut ini Ada kelompok sarjana yang membagi kepemimpinan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Tipe Kharismatis Tipe kepemimpinan kharismatis ini memiliki kekuatan energi, daya tarik dan perbawa yang luar biasa untuk memepengaruhi orang lain, Sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pegawai-pegawai yang luar biasa dipercaya. 2. Tipe Paternalistis dan Maternalistis Yaitu tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifatnya antara lain sebagai berikut : a. Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan . b. Bersikap terlalu melindungi c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri. d. Hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif. e. Tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri. f. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar. tipe atau gaya

25

Selanjutnya tipe kepemimpinan yang maternalistis juga mirip dengan tipe paternalistis, hanya dengan perbedaan adanya sikap over-protective atau terlalu melindungi yang lebih menonjol, serta kasih sayang yang berlebihlebihan. 3. Tipe Militeristi Tipe ini bersifat sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luarannya saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat lebih seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeristis antara lain ialah : a. Lebih banyak menggunakan sistem pemerintah/komando terhadap bawahannya, keras sangat otoriter, kaku dan sering kali kurang bijaksana. b. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan. c. Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tandatanda kebesaran yang berlebih-lebihan. d. Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya. e. Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya. f. Komunikasi hanya berlangsung searah saja. 4. Tipe Otokratis Tipe ini merupakan tipe kepemimpinan yang mendasar pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak yang harus dipatuhi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Pemimpin

26

otokratis itu senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal dan merajai keadaan. 5. Tipe Laissez Faire Pada tipe kepemimpinan ini, sang pemimpin praktis tidak memimpin, dimana pemimpin membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Tipe pemimpin ini tidak mempunyai kewibawaan dan tidak bisa mengontrol anak buahnya. Ringkasnya pemimpin laissez faire pada hakikatnya bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian

sebenarnya. Sebab bawahan dalam situasi kerja sedemikian itu tidak sama sekali terpimpin, tidak terkontrol, tanpa disiplin, masing-masing orang bekerja semau sendiri dengan irama dan tempo. 6. Tipe Populistis Tipe kepemimpinan ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan nasionalisme. 7. Tipe Administratif atau eksekutif Kepemimpinan administratif ialah kepemimpinan yang mampu

menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif, sedang para pemimpin terdiri dari teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan demikian dapat dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efesien

27

untuk memerintah, yaitu untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya, dan usaha pembangunan pada umumnya. Dengan

kepemimpinan administrasi ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat. 8. Tipe Demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini terletak pada individu pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Secara ringkas dapat dinyatakan, kepemimpinan demokratis menitik beratkan masalah aktivitas setiap anggota kelompok juga para pemimpin lainnya, yang semuanya terlibat aktif dalam penentuan sikap, perbuatan rencanarencana, pembuatan keputusan penerapan disiplin kerja (yang ditanamkan secara sukarela oleh kelompok-kelompok dalam suasana demokratis), dan pembajaan etika kerja. (Kartini Kartono. Dr, 1991:69)

1.5.1.3 Fungsi Kepemimpinan Adapun fungsi dari pada kepemimpinan adalah: Sebagai pemandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi dan membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa para

28

pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. (Kartono, 2005: 93) Selanjutnya fungsi kepemimpinan adalah untuk dapat menciptakan visi dan rasa komunitas, membantu mengembangkan komitmen daripada sekedar memenuhinya, menginspirasi kepercayaan, mengintegrasikan pandangan yang berlainan, mendukung pembicaraan yang cakap melalui dialog, membantu menggunakan pengaruh mereka, memfasilitasi, memberi semangat pada yang lain, menopang tim, bertindak sabagai model. (Veithzal, 2004: 95)

1.5.2 Desa 1.5.2.1 Pengertian Desa Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, Bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

29

1.5.2.2 Perencanaan Pembangunan Desa Di dalam Peraturan Pemerintah Pasal 63 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun perencanaan pembangungan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota. Perencanaan pembangunan desa

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya. Dalam menyusun perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib melibatkan lembaga

kemasyarakatan desa. Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 2 disusun secara berjangka meliputi; a. Rencana pembangunan jangka menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. b. Rencana kerja pembangunan desa, selanjutnya disebut RKP Desa, merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

1.5.2.3 Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa Sesuai dengan Peraturan Pemertintah Nomor 72 Tahun 2005, dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan hak kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yaitu: 1) Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. 2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Kepala Desa mempunyai wewenang :

30

a. memimpin

penyelenggaraan

pemerintahan

desa berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan bersama BPD b. mengajukan rancangan peraturan desa c. menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD d. menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD e. membina kehidupan masyarakat desa f. membina perekonomian desa g. mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif h. mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan i. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang undangan. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Kepala Desa mempunyai kewajiban: a) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat c) memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat d) melaksanakan kehidupan demokrasi

31

e) melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme f) menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa g) menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan h) menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik i) melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa j) melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa k) mendamaikan perselisihan masyarakat di desa l) mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa m) membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial,budaya dan adat istiadat n) memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa o) mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup. Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.

32

1.5.3 Partisipasi Masyarakat 1.5.3.1 Pengertian Partisipasi Pengertian partisipasi dalam kamus besar Bahasa Indonesia, partisipasi masyarakat adalah hal tentang turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. (Salim, 2002: 110) Dimaksud dengan partisipasi adalah ke ikut sertaan masyarakat dalam proses pembangunan, baik dengan penghimpunan atau menyumbangkan benda dan uang, pikiran atau ide maupun dengan tenaga atau gotong royong.(Nitisemito, 1982: 21) Menurut Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Taliziduhu Ndraha menyatakan bahwa belum ada defenisi yang memuaskan mengenai istilah partisipasi. Oleh karena itu mereka membatasinya pada developmental participation atau partisipasi di bidang pembangunan, dalam hal ini berarti partisipaasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sudah sekian lama di perbincangkan dan didengungdengungkan dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat umum atau sebanyak mungkin orang ikut serta dengan pemerintah memberikan bantuannya guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai pengikutsertaan atau pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. Pengertian yang lebih lengkap di kemukakan oleh Davis yang di kutip oleh Taliziduhu Ndraha sebagai berikut: Participation is defined as an individual mental and emotional involvment in a group situation that encourages him to contribute to group goals and to share responsibility for them.

33

Apabila ditafsirkan maka partisipasi dalam hal ini menunjukan adanya keterlibatan mental dan emosional seseorang terhadap situasi kelompok atau komunitas di mana ia menjadi anggotanya, yang selanjutnya mendorong individu yang bersangkutan untuk memberikan konstribusi atau sumbangan tertentu serta bertanggung jawab dalam kegiatan-kegiatan yang melibatkan kepentingan bersama. Ada empat aspek penting dalam rangka partisipasi dalam pembangunan yaitu: 1. Terlibatnya dan ikut sertanya rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme proses politik dalam suatu negara turut menentukan arah, strategi, dan kebijaksanaan dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah. Dalam masyarakat demokratis maka arah dan tujuan pembangunan hendaknya mencerminkan kepentingan masyarakat. 2. Meningkatkan artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu sebaiknya. Oleh karena itu pada umumnya pemerintah perlu memberikan pengarahan mengenai tujuan dan cara-cara mencapai tujuan pembangunan tersebut. 3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strategi, serta rencana yang telah ditetapkan. 4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam pembangunan yang berencana. (Bintoro, 1987: 222) Dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan maka pengertian partisipasi yang dikemukakan oleh Davis tersebut setidak-tidaknya mengandung tiga pokok pikiran, yaitu:

34

a. Titik berat partisipasi adalah pada keterlibatan dan mental serta emosional. Kehadiran secara fisik/pribadi semata-mata dalam suatu kelompok tanpa keterlibatan tersebut bukanlah partisipasi. b. Kesediaan memberikan konstribusi tergerakkan. Wujud konstribusi dalam pembangunan dapat bermacam-macam, misalnya: barang, uang, jasa, bahan, buah pikiran, keterampilan dan sebagainya. c. Kesediaan untuk bertanggung jawab tergerakkan. (Ndraha, 1981:124) Dengan demikian konsepsi partisipasi dalam pembangunan memiliki persfektif yang luas. Seseorang dikatakan telah berpartisipasi apabila ia telah terlibat secara utuh dalam proses pelaksanaan pembangunan baik secara fisik maupun mental. Keterlibatan individu tersebut dapat dimanivestasikan dalam berbagai bentuk konstribusi baik yang bersifat material seperti jasa, tenaga, buah pikiran, keterampilan dan sebagainya. (Bintoro, 1987: 222)

1.5.3.2 Bentuk Partisipasi Ndraha (1982: 74) mengemukakan bahwa bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi hal sebagai berikut: a. Partisipasi dalam menerima dan memberi informasi. b. Partisipasi dalam pemberian tanggapan dan saran terhadap informasi yang diterima baik yang bersifat menolak, menerima dengan syarat atau menerima dengan sepenuhnya. c. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan. d. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan. e. Partisipasi dalam menerima kembali hasil-hasil pembangunan.

35

1.5.4 Perencanaan Perencanaan adalah alat atau unsur manajemen dalam upaya menggerakkan dan mengarahkan organisasi dan bagian-bagiannya dalam mencapai tujuan yang di tentukan. (Sitanggang, 1999: 61)
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 2004, Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

Perencanaan sebenarnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan dari waktu ke waktu dengan melibatkan kebijaksanaan (policy) dari pembuat keputusan berdasarkan sumber daya yang tersedia dan disusun secara sistematis. Suatu perencanaan di buat berdasarkan tujuan yang jelas karena perencanaan tersebut dipergunakan sebagai arah atau pedoman pelaksanaan pembangunan. Menurut Ardani dan Iswara (1986), defenisi perencanaan biasanya mengandung beberapa elemen, antara lain: a. Perencanaan dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif b. Perencanaan dapat diartikan sebagai pengalokasian berbagai sumberdaya yang tersedia c. Perencanaan dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai sasaran d. Perencanaan dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai target sasaran yang dikaitkan dengan waktu masa depan. (Soekartawi, 1990: 21) Peran perencanaan didalam gerak manajemen adalah membantu pimpinan di semua bagian dan jenjang organisasi, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Oleh karena itu perencanaan sebagai alat manajemen di setiap organisasi adalah merupakan perpaduan yang mencerminkan perencanaan dari

36

semua bagian organisasi di bawahnya yang disusun secara sistematik sehingga merupakan suatu keerangka kerja. Hal ini memudahkan pimpinan untuk mempelajari satu persatu, karena semua telah terprogram dalam kerangka kerja. Perencanaan juga merupakan suatu persiapan langkah dan kegiatan yang disusun atas pemikiran yang logis untuk mencapai tujuan yang di tentukan. Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka perencanaan harus memenuhi persyaratanpersyaratan: rasional, integratif, di ketahui dan dimengerti oleh setiap pejabat di bagian-bagian organisasi. Dengan demikian perencanaan dapat menunjukan keterkaitan kegiatan antar-bagian organisasi atau dengan pihak lain bahkan juga hubungan kegiatan organisasi dengan organisasi lainnya sehingga masing-masing mengetahui apa yang harus diperbuat, apa alat yang harus di gunakan, bagaimana cara, kapan, dimana dan lain-lain yang menjamin ketepatan pelaksanaan. (Sitanggang, 1999: 63) Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa perencanaan pada dasarnya adalah hasil analisis untuk menjawab dua pertanyaan sebagai berikut: Apa yang menjadi tujuan Bagaimana mencapai tujuan tersebut dan apa alat yang digunakan.

Demikian pentingnya perencanaan dalam upaya mencapai tujuan sehingga sering disebut bahwa perencanaan yang disusun dengan baik sudah dapat diangggap separuh dari semua pekerjaan telah diselesaikan. Selanjutnya untuk dapat mencapai hal tersebut, maka perencanaan harus memenuhi persyaratan-persyaratan: rasional, integratif, diketahui dan dimengerti oleh setiap pejabat di bagian-bagian organisasi. Dengan demikian perencanaan dapat menunjukan keterkaitan kegiatan antar-bagian organisasi atau dengan pihak

37

lain bahkan juga hubungan kegiatan organisasi dengan organisasi lainnya sehingga masing-masing mengetahui apa yang harus diperbuat, apa alat yang digunakan, bagaimana cara, kapan, dimana, dan lain-lain yang menjadi ketepatan pelakasanaan. (Sitanggang, 1999: 65)

1.5.5 Pembangunan Pembangunan merupakan suatu proses pembaharuan yang kontinu dan terusmenerus dari satu keadaaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik. Dalam pelaksanaan pembangunan melibatan masyarakat luas, sesuai dengan arah dan kebijaksanaan yang ditetapkan dalam proses pembangunan. Menurut SP Siagian (1983: 23), pembangunan itu sendiri adalah sebagai usaha atau rangkaian usaha, pertumbuhan, perubahan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Nation Building). Dalam pandangan Coralie Bryant dan Louise White dalam Managing Development in the Third World (1982, 14), pembangunan ialah upaya untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya. Ada lima implikasi utama defenisi tersebut. 1) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok (capacity). 2) Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai dan kesejahteraan (equity). 3) Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.

38

Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment). 4) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (sustainability). 5) Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan negara yang lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati (interdependence). (Ndraha, 1990: 15)

1.5.6 Perencanaan Pembangunan Dalam beberapa literatur perencanaan pembangunan (development planning), pembahasan terhadap pentingnya perencanaan ini sering di kaitkan dengan pembangunan itu sendiri. Pentingnya aspek perencanaan yang di kaitkan dengan aspek pembangunan dapat diklasifikasikan menjadi dua topik utama, yaitu: a. Perencanaan sebagai alat dari pembangunan b. Pembangunan sebagai tolak-ukur dari berhasil tidaknya pembangunan tersebut. Perencanaan dianggap sebagai alat pembangunan, karena perencanaan memang merupakan alat strategis dalam menuntun jalanya pembangunan. Suatu perencanaan yang disusun secara acak-acakan (tidak sistematis) dan tidak memperhatikan aspirasi target group (sasaran), maka pembangunan yang di hasilkan juga tidak seperti yang diharapkan. Dengan demikian dalam konteks perencanaan sebagai alat, maka ia mempunyai keunggulan koprehensif; yang antara lain adalah sebagai berikut:

39

a. Perencanaan dapat dipakai sebagai alat untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pembangunan. b. Perencanaan dapat dipakai sebagai alat penentuan berbagai alternatif dari berbagai kegiatan pembangunan. c. Perencanaan dapat dipakai sebagai penentuan skala prioritas. d. Perencanaan dapat dipakai sebagai alat peramalan (forecasting) dari kegiatan pada masa akan datang. Disisi lain, perencanaan dapat dipandang sebagai tolak ukur dari keberhasilan dan kegagalan dari pembangunan yang mengandung arti bahwa kegiatan pembangunan yang gagal bisa jadi karena aspek perencanaannya yang tidak baik, dan begitu pula sebaliknya. Sebagai tolak ukur keberhasilan dan kegagalan pembangunan, maka perencanaan selalu direvisi pada setiap saat atau pada jangka waktu tertentu. Maksudnya, tentu saja untuk memperbaiki kesalahan masa lalu dan untuk dipakai sebagai pedoman perbaikan dan pelaksanaan pembangunan di masa mendatang. (Soekartiwi, 1990: 24) Menurut Undang-undang No. 25 tahun 2004 Perencanaan Pembangunan terdiri atas empat tahap, yaitu: a. Tahap penyusunan rencana Tahap ini di laksanakan untuk dapat menghasilkan rancangan lengakap suatu rencana yang sudah siap untuk di tetapkan terdiri dari empat langkah: 1. Penyiapan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik menyeluruh dan terukur. 2. Masing-masing instansi menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rencana pembangunan yang telah disiapkan.

40

3. Melibatkan masyarakat dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing pemerintah melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrembang). 4. Langkah terakhir adalah penyusunan rancangan akhir rencana

pembangunan. b. Tahap penetapan rencana Tahap ini dimana penetapan rencana tersebut menjadi produk hukum yang mengikat semua pihak yang melaksanakannya. c. Tahap pengendalian pelaksanaan rencana Tahap ini dimaksudkan untuk menjamin tercapai tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang pada rencana kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan

kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. d. Evaluasi pelaksanaan Evaluasi pelaksanaan adalah bagian dari perencanaan pembangunan secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian tujuan sasaran dan kinerja pembangunan. Proses perencanaan pembangunan nasional dalam hal perencanaan menurut jangka waktu di bagi tiga, yaitu: 1) Rencana pembangunan jangka panjang, yang selajutnya di singkat dengan RPJP dan dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun. 2) Rencana pembangunan jangka menengah, yang selanjutnya disingkat dengan RPJM dan dokumen perencanaan untuk 5 tahun. RPJM ini disebut dengan rencana strategis kementrian (Renstra-KL) adalah dokumen perencanaan

41

kementrian atau lembaga untuk priode 5 tahun. Untuk perangkat satuan daerah disebt dengan Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan satuan kerja perangkat daerah untuk periode 5 tahun. 3) Rencana Pembangunan Tahunan Nasional yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 tahun. Rencana Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 tahun. Rencana Pembangunan Tahunan Kementrian atau Lembaga yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Kementrian Lembaga (Renja-KL) adalah dokumen perencanaan kementrian atau lembaga untuk periode 1 tahun. Rencana Pembangunan yang disebut dengan Rencana Kerja Satuan Perangkat Daerah (Renja-SKPD) adalah dokumen perencanaan satua kerja perengkat daerah untuk periode 1 tahun.

1.6 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih diuji kebenaranya. Berdasarkan konsep dan teori sebagaimana penulis kemukakan diatas, maka penulis akan mengemukakan hipotesis penelitian yakni Terdapat Pengaruh yang Positif dan Signifikan Antara Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan

Pembangunan. Jika: Ha : p 0, tidak sama dengan nol berarti lebih besar dari nol atau (-) dari nol berarti ada penngaruhnya dan hipotesa ini dapat diterima,

42

Ho : p = 0, 0 berarti ini tidak ada pengaruhnya dan hipotesa ini ditolak.

1.7 Defenisi Konsep Konsep merupakan istilah dan defenisi yang di gunakan untuk

menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial (Singarimbun, !989: 32) Berdasarkan judul penelitian yang dipilih oleh peneliti, maka yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Gaya kepemimpinan adalah pola atau tingkah laku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba untuk mempengaruhi prilaku orang lain, di mana gaya kepemimpinan yang biasa di gunakan adalah gaya kepemimpinan demokratis, otokratis, dan laissez faire. 2. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan adalah keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat baik secara fisik, mental maupun materi dalam menyusun program-program kegiatan pembangunan demi terciptanya

kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

1.8 Defenisi Operasional Defenisi operasional pada dasarnya adalah petunjuk bagaimana caranya mengukur suatu variabel, sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai pendukung untuk dianalisis ke dalam variabel tersebut. Berikut ini akan diuraikan variabel yang diteliti beserta indikator-indikator yang di pakai sebagai alat pengukurnya.

43

1. Variabel Bebas (Independen Variabel) Gaya Kepemimpinan indikatornya adalah: a. Kepemimpinan Demokratis di ukur dengan: Memberikan bimbingan yang efisien kepada bawahan Memberi kebebasan mengeluarkan pendapat Membuat keputusan bersama dengan anggota kelompok Senang menerima saran dan kritik Mengutamakan kerja sama

b. Kepemimpinan Otokratis di ukur dengan : Kurang mempercayai anggota kelompoknya otoriter Kurang perhatian terhadap anggota kelompoknya Senantiasa membuat keputusan sendiri Kurang toleransi terhadap terhadap kesalahan yang dilakukan anggota kelompok c. Kepemimpinan Laissez Faire diukur dengan: Tidak yakin pada kemampuan sendiri Tidak berani menetapkan tujuan untuk kelompok Tidak berani menanggung resiko Membatasi komunikasi dan hubungan kelompok

2. Variabel Terikat (Dependent Variabel) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan dengan indikator: a. Frekuensi kehadiran dalam rapat yang membicarakan program-program tentang pembangunan.

44

b. Pernah tidaknya mengajukan saran untuk pembangunan desa. c. Frekuensi keterlibatan secara fisik dalam pelaksanaan operasional program pembangunan. d. Intensitas pemberian sumbangan/konstribusi yang bersifat material seperti uang, barang atau bahan.

e. Pernah tidaknya mengadakan evaluasi terhadap program pembangunan.

45

1.9 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan defenisi operasional. BAB II : METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metedologi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika penulisan BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan gambaran umum tentang lokasi penelitian yaitu Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli serdang, yaitu mengenai geografis, demografis, sosial budaya, mata pencaharian dan pemerintahan. BAB IV : PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan identitas responden, distribusi jawaban responden terhadap jawaban gaya kepemimpinan Kepala Desa, jawaban responden terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. BAB V : ANALISA DATA Analisa data berisikan klasifikasi data, pengujian hipotesa, dan koefisien determinan. Kemudian pengaruh gaya kepemimpinan kepala desa terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan serta hubungan antara variabel

bebas/independen (X) dengan variabel terikat/devenden (Y).

46

BAB VI

PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh dari hasil penelitian.

47

You might also like