You are on page 1of 2

Sistemik Lupus Eritematosus Manifestasi klinis Awitan SLE dapat bersifat perlahan-lahan dan tidak jelas atau akut.

Karena alasan inilah, penderita SLE mungkin tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun. Gambaran klinis SLE meliputilebih dari satu sistem tubuh. Sistem muskuloskeletal terlibat dengan gejala artralgia dan artritis (sinovitis) yang merupakan gambaran yang sering ditemukan pada penyakit SLE. Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak merupakan gejala yang sering terdapat dan akan disertai dengan rasa kaku pada pagi hari. Beberapa tipe manifestasi kulit yang berbeda dapat terjadi pada penderita SLE; manifestasi ini mencakup lupus eritematotus kutan subakut (SCLE; subacute cutaneous lupus erythematosus) dan lupus eritematosus diskoid (DLE; discoid lupus erythematosus). Manifestasikulit yang paling dikenal (tetapi frekuensinya kurang dari 50% pasien) adalah lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Gambaran ini mungkin merupakan satu-satunya kelainan kulit pada sebagian kasus lupus eristematosus (diskoid). Pada sebagian pasien, gangguan awal pada kulit dapat menjadi prekursor untuk terjadinya gangguan yang bersifat lebih sistemik. Lesi sering memburuk pada saat eksaserbasi (flares) penyakit sistemik dan dapat dipicu oleh cahaya matahari atau sinar ultraviolet artifisial. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. Ulkus ini terbentuk dimana-mana serta sering dengan eksaserbasi dan mungkin disertai dengan lesi kulit. Perikarditis merupakan manifestasi kardiak yang paling sering ditemukan dan terjadi pada sampai 30% pasien. Kelainan ini mungkin asimtomatik dan sering disertai dengan efusi pleura. Gangguan paru dan pleura terjadi pada 20% hingga 40% pasien; gangguan ini paling sering dimanifestasikan dalam bentuk pleuritis atau efusi pleura. Gambaran neuropsikiatrik yang bervariasi dan frekuen pada SLE kini sudah lebih banyak dikenali. Gambaran ini umumnya diperlihatkan oleh perubahan yang tidak jelas pada pola perilaku atau kemampuan kognitif. Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik. Sering terjadi depresi dan psikosis. Pemeriksann Diagnostik Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, pleuritis, dan perikarditis. Tidak ada satu tes laboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnosis SLE; sebaliknya, pemeriksaan serum akan mengungkapkan anemia yang sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mendukung tetapi tidak memastikan diagnosis. Penatalaksanaan Penanganan SLE mencakup penatalaksanaan penyakit akut dan kronik. Penyakit akut memerlukan intervensi yang ditujukan untuk mengendalikan peningkatan aktivitas penyakit atau eksaserbasi yang dapat meliputi setiap sistem organ. Aktivitas penyakit merupakan gabungan hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium yang mencerminkan inflamasi aktif sekunder akibat SLE. Penatalaksanaan keadaan

yang lebih kronik meliputi pemantauan periodik dan pengenalan berbagai perubahan klinis yang bermakna yang memerlukan penyesuaian terapi. Pendidikan pasien merupakan unsur yang sangat penting. Tujuan terapi mencakup upaya untuk mencegah hilangnya fungsi organ yang progresif, mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit akut, meminimalkan disabilitas yang berhubungan dengan penyakit dan mencegah komplikasi akibat terapi. Penatalaksanaan SLE meliputi pemantauan teratur untuk menilai aktivitas penyakit dan efektivitas terapi. Terapi medikasi untuk SLE dilaksanakan berdasarkan konsep bahwa inflamasi jaringan setempat diantarai oleh respons imun yang berlebihan atau meninggi, yang intensitasnya bisa bervariasi sangat luas dan memerlukan terapi yang berbeda pada saat yang berbeda. Preparat NSAID digunkan untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan kerapkali dipakai bersama kortikosteroid dalam upaya untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan satu-satunya obat yang paling penting yang tersedia untuk pengobatan SLE. Preparat ini digunakan secara topikal untuk mengobati manifestasi kutaneus, secara oral dengan dosis rendah untuk mengatasi aktivitas penyakit yang ringan dan dengan dosis tinggi untuk mengatasi aktivitas penyakit berat. Pemberian bolus IV dianggap sebagai terapi alternatif yang bisa menggantikan terapi oral dosis-tinggi. Obat-obat antimalaria merupakan preparat yang efektif untuk mengatasi gejala kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan dari SLE. Preparat imunosupresan (preparat pengkelat dan analog purin) digunakan karena efeknya pada fungsi imun. Pemakaian obatobat ini dianggap sebagai eksperimen dan umumnya hanya dilakukan bagi pasien dengan bentuk SLE yang serius serta tidak responsif terhadap terapi konservatif.

You might also like