You are on page 1of 40

1

Akidah Kristen:
Dari soal Allah, Yesus Kristus dan Keselamatan
By: Leonardo Winarto


Sudah sekitar dua ribu tahun setelah kenaikan Almasih ke
surga, iman Kristen tetap eksis dan menyebar ke seluruh penjuru
bumi.
1
Jutaan orang telah menjadi martir untuk mempertahankan
iman mereka pada Yesus dari Nazaret yang diyakini sebagai Sang
Mesias yang dinubuatkan dalam kitab Taurat dan para nabi ( Luk
24:44).
2

Begitu kokohnya keyakinan mereka pada pribadi Yesus
Kristus yang menjadi tokoh sentral dalam kekristenan. Kendatipun

1
Istilah Almasih adalah bahasa Arab yang berasal dari kata Ibrani: Ha
Mashiakh, yang artinya diurapi. Konteks awal penggunaan istilah ini terdapat
dalam kitab Taurat yang menunjuk pelantikan orang-orang yang ditetapkan
menjadi imam (Kel 29:7). Dalam perkembangan selanjutnya, ungkapan ini juga
dikenakan pada seseorang yang akan diangkat menjadi raja (1 Sam 9:16). Lebih
luas lagi, ungkapan ini digunakan pada seseorang yang ditetapkan oleh Tuhan
untuk menjalankan tugas tertentu dari Allah. Misalnya raja Koresy yang disebut:
Orang yang Kuurapi/Le-Mishko (Yes 45:1). Konteksnya, Allah menugaskan
Koresy, dalam arti memberi wewenang pada Koresy untuk menyelamatkan bangsa
Israel saat itu.
Namun secara eskatologis, yakni terkait peristiwa penebusan kemanusiaan
yang jatuh dalam dosa (Ar: Hubuth), maka Allah menjanjikan akan hadirnya
Pribadi yang telah ditetapkan/dilantik (Ha Masiakh) untuk membebaskan umatNya
dari dosa (Dan 9:24-26; Mikha 5:1-4; Yes 53: 1-12). Sosok Mesias ini begitu
dinantikan oleh bangsa Israel, meskipun ada bermacam-macam tafsir diantara
bangsa Israel terkait tujuan kedatangan Mesias.

2
Untuk diketahui, orang Yahudi tidak menyebut kitab mereka dengan
nama Perjanjian Lama. TANAKH, singkatan dari Torah/Taurat, Nebiyim/Nabi-
nabi, we Ketubim/Tulisan-tulisan, demikian orang Yahudi menyebut kitab mereka.
Hanya penyebutannya yang berbeda, namun isinya sama dengan kitab Perjanjian
Lama yang kini ada di tangan umat Kristen.
2
masa pelayanan kenabianNya diatas bumi hanya singkat saja, yakni
sekitar tiga setengah tahun, namun dampak pelayananNya bisa
dirasakan sampai hari ini. Tentu ada keistimewaan tersendiri dari
pribadi Yesus Kristus yang membuat pengikutNya rela kehilangan
nyawa demi imannya pada Yesus Kristus.
Keistimewaan tersebut tentu berpusat pada PribadiNya
sendiri. Sebagai tokoh pada jamanNya dan juga sekaligus tokoh
segala jaman, Yesus Kristus telah menarik banyak orang percaya
kepadaNya, sekaligus membuat tokoh-tokoh agama pada masa itu
dan masa kini demikian membenciNya. Kenyataan ini tidak
mengubah kebesaran dan kemulianNya bagi mereka yang percaya
kepadaNya.
Orang-orang Kristen, demikian sebutan yang dikenakan bagi
mereka yang percaya padaNya, sejak kenaikanNya ke surga dan
sampai hari ini, terus-menerus ditantang untuk
mempertanggungjawabkan imannya secara sehat menurut ajaran
Alkitab sendiri.
3
Karena itu, umat Kristen harus benar-benar
memahami imannya dengan baik, terdidik dalam soal-soal pokok
iman (1 Tim 4:6).
Soal-soal pokok iman tersebut meliputi ajaran tentang Allah,
Kristus, penebusan dan Alkitab sebagai wahyu Allah. Bila pokok-
pokok ajaran ini tidak dipahami dengan baik, maka bisa diibaratkan
sebuah bangunan yang tidak memiliki fondasi yang kokoh. Mudah
roboh dan dihancurkan, baik melalui penyesatan dari dalam maupun
dari luar. Kekristenan yang sehat adalah kekristenan yang seimbang
antara aspek pengajaran dan hidup dalam ajaran tersebut. Hanya
menekankan satu aspek saja menyebabkan kehidupan Kristen yang
tidak seimbang, yang pada akhirnya membuat seorang Kristen
menjadi tidak maksimal menjadi saksi Kristus dalam hidup
kesehariannya.


3
Penyebutan orang-orang Kristen (Yun: Christianos), mula-mula
dikenal di Antiokhia-Syria. Artinya adalah Pengikut Kristus (Kis 11:26).
3
I. Keesaan Allah dan Ketritunggalan
1.1. Keesaan Allah Dalam Perjanjian Lama

Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Ilah kita, TUHAN itu Esa!
(Sefer Ha Debarim/Ulangan 6:4)

Ayat diatas adalah pengakuan/syahadat orang Yahudi terkait
soal keesaan Allah. Bagi orang Yahudi, perintah ini dikenal sebagai
hukum yang terutama (Ibrani: Mitzvah Ha Risyonah). Orang Yahudi
juga menyebut ayat ini sebagai Syema. Karena dalam bahasa Ibrani,
ayat diatas diawali dengan kata Syema, yang berarti, dengarlah.
Ibadah-ibadah Yahudi di Sinagoge, juga selalu diawali dengan
kalimat ini.
4
Mereka meletakkan nas Syema ini dalam sebuah kotak
kulit kayu untuk dikenakan di dahi dan pergelangan tangan pada saat
sembahyang (Matius 23:5).
5
Selain itu, mereka juga meletakkannya
dalam sebuah tabung kecil yang disebut Mezuzah, yang kemudian
tabung itu diletakkan pada pintu-pintu rumah mereka untuk
mengingatkan mereka pada Allah.
6
Dengan demikian, sama sekali
tidak mengherankan jika orang Yahudi sangat teguh memegang
keyakinannya tentang keesaan Allah.
Dalam Perjanjian Lama, dosa mempersekutukan Allah adalah
dosa yang sangat besar, yang dalam literatur rabbi-rabi Yahudi
disebut dengan istilah Abodah Zarah/Penyembahan berhala. Di
dalam sepuluh hukum yang diberikan Allah pada Musa, hal keesaan
Allah ditempatkan sebagai hukum yang terutama. Ini berarti,
keyakinan pada keesaan Allah adalah hal yang sangat esensial dalam
pandangan Alkitab.


4
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Markus. Alih
Bahasa: Wenas Kalangit (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal 491

5
Ibid. hal 492

6
Ibid.
4

Keluaran 20:3
Lo Yihye Leka Elohim akherim al panaya.
Artinya:
Jangan ada padamu ilah lain di hadapanKu.

Ayat diatas adalah ketetapan yang tidak bisa dikompromikan
lagi. Ketetapan ini juga termasuk larangan untuk terlibat dalam
segala bentuk okultisme (Imamat 17:7;19:31). Yakni, segala bentuk
praktek penyembahan terhadap jin-jin, jimat, arwah-arwah orang
mati, dan juga sihir.
Meskipun berita firman Allah yang datang pada para nabi
tidak selalu berbicara tentang keesaan Allah, tapi hampir seluruh PL
menegaskan tentang hal itu. Misalnya, hal ini dapat dibaca dalam
Yesaya 44:6


Artinya:
Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN
semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang
terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.

Melalui Nabi Yesaya, Allah menegaskan bahwa diri-Nya
adalah satu-satunya Allah yang kekal. Tidak ada satupun yang dapat
disejajarkan dengan diriNya. Pada masa pelayanan Yesaya, banyak
orang Israel yang jatuh ke dalam penyembahan berhala. Karena itu,
kitab Yesaya sering menekankan tentang keesaan Allah. Bahwa Dia
adalah satu-satunya Pencipta langit dan bumi, dan tidak ada ilah lain
selain Dia.
Dalam perjalanan bangsa Israel selanjutnya, tema-tema
mengenai keesaan Allah ini tetap terus-menerus diulang dalam
pengajaran harian mereka. Karena itu, siapapun yang mempelajari
5
keseluruhan kitab PL, akan dapat menyimpulkan bahwa PL
mengajarkan tentang keesaan Allah. Sehingga bersama dengan kitab-
kitab tersebut, umat Kristen dapat juga menyaksikan bahwa Allah itu
Esa.

1.2. Keesaan Allah Dalam Perjanjian Baru
Sebagaimana diketahui bersama, Perjanjian Baru berisi kitab-
kitab Injil dan tulisan para rasul. Penggunaan istilah Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru, bukan untuk mempertentangkan antara
keduanya. Namun, untuk menekankan mengenai karya Mesias yang
sudah digenapi dalam diri Yesus. Selain itu, Perjanjian Baru juga
menandakan bahwa era keselamatan yang sudah dinubuatkan oleh
para nabi dalam Perjanjian Lama, kini telah digenapi .
Sudah dijelaskan diatas, bahwa Perjanjian Lama menegaskan
tentang keesaan Allah. Lalu, bagaimana dengan Perjanjian Baru
sendiri. Mestinya, sebagai penggenapan dari Perjanjian Lama, maka
Perjanjian Baru juga mengajarkan iman yang sama dengan Perjanjian
Lama tentang keesaan Allah. Hal inilah yang harus disadari oleh
mereka yang mempertanyakan keyakinan Kristen tentang keesaan
Allah. Segala akidah dalam Perjanjian Baru, harus dilihat dari latar
belakang Perjanjian Lama.
Kenyataan ini bisa dibuktikan dari tulisan Injil yang mencatat
penegasan Yesus mengenai keesaan Allah. Suatu ketika, Sayyidina
Isa Almasih pernah ditanya oleh orang Yahudi soal hukum yang
terutama/ Mitzvah Ha Risyonah. Dan Yesus menjawabnya sesuai
dengan apa yang tertulis dalam kitab Taurat.
Markus 12:29
Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang
Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.

Namun harus dicatat, bahwa jawaban Yesus diatas bukan
hendak menjawab pertanyaan mengenai jumlah Allah. Keyakinan
monotheisme Perjanjian Lama yang sudah berakar kuat saat itu, tidak
lagi mempertanyakan soal ada berapa jumlah Allah. Konteks ayat
6
diatas adalah tentang pengakuan kasih kepada Allah, yang harus
diwujudkan dengan kasih terhadap sesama manusia. Tetapi
berbarengan dengan itu, pengakuan akan keesaan Allah ditegaskan
pula.
Rasul Paulus, seorang yang sering dianggap sebagai pencipta
ajaran tritunggal, justru menegaskan tentang keesaan Allah dalam
surat yang ditulisnya.
1 Korintus 8:4
Oudeis Theos heteros ei me eis
Artinya:
tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa."

Menariknya, Alkitab terjemahan bahasa Arab edisi Todays
Arabic Version (TAV), menerjemahkan ayat ini sebagai berikut:
wa an laa ilaha illal-lah al-ahad.
7
Berdasarkan ayat diatas,
terbukti bahwa Paulus juga mengajarkan tentang keesaan Allah.
Apalagi jika kita melihat latar belakang pendidikan Paulus. Dia
dididik langsung oleh Rabbi Gamaliel, seorang Rabbi yang terkenal
pada masa itu.(Kisah rasul 22:3). Jadi, kemurnian ajaran tauhid
(keesaan Allah) yang dimiliki Paulus tidak perlu diragukan lagi.
Selain Paulus, Yakobus juga menyinggung soal keesaan Allah dalam
surat yang ditulisnya pada jemaah Kristen saat itu:
Yakobus 2:19
Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? (anna l-laha
waahid) Itu baik!...

Meskipun konteks ayat diatas hendak membahas soal
keseimbangan antara iman dan perbuatan, tetapi prinsip keesaan juga
ditegaskan di dalamnya. Pengkajian yang mendalam terhadap tulisan

7
Alkitab al-Muqaddas ay Ahd al-Qadim wa al-Ahd al-Jadid (Beirut:
Dar al-Kitab al-Muqaddas fi asy-Syariq al-Ausath, 1996)
7
Perjanjian Baru, akan menghasilkan kesimpulan yang sama dengan
ajaran Perjanjian Lama tentang keesaan Allah.
Jadi sangat jelas bahwa Alkitab mengajarkan dengan tegas
dan pasti soal keesaan Allah. Sehingga tuduhan bahwa kekristenan
tidak meyakini adanya satu Allah, justru tidak sesuai sama sekali
dengan ajaran Alkitab. Perjanjian Lama sebagai dasar dari Perjanjian
Baru, telah menjaga akidah keesaan Allah ini tetap terjaga sampai
saat ini. Ajaran ini telah diteruskan tanpa putus semenjak jaman para
rasul, jaman para bapa gereja sesudah jaman para rasul, dan sampai
pada hari ini.
Dalam gereja mula-mula, prinsip ajaran yang diteruskan
tanpa putus ini sering disebut dengan istilah At-Taqlid al-Muqaddas,
yakni ajaran-ajaran para rasul yang kudus. Dalam bahasa Yunani,
prinsip ini disebut Paradosis. Sebagai contoh dapat kita lihat dalam
tulisan Irenaeus, murid langsung dari Polycarpus, dan Polycarpus
adalah murid langsung dari Rasul Yohanes bin Zabdi:
Karena itu, di tiap-tiap gereja, semua orang yang ingin melihat
kebenaran secara utuh dan jelas dapat merenungkannya dari
ajaran para rasul yang dinyatakan di seluruh dunia. Kami dapat
memberikan daftar dari mereka yang diangkat sebagai uskup oleh
para rasul, demikian pula mereka yang menggantikannya hingga
jaman sekarang ini. Mereka tidak mengajarkan atau tidak pula
mengetahui sedikitpun mengenai ocehan-ocehan sesat yang
diajarkan kaum sesat itu
8


1.3. Misteri Ketritunggalan Allah
Diatas telah dibuktikan, baik dari Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru, bahwa iman Kristen meyakini hal keesaan Allah.
Namun harus dipahami, bahwa keesaan Allah itu mengatasi segala
hukum fisika-matematik. Mengukur Pribadi Allah dengan ukuran
fisika-matematika, tentulah tidak sesuai dengan kebesaran Allah,
yang keberadaanNya mengatasi segala hukum-hukum alam yang

8
Adversus Haereses III.3.1
8
berlaku di dunia ini. Dalam hakekatNya, Allah memang mengatasi
segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Jadi jika kita hendak
berbicara tentang Pribadi Allah, kita harus melihatnya dari sudut
pandang Allah sendiri yang serba tak terbatas (ghayr mahdud).
9

Kenyataan inilah yang harus dipahami terlebih dahulu
sebelum seseorang memasuki pembicaraan tentang Allah dan
kaitannya dengan karyaNya di sepanjang sejarah umatNya.
Membahas soal ketritunggalan, seseorang harus menggunakan
pendekatan metafisik-teologis. Pendekatan hal-hal ruhaniyyah, dan
bukan pendekatan fisika-matematik yang serba dibatasi oleh ruang
dan waktu. Tentu antara dua disiplin keilmuan tersebut tidak perlu
dipertentangkan. Sebab, keduanya memiliki tujuan dan jangkauannya
masing-masing dalam ranah keilmuan.
Suatu ketika, Sayyidina Isa Almasih pernah menjelaskan
tentang hakekat Allah pada seorang wanita Samaria. Allah itu Ruh,
kata Yesus kepada perempuan itu (Yohanes 4:24). Maknanya bukan
sekedar tidak nampak oleh mata jasmani manusia (Yohanes 1:18),
tapi berkaitan langsung dengan hakekat diri Allah. (Arab: Dzat).
10

Kitab Ayub menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada seorangpun
yang mampu memahami hakekat Allah (Ayub 11:7). Allah hanya
dapat dikenal sejauh Dia menyatakan diriNya bagi kita.
Demikian pula mengenai ketritunggalan Allah. Mempelajari
tentang ketritunggalan, baik secara ontologis, maupun dalam
karyaNya di sepanjang sejarah umatNya, harus dipahami secara utuh

9
Al-Qamash abd al-Masih Tsaufilus, Syarhun wa at-Tafsir Qanun al-
Iman (Cairo: Al-Qamash abd al-Masih Tsaufilus, 2007), hal 14

10
Istilah Dzat(arab) dalam bahasa teologis jangan dimaknai sama
seperti pengertian dalam ilmu Kimia mengenai zat padat, zat cair dan gas. Dalam
pengertian filsafat ketuhanan, Dzat, memiliki makna: Esensi, Hakekat,
Keberadaan yang utuh dalam segala aspeknya. Istilah Dzat telah digunakan oleh
teolog-teolog Kristen Arab pada masa sebelum dan sesudah jaman Islam, untuk
merumuskan iman mereka mengenai Allah dan ketritunggalanNya. Lihat: Hans
Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic. Edited by J. Milton Cowan (Beirut-
London: Librairie du Liban and MacDonald & Evans Ltd., 1980), hal.314-315.

9
sesuai dengan Alkitab sebagai sumber ajaran tentangnya. Yang
pertama harus dipahami, ketritunggalan berbeda dengan tritheisme,
dan juga tidak ada sangkut pautnya dengan politheisme.
11
Keyakinan
iman Kristen tentang ketritunggalan Allah berangkat dari kerangka
monotheisme Yahudi yang sangat ketat.
Baba Shenouda III, Paus Gereja Koptik menulis dalam
bukunya Qanun al-Iman bahwa:
-= ''- -- ='- _- --' -''`''- -- '--'
Innana numinu bi ats-tsalutsi al-quddusi, wa maa dalika numinu bi-
!"
Ilahin wahid
Artinya:
Sesungguhnya kami percaya pada Tritunggal Mahakudus,
yang bersamaan dengan itu pada keesaan Allah
Maksudnya, keyakinan pada ketritunggalan adalah keyakinan
pada Allah yang Esa itu. Karena ketritunggalan tidak berkaitan sama
sekali dengan ilah lain. Ia hanya ingin menjelaskan aspek-aspek
keesaan Allah. Jika Allah itu Esa, bagaimanakah keesaan Allah itu
harus dijelaskan dalam konteks sejarah penyelamatan umatNya.
Istilah Tritunggal memang tidak ada di dalam Alkitab.
13

Meskipun demikian, bukan berarti ajaran ini hasil ciptaan manusia.

11
Tritheisme, keyakinan terhadap adanya tiga Ilah. Politheisme,
keyakinan ada banyak ilah. Iman Kristen tidak meyakini keduanya. Bagi iman
Kristen, hanya ada satu Allah saja/monotheisme (Ulangan 6:4; 1 Korintus 8:4).

12
Baba Shenouda III, Qanun al-Iman (Cairo: al-kulliyat al-ikliriyyat,t.t),
hal. 12

13
Umat Islam dapat membandingkan perumusan iman soal Tritunggal ini
dengan perumusan mengenai Sifat dan Dzat Allah dalam ilmu Kalam Islam. Dalam
Al-Quran, tidak dikenal perumusan-perumusan yang terdapat dalam Ilmu Kalam.
Seperti missal, al-sifat laysa al-Dzat wa laa hiya ghairuha. Tentu perumusan
seperti ini tidak terdapat dalam Al-Quran. Namun, para Ulama merumuskan dalil
tersebut berdasarkan apa yang tersirat dalam Al-Quran mengenai sifat dan Dzat
Allah. Demikian juga Gereja yang sudah ada hampir seribu tahun sebelum para
Ulama Ilmu Kalam merumuskan dalil tentang kekadiman Sifat Allah dalam Dzat,
10
Perumusan bapa gereja tentang ketritunggalan Allah adalah hasil
refleksi iman terhadap teks-teks Alkitab sendiri.
Seringkali pada kenyataannya, pengalaman iman seseorang
bersama Tuhan itu mendahului perumusan iman mereka tentang Dia.
Dan Alkitab berulangkali mencatat, bahwa perjumpaan pribadi
mereka dengan Allah, itu mengawali segala perumusan/pengakuan
iman mereka tentang Dia (Keluaran 6:2-3; Kejadian 22:14). Selain
itu, hal ini juga terkait dengan cara Allah menyatakan diri pada
umatNya, yang dikerjakanNya secara progresif. Dalam literatur kuno
yang ditulis oleh para rabbi-rabbi Yahudi, disebutkan juga bahwa
Mesias akan menyingkapkan rahasia Pribadi Allah. Dan memang,
keyakinan ini sudah umum diketahui oleh orang Yahudi pada masa
pelayanan Yesus di dunia (Yohanes 4:25).
Berdasarkan teks-teks kitab suci, yakni Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, murid-murid para rasul merumuskan akidah
ketritunggalan Allah dalam konteks tantangan yang dihadapi gereja
saat itu untuk merefleksikan imannya dalam menghadapi ajaran-
ajaran sesat dan filsafat Yunani kuno. Tanpa melihat konteks
pergumulan gereja saat itu, kita akan sulit memahami perumusan-
perumusan iman tersebut, seperti yang kemudian ditegaskan lebih
sistematis dalam konsili-konsili gereja.
Allah itu Esa, yang disebut Bapa (1 Korintus 8:4,6), yang di
dalam DzatNya/HakekatNya berdiam secara kekal Firman (Yohanes
8:42) dan RuhNya/Hayat Allah (Yohanes 15:26; 1 Korintus 2:11).
Jadi jelas bahwa ungkapan Tritunggal hanya berbicara tentang
Pribadi Allah sendiri. Secara esensial, Firman Allah/Kalimatullah
dan Ruh Allah/Hayat Allah, bukanlah keberadaan lain selain Allah.
Firman dan RuhNya adalah satu Hakekat di dalam diri Allah. Hal ini
dapat diumpakan dengan pikiran dan ruh manusia yang satu di dalam

telah terlebih dahulu menetapkan dalil-dalil iman berdasarkan Alkitab. Istilah-
istilah Dzat, Sifat, yang digunakan para Ulama Kalam Islam telah terlebih dahulu
digunakan para teolog gereja untuk merumuskan akidah iman Kristen alkitabiah.
Mengenai kajian ilmu kalam dan aliran-alirannya dalam Islam lihat:
K.H.Siradjuddin Abbas, Itiqad Ahlussunnah Wal Jamaah ( Jakarta: Penerbit
Pustaka Tarbiyah, 2006)
11
wujudnya. Meskipun tidak persis sama, karena hakekat manusia
yang terbatas, tetapi dapat kita berikan perbandingan untuk
memudahkan pemahaman kita.
Selanjutnya, di dalam bahasa kasih Alkitab, antara Allah,
Firman dan RuhNya itu dikiaskan dengan sebutan Bapa, Putra, dan
Ruh Kudus.
14
Penggunaan istilah Bapa dan Putra tidak sama sekali
menandakan relasi biologis. Istilah tersebut harus dilihat dalam
keseluruhan berita Alkitab. Kalaupun seandainya tidak mau disebut
Bapa dan Putra, sebut saja Allah dan FirmanNya, itu sama saja.
Karena, yang hendak ditunjuk oleh istilah Anak dalam
ketritunggalan adalah kiasan untuk Firman yang menjadi manusia.
Firman itu disebut Anak, untuk menggambarkan kesatuan antara
Allah dan FirmanNya.
al-wahiid al-ladzii huwa min thabiiatil-lahi wa min
jauharihi wa min lahuutihi huwa Rabbuna Yasuu al-
Masih.
15

Artinya:

14
Sebutan Bapa untuk Allah di dalam Alkitab, bukan berarti Allah itu
berjenis kelamin laki-laki. Sebutan itu hanya untuk menggambarkan karakter Allah
bagaikan seorang Bapa yang melindungi, menjaga dan mendidik anak-anakNya.
Namun, Allah dalam hakekatNya tidak dibatasi oleh gender apapun. Di dalam Al-
Quran, kata ganti diri untuk Allah digunakan kata ganti diri laki-laki. Misalnya
dalam Q.s. 112 Al-Ikhlas: 1

Qul huwa allahu ahad
Artinya:
Katakanlah: Dialah/huwa Allah yang maha esa

Kata ganti huwa, adalah kata ganti untuk orang ketiga tunggal laki-laki. Sejajar
dengan kata He dalam bahasa Inggris. Dengan sekedar melihat teks Quran
diatas, apakah dapat disimpulkan bahwa Allah itu seorang laki-laki? Tentu ini
bukan urusan kita untuk mencampuri urusan tafsir intern umat Islam. Contoh diatas
ditampilkan untuk sekedar memberikan contoh dalam Islam.

15
Baba Shenouda. Op.Cit.,hal 37.
12
Dialah (Firman Allah) yang berasal dari Tabiat Allah, dan dari
Esensi Allah, dan dari Hakekat IlahiNya. Dia adalah Tuhan kita
Yesus Kristus.

Anak, kiasan Alkitabiah untuk Firman yang menjadi manusia,
adalah satu Esensi dengan Bapa (Allah). Justru dengan menegaskan
kesatuan Esensi antara Allah dan FirmanNya, maka keesaan Allah
(Arab:Tauhid) tetap dijaga dengan baik. Dalam Perjanjian Lama,
Allah selalu menyatakan diriNya melalui Firman dan RuhNya.
Misalnya, pada saat penciptaan langit dan bumi, dinyatakan bahwa
Allah menciptakan segala sesuatu melalui FirmanNya, dan memberi
kehidupan melalui RuhNya (Kejadian 1:1-3). Namun pada zaman
akhir, seperti yang tertulis dalam surat Ibrani, Sang Firman menjadi
manusia, dan peristiwa itu adalah puncak penyataan diri Allah.
Artinya, penyataan diri Allah itu menjadi sempurna melalui
kedatangan Kristus sesuai dengan nubuatan kitab suci.
Ibrani 1:1-2
Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam
pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan
perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah
berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah
Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh
Dia Allah telah menjadikan alam semesta.

Ayat diatas menjelaskan bahwa Firman, yang bergelar Sang
Anak, adalah manifestasi Allah dalam wujud manusia (tajassud). Hal
ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Injil Yohanes
1:18:
Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak
Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang
menyatakan-Nya.

Sebagai penyataan diri Allah, Sang Anak menghadirkan
Pribadi Allah agar dikenal oleh manusia. Lebih jauh akan dijelaskan
13
mengenai makna gelar Firman Allah bagi Yesus. Harus ditegaskan
pula, bahwa ketritunggalan sama sekali tidak berkaitan dengan tubuh
kemanusian Yesus. Walaupun antara keilahian dan kemanusianNya
menjadi satu tanpa percampuran pada saat inkarnasiNya (Arab:
Tajassud), namun yang dimaksud dengan Allah Tritunggal adalah
menunjuk hakekat Yesus sebagai Firman Allah.
Yang terakhir harus ditekankan lagi, bahwa sebutan Allah,
Firman, RuhNya itu tidak menunjuk kepada tiga keberadaan yang
terpisah-pisah seperti dewa-dewa Yunani kuno. Seperti telah
dijelaskan diatas, Alkitab menyatakan bahwa hanya ada satu sumber
keilahian yaitu Allah (Bapa). Di dalam Wujud Bapa yang esa itu,
berdiam secara kekal (qadim wa azali) Firman/Akal pikiran Allah
dan Ruh Allah/Hidup Allah. Dengan demikian, sangat jelas bahwa
akidah Kristen tentang ketritunggalan Allah sama sekali tidak ada
kaitannya dengan ilah lain selain Allah. Fakta ini juga diakui oleh
Prof. K.H. Taib Thahir Abdul Muin, yang menulis dalam bukunya
yang berjudul Ilmu Kalam:
Sebab itu Wujudlah sebab jauhar (pokok atau asal), dan itulah
Dzat yang Maha Esa pada hakekatNya. Adapun Ilmu dan Hayat
keduanya sifat Wujud belaka. Dengan begini tidaklah membawa
kepada berbilangnya Tuhan dalam hakikatnya. Berdasarkan
keterangan diatas, maka Allah, Kalimatullah dan Ruh Al-Qudus,
lafadz dan ibarat itu yang terdapat dalam Injil tidaklah berarti
menunjukkan kepada Dzat yang tiga pada hakekatNya.
16


I.4. Yesus Kristus Anak Allah: Allah Memang Tidak Beranak
dan Diperanakkan
Sebutan Anak Allah bagi Yesus, seringkali disalahpahami
oleh umat Islam. Seolah-olah dengan ungkapan tersebut, umat
Kristen dianggap meyakini bahwa Yesus adalah anak Allah secara
biologis. Kesalahpahaman ini wajar dalam dunia teologis. Karena itu,

16
Prof. K.H.M. Taib Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam (Djakarta:
Penerbut Widjaja, 1966) hal.52-53. Seperti dikutip dalam: Bambang Noorsena,
Dialog Islam-Kristen Arab tentang Keesaan Allah (Malang: ISCS, 1999), hal 23.
14
dialog teologis yang bersifat akademis, dan dilakukan dalam suasana
saling berbagi, mutlak diperlukan. Meskipun diatas sudah dijelaskan,
tetapi dalam konteks dialog Kristen-Islam, soal sebutan Anak
Allah ini perlu diperdalam lagi.
Apakah makna Yesus disebut Anak Allah? Benarkah
Alkitab mengajarkan bahwa Yesus adalah anak Allah secara
biologis? Jawaban yang Alkitabiah atas pertanyaan ini sangat penting
untuk diberikan. Sebelum menjelaskan hal ini, berikut saya kutipkan
pernyataan dari Mahmoud Ayyoub, Seorang Profesor Studi Islam di
Temple University, Philadelphia, USA:
Apalagi, sebagian besar ayat-ayat ini ditujukan, menurut sebagian
besar Mufassir, kepada orang-orang Arab Mekkah yang mengklaim
bahwa dewi-dewi mereka, al-Lat, al-Uzza, dan Manat adalah
anak-anak Tuhan dan begitu pula dengan malaikat. Jadi, orang-
orang Yahudi dan Kristen sering terkena getahnya
17

Menurut Ayyoub, seperti yang dapat anda baca dalam kutipan diatas,
ayat-ayat dalam Al-Quran tidak dapat digunakan untuk menuduh
keyakinan Kristen mengenai gelar Anak Allah bagi Yesus.
Pernyataan Ayyoub tersebut harus diaminkan oleh seluruh umat
Kristen. Karena, tidak ada seorangpun umat Kristen di dunia ini yang
meyakini bahwa Yesus adalah anak Allah secara biologis. Keyakinan
primitif mengenai dewa-dewi yang beranak pinak di jazirah arab
kuno, sama sekali asing dalam Alkitab.
Dan harus diketahui, istilah Anak Allah di dalam Alkitab
memiliki banyak pengertian sesuai konteksnya. Alkitab mencatat,
bahwa istilah anak Allah juga bisa bermakna makhluk surgawi
seperti malaikat (Kejadian 6:1-4; Ayub 1:6). Yang kedua, istilah
anak Allah juga bermakna kiasan untuk bangsa Israel (Ulangan
32:5). Namun, istilah ini juga diterapkan kepada pengikut Kristus,
yang telah diadopsi menjadi anak-anak Allah karena iman pada

17
Mahmoud Musthafa Ayyoub, Mengurai Konflik Muslim-Kristen dalam
Persepektif Islam (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2001), hal. 51.


15
Kristus (Yohanes 1:12; Roma 8;14). Selain itu, istilah ini juga dapat
diterapkan pada seorang raja yang dipilih Tuhan (2 Samuel 7:14).
Lalu, bagaimanakah kaitan penggunaan gelar ini bagi Yesus
sendiri? Yang pertama harus dipahami, bahwa gelar Anak Allah
bagi Yesus tidak bermakna fisik seperti yang sering disalahpahami.
Meskipun Al-Quran juga pernah menyinggung sebutan putera Allah
bagi Yesus, tetapi harus ditekankan, bahwa iman Kristen
menolaknya jika diartikan secara biologis.
Q.s. al-Taubah 9:30
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-
orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah
itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka,
bagaimana mereka sampai berpaling?
18

Terlepas dari sangkaan Quran diatas, umat Kristen sepanjang
jaman tidak pernah meyakini bahwa Yesus adalah anak Allah secara
biologis. Sebutan Anak Allah bagi Yesus adalah sebuah kias
Alkitabiah yang menunjuk pada hakekatNya sebagai Kalimatullah
(Yohanes 1:14-18). Dalam tafsir-tafsir Yahudi pra Kristen, Mesias
juga dikenal sebagai Anak Allah.
19
Namun, pengertian Anak
Allah dalam tafsir-tafsir tersebut jauh dari makna ke-anakan-
biologis. Gelar Mesias sebagai Anak Allah telah dikenal baik oleh
orang Yahudi sendiri. Hal ini dapat dilihat dari pengakuan Petrus
terhadap ke-Mesiasan Yesus dalam Matius 16:16
Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah
yang hidup!"

18
Pandangan orang Yahudi bahwa Ezra adalah anak Allah tidak terdapat
dalam Alkitab. Namun, ada kemungkinan keyakinan itu terdapat dalam
kepercayaan yahudi di jazirah arab yang sudah bercampur dengan ajaran-ajaran
politheisme di Mekkah. Kajian lebih lanjut soal ini lihat dalam : Gordon D.
Newby, A History of The Jews of Arabia (USA: University of South Carolina
Press, 1988) 59-61

19
Alfred Edeirshem, The Life and Times of Jesus the Messiah (New York:
Hendrickson Publishers, 2009), hal 987
16

Pengakuan Petrus tentang gelar Anak Allah bagi Sang
Mesias, membuktikan tidak asingnya gelar tersebut pada masa itu.
Gelar tersebut juga ingin mengkiaskan pernyataan Allah dalam
Kristus. Allah yang tidak nampak, menjadi nampak melalui Kristus.
Almash (Ibnullah al-hayy), fa huwa Allahu al-Zhhiru f al-
Jasad. Huwa Allah lam yakun manzhrn f al-ahd al-qadm, wa
shra manzhrn f al-ahd al-Jadd f al-Mash.
20

Sebutan Anak Allah bagi Yesus, hendak menunjukkan
kesatuan Dzat/Esensi antara Sang Firman dan Sang Bapa. Gelar
tersebut juga hendak menegaskan bahwa Dialah yang menyatakan
Pribadi Allah. Karena itu, sebutan Bapa dan Putra tidak sama sekali
berkonotasi biologis. Hal itu hanya bahasa kiasan Alkitabiah, yang
menunjukkan hubungan khusus antara Allah dan Sang Firman, dalam
kaitannya dengan inkarnasi (Arab: Tajassud).
Lagipula menurut kebahasaan, istilah anak tidaklah harus
bermakna fisik atau biologis. Misalnya sebutan anak jalanan, tentu
frase tersebut sama sekali tidak memiliki makna biologis. Demikian
pula dengan istilah anak kunci. Tidak ada seorangpun yang waras
pikirannya, lalu memaknai ungkapan diatas secara harafiah. Karena
itu, umat Kristen harus mampu menjelaskan tentang hal ini dengan
benar dan jelas. Terutama kepada mereka yang cenderung memaknai
istilah Anak Allah secara biologis.

I.5. Yesus Kristus adalah Tu(h)an: Memahami Gelar
Ketu(h)anan Yesus
Harus diakui, sebutan Tu(h)an Yesus seringkali
menimbulkan kesalahpahaman dalam dialog teologis Kristen-Islam.
Secara umum, umat Islam menganggap sebutan Tu(h)an bagi
Yesus sebagai kesyirikan.
21
Seolah dilupakan, bahwa iman Kristen

20
Anba Yuanis, Aqidat al-Masihiyyin fi al-Masih (kairo: Mathraniyat al-
Aqbath al-urtsudzuks bi al-Ghurubiyyat, 1980), hal. 34
21
Syirik adalah dosa mempersekutukan Allah dengan ilah-ilah yang lain.
Di dalam Islam, dosa syirik adalah dosa yang sangat besar.
17
muncul dari latar belakang monotheisme Perjanjian Lama yang
sangat keras. Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa perintah Allah
yang pertama dalam kitab Taurat adalah larangan untuk menyembah
ilah lain disamping Allah. Lalu, apakah makna penghayatan khas
iman Kristen tentang Yesus Kristus tersebut. Dan, apakah
penyebutan Tu(h)an bagi Yesus itu berarti menjadikanNya sebagai
ilah lain selain Allah. Pertanyaan ini perlu dijawab sewajarnya sesuai
dengan keyakinan kekristenan.
Untuk menjawab hal ini, pertama-tama harus dijelaskan
terlebih dahulu makna sebutan tersebut dalam iman Kristen. Pada
umumnya, iman Kristen cukup membedakan antara kata Allah dan
kata Tu(h)an. Kata Allah (Ibrani: Ha Elohim) berasal dari kata
al-Ilah yang berarti Ilah/sembahan yang itu. Kata Al pada kata
Allah adalah definite-article, yang menunjukkan kekhususannya.
Dalam lingkungan Kristen Arab, kata Allah adalah sebutan bagi Ilah
(sembahan) yang menciptakan segala yang ada (Allah, hadza ism al-
Ilah khalaqa jamial kainat).
22

Sedangkan kata Tu(h)an menunjuk gelar kepenguasaan Allah atas
segala sesuatu. Di dalam bahasa Ibrani adalah Adonay. Dan di
dalam bahasa Yunani adalah Kyrios. Di dalam bahasa sehari-hari,
kedua kata tersebut tidak hanya digunakan untuk Allah saja, tetapi

Q.s. Luqman 31:13


Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar".

22
Buthros Abd al-Malik, Qamus al-Kitab al-Muqaddas (Beirut: Jami al-
Kanais fi al-Syariq al-Adniy, 1981), hal.107

18
juga bisa untuk gelar kebangsawanan. Para Kaisar Romawi sendiri
juga digelari dengan Kyrios. Di dalam dunia kita saat ini, kita bisa
melihat perbandingannya di dalam bahasa Inggris. Kata Lord bisa
digunakan sebagai gelar kepenguasaan untuk Allah, tetapi juga bisa
untuk Lord Charles, sebuah gelar kebangsawanan. Makna sebutan
Tu(h)an bagi Yesus dapat dibandingkan dengan gelar
kebangsawanan tersebut. Meskipun maknanya lebih luas dari gelar
kebangsawanan yang ada di dunia ini.
Yang pasti harus ditegaskan, bahwa penyebutan Tu(h)an
Yesus tidak hendak menjadikan Yesus sebagai ilah/sembahan lain
selain Allah. Latar belakang monothesime Yahudi dari iman Kristen,
telah secara otomatis memagari iman Kristen dari segala bentuk
kemusyrikan. Latar belakang sebutan Tu(h)an bagi Yesus harus
dilacak dari penghayatan Perjanjian Lama tentang Mesias yang akan
datang. Usaha untuk mengaitkannya dengan dunia Yunani akan
menjadi sia-sia belaka.
Perjanjian Lama adalah dasar untuk mengerti segala ajaran
kekristenan. Allah telah memakai nabi-nabi untuk menubuatkan
tentang kedatangan Mesias/Yang Diurapi. Bagi iman Kristen, Yesus
adalah Mesias yang dijanjikan Allah melalui nubuat para nabi dalam
Perjanjian Lama. Karena itu, segala gelar mesianik dalam Perjanjian
Lama tanpa ragu-ragu diterapkan untuk Yesus sendiri. Salah satu
gelar Mesias dalam Perjanjian Lama adalah Tu(h)an. Hal ini dapat
dilihat dalam:
Mazmur 110:1
Neum Yhwh Ladoniy, Syev li-miniy
Artinya:
Firman TUHAN (Yhwh) kepada Tuanku (Adonay), duduklah di
sebelah kananKu.

Ayat diatas dipahami sebagai berita nubuatan tentang Sang
Mesias yang dijanjikan. Sebelum kedatangan Yesus, para rabbi
Yahudi sudah memahami bahwa ayat tersebut berbicara tentang
19
Mesias. Misalnya, Rabbi Yodan yang mengajar atas nama Rabbi
Ahan bar Haninan mengatakan, bahwa Yahwe akan memanggil
Mesias sebagai Tu(h)an/Adonay dan menempatkanNya di sebelah
kananNya.
23

Pemahaman inilah yang menjadi latar belakang kotbah Petrus dalam
Kisah Rasul 2:36
Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah
telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan
Kristus."
Bandingkan dengan tulisan rasul Paulus dalam Filipi 2:10-11
supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit
dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi
kemuliaan Allah, Bapa!

Dalam kotbahnya tersebut, Petrus mengatakan bahwa Allah
yang menjadikan Yesus sebagai Adonay/Tu(h)an dan
Kristus/Mesias. Jadi, Yesus adalah Tu(h)an bukan dalam makna ilah
lain disamping Allah. Justru menurut pengharapan mesianik dalam
Perjanjian Lama, Yesus adalah Tu(h)an bagi kemulian Allah.
Nubuatan tentang ketu(h)anan Sang Mesias ini juga berasal dari
nubuatan yang terdapat kitab Daniel 7:13-14. Ayat tersebut berbicara
tentang tokoh akhir zaman, yang telah ditetapkan Allah untuk
memegang kekuasaan atas segala bangsa. Meminjam istilah
Bambang Noorsena, Yesus bi-idzinillah (dengan izin Allah) bergelar
Lord (Arab: Rabb) dan Mesias (Arab: Almasih).
Pada masa pelayananNya di dunia, Yesus juga pernah menyinggung
nubuatan dalam Mazmur 110:1 ini. Hal ini dapat kita lihat dalam
Matius 22: 43-44
Kata-Nya kepada mereka: "Jika demikian, bagaimanakah Daud
oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata:

23
Risto Santala, The Messiah in the Old Testament in the Light of
Rabbinical Writings (Jerusalem: Karen Ahvah Meshihit, 1992).

20
Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-
Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu.

Ayat diatas membuktikan, bahwa gelar Mesias sebagai
Adonay/Tu(h)an sudah tidak asing pada masa itu. Dan memang,
seperti yang sudah disinggung diatas, para rabbi sebelum jaman
pelayanan Kristus juga sudah memahami fakta ini. Dalam konteks
inilah, Yesus mengatakan dalam Injil Matius 28:18, bahwa diriNya
memegang segala kuasa di surga dan di bumi. Sabda Yesus ini jelas
dilatarbelakangi oleh nubuatan Mesianik dalam Perjanjian Lama.
Namun harus dicatat, bahwa penisbahan gelar Tu(h)an bagi
Yesus itu menunjuk pada aspek kemanusianNya. Untuk memahami
tentang hal ini, tentu harus memahami keseluruhan berita PL
mengenai rencana keselamatan Allah. Topik tentang hal ini akan
dibahas pada pembahasan yang berbeda. Namun pada intinya, gelar
ketu(h)anan Yesus dalam iman Kristen tidak hendak mengadakan
ilah lain selain Allah. Pemahaman yang benar terhadap teks-teks
Perjanjian Lama, akan menghasilkan pengertian yang benar tentang
hal ini.
Selain itu, harus diperhatikan bahwa antara gelar keilahian
dan ketu(h)anan Yesus dapat dibedakan dengan jelas. KeilahianNya
menunjuk hakekatNya sebagai Firman Allah/Memra Alaha yang
adalah Allah sendiri. Sedangkan gelar ketu(h)anan Yesus menunjuk
jabatanNya sebagai Mesias. Sehingga dapat ditegaskan, bahwa
tuduhan syirik teradap kekristenan sama sekali tidak benar. Justru
telah dibuktikan diatas tentang latar belakang sebutan Tu(h)an bagi
Yesus. Lagipula, Mesias tersebut adalah pernyataan diri Allah
sendiri. Jadi, penisbahan gelar ketu(h)anan ini masih tetap dalam
ruang lingkup keesaan Allah sendiri.
Yang terakhir, berkaitan dengan ungkapan duduk disebelah
kanan Allah. Apakah maknanya jika dikatakan bahwa Yesus
duduk/berdiri disebelah kanan Allah (Matius 26:64; Kisah Rasul
7:56; Ibrani1:3). Ungkapan tersebut berkaitan dengan makna gelar
ketu(h)anan Mesias dalam kitab Mazmur 110:1. Latar belakang
historis ungkapan tersebut, berasal dari konteks pelantikan raja-raja
21
dinasti Daud. Pada jaman dahulu, singgasana istana raja Salomo
bersambung ke bagian selatan Ruang Maha Kudus, tempat simbolis
kehadiran Allah. Jika orang Yahudi sedang berdoa di Bait Al-
Maqdis, mereka berdoa dengan muka menghadap ke timur, lambang
keberadaan firdaus (Kejadian 2:8). Jadi, ketika orang Yahudi berdoa
di Bait Allah dengan menghadap timur, maka otomatis singgasana
raja Sulaiman terletak di sebelah selatan, yakni di sebelah kanan Bait
Allah. Bait Allah sendiri adalah perlambang kehadiran Allah. Lalu
apa maknanya? Raja-raja Israel, sebelum menjadi raja, selalu
diurapi/dilantik terlebih dahulu (Ibrani:Masyiakh). Sepanjang
sejarahnya, raja-raja Israel ini selalu mengalami jatuh bangun akibat
ketidaktaatan kepada Allah. Padahal, Allah berjanji bahwa dinasti
kerajaan Daud akan menjadi kerajaan yang kokoh. Memenuhi
pengharapan Mesianik tersebut, maka Yesuslah sebagai satu-satunya
Mesias/Yang diurapi. Yesus adalah pemegang kedaulatan selama-
lamanya sebagai Mesias.

II. Sejarah dan Makna Penyaliban Yesus
2.1. Sejarah Penyaliban Yesus
Penyaliban Kristus (Arab: Almasih) adalah akidah Kristen
yang paling mendasar. Bahkan penyaliban juga bisa disebut sebagai
jantung iman Kristen. Tanpa peristiwa penyaliban, iman Kristen akan
kehilangan keunikannya, dan membuatnya tak jauh berbeda dari
sistem kepercayaan lain (baca: Agama) yang ada di dunia ini. Kitab
suci juga menyatakan, bahwa salib adalah pusat pemberitaan gereja
semenjak kenaikan Kristus (1 Kor 1:23). Tentu yang dimaksud
bukan kayu salib, tetapi peristiwanya yang begitu esensial karena
berkaitan langsung dengan penebusan.
Salib yang dahulu menjadi simbol kehinaan, kini telah menjadi
simbol kemuliaan. Dan memang pada masa itu, penyaliban adalah
hukuman yang sangat hina. Hukuman itu hanya diberlakukan
terhadap budak-budak dan para penjahat. Keluarga dan orang yang
tersalib akan selamanya menanggung aib karena hukuman tersebut.
22
Namun semenjak penyaliban Kristus, salib telah berubah menjadi
simbol kemuliaan dan kemenangan bagi umat Kristen.
Harus ditegaskan, bahwa penyaliban Kristus adalah sebuah
peristiwa sejarah yang sungguh terjadi. Jika penyaliban hanya sebuah
keyakinan yang tidak didasarkan pada fakta historis, maka sia-sialah
keyakinan iman Kristen. Dan memang, soal historisitas penyaliban
ini sangat diutamakan dalam pewartaan gereja purba. Berulang kali
dinyatakan dalam kotbah para rasul, bahwa orang Yahudi sendiri
adalah saksi bahwa Yesus memang disalibkan (Kis 2:36; 4:10;1 Kor
2:8). Dengan pernyataan tersebut, para rasul menantang siapa saja
untuk menguji kesejarahan penyaliban Kristus. Selain itu, kitab Injil
sendiri menyatakan dengan jelas bahwa Yesus memang disalibkan.
Namun saat ini, ada sebagian kelompok yang meragukan historisitas
peristiwa tersebut. Menurut mereka, Yesus tidak benar-benar disalib,
tetapi ada orang lain yang menggantikanNya. Sedangkan kelompok
lain, yakni Ahmadiyah, meyakini bahwa Yesus memang disalib
tetapi tidak wafat, melainkan hanya pingsan saja diatas kayu salib
(swoon theory). Dan setelah penyalibanNya tersebut, Yesus menjadi
sadar kembali dan pergi dari tanah Israel.
Melihat macam-macam pandangan ini, bagaimanakah umat
Kristen harus bersikap? Sudah disinggung diatas, bahwa semenjak
awal sejarahnya, gereja menantang siapapun untuk menguji
historisitas penyaliban. Dalam aspek kebebasan berpendapat, umat
Kristen menghormati macam-macam pandangan orang di luar iman
Kristen. Silahkan! Setiap orang berhak menyatakan apa yang
diyakininya. Namun dalam sudut pandang studi kesejarahan kritis,
macam-macam pandangan tersebut haruslah diuji.
Nah, tulisan ini memang hendak menyoroti penyaliban
Kristus dari sudut pandang kesejarahan kritis. Karena itu, bukti
berupa data-data historis sejaman akan lebih diutamakan daripada
sekedar keyakinan seseorang, yang seringkali tidak berangkat dari
fakta historis yang bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, pembaca
bisa menguji sendiri sumber-sumber yang dicantumkan dalam tulisan
23
ini. Sehingga kita benar-benar berbicara sesuai fakta yang ada,
ketimbang sekedar berteriak lantang tanpa bukti.
2.1.1. Memeriksa Bukti Historis Penyaliban Yesus
Iman Kristen mendasarkan keyakinannya tentang Kristus
berdasarkan Alkitab sendiri. Karena itu, pelacakan historis tentang
penyaliban harus diawali dari teks-teks Alkitab sendiri, yakni kitab
Injil. Seperti diketahui, keempat kitab Injil ditulis berdasarkan
kesaksian historis tentang Kristus, yang meliputi tindakan dan sabda-
sabdaNya sepanjang pelayananNya pada saat
inkarnasiNya/penjelmaan (Arab: Tajassud).
Studi kesejarahan kritis yang telah diterapkan atas tulisan-
tulisan Injil, membuktikan bahwa kitab Injil adalah benar-benar
laporan historis tentang Yesus. Injil bukanlah sekedar refleksi iman
tentang Yesus, seperti yang diyakini oleh kelompok Yesus Seminar.
24


24
Jesus Seminar adalah nama sebuah gerakan yang muncul di Amerika
Serikat di akhir abad 20. Gerakan yang diketuai oleh Robert W. Funk dan John
Dominic Crossan ini berusaha membagi tokoh Yesus menjadi dua realitas. Yang
pertama, mereka menyebutnya sebagai Yesus iman. Dan yang kedua adalah Yesus
sejarah. Yesus iman adalah Yesus yang melakukan macam-macam mukjijat. Yang
menurut para penggagas Yesus Seminar, sebenarnya kisah mukjijat itu adalah
ciptaan dari umat Kristen perdana untuk menokohkan Yesus. Sedangkan Yesus
sejarah adalah tokoh Yesus yang manusiawi, dan Yesus hanya diyakini sebagai
penggerak reformis agama. Keyakinan mereka ini membawa konsekuensi terhadap
tulisan-tulisan Injil. Sehingga catatan-catatan Injil yang memuat kisah mukjijat, itu
dianggap bukanlah sebuah kenyataan sejarah. Karena itu, kelompok ini mulai
membagi-bagi tulisan Injil dalam beberapa kategori. Teori-teori mereka sungguh
sangat lemah, karena didasarkan atas asumsi mereka terhadap tidak mungkinnya
hal-hal adi-kodrati. Gerakan rasionalisme ini sama sekali telah ketinggalan jaman.
Namun yang menarik, kelompok polemikus Islam di tanah air malah mengagung-
agungkan gerakan ini. Sebutlah nama semacam: Irena Handoo, Sanihu Munir,
Insan Mokoginta, dll. Dalam tulisan-tulisannya, mereka begitu bersemangat
menerima ide-ide kelompok Yesus Seminar, yang dianggap mendukung keyakinan
mereka. Padahal jika mereka mau fair, bukan hanya tulisan-tulisan Injil yang harus
direvisi karena dianggap tidak sesuai fakta. Namun juga kisah Al-Quran tentang
Isa. Karena, Al-Quran sendiri banyak mengisahkan mukjijat-mukjijat Yesus.
Disini kita bisa melihat, bahwa kelompok polemikus memang seringkali tidak
obyektif dalam mengkritisi keyakinan kelompok yang berbeda dengan dirinya.
24
Misalnya, Lukas menegaskan di awal pendahuluan Injil yang
ditulisnya, bahwa ia menulis berdasarkan kenyataan yang ada tentang
Yesus.
25

Lukas 1:1-4
Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun
suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara
kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari
semula adalah saksi mata dan pelayan Firman.
Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan
seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk
membukukannya dengan teratur bagimu supaya engkau dapat
mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu
sungguh benar.


Catatan saya ini bukan hanya untuk kelompok polemikus Islam saja, namun juga
polemikus Kristen. Untuk kajian kesejarahan mengenai kitab-kitab Injil, lihat:
Richard Bauckham, Jesus and the Eyewitnesses (Grandrapids: William B.
Eerdmans Publishing, 2006).

25
Meskipun Lukas tidak termasuk dalam kelompok dua belas rasul,
namun ia adalah rekan sepelayanan Paulus. Selain itu., ia juga dikenal baik oleh
para rasul sendiri. Dan lagi, kesaksian soal kepenulisan Lukas dari para bapa gereja
mula-mula sangatlah melimpah. Antara lain dapat kita lihat dalam tulisan Irenaeus,
Clement dari Alexandria, Tertullian, dan juga Eusebius. Di bawah ini adalah salah
satu contoh kesaksian dari Eusebius, seorang sejarawan gereja mula-mula, tentang
kepenulisan Lukas:
Amma Luqa, alladzi kana min abawiyyin anthakiyyin, wa alladzi kana
yamtahinu ath-Thibb, wa alladzi kana shodiq hamim li Bulus wa maruf
min sair ar-Rusul, fa qod taroka lana fi sifraini qonuniniyyin Amma
ahadu hadzaini al-sifraini fa huwa al-injil
Artinya:
Adapun Lukas, yang berketurunan Anthiokia dan juga seorang dokter
yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Paulus serta dikenal
baik oleh para rasul-rasul(murid Almasih), telah meninggalkan kepada
kita dua kitab yang kanonik Adapun salah satu dari dua kitabnya yakni
Kitab Injil.
Untuk melihat lebih jauh soal historisitas para penulis kitab Injil, lihat:
Leonardo Winarto, Ketritunggalan dan Keesaan Allah: Antara Kesesatan dan
Kebenaran (Bondowoso: Memra Publishing, 2011)
25
Menurut kesaksian Lukas, saat itu sudah banyak orang yang
hendak menulis sejarah tentang Kristus. Dalam hal ini termasuk
peristiwa penyalibanNya yang terjadi pada masa pemerintahan
Pontius Pilatus. Dan bukti bahwa Injil adalah laporan historis,
nampak dari tulisan Lukas yang menyebut para rasul sebagai saksi
mata (Yun: Autoptes). Ungkapan saksi mata selalu berkaitan
dengan kejadian yang riil. Selain itu, ungkapan tersebut juga berarti
sebuah ajakan untuk menguji kesejarahan Kristus, termasuk juga soal
penyalibannya.
Bukan hanya itu saja, Lukas juga menyatakan bahwa ia lebih
dulu melakukan riset sebelum menulis kitab Injil. Ia menyelidiki
dengan seksama agar tulisannya benar-benar akurat (Yun: Akribos).
Jika Kristus bukan tokoh historis, maka usaha Lukas akan menjadi
sia-sia belaka. Namun justru sebaliknya, Lukas menemukan bukti
sejarah yang melimpah tentang hidup dan pelayanan Kristus.
Keempat Injil sebagai sumber otentik tentang Kristus,
menyatakan dengan jelas bahwa Yesus memang disalibkan.
Meskipun keempat kitab Injil tersebut ditulis menurut konteksnya
masing-masing, namun keempatnya tetap selaras dalam melaporkan
peristiwa penyaliban Yesus. Bahkan layaknya seorang saksi mata,
masing-masing penulis Injil memberikan laporan sedetail mungkin
mengenai peristiwa tersebut. Mulai dari perjamuan terakhir (Mat
26:26-29; Mark 14:22-25; Luk 22: 14-38; Yoh 13-17), peristiwa
penangkapan di taman Getsemani (Mat 26:36-56; Mark 14:32-52;
Luk 22: 39-62; Yoh 18:1-11), sampai peristiwa pengadilan dan
penyesahanNya (Mat 27:27-31; Mark 15:15-20; Luk 23: 11-25; Yoh
19:1-16), yang kemudian diikuti oleh penyaliban dan kematianNya
(Mat 27: 32-56; Mark 15:20b-41; Luk 23:33-49; Yoh 19:16-30).
Catatan keempat Injil tersebut bisa diuji secara terbuka oleh
siapapun. Sebab, jika para penulis Injil tidak menuliskan berdasarkan
fakta sejarah yang ada, maka akan dibantah oleh data-data
kesejarahan sejaman. Sejak awal berdirinya kekristenan, Injil
diberitakan secara terbuka. Kekristenan berbeda dengan agama-
agama misteri di dunia Yunani dan kebatinan timur saat itu. Agama-
agama misteri dari Mesir dan Yunani, cenderung menutup diri dan
26
tidak mementingkan aspek historis dalam sistem kepercayaan
mereka.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan kekristenan. Iman Kristen
didasarkan sepenuhnya atas kesejarahan dari tokoh Kristus. Dan
seperti sudah disinggung diatas, para rasul selalu terbuka dalam
memberitakan Kristus yang tersalib. Fakta ini dibuktikan dari
catatan-catatan para sejarawan abad pertama, baik dari sumber-
sumber Yahudi maupun non Yahudi, yang menyaksikan tentang
Kristus dan kehidupan jemaat Kristen pada abad pertama Masehi.
Catatan non biblikal dari sumber Yahudi dan non Yahudi ini menjadi
bukti di luar Alkitab terhadap kesejarahan Kristus. Sebab barangkali,
ada orang non Kristen mengatakan: Injil jelas mendukung tentang
Kristus, karena memang produk orang Kristen. Namun, apakah ada
bukti dari tulisan-tulisan di luar Injil yang menyinggung tentang
historisitas Yesus, secara khusus mengenai penyaliban. Jawabannya:
Ada!
Data-data ini penting dikemukakan dalam rangka dialog antar
iman. Sebab bagi orang non Kristen, data di dalam Injil belum
dipandang cukup sebagai informasi historis tentang Kristus dan
penyalibanNya. Namun bagi orang Kristen sendiri, yang memang
memiliki mata rantai ajaran tanpa putus semenjak jaman Kristus
(khilafah rasuliyyah), nilai historis dari laporan Injil sama sekali
tidak perlu diragukan.

Kesaksian dari Sumber Yahudi
A. Yosephus
Yosephus adalah seorang sejawaran Yahudi yang hidup di
abad pertama Masehi. Nama lengkapnya adalah Titus Flavius
Yosephus, dan dikenal juga dengan nama Yoseph ben Matiyahu. Ia
seorang Yahudi tulen, lahir dari keluarga imam tahun 37 M. Dulunya
bergabung dengan bangsanya untuk melawan Roma, namun
selanjutnya ia membelot pada kekaisaran Romawi.
27
Meskipun begitu, ada yang menganggap Yosephus telah
berjasa bagi bangsanya, karena ia menulis sejarah tentang bangsanya
yang dimulai sejak penciptaan sampai pada jamannya. Tulisan
Yosephus ini menjadi informasi tambahan di luar Injil bagi
kesejarahan Yesus. Malahan bukan hanya tentang Yesus, tetapi juga
peristiwa-peristiwa yang dicatat dalam kitab Kisah Rasul. Misalnya,
paceklik yang terjadi pada jaman Kladius (Kis11:28), kisah kematian
Herodes yang tercatat dalam Kis 12:19-23, ternyata dijumpai juga
dalam catatan Yosephus.
Berikut ini adalah kutipan dari tulisan Yosephus yang
berjudul Antiquities 18.3.3, yang isinya menyinggung tentang Kristus
dan penyalibanNya:
Ginetai de kata touton ton xromon Iesous sophos aner, eige andra
auton legein chre. En gar paradokson ergon pointes, didaskalos
antrophon ton hedone talethe dechomenon, kai pollous men
Ioudaious pollous de kai tou Ellenikon eogageto. Ho Christos
hutos en, kai auton endeiksei ton proton andron gar humin stauro
epitetimekotos Pilatous ouk epausanto hoi to proton agapesantes.
Efane gar autois triten echon hemeran palin zoe ton Theion
propheton taut ate kai alla muria peri autou Thaumasia eirekoton.
Eis eti te nun ton Christianon apo toude onomasmenon ouk epelipe
to fulon.
26


Artinya:
Dan sekitar waktu ini, datanglah Yesus, seorang bijaksana, kalau
memang kita harus mengatakan bahwa Ia adalah manusia. Sebab,
Ia melakukan banyak keajaiban dan mukjijat. Ia adalah seorang
Guru bagi orang-orang yang menerima kebenaran dengan
gembira. Ia banyak memenangkan hati orang-orang Yahudi dan
orang Yunani. Dia adalah Sang Kristus (Ho Christos). Pilatus,
ketika mendengar tuduhan-tuduhan dari orang-orang yang
terpandang diantara kita, telah menjatuhkan hukuman penyaliban

26
Robert E. Van Voorst, Jesus Outside the New Testament (Michigan: W.
B. Eerdmans, 2000, 85).

28
atas Dia, tetapi orang-orang yang mencintaiNya tidaklah berhenti.
Sebab pada hari ketiga, Ia menampakkan diri kepada mereka
dalam keadaan hidup. Soal ini sudah dinubuatkan oleh nabi-nabi
Allah, dan para nabi tersebut juga mengatakan banyak hal lain
tentang Dia. Dan sampai hari ini, orang Kristen (Christianon),
demikian pengikutNya disebut, masih belum punah.

Sebagai seorang sejarawan, Yosephus tentu harus menjaga
obyektifitas dalam tulisan-tulisannya. Penyebutan Sang Kristus
terhadap Yesus dalam tulisan Yosephus diatas, masih belum
membuktikan bahwa Yosephus mengakui kemesiasan Yesus. Namun
sebagai seorang sejarawan, Yosephus harus tetap menulis sesuai
fakta yang ada. Dalam tulisannya tersebut, Yosephus tidak
menyangkal reputasi Yesus sebagai pembuat mukjijat.
Namun yang paling penting dari tulisan Yosephus diatas,
adalah disinggungnya soal penyaliban Yesus. Selain itu, Yosephus
juga menulis bahwa Yesus disalib pada masa pemerintahan Pilatus.
Laporan ini ternyata sesuai dengan catatan Injil yang kita miliki saat
ini. Berdasarkan fakta ini, nyatalah bahwa berita soal Kristus yang
tersalib bukan karangan umat Kristen mula-mula. Orang-orang yang
skeptis terhadap historisitas iman Kristen, dipersilahkan untuk
meneliti dari sumber-sumber di luar Alkitab.

B. Tulisan Rabbi-rabbi Yahudi
Disamping kitab Tanakh (Torah, Nebiyim, we Ketubim),
orang Yahudi juga memiliki tulisan keagamaan yang berisi macam-
macam aturan soal kehidupan jasmani dan ruhani, yang telah
diturunkan melalui tradisi lisan. Dalam proses selanjutnya, tradisi
keagamaan tersebut dituliskan, dan disebut sebagai kitab Talmud.
Namun, kitab Talmud bukan hanya berisi soal hukum keagamaan
saja, tetapi juga ada kisah fiksi tentang nabi-nabi yang bertujuan
untuk menanamkan nilai-nilai moral pada orang-orang Yahudi.
Nah, di dalam tulisan rabbi-rabbi inilah kita bisa menjumpai
kesaksian tentang Kristus. Tentu bagi para rabbi tersebut, Yesus
29
tidak disebut sebagai Kristus (Ibrani: Ha Mashiah). Sebab, mereka
memang tidak mengakui bahwa Yesus adalah Sang Mesias yang
dijanjikan dalam kitab Taurat. Malah, mereka menyebut Yesus
sebagai ben Pandera. Artinya adalah Anak dari Pandera, seorang
perwira Romawi yang oleh para rabbi disebut telah berhubungan
gelap dengan Maria.
Namun sebenarnya, istilah Pandera hanyalah plesetan yang dibuat
oleh para rabbi terhadap kata Yunani Parthenos, yang artinya
perawan. Sebab, orang Kristen selalu menyebut Yesus sebagai anak
seorang Perawan/Parthenos. Lalu oleh mereka, kata ini diplesetkan
menjadi Pandera.
27
Malahan bukan hanya kata Parthenos ini saja
yang diplesetkan, tetapi juga kata euangelion/ Injil. Secara harafiah,
kata tersebut berarti kabar gembira atau kabar baik. Namun para
rabbi membuat permainan kata dengan kata tersebut. Sehingga bukan
lagi terbaca euangelion, tetapi awen gillayon. Frasa tersebut berarti
dosa orang pinggiran. Di dalam Talmud, ungkapan awen gillayon
itu menjadi bahasa ejekan untuk orang Kristen. Sehingga bukan lagi
disebut sebagai kabar baik/euanggelion mengenai Kristus yang
datang melawat umatNya, tetapi awen gillayon, dosanya orang-orang
pinggiran.
Sebenarnya, ejekan-ejekan diatas merekam historisitas dari
iman Kristen. Seperti misalnya, sebutan Yesus sebagai anak
Perawan/ Parthenos yang dipelesetkan menjadi ben Pandera,
Melalui ejekan tersebut dibuktikan, bahwa keyakinan Kristen
mengenai Yesus yang lahir dari perawan Maria, sudah dikenal sejak
awal sejarah kekristenan. Kesaksian dalam kitab Talmud tersebut,
meskipun isinya berisi ejekan, tetapi menjadi bukti di luar Alkitab
tentang historisitas Kristus.
Berikut adalah kutipan dari Talmud yang menyinggung soal
penyaliban Yesus:

27
F.F Bruce, Dokumen-Dokumen Perjanjian Baru. Alih Bahasa: R.
Soedarmo (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hal.100.

30
Jesus was crucified one day before the Passover. We warned him
for 40 days that he would be killed because he was a magician and
planned to deceive Israel with his delusions...
28

Artinya:
Yesus telah disalibkan sehari sebelum Paskah. Sebelumnya, kami
telah memperingatkan Dia selama 40 hari bahwa Ia akan dibunuh,
sebab Dia adalah seorang penyihir, dan berusaha menyesatkan
orang-orang Israel dengan khayalan-khayalanNya.
Dalam kitab Talmud diatas, historisitas penyaliban Yesus diakui
dengan jelas. Bahkan, reputasi Yesus sebagai pembuat keajaiban
diakui, walaupun itu dipandang sebagai sihir oleh para rabbi. Hal
tersebut mengingatkan kita pada tuduhan orang Farisi yang dicatat di
dalam kitab Injil, bahwa Yesus dituduh menggunakan kuasa
Beelzebul, penghulu setan, untuk melakukan mukjijat (Mat 12:24).
Dengan ini, sekali lagi laporan-laporan dalam kitab Injil dibuktikan
kebenaran faktanya.

Kesaksian Dari Sumber Non Yahudi
Diatas sudah kita lihat catatan sejarah dari abad pertama yang
ditulis oleh sejarawan Yahudi, dan juga informasi yang bersumber
dari tulisan para rabbi, yang semuanya menegaskan bahwa Yesus
memang disalibkan pada masa Pontius Pilatus. Fakta ini tentu tidak
bisa dikesampingkan begitu saja dalam kajian ilmu sejarah. Sebab
bagi seorang sejarawan, kendatipun ia tidak suka dengan fakta yang
hendak dilaporkannya, ia harus tetap menjaga obyektifitasnya dalam
melaporkan sebuah peristiwa. Meskipun para rabbi yang hidup pada
jaman itu sangat membenci Yesus dan kekristenan, tetapi mereka
tetap menuliskan fakta itu apa adanya.
Menariknya, fakta penyaliban Yesus ini juga disinggung di
dalam catatan para sejarawan non Yahudi. Misalnya, Thalus,
seorang sejarawan yang menulis sejarah Yunani dalam hubungannya

28
Faris al-Qayrawani, Was Christ Realy Crucified? (Austria: Light of
Life,1994) hal.47

31
dengan Asia.
29
Thallus menulis sekitar tahun 52 M, dan dia
menyinggung soal kegelapan yang terjadi saat peristiwa penyaliban
Kristus, dan menyebutnya sebagai gerhana matahari. Namun
pendapat Thallus itu dibantah oleh Yulianus Africanus, seorang
penulis Kristen di awal abad ke 3 M. Menurut Yulianus, tidak
mungkin kegelapan yang terjadi saat itu adalah sebuah gerhana
matahari.
30
Sebab, gerhana matahari tidak dapat jatuh pada waktu
bulan purnama, dan memang penyaliban Kristus terjadi pada saat
bulan purnama Paskah.
31

Catatan Thallus diatas jelas sangat menarik dalam kajian
kesejarahan terhadap iman Kristen. Walaupun Thallus tidak beriman
kepada Kristus, tetapi seperti yang sudah disinggung diatas, sebagai
seorang sejarawan ia harus tetap menuliskan apa adanya. Walaupun
dalam tulisannya ia menafsirkan kegelapan itu sebagai gerhana
matahari, namun fakta dasar bahwa Kristus disalibkan dan dibarengi
dengan kegelapan yang menyertai peristiwa itu tidak disangkalnya.
Selain laporan Thallus, kita juga menemukan catatan yang
dibuat oleh Tacitus, seorang sejarawan Roma yang hidup di abad
pertama. Dia menulis pada masa kaisar Nero, yang terkenal
kekejamannya dalam menganiaya umat Kristen saat itu. Dalam
karyanya yang berjudul Annals, Tacitus menyinggung soal
penyaliban Kristus:
Oleh karena itu, untuk memadamkan desas-desus itu, Nero
menggantikan korban dan menghukum secara paling cerdik dan
kejam kelompok orang yang telah dibenci karena perbuatan-
perbuatan jahatnya sendiri, yaitu orang yang oleh khayalak ramai

29
F.F. Bruce, Op.Cit., hal.112

30
Ibid

31
Menurut kitab Taurat, penyembelihan anak domba Paskah itu dilakukan
pada tanggal 14 saat bulan baru, yang itu selalu jatuh pada saat bulan purnama.
Dan harus diketahui, gerhana matahari hanya bisa terjadi jika posisi bulan berada
diantara matahari dan bumi.


32
disebut orang Kristen. Kristus, yang namaNya diberikan kepada
mereka, telah dihukum mati atas vonis dari prokurator Pontius
Pilatus pada jaman Tiberius.menjadi kaisar, dan tahyul yang
merusak ini dihentikan sebentar, tetapi timbul lagi, tidak hanya di
Yudea, tempat lahir malapetaka ini, tetapi malahan di kota Roma
sendiri, di mana semua hal yang mengerikan dan memalukan di
dunia berkumpul dan mendapat tempat berdiam.
32

Catatan Tacitus diatas jelas bersesuaian dengan laporan kitab
Injil. Misalnya, disebutnya nama Pontius Pilatus sebagai prokurator
yang memerintahkan hukuman salib pada Yesus, sama sekali cocok
dengan tulisan dalam kitab Injil. Dan memang sebagai seorang
sejarawan Roma, Tacitus memiliki akses yang mudah untuk
menggali informasi dari pemerintahannya. Meskipun Tacitus tidak
khusus menulis tentang Yesus, namun karena berkaitan dengan
bangsanya, maka peristiwa itu tak luput dari catatannya.
Masih ada beberapa nama sejarawan dan penulis-penulis
kuno non Yahudi yang menyinggung tentang Kristus dalam tulisan
mereka. Misalnya, Mara Bara Serapion, orang Siria yang menulis
sekitar tahun 73 M. Plinius Muda, Gubenur Britannia di Asia Kecil
yang menulis sekitar tahun 112 M. Seutonius, sejarawan Roma yang
menulis sekitar tahun 120 M.
Data-data non biblikal yang sejaman dengan tulisan Injil ini
tentu tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Sebab bagi seorang
sejarawan sekuler, bukti-bukti semacam ini sudah dipandang absah.
Karena dalam metodologi penelitian sejarah sekuler, verifikasi
sumber itu penting dilakukan. Apakah sumber primer itu benar-benar
valid ataukah tidak. Salah satu metodenya adalah dengan mencari
bukti yang meng-koroborasi (mendukung atau memberikan
konfirmasi)
2
sumber primer tersebut. Sehingga dengan adanya
informasi pembanding tersebut, maka keabsahan sebuah catatan
sejarah itu tidak perlu diragukan lagi. Namun tentulah data-data
pembanding tersebut sudah harus mengalami rangkaian pengujian

32
F.F. Bruce, Op.Cit. hal 116-117.

2
Tambahan dari editor
33
ilmiah terlebih dahulu, guna memenuhi kriteria sebagai bukti
pembanding.

II.2. Makna Penyaliban Kristus
Untuk memahami makna kematian Kristus, kita harus melihat
keseluruhan berita Alkitab, terutama catatan Alkitab setelah
kejatuhan manusia, serta nubuat para nabi yang berkaitan dengan
janji pemulihan keadaan manusia yang berdosa. Pembahasan yang
sangat luas ini tentu tidak mungkin menjadi jangkauan artikel singkat
ini. Namun disini akan dijelaskan secara garis besar, yang sudah
barang tentu menuntut pendalaman lagi, terkait tema-tema penebusan
dalam iman Kristen.
Manusia adalah mahkota segala ciptaan. Diantara ciptaan yang
lainnya, hanya manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah. Fakta ini dituliskan dalam Taurat, kitab yang ditulis oleh
Musa.
Kejadian 1:26
wayyomer Elohim, "na'aseh adam be wayyomer Elohim, "na'aseh adam be wayyomer Elohim, "na'aseh adam be wayyomer Elohim, "na'aseh adam be- -- -tsalmenu kidmutenu tsalmenu kidmutenu tsalmenu kidmutenu tsalmenu kidmutenu
Artinya:
Berfirmanlah Allah, baiklah Kita menjadikan manusia menurut
gambar dan rupa kita
33

Namun harus dicatat, bahwa ungkapan gambar dan rupa Allah
itu tidak bermakna literal. Di dunia kuno, gambar dan rupa itu
dipahami sebagai penghadiran dari wujud yang digambarkan.
34

Bukan penghadiran dalam makna kuasa, namun dalam aspek etis-

33
Ungkapan Kita dalam Kejadian 1:26 bukan bermakna Allah itu lebih
dari satu. Dalam dunia Alkitab saat itu, ungkapan tersebut dipahami sebagai
ungkapan kemuliaan/pluralis maestatis. Ungkapan yang lazim digunakan untuk
menunjuk kebesaran atau kemuliaan seseorang. Ungkapan semacam ini juga
dikenal di dalam al-Quran.

34
John H. Walton et.al, The IVP Bible Background Commentary: Old
Testament (Illinois: IVP Academic, 2000), hal.29.
34
moral. Artinya, manusia yang diciptakan menurut gambar dan
rupaNya, harus menyatakan karakter Allah dalam hidupnya. Dalam
surat yang ditujukannya pada jemaat di Efesus, Paulus juga
menekankan pentingnya memahami makna gambar dan rupa Allah.
Efesus 5:1
Gineste oun mimetai tou Theou hos tekna agapta Gineste oun mimetai tou Theou hos tekna agapta Gineste oun mimetai tou Theou hos tekna agapta Gineste oun mimetai tou Theou hos tekna agapta
Artinya:
Sebab itu, jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang
kekasih

Kata yang diterjemahkan penurut dalam terjemahan LAI
diatas, berasal dari kata mimetai dalam bahasa Yunani, yang
memiliki arti: an imitator. NIV, salah satu terjemahan alkitab dalam
bahasa Inggris, menerjemahkan ayat diatas sebagai berikut: be
imitators of God. Inilah panggilan tertinggi dari umat manusia,
yakni menjadi peniru-peniru Allah. Ini juga sesuai dengan sabda
Yesus: Karena itu haruslah kamu sempurna, seperti BapaMu yang
di surga itu sempurna (Mat 5:48).
Hal yang luar biasa selain diciptakannya manusia menurut
rupa dan gambar Allah, adalah diberikannya ruh (Ibrani: Ruakh)
dalam diri manusia. Hewan, tumbuhan, dan ciptaan materi lainnya
tidak dilengkapi dengan ruh. Artinya, Allah menciptakan manusia
untuk sebuah kekekalan (Pkh 3:11). Bahkan, rencana Allah yang
akbar ini sudah ditetapkanNya jauh sebelum dunia dijadikan (Ef 1:9).
Namun akibat ketidaktaatan Adam dan Hawa, maka manusia
pertama gagal memenuhi panggilan terbesarnya. Akibatnya, manusia
harus mengalami dampak dari dosa tersebut, yakni kematian
ruhani.
35
Alkitab mengenal dua jenis kematian yang bisa terjadi pada

35
Al-Quran juga menyebutkan mengenai dosa Adam dan Hawa ketika
memakan buah dalam taman itu. Lihat: Q.s. Al-Araf 7: 19-23. Dalam ayat tersebut
dikisahkan bahwa Adam dan Hawa diperdaya oleh setan untuk makan buah
terlarang di dalam surga. Dan akibatnya, Adam dan Hawa pun diusir dari surga.
35
manusia selepas kejatuhan manusia dalam dosa. Pertama, adalah
kematian ruhani yang sudah diingatkan sejak semula kepada Adam
dan Hawa.
Kejadian 2:17
tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu,
janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau
memakannya, pastilah engkau mati

Banyak orang di luar iman Kristen yang menyalahpahami
kalimat, pastilah engkau mati, yang terdapat dalam ayat diatas.
Menurut mereka, ketika Adam dan Hawa makan buah tersebut
mereka tidak mati, bahkan masih hidup beberapa ratus tahun
lamanya. Sehingga kemudian dituduhkan, bahwa sabda Allah yang
tertulis dalam ayat diatas sama sekali tidak benar.
Tuduhan semacam ini adalah wajar dalam dunia polemik
agama-agama. Namun kini dibuktikan, bahwa pendekatan polemik
sama sekali tidak mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak.
Karena itu diharapkan, jika masing-masing pihak menjumpai
kesulitan dalam memahami keyakinan orang lain, sedapatnya harus
segera ditanyakan langsung pada mereka yang bersangkutan, dan
memang memiliki kapasitas untuk menanggapi hal tersebut.
Untuk memahami firman Allah pada Adam dan Hawa
tersebut, kita harus mengerti bahasa teologis di dalam Alkitab.
Penting untuk dipahami, bahwa sebuah kata belum tentu dimaknai
sama dalam macam-macam disiplin keilmuan. Misalnya, Alkitab
menggunakan kata hidup, yang itu akan dianugerahkan bagi
mereka yang percaya kepadaNya. Namun apakah pengertian hidup
dalam Alkitab, itu persis sama dengan apa yang dipahami dalam
dunia medis. Dunia medis memahami hidup hanya terbatas dalam
aspek lahiriah. Sedangkan di dalam Alkitab, hidup bukan sekedar

Kisah ini adalah gema dari apa yang sudah dikisahkan dalam Sefer Bereshit/Kitab
Kejadian.

36
apa yang terlihat dalam aspek lahiriah. Terlebih lagi jika berbicara
soal kekekalan, yang tidak bisa dijangkau dalam ilmu medis.
Demikian juga harus dipahami mengenai kata mati dalam
Kejadian 2:17. Alkitab memahami kematian bukan hanya secara
fisik, sebagaimana yang diyakini oleh dunia medis sebagai
berhentinya seluruh aktifitas organ jantung dan paru-paru. Di dalam
Alkitab, kematian terbagi menjadi dunia yakni kematian jasmani dan
kematian ruhani. Kematian jasmani adalah seperti yang dipahami
dalam dunia medis. Sedangkan kematian ruhani, adalah sesuatu hal
yang lebih esensial lagi sifatnya. Sebab, hal itu berarti terpisahnya
manusia dari persekutuan kekal bersama Allah. Bahkan manusia
yang secara jasmani masih hidup, ia bisa saja sudah mati dalam
pandangan Allah.
Setelah Adam dan Hawa memakan buah tersebut, mereka
memang masih hidup secara jasmani. Namun berbarengan dengan
itu, mereka mati secara ruhani. Yakni terpisah dari persekutuan
dengan Allah. Bukan Allah yang hendak memisahkan diri dari
manusia, namun keberadaanNya yang suci secara otomatis tidak
dapat bersatu dengan sesuatu yang berdosa. Ibarat minyak dan air,
yang keduanya tidak dapat disatukan, walaupun berada dalam satu
wadah.
Manusia tidak mungkin hidup tanpa Allah. Sebab, Allah
adalah sumber kehidupan dari segala sesuatu. Yesus sendiri pernah
menegaskan kebenaran ini dalam sebuah perumpaan pokok anggur
dan carangnya.
Yohanes 15:5
Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya.
Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia
berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-
apa.

Manusia diibaratkan carang, yang sudah barang tentu
mendapat energi hidupnya dari pokok anggur. Bila carang itu
terpisah dari pokok anggurnya, maka ia akan segera kering dan
37
akhirnya mati. Inilah realitas manusia berdosa yang akan mengalami
kematian akibat terpisah dari Allah. Namun karena kasihNya, selepas
peristiwa kejatuhan manusia di dalam dosa, Allah menjanjikan masa
pemulihan itu akan tiba. Sehingga hubungan Allah dan manusia yang
sudah rusak karena dosa, akan menjadi pulih kembali sesuai tujuan
Allah yang semula.
Kejadian 3:16
Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan
ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan
meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya."

Dalam ayat diatas, meskipun ditujukan pada Iblis, tetapi ada
kebenaran mendasar yang ingin dinyatakan terkait janji pemulihan
manusia yang berdosa. Allah menegaskan, bahwa selama bumi ini
masih ada akan selalu terjadi peperangan antara setan dan manusia.
Dan dinyatakan dalam ayat tersebut, bahwa keturunan wanita itu
akan meremukkan kepala Iblis. Menariknya dalam Targum, sebuah
terjemahan paraphrase berbahasa Aram dari PL, menuliskan bahwa
pemulihan ini akan terjadi pada jaman Almasih. Bahwa ketika Sang
Mesias itu hadir, Ia akan memulihkan semua tatanan dunia yang
sudah carut marut akibat dosa.
36
Penyakit, air mata, kejahatan, itu
bukan sesuatu yang menjadi bagian manusia dari mulanya. Namun
dosa telah membuat semua hal buruk tersebut selalu mengikuti
manusia.
Kemudian dalam menanti datangnya janji pemulihan tersebut,
diberikanlah ketetapan-ketetapan mengenai kurban.
37
Makna teologis
dari aturan tentang kurban ini terkait erat dengan prinsip penebusan

36
Risto Santala, Almasih fi al-Ahd al-Qadim (Cairo: Al-Jami wa al-
Ikhraj wa al-Thabaah, 2003), hal 30-31.

37
Bedakan antara kurban dan korban di dalam bahasa Indonesia.
Dalam dunia teologi digunakan kata kurban, yang berasal dari bahasa Ibrani
Qerev, artinya dekat. Maknanya adalah melalui ibadah kurban, umat
mendekatkan diri pada Allah.
38
(Ibrani: Kofer; Arab: Kafarat).
38
Alkitab menegaskan, bahwa dosa
sebagai pelanggaran terhadap hukum Allah, tidak hanya cukup
diselesaikan dengan permintaan maaf. Kendatipun manusia yang
berdosa sudah mengakui kesalahannya, namun hukuman atas dosa
itu tetap ada.
Allah itu Pengasih, namun Dia juga Adil. KasihNya
memberikan pengampunan atas mereka yang bersalah, tetapi
keadilanNya juga menuntut hukuman atas dosa. Dia mengasihi
manusia, dan tidak ingin manusia mengalami hukuman atas dosa.
Dan melalui kurban itulah, kasih dan keadilan Allah bertemu tanpa
harus saling bertentangan. Di dalam hukum Taurat, hewan yang
dikurbankan menjadi tebusan bagi kesalahan manusia. Secara
harafiah, kata tebusan atau kofer dalam bahasa Ibrani bermakna
penutup. Dilambangkan melalui darah hewan yang disembelih itu,
kesalahan manusia tidak lagi nampak/diperhitungkan dalam
pandangan Allah. Melalui ritual ini, nyawa hewan tersebut menjadi
harga yang harus dibayar untuk sebuah keselamatan. Sehingga
manusia yang seharusnya mengalami hukuman akibat dosa, telah
digantikan oleh hewan yang dikurbankan tersebut.
Inilah esensi dari upacara kurban yang ditetapkan dalam kitab
Taurat. Darah hewan itu tidak menyelamatkan, tetapi dijadikan
gambaran bagi penebusan sejati di dalam Almasih al-Mukhallish al-
alam/Juruselamat dunia.
Ibrani 10:1
Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari
keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari
keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang

38
Di dalam tradisi Islam (Al-Quran dan Hadits), juga dikenal macam-
macam aturan tentang kafarat atau tebusan ini. Meskipun dalam perjalanan teologi
Islam selanjutnya, ajaran ini dikaitkan dengan peristiwa kejatuhan manusia. Untuk
melihat lebih jauh keyakinan Islam mengenai Kafarat/penebusan, lihat: Said
Abdul Azhim, Kafarah Penghapus Dosa. Alih Bahasa: Abu Najiyah Muhaimin
bin Subaidi (Malang: Cahaya Tauhid Press, 2006).


39
setiap tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak
mungkin menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian
di dalamnya.

Dalam ayat diatas ditegaskan, bahwa segala hukum dalam
Taurat itu hanya bayangan dari karya Almasih yang sebenarnya.
Melalui kurban syahid dari Almasih diatas kayu salib, maka manusia
yang seharusnya mengalami kematian akibat dosa, kini mengalami
pemulihan persekutuan dengan Allah (Roma 6:23). Kenapa
penebusan itu mutlak diperlukan? Sebab, tidak ada seorangpun di
dunia ini yang mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Untuk itulah
Allah, melalui FirmanNya menjadi manusia, demi untuk semua umat
manusia. Ia menjadi pengganti bagi manusia. Kematian kekal yang
seharusnya menjadi bagian manusia yang berdosa ini, telah
ditimpakan pada Kristus. Ini sesuai dengan nubuatan dalam kitab
Yesaya 53, yang sekilas sudah disinggung diatas.
Fakta ini membuktikan, bahwa ajaran penebusan dalam iman
Kristen berasal dari Perjanjian Lama, dan bukan berasal dari ajaran
dunia Yunani kuno, ataupun ciptaan Paulus seperti yang selama ini
sering dituduhkan dalam buku-buku yang ditulis oleh kelompok
polemikus Islam. Bukti ini juga bisa dilihat dari tulisan rabbi-rabbi
Yahudi sebelum jaman Kristen, yang meyakini berdasarkan PL
bahwa Mesias adalah Sang Penebus dan Pemulih segala sesuatu. Ini
adalah bukti yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja, terutama
dalam kajian-kajian Islam-Kristen.
Jadi pada intinya, kematian Kristus adalah sebagai tebusan
bagi keselamatan manusia. Akibat pelanggaran Adam dan Hawa,
kematian kekal membayangi manusia. Dan keadilan Allah menuntut
bahwa orang yang berdosa itu harus mati. Namun kasihNya ingin
semua manusia mengalami kehidupan. Lalu untuk memberi
gambaran penebusan tersebut, diberilah macam-macam perintah
kurban dalam kitab Taurat. Prinsip penebusan ini hendak mengajar
bahwa ada harga yang harus dibayar untuk sebuah keselamatan.
Manusia yang seharusnya mati akibat dosanya, telah digantikan oleh
40
domba yang disembelih. Manusianya selamat, namun ada hewan
yang mati.
Sedangkan kriteria tertentu yang harus dipenuhi untuk hewan
yang akan dikubankan, misalnya tidak boleh ada cacat celanya (Kel
12:5), hendak menekankan nilai kesempurnaan kurban itu sendiri.
Kitab suci menegaskan, bahwa kesempurnaan Kristus itulah yang
membuatnya layak menjadi kurban tebusan. Sebab sudah disebutkan
diatas, bahwa semua manusia itu berdosa. Tidak ada seorangpun
yang sanggup menjadi pengganti bagi orang lain. Karena itu, satu-
satuNya jalan adalah Dia berinakarnasi (Arab: Tajassad). Sehingga
keselamatan itu dimungkinkan bagi semua orang (Yoh 1:14; 3:16).

You might also like