You are on page 1of 25

PETUNJUK TEKNIS

SURAT EDARAN DIRJEN DIKTI No.88/E/DT/2013 MENGENAI UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA SEBAGAI EXIT EXAM

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013


0|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Ruang Lingkup 1.4 Dasar Kebijakan 1.4.1. Landasan Yuridis 1.4.2. Landasan Filosofis 1.4.3. Landasan Sosiologis 1.4.4. Landasan Teknis BAB II ARAH DAN KEBIJAKAN PELAKSANAAN 2.1. Uji Kompetensi sebagai Uji Nasional pada Tahap Akhir Program Pendidikan 2.1.1. Mekanisme Pelaksanaan Uji Kompetensi 2.1.2. Persyaratan Peserta Uji Kompetensi 2.1.3. Batasan Keikutsertaan Uji Kompetensi 2.2. Materi dan Metode Uji Kompetensi 2.2.1. Materi Uji Kompetensi 2.2.2. Metode Uji Kompetensi 2.3. Waktu Pelaksanaan dan Pembiayaan Uji Kompetensi 2.3.1. Waktu Pelaksanaan Uji Kompetensi 2.3.2. Pembiayaan Uji Kompetensi 2.4. Tindak Lanjut Uji Kompetensi 2.4.1. Publikasi Hasil Uji Kompetensi 2.4.2. Penanganan Retaker Uji Kompetensi BAB III PEMANTAUAN DAN EVALUASI BAB IV PENUTUP DAFTAR PUSTAKA 2 4 4 7 7 7 7 8 10 11 13 13 13 13 14 14 14 16 16 17 17 18 18 19 22 23 24

1|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

KATA PENGANTAR
Sesuai dengan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dalam upaya menghasilkan pendidikan tinggi yang bermutu, setiap Perguruan Tinggi wajib menjalankan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM-PT), baik secara internal maupun eksternal. Tidak terkecuali bagi fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter, dalam rangka mengimplementasikan SPM-PT, khususnya SPM internal untuk menjamin mutu lulusan, diperlukan standardisasi mutu lulusan melalui uji kompetensi. Selanjutnya, dalam UU No. 29 tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran disebutkan tentang kewajiban registrasi bagi dokter yang akan melaksanakan praktik profesi. Salah satu persyaratan dalam registrasi adalah memiliki sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud diperoleh setelah lulus uji kompetensi. Dalam rangka harmonisasi terhadap kedua Undang-Undang tersebut, maka calon lulusan pendidikan profesi dokter harus lulus uji kompetensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai dokter. Dengan demikian uji kompetensi merupakan bagian dari proses penyelesaiam program pendidikan profesi dokter. Sebagai bagian dari proses evaluasi pembelajaran yang terintegrasi dalam sistem pendidikan, Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) yang telah diimplementasikan sejak tahun 2007 terbukti dapat memberikan umpan balik yang baik bagi proses pendidikan kedokteran, sehingga dapat dilakukan perbaikan yang berkelanjutan, mulai dari SDM pendidik, proses pembelajaran, sarana dan prasarana, hingga evaluasi hasil pembelajaran. Dalam rangka implementasi program profesi dokter sebagai program lanjutan yang tidak terpisahkan dari program sarjana, maka upaya untuk mempertahankan academic professional environment dalam proses pendidikan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, uji kompetensi seyogyanya dilaksanakan pada tahap akhir pendidikan sebelum dilakukan sumpah dokter. Implementasi uji kompetensi sebagai uji nasional pada akhir pendidikan akan mengurangi dampak negatif dari banyaknya jumlah retaker saat ini, karena persiapan uji kompetensi serta penanganan retaker akan dilakukan langsung di bawah tanggungjawab fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter. Dalam rangka mendukung implementasi uji kompetensi yang semakin bermutu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi telah mengeluarkan Surat Edaran mengenai kebijakan uji kompetensi sebagai uji nasional pada akhir pendidikan profesi dokter (sebagai exit exam). Untuk memberikan penjelasan lebih rinci mengenai teknis pelaksanaan kebijakan ini, maka telah disusun petunjuk teknis yang tidak hanya memberikan pedoman mengenai teknis pelaksanaan uji kompetensi, tetapi juga memberikan petunjuk teknis sebagai usaha antisipasi terhadap segala implikasi dari implementasi Surat Edaran ini. Untuk itu, diharapkan agar pimpinan fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter dapat mendukung kesuksesan implementasi uji kompetensi sesuai standar,
2|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

membantu Ditjen Dikti dalam melakukan pemantauan dan evaluasi implementasi uji kompetensi serta dapat mengambil praktik baik dari model uji kompetensi untuk diimplementasikan pada bidang studi lain yang sesuai. Implementasi uji kompetensi yang bermutu diharapkan dapat menghasilkan dokter yang berkualitas, sehingga dapat memberikan pelayanan yang paripurna kepada masyakat. Dibutuhkan komitmen untuk menjalankan konsensus yang sudah disepakati dan peran aktif dari berbagai pihak untuk mewujudkan tujuan mulia ini. Jakarta, Februari 2013

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi

3|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam rangka mengimplementasikan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) pada Institusi Pendidikan Dokter, khususnya dalam hal menjamin mutu lulusan, maka diperlukan standardisasi mutu lulusan melalui uji kompetensi. Untuk itu, perlu diimplementasikan uji kompetensi yang bermutu, sebagai bagian dari proses evaluasi pembelajaran yang terintegrasi dalam sistem pendidikan. Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) dilakukan berdasarkan amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang kemudian secara khusus diatur dalam Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Konsil Kedokteran No. 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. UKDI juga dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pemenuhan Standar Pendidikan Profesi Dokter yang ditetapkan melalui Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No. 20/KKI/KEP/IX/2006. Dengan terbitnya UU No. 20 Tahun 2003, maka pada tahun 2004 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan kebijakan mengenai arah KBK pada pendidikan kedokteran sebagaimana tercantum dalam SK Dirjen Dikti No.1386/D/T/2004. Sesuai SK Dirjen Dikti ini maka Program Studi Kedokteran Dasar (PSKD) dilandasi/mengacu ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk dokter pelayanan primer (primary care physician) dengan pendekatan dokter keluarga. Untuk mendorong implementasi KBK pada PSKD, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) melalui proyek Health Workforce Study (HWS) melakukan kajian untuk percepatan proses implementasi KBK. Dalam UU. No 29 Tahun 2004, telah diatur bahwa sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan dan diperoleh setelah lulus uji kompetensi. Berdasarkan peraturan tersebut, maka pada tahun 2006, Kolegium Dokter Indonesia (KDI) bekerja sama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) membentuk komite pelaksana uji kompetensi dokter yang selanjutnya disebut Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia (KB UKDI). Uji kompetensi dilaksanakan sejak tahun 2007 dan diberlakukan bagi dokter yang lulus setelah 29 April 2007. Uji kompetensi dilaksanakan sebanyak 4 (empat) kali dalam satu tahun yaitu pada Periode Februari, Mei, Agustus dan Nopember. Dua tahun setelah implementasi UKDI, terdapat tantangan baru yang dihadapi yaitu semakin bertambahnya jumlah peserta UKDI yang tidak lulus. Persoalan ini muncul karena UKDI dilaksanakan setelah lulus dari institusi pendidikan sehingga mengakibatkan peserta UKDI yang belum lulus (retaker) tidak dapat menjalankan praktik karena belum berhak menerima sertifikat kompetensi yang menjadi salah satu
4|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

syarat dalam registrasi dokter. Di lain pihak, program penanganan terhadap retaker juga sulit untuk dapat dikoordinasi secara nasional karena status retaker yang tidak memiliki institusi induk (home base). Persoalan penanganan retaker ini kemudian menjadi isu sentral yang dibahas dalam Rapat Dekan Fakultas Kedokteran yang dilaksanakan pada tanggal 26-27 Mei 2010. Dalam forum ini kemudian disepakati bahwa terhitung sejak bulan Agustus 2010, UKDI dilaksanakan sebelum Sumpah Dokter. Kesepakatan forum ini diperkuat dengan Surat Edaran Ketua AIPKI Nomor 85/AIPKI/VIII/2010 kepada seluruh Dekan Fakultas/ Ketua Prodi Kedokteran yang menghimbau agar pelaksanaan Sumpah Dokter kepada peserta UKDI yang telah lulus. Disamping itu, berdasarkan Standar Pendidikan Profesi Dokter yang ditetapkan oleh KKI pada tahun 2006, kurikulum pendidikan profesi dokter dilaksanakan dengan pendekatan/ strategi SPICES (Student-centred, Problem-based, Integrated, Community based, Elective/ Early clinical Exposure, Systematic). Salah satu pendekatan SPICES adalah dengan mengintegrasikan pendidikan akademik dan pendidikan profesi dokter sejak awal hingga akhir pendidikan. Proses integrasi pendidikan akademik dan pendidikan profesi ini dimaksudkan untuk mengenalkan pendidikan klinik lebih awal kepada peserta didik (early clinical exposure). Oleh karena itu, proses evaluasi terhadap hasil pendidikan ini perlu memenuhi kelayakan assessment terhadap knowledge, attitude dan skills, serta dilaksanakan selama proses pendidikan berlangsung. Pada tahun 2010 mulai dirintis berbagai persiapan untuk implementasi UKDI sebagai uji kompetensi yang dilaksanakan sebelum kelulusan. Berdasarkan peta jalan implementasi UKDI, pertama kali UKDI dilakukan masih menggunakan metode Paper Based Test (PBT) hingga UKDI periode XVI. Sejak periode UKDI XVII (Mei 2012) hingga periode UKDI selanjutnya, mulai diimplementasikan metode Computer Based Test (CBT), dengan tetap menggunakan back up PBT. Mulai UKDI periode XXI Agustus 2012, CBT dilakukan tanpa cadangan PBT, tetapi dengan cadangan hard disk. Salah satu parameter kualitas implementasi uji kompetensi adalah Nilai Batas Lulus (NBL) yang ditetapkan melalui proses Standard Setting. NBL UKDI mengalami perbaikan yang progresif mulai UKDI I hingga XXII, yaitu mulai dari 40 hingga 62. Terkait dengan peningkatan tersebut, standard setting yang semula dilaksanakan setiap periode ujian (4 kali dalam setahun), disepakati hanya dilakukan setahun sekali karena NBL 62 dinilai sudah mencapai titik stabil. Hal ini telah disepakati pada Forum Dekan Fakultas Kedokteran, Februari 2012. Sejalan dengan NBL, persentase kelulusan UKDI juga selalu memiliki tren yang cukup baik. Saat ini, dengan NBL 62, persentase kelulusan UKDI XXII adalah 71,52 %. Rata-rata kelulusan UKDI selama tahun 2012 adalah 74,44%. Selain implementasi CBT, mulai tahun 2011 telah dilakukan berbagai persiapan untuk implementasi metode uji Objective Structured Clinical Examination (OSCE) yang dapat mengukur output proses pendidikan dokter secara komprehensif . OSCE yang dirancang
5|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

saat ini terdiri dari 12 stasiun uji. Uji OSCE dilaksanakan berdasarkan blue print OSCE, yang seimbang dan proporsional untuk berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Uji OSCE merupakan salah satu metode untuk mengukur kemampuan (keahlian) calon lulusan dokter dengan cara memperagakan (show how) berdasarkan kasus tertentu. Dengan diterapkannya metoda ujian ini maka diharapkan akan terjadi penguatan pembelajaran klinik serta penguatan aspek profesionalisme bagi calon lulusan dokter. Perkembangaan saat ini, target implementasi OSCE yang semula akan diimplementasikan sebagai salah satu metode uji pada tahun 2012 terpaksa harus ditunda dengan pertimbangan kesiapan institusi pendidikan untuk implementasi OSCE dan kelengkapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Berdasarkan pengalaman implementasi UKDI hingga saat ini, UKDI terbukti dapat memberikan umpan balik yang baik bagi proses pendidikan kedokteran. Melalui umpan balik dari hasil UKDI ini, dapat dilakukan perbaikan yang berkelanjutan, mulai dari SDM pendidik, proses pembelajaran, sarana dan prasarana, hingga evaluasi hasil pembelajaran. Merujuk pada Surat Edaran Ketua AIPKI, pentingnya untuk mempertahankan academic professional environment, dan pengalaman baik dari pelaksanaan UKDI selama ini, maka dapat diketahui bahwa uji kompetensi dapat dilaksanakan pada tahap akhir pendidikan sebelum dilakukan sumpah dokter (sebagai exit exam). Implementasi uji kompetensi sebagai exit exam akan mengurangi dampak negatif dari banyaknya jumlah retaker saat ini, karena persiapan uji kompetensi serta pembinaan retaker akan dilakukan langsung di bawah tanggungjawab fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter. Dengan demikian langkah pencegahan terhadap praktik dokter secara ilegal (tanpa Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik) dapat diwujudkan, sehingga kualitas pelayanan kesehatan semakin meningkat. Dengan mempertimbangkan UKDI yang telah dilaksanakan saat ini, maka Ditjen Dikti menghimbau seluruh pimpinan institusi untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan uji kompetensi sebagai exit exam. Oleh karena itu, untuk melengkapi Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nomor 88/E/DT/2013 maka disusun Petunjuk Teknis agar pimpinan fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter dapat lebih memahami latar belakang, arah kebijakan dan teknis pelaksanaan sistem uji kompetensi. Untuk memberikan penjelasan lebih rinci mengenai teknis pelaksanaan kebijakan ini, maka perlu dibuat petunjuk teknis untuk mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang dapat timbul akibat implementasi Surat Edaran ini, seperti masa studi yang kemungkinan akan semakin panjang dengan konsekuensi berkurangnya jumlah dokter yang dihasilkan, atau meningkatnya pembiayaan pendidikan. Untuk itu, petunjuk teknis ini akan memberikan justifikasi hal-hal tersebut secara lebih detail. Petunjuk teknis ini dilengkapi dengan pedoman mengenai teknis pelaksanaan uji kompetensi (CBT dan

6|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

OSCE) yang tercantum http://hpeq.dikti.go.id. 1.2 Maksud dan Tujuan

dalam

buku

lain

dan

dapat

diakses

melalui

Maksud dan tujuan dilaksanakannya uji kompetensi untuk lulusan pendidikan tinggi kesehatan adalah: 1) Uji kompetensi ditujukan untuk menjamin lulusan pendidikan tinggi kesehatan yang kompeten dan terstandar secara nasional sehingga bisa melindungi masyarakat 2) Uji kompetensi untuk menguji pengetahuan dan keterampilan sebagai dasar untuk praktik kedokteran dan mendorong pembelajaran sepanjang hayat 3) Uji kompetensi sebagai metode asesmen kompetensi dalam pengelolaan pasien yang aman dan efektif 1.3 Ruang Lingkup Petunjuk teknis ini mengatur hal-hal sebagai berikut: 1) Prinsip Dasar Uji 2) Metodologi uji 3) Materi Uji 4) Penyelenggaraan Uji 1.4 Dasar Kebijakan Arah kebijakan pelaksanaan uji kompetensi didasarkan pada landasan yuridis, filosofis, sosiologis dan teknis berikut ini: 1.4.1. Landasan Yuridis Penetapan kebijakan implementasi uji kompetensi sebagai uji nasional pada tahap akhir program pendidikan merujuk pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Landasan yuridis kebijakan meliputi UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta Keputusan KKI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Pengesahan Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia pada bagian penilaian hasil belajar. Berbagai landasan yuridis tersebut yang harus diharmonisasikan dengan aturan kebijakan yang paling aktual, yaitu UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

7|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

1.4.2. Landasan Filosofis Landasan filosofis ini menjadi dasar yang terus menyertai dalam pengembangan sistem uji kompetensi sebagai uji nasional pada tahap akhir program pendidikan sebelum mengambil sumpah sebagai dokter. a) Standardisasi Elemen Kompetensi Kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. 1) Landasan kepribadian Penanaman kepribadian sesuai dengan karakter bangsa kepada peserta didik merupakan nilai yang tidak dapat dipisahkan dari kompetensi dokter. Pribadi yang luhur serta menjunjung tinggi nilai-nilai profesinya akan menjadi modal penting bagi calon lulusan pendidikan tinggi tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesinya di masyarakat. 2) Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian ilmu dan keterampilan yang dikuasai Sikap dan perilaku merupakan cerminan dari kepribadian dalam berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Standardisasi sikap dan perilaku dalam kaitan dengan praktik keprofesiannya amat diperlukan untuk menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan yang baik serta menjunjung tinggi harkat dan martabat pasien. 3) Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Standardisasi ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk memastikan lulusan telah menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi yang berkaitan dengan profesinya serta menghindari dilaksanakannya praktik profesi oleh tenaga kesehatan yang tidak kompeten. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ini menunjukkan tingkat pemahaman serta kesiapan lulusan dalam menjalankan praktik profesinya. Pengetahuan dan teknologi menjadi modal kuat dalam menghadapi berbagai persoalan yang mungkin muncul di masyarakat terutama yang berkaitan langsung dengan profesinya. 4) Kemampuan dan keterampilan berkarya Standarisasi kemampuan dan keterampilan berkarya bertujuan untuk memastikan metodologi yang digunakan oleh lulusan telah sesuai dengan kaidah yang berlaku. Perlu diakui bersama bahwa variabilitas kemampuan institusi pendidikan dalam menjalankan proses pendidikan masih cukup tinggi. Standarisasi kemampuan dan keterampilan diperlukan dalam upaya pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia melalui mobilisasi tenaga kesehatan antar daerah.
8|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

5) Penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya Salah satu elemen kompetensi lain yang turut menjadi dasar keberhasilan praktik profesi adalah penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat. Elemen kompetensi ini harus dikuasai oleh lulusan sebelum lulus dari institusi pendidikan. b) Pilar Profesionalisme dan Tujuan Dasar Uji Kompetensi Profesionalisme dibangun dengan berdasarkan pada 3 prinsip utama, yaitu: 1) kompetensi; 2) kemandirian, dan 3) kode etik. Dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip tersebut, maka hal-hal yang menyusun profesionalisme adalah: 1) Altruisme Altruisme yang dimaksud dalam profesionalisme adalah kemampuan untuk memahami kondisi pasien, memperhatikan kebutuhan pasien serta mengutamakan kepentingan pasien. Seorang dokter dalam praktik profesinya harus mampu menumbuhkan sifat altruisme dalam dirinya. Oleh karena itu altruisme harus menjadi salah satu landasan filosofis dalam pendidikan kedokteran sebagai upaya membangun profesionalisme sejak dini. 2) Akuntabilitas Akuntabilitas yang dimaksud dalam profesionalisme adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang telah dilakukan. Tindakan seorang dokter harus berdasarkan pada metodologi ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan kepada publik karena menyangkut keselamatan pasien. 3) Humanisme Humanisme yang dimaksud dalam profesionalisme adalah memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai tenaga kesehatan. Rasa kemanusiaan dokter tidak boleh bertentangan dengan profesionalismenya, sebaliknya rasa kemanusiaan ini menjadi landasan dalam menjalankan profesinya. 4) Excellence Profesionalisme erat berhubungan dengan spirit of excellence, yang mengharuskan seseorang mengikuti standard of excellence dan mengaplikasikannya secara kontinyu dan konsisten. c) Sistem Penjaminan Mutu SDM Kesehatan Melalui standar kompetensi dan standar pendidikan yang telah dikembangkan oleh profesi kesehatan, dikembangkanlah instrumen akreditasi dari standar pendidikan dan blueprint uji kompetensi dari standar kompetensi. Sistem penilaian akreditasi digunakan untuk menilai mutu institusi pendidikan yang dinyatakan dalam status akreditasi yang berlaku

9|Petunjuk Teknis SE Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013

selama periode waktu tertentu. Sedangkan sistem uji kompetensi yang dikembangkan dari standar kompetensi digunakan untuk menilai mutu dan kompetensi lulusan yang dihasilkan di institusi pendidikan. Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan di masyarakat merupakan ranah tanggungjawab profesi untuk senantiasa diperhatikan dan dievaluasi sehingga pada akhirnya kualitas pelayanan kesehatan menjadi masukan pada perbaikan sistem pendidikan kesehatan pada umumnya, serta standar kompetensi dan standar pendidikan pada khususnya. 1.4.3. Landasan Sosiologis Dari sisi landasan sosiologis, urgensi uji kompetensi dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat, sehingga pada akhirnya akan memberikan dampak untuk masyarakat. Hubungan timbal balik antara urgensi uji kompetensi dan kebutuhan masyarakat dilandasi beberapa aspek sosiologis berikut: a) Integrasi Sistem Pendidikan Dan Sistem Pelayanan Untuk menghasilkan ekosistem yang seimbang, maka perlu dilakukan harmonisasi dan integrasi sistem pendidikan dengan sistem kesehatan. Konsep integrasi pendidikan-pelayanan ditujukan untuk meningkatkan layanan kesehatan melalui pendidikan kesehatan yang berkualitas. Dengan kata lain, kebutuhan dunia kesehatan akan dipenuhi oleh dunia pendidikan. Integrasi sistem pendidikan dan sistem pelayanan harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1) Sistem pendidikan tinggi tenaga kesehatan merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan (tidak terfragmentasi dari sistem kesehatan). Sistem pendidikan tinggi tenaga kesehatan yang disusun berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan akan mendorong tercapainya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien bagi masyarakat dengan mengutamakan keselamatan pasien. 2) Pentingnya kolaborasi inter-profesi kesehatan (interprofessional collaboration) dimulai dari sistem pendidikan hingga sistem pelayanan kesehatannya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pelayan kesehatan yang komprehensif bagi masyarakat baik pada pelayanan tingkat dasar (primer), sekunder maupun tersier. Disamping itu kolaborasi inter-profesi kesehatan ini menjamin dilaksanakannya pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan yang kompeten secara terintegrasi dalam satu kesatuan. Kolaborasi inter-profesi kesehatan diharapkan mampu mencegah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan yang tidak memiliki kewenangan.

10 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

b) Hubungan Penjaminan Mutu Sistem Pendidikan Kedokteran dan Sistem Pelayanan Kesehatan Kualitas pendidikan tinggi tenaga kesehatan memiliki efek berjenjang terhadap kualitas pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Secara singkat hubungan antara kualitas pendidikan tinggi kesehatan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Kualitas pelayanan kesehatan dimulai dengan penjaminan kualitas insitusi pendidikan. Penjaminan kualitas institusi dilaksanakan melalui sistem akreditasi. Akreditasi bertujuan mengukur kemampuan institusi pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang baik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan secara nasional. Akreditasi mengukur kualitas institusi pendidikan dari aspek kemampuan institusi dalam tata kelola institusi, kemampuan pemenuhan SDM, sarana dan prasarana pembelajaran dan pendukung lainnya, sistem pembelajaran (kurikulum), sistem informasi, peran serta dalam pengembangan keilmuan (penelitian), pengabdian masyarakat serta kualitas mahasiswa dan lulusan institusi pendidikan. 2) Penjaminan mutu insitusi pendidikan dilanjutkan dengan penjaminan mutu lulusan dengan mengembangkan sistem sertifikasi melalui uji kompetensi untuk menilai lulusan tenaga kesehatan. Tujuan dari sertifikasi ini adalah memastikan lulusan pendidikan tinggi tenaga kesehatan telah memiliki kompetensi yang terstandar sehingga dapat melakukan pelayanan kesehatan secara kompeten sesuai dengan keahlian ilmu dan keterampilan yang dikuasai. 3) Tujuan akhir dari penjaminan kualitas institusi pendidikan dan lulusan pendididikan tinggi tenaga kesehatan adalah tercapainya derajat pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang berlaku nasional. 1.4.4. Landasan Teknis Implementasi UKDI yang selama ini dilaksanakan, dapat menjadi landasan teknis kebijakan uji kompetensi selanjutnya. Pada dasarnya, nilai uji kompetensi yang harus dikedepankan adalah nilai transparansi dan akuntabilitas sosial. Dasar pelaksanaan uji kompetensi adalah kebutuhan akan standarisasi lulusan kedokteran, sehingga dengan dilaksanakannya uji kompetensi sebagai uji nasional pada tahap akhir program pendidikan sebelum mengambil sumpah sebagai dokter maka pengetahuan dan keterampilan lulusan dokter akan terstandar secara nasional. Sesuai dengan amanah yang diemban oleh KDI bekerjasama dengan AIPKI maka pada tahun 2007 dibentuklah KB UKDI untuk menjalankan fungsi pelaksanaan uji kompetensi.

11 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

UKDI dilaksanakan secara periodik sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati yaitu 4 (empat) kali setahun. Tempat pelaksanaan UKDI adalah di institusi pendidikan yang terakreditasi dan memenuhi persyaratan sebagai tempat uji kompetensi baik untuk CBT maupun OSCE. Dengan dilaksanakannya uji kompetensi sebagai uji nasional pada tahap akhir program pendidikan, yaitu sebelum mengambil sumpah sebagai dokter, maka pembiayaan uji kompetensi merupakan bagian dari biaya pendidikan.

12 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

BAB II PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN


2.1. Uji Kompetensi sebagai Uji Nasional pada Tahap Akhir Program Pendidikan Uji kompetensi sebagai bagian dari implementasi sistem penjaminan mutu lulusan dokter telah diatur secara tersurat dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang menjelaskan tentang sertifikat kompetensi sebagai tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi yang dikeluarkan oleh kolegium terkait. 2.1.1. Mekanisme pelaksanaan Uji kompetensi sebagai uji kelulusan akhir program pendidikan profesi dokter dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: 1.1.1. Uji kompetensi dilaksanakan pada tahap akhir pendidikan sebelum dilakukan sumpah dokter. 1.1.2. Uji kompetensi dilaksanakan secara nasional oleh Panitia Nasional yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. 1.1.3. Uji kompetensi dilaksanakan berdasarkan blueprint yang mengacu pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 1.1.4. Uji kompetensi dilaksanakan dengan melibatkan fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter sebagai kompartemen ujian sebagaimana diatur dalam pedoman pelaksanaan CBT dan OSCE. 1.1.5. Soal ujian disiapkan oleh Panitia Nasional dan akan dibawa oleh petugas khusus yang telah ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Panitia Nasional. 1.1.6. Panitia Nasional uji kompetensi tahun 2013 adalah Panitia Uji Kompetensi IDI-KDPI-AIPKI, hingga terbentuknya lembaga nasional yang berwenang. 1.1.7. Penentuan kelulusan uji kompetensi melalui proses standard setting secara nasional dan hasilnya disampaikan kepada peserta melalui fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter masing-masing. 2.1.2. Persyaratan Peserta Uji kompetensi berlaku bagi semua calon lulusan pendidikan profesi dokter dengan persyaratan sebagai berikut: 1) Mahasiswa pendidikan profesi dokter yang telah menyelesaikan dan lulus tahap kepaniteraan klinik dibuktikan dengan surat keterangan oleh Dekan/ Ketua Program Studi Profesi Dokter 2) Memenuhi persyaratan administratif sebagaimana ditetapkan oleh Panitia Nasional
13 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

3)

Persyaratan khusus bagi peserta retaker: a) Telah mengikuti program remediasi yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari institusi pendidikan pelaksana program remediasi b) Belum melampaui batas maksimal keikutsertaan uji kompetensi

2.1.3. Batasan Keikutsertaan Uji kompetensi berlaku bagi semua calon lulusan pendidikan dokter dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Calon lulusan dokter yang belum lulus pada uji kompetensi pada periode uji tertentu tidak diperkenankan untuk mendapatkan sertifikat kompetensi ataupun melakukan sumpah dokter 2) Calon lulusan pendidikan dokter yang belum lulus pada uji kompetensi pada periode uji tertentu diwajibkan mengikuti uji kompetensi pada periode uji selanjutnya hingga dinyatakan lulus 3) Calon lulusan pendidikan dokter dapat mengikuti uji kompetensi maksimal hingga 2 (dua) kali masa studi pendidikan profesi normal sesuai dengan peraturan akademik yang berlaku pada masing-masing institusi (2n) 2.2. Materi dan Metode Uji Kompetensi Materi uji kompetensi merujuk pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Uji kompetensi dilaksanakan dengan menggunakan metode yang tepat dalam menguji sikap (attitude), pengetahuan (knowledge), dan keahlian (skills). 2.2.1. Materi Uji Kompetensi Materi uji kompetensi disusun berdasarkan cetak biru (blueprint). Masing-masing metode baik untuk metode uji CBT maupun uji OSCE memiliki blueprint yang selanjutnya menjadi dasar dalam pelaksanaan uji kompetensi dokter. A. Blueprint Uji CBT Blue print CBT dibagi dalam 7 (tujuh) tinjauan sebagai berikut: 1) Tinjauan 1: Standar Kompetensi Profesi Dokter Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: o Ketrampilan dasar klinis o Aplikasi biomedis, behavior, clinical, & epidemiologi pada kedokteran keluarga o Komunikasi efektif o Manajemen masalah kesehatan primer o Penelusuran, kritisi, dan manajemen informasi o Profesionalisme, moral, dan etika praktik kedokteran o Kesadaran, pemeliharaan, dan pengembangan personal

14 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

2) Tinjauan 2: Kognitif, Psikomotor, Konatif Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: o Kognitif o Procedural knowledge o Konatif 3) Tinjauan 3: Recall & Application Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: o Recall o Reasoning 4) Tinjauan 4: Aspek perjalanan penyakit Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: o Saraf dan perilaku o Kepala dan leher o Endokrin dan Metabolisme o Saluran cerna, hepatobilier, dan pankreas o Saluran pernapasan o Ginjal dan saluran kemih o Jantung, pembuluh darah dan sistem limfatik o Darah dan sistem kekebalan tubuh o Kulit, otot, tulang dan jaringan lunak o Reproduksi 5) Tinjauan 5: Organ sistem/struktur organ Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai patogenesis penyakit meliputi: o Pertumbuhan, perkembangan, dan degenerasi o Kelainan genetik dan kongenital o Penyakit Infeksi dan Imunologi o Penyakit neoplasma o Penyakit akibat trauma atau kecelakaan 6) Tinjauan 6: Tindakan layanan kesehatan yang dilakukan Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: o Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit o Penapisan/Diagnosis o Manajemen/Terapi o Rehabilitasi o Aspek hukum dan etika 7) Tinjauan 7: Tingkat layanan kesehatan yang dilakukan Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: o Individu o Keluarga o Masyarakat

15 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

B. Blueprint OSCE Secara garis besar blueprint terdiri atas 2 (dua) tinjauan meliputi: 1) Berdasarkan kompetensi Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: o Anamnesis o Pemeriksaan fisik o Melakukan tes/prosedur klinik atau interpretasi data menunjang diagnosis banding/diagnosis o Menentukan diagnosis atau diagnosis banding o Tatalaksana a) non farmakoterapi b) farmakoterapi o Komunikasi dan edukasi pasien o Perilaku profesional 2) Berdasarkan sistem organ dan lokasi tubuh Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: o Endokrin dan metabolisme o Hematologi dan onkologi o Psikiatri o Sistem gastrointestinal o Sistem kardiovaskuler o Sistem muskuloskeletal o Sistem genitourinaria o Sistem pengindraan o Sistem reproduksi o Sistem respirasi o Sistem saraf o Kepala leher o Lain-lain

untuk

2.2.2. Metode Uji Kompetensi Pelaksanaan UKDI menggunakan metode Computer Based Testing (CBT) dan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) serta dilaksanakan secara periodik. Metode CBT digunakan untuk menguji pengetahuan sedangkan metode OSCE digunakan untuk menguji kemampuan/performa keterampilan klinik. 2.3. Waktu Pelaksanaan dan Pembiayaan Uji Kompetensi Uji kompetensi dilaksanakan secara periodik dengan pembiayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan meliputi proses persiapan, pelaksanaan hingga evaluasi.

16 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

2.3.1. Waktu Pelaksanaan Uji kompetensi diselenggarakan sebanyak 4 (empat) kali dalam setahun, yaitu pada bulan Februari, Mei, Agustus dan Nopember. Tanggal pasti pelaksanaan uji kompetensi dapat dilihat pada laman http://uk.aipki-kdpi.org/ 2.3.2. Pembiayaan Uji Kompetensi 1) Pembiayaan uji kompetensi merupakan bagian dari pembiayaan pendidikan. 2) Pembiayaan uji kompetensi merupakan bagian dari pembiayaan pendidikan berlaku sejak periode uji kompetensi tahun 2014 dan masuk dalam biaya pendidikan untuk Tahun Ajaran 2013/2014. 3) Pembiayaan uji kompetensi terdiri atas 2 (dua) komponen biaya meliputi: o Biaya nasional o Biaya institusional 4) Besaran biaya uji kompetensi yang dikelola oleh Panitia Nasional untuk uji kompetensi tahun 2013 sebesar: o CBT : Rp. 400. 000 per peserta per ujian o OSCE : Rp. 600.000 per peserta per ujian 5) Biaya nasional uji kompetensi yang dikelola oleh Panitia Nasional meliputi: 1.1.7.1.1. Metode Uji CBT: a) Pengembangan dan penyiapan materi uji kompetensi. b) Penyiapan perangkat uji kompetensi (hard disk uji kompetensi, berita acara, daftar hadir, kartu peserta, dll.). c) Pembiayaan penggunaan fasilitas CBT Center. d) Pembiayaan komponen uji (pengawas pusat, koordinator CBT, IT Lokal dan pengawas lokal). e) Pembiayaan pengelolaan hasil uji kompetensi (standart setting, item analysis dan pencetakan feedback hasil uji kompetensi). f) Penyusunan laporan evaluasi pelaksanaan uji kompetensi. 1.2. Metode Uji OSCE: a) Pengembangan dan penyiapan materi uji kompetensi. b) Penyiapan perangkat uji kompetensi (soal uji kompetensi, berita acara, daftar hadir, kartu peserta, dll.). c) Pembiayaan komponen uji (pengawas pusat). d) Pembiayaan transportasi dan akomodasi penguji luar (external examiner) untuk tahun 2013. e) Pembiayaan pengelolaan hasil uji kompetensi. f) Penyusunan laporan evaluasi pelaksanaan uji kompetensi.

17 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

6) Biaya institusional uji kompetensi yang dikelola oleh institusi meliputi: 1.2.1.1.1. Metode Uji CBT: a) Biaya perawatan fasilitas CBT Center. b) Biaya pendukung lainnya yang tidak disediakan oleh Panitia Nasional (misal: biaya keamanan, kebersihan, dll.). 1.2.1.1.2. Metode Uji OSCE: a) Biaya pembelian atau penggunaan Bahan Habis Pakai. b) Honorarium komponen uji (koordinator OSCE, panitia lokal, penguji OSCE, pelatih pasien standar, pasien standar, laboran, IT lokal). c) Honorarium penguji luar (external examiner) untuk tahun 2013. d) Transportasi, akomodasi dan honorarium penguji luar (external examiner) untuk tahun 2014 dan seterusnya. 7) Besaran biaya uji kompetensi yang dikelola oleh institusi disesuaikan dengan satuan unit biaya sesuai peraturan administrasi keuangan masing-masing institusi dan tidak melebihi standar satuan biaya uji kompetensi yang ditentukan oleh Panitia Nasional. 8) Mekanisme pembayaran biaya uji kompetensi: o Masa transisi (tahun 2013): a) Biaya uji kompetensi tidak termasuk dalam biaya pendidikan. b) Pembayaran uji kompetensi dilakukan oleh mahasiswa kepada Panitia Nasional. o Setelah masa transisi (sejak tahun 2014 dan seterusnya): a) Biaya uji kompetensi termasuk dalam biaya pendidikan. b) Pembayaran uji kompetensi dilakukan secara kolektif oleh masingmasing institusi kepada Panitia Nasional. 2.4. Tindak Lanjut Uji Kompetensi Hasil uji kompetensi akan diumumkan secara terbuka dengan tujuan untuk diketahui masyarakat dan sebagai umpan balik bagi institusi pendidikan terutama untuk perbaikan proses pendidikan. Sedangkan untuk peserta uji kompetensi yang belum lulus akan diberlakukan program penanganan retaker yang menjadi tanggungjawab institusi pendidikan. 2.4.1. Publikasi Hasil Ketentuan tentang publikasi hasil uji kompetensi meliputi: 1) Hasil uji kompetensi diumumkan maksimal 1 (satu) bulan setelah pelaksanaan 2) Pengumuman dilakukan dalam bentuk: a) Online melalui website Panitia Nasional dalam bentuk pencantuman nama dan institusi serta hasil ujian

18 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

b) Tertulis berupa: o Kolektif per institusi meliputi: i. Identitas institusi ii. Nilai rerata nasional iii. Nilai rerata institusi iv. Umpan balik institusi o Individu meliputi: i. Identitas peserta ii. Nilai rerata nasional iii. Nilai individu iv. Umpan balik individu 2.4.2. Penanganan Retaker Calon lulusan pendidikan dokter yang tidak lulus uji kompetensi wajib mengikuti program remediasi. Program remediasi dilaksanakan pada institusi pendidikan dokter dengan ketentuan sebagai berikut: A. Mekanisme Pelaksanaan Mekanisme pelaksanaan program remediasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Pengusulan data retaker: o Koordinator pembimbingan menyampaikan data retaker kepada Dekan/Ketua Program Studi 2) Setelah institusi menerima data peserta retaker baik yang berasal dari institusi bersangkutan maupun dari luar institusinya, Dekan/Ketua Program Studi membuat surat tugas yang menetapkan nama pembimbing dan retaker yang dibimbing (rasio maksimal 1:5) 3) Dalam melakukan pembinaan digunakan seperangkat instrumen yang terdiri atas (1) buku log retaker; dan (2) daftar hadir. 4) Frekuensi pembimbingan minimal 1 minggu satu kali 5) Dalam melakukan pembimbingan, baik retaker maupun pembimbing harus mengisi buku log sesuai dengan panduannya secara lengkap. 6) Pengisian buku log harus bisa mencerminkan tahapan kegiatan dan kemajuan proses remediasi pembelajaran retaker 7) Koordinator pembimbingan bertanggungjawab terhadap kelancaran keseluruhan pelaksanaan kegiatan remediasi 8) Pada akhir proses pembimbingan remediasi, keseluruhan instrumen yang telah diisi dikumpulkan kepada koordinator pembimbingan 9) Koordinator pembimbingan menyusun laporan hasil kegiatan kepada Dekan 10) Dekan menyampaikan hasil laporan pembimbingan kepada AIPKI Wilayah serta membuat surat pengantar yang menyatakan retaker tersebut telah
19 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

menyelesaikan program remediasi sehingga bisa mengikuti uji pada periode terkait. B. Peran Pemangku Kepentingan Dalam pelaksanaan program remediasi bagi retaker uji kompetensi, seluruh pemangku kepentingan memiliki peran masing-masing meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Peran Panitia Nasional o Pada tahap ini Panitia Nasional akan menyiapkan data tentang retaker uji kompetensi. Data berisi nama-nama retaker dari institusi beserta riwayat uji kompetensi. Selain itu, Panitia Nasional akan pula menyampaikan profil kelulusan uji kompetensi perinstitusi kepada Pengurus Pusat AIPKI untuk diketahui dan ditindaklanjuti seperlunya. o Panitia Nasional selanjutnya menyampaikan data-data tersebut kepada institusi pendidikan (home based) masing-masing retaker 2) Peran Institusi Pendidikan Kedokteran o Institusi pendidikan kedokteran melakukan diseminasi kegiatan pembinaan retaker uji kompetensi dan pelatihan berdasarkan hasil Training of Trainer (TOT) sebelumnya kepada calon pembimbing. Jumlah calon pembimbing diharapkan mengantisipasi jumlah lulusannya yang masih tidak lulus dengan rasio pembimbing dan retaker maksimal 1:5. o Pimpinan Institusi menetapkan koordinator pembinaan atau unit organisasi sesuai yang diinginkan berdasarkan surat tugas Dekan/Ketua Program Studi. Demikian pula, pembimbing yang bertugas selama periode pembimbingan retaker perlu diberikan surat tugas. o Institusi pendidikan kedokteran diharapkan juga bersedia melakukan pembinaan (remedial learning) kepada retaker dari institusi lain yang mendaftar atau berminat mengikutinya di institusi tersebut. 3) Peran Retaker o Retaker diharapkan sesegera mungkin menghubungi institusi pendidikan asal (home based) untuk mendaftar program remediasi beserta institusi pendidikan yang diminati untuk pelaksanaan program remediasi. Pendaftaran retaker ke institusi perlu dilakukan segera setelah hasil uji kompetensi diumumkan. o Retaker diharapkan berperan aktif dalam proses pendaftaran program remediasi dengan menyediakan informasi serta berkas-berkas administratif jika diperlukan 4) Peran AIPKI Pusat dan AIPKI Wilayah o AIPKI Pusat menyusun pedoman pelaksanaan dan instrumen Monev pembinaan retaker
20 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

o AIPKI wilayah menetapkan Tim Monev yang dibentuk berdasarkan surat tugas dari AIPKI Wilayah. AIPKI wilayah mengatur distribusi retaker dengan memperhatikan kemampuan institusi. AIPKI wilayah juga menyusun jadwal Monev. C. Pembiayaan Kegiatan 1) Pembiayaan meliputi: o Pengelolaan program, seperti penyediaan buku Log, biaya rapat, pelaporan kegiatan, komunikasi, transportasi dan akomodasi. o Honorarium pengelola program meliputi: a) Honorarium pembimbing b) Honorarium koordinator pembimbingan c) Tim monev internal 2) Sumber pembiayaan bagi program penanganan retaker pada termasuk dalam biaya pendidikan

21 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

BAB III PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Dalam menjamin implementasi uji kompetensi yang bermutu, diperlukan suatu sistem pemantauan dan evaluasi yang dilakukan secara sinergis oleh berbagai pemangku kebijakan terkait, baik dari sisi profesi maupun pemerintah. Selain itu, kompleksitas proses persiapan hingga implementasi uji kompetensi menuntut perlunya keberadaan suatu lembaga mandiri yang berfungsi sebagai penjamin mutu dalam pengembangan strategi, metodologi serta perangkat uji dalam mengevaluasi kompetensi peserta didik pada pendidikan kedokteran. Dalam pelaksanaan uji kompetensi, Panitia Nasional memiliki amanah untuk menjaga kredibilitas penyelenggara uji kompetensi profesi dimata pemangku kepentingan di tingkat nasional, regional dan global. Sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi kesehatan dan pelayanan kesehatan harus saling berkaitan satu sama lain. Idealnya institusi pendidikan tinggi kesehatan yang berkualitas akan menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang berkualitas pula. Uji kompetensi sebagai bagian dari implementasi sistem penjaminan mutu pendidikan kedokteran, akan dipantau dan dievaluasi oleh berbagai kepentingan baik dari pemangku kepentingan maupun dari pengguna sistem tersebut. Sistem uji kompetensi dokter dan tenaga kesehatan lainnya adalah suatu bentuk penjaminan mutu dari sisi profesi, dalam hal ini organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan dan stakeholder dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Konsil Kedokteran Indonesia. Untuk menjaga proses penjaminan mutu yang berkelanjutan, sistem uji kompetensi didukung dengan metode pengembangan soal yang terstandar secara nasional berdasarkan pengalaman praktik baik dari sistem uji kompetensi yang telah dikembangkan di negara lain. Sistem uji kompetensi tenaga kesehatan juga telah didukung dengan adanya pemanfaatan teknologi informasi yang sistemnya dikembangkan dan dilengkapi dengan dengan dukungan data. Sejalan dengan kebijakan optimalisasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi, maka setiap institusi yang menjalankan uji kompetensi wajib melaporkan evaluasi pelaksanaannya melalui Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT). Selain itu, untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi hasil uji kompetensi, maka setiap hasil uji kompetensi akan diumumkan secara transparan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan melalui laman Panitia Nasional dan dikirimkan ke setiap pimpinan institusi.

22 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

BAB IV PENUTUP
Uji kompetensi sebagai bentuk implementasi penjaminan mutu lulusan kedokteran adalah salah satu usaha untuk mendukung perbaikan kualitas pendidikan kedokteran, sehingga pada akhirnya akan menghasilkan pelayanan kedokteran yang paripurna. Untuk mempertahankan academic professional environment di institusi pendidikan serta pengalaman praktik baik dari pelaksanaan UKDI selama ini, maka telah disepakati bersama bahwa uji kompetensi akan dilaksanakan pada tahap akhir pendidikan sebelum dilakukan sumpah dokter (sebagai exit exam). Untuk memberikan petunjuk lebih lanjut terkait kebijakan uji kompetensi sebagai uji nasional pada tahap akhir program pendidikan maka telah disusun petunjuk teknis ini dengan memperhatikan berbagai masukan dari pihak-pihak terkait. Dalam rangka mendukung implementasi uji kompetensi yang berkualitas maka diharapkan seluruh fakultas kedokteran dan program studi pendidikan dokter dapat menjalankan petunjuk teknis ini dengan penuh tanggungjawab. Hasil uji kompetensi menunjukkan umpan balik pencapaian kompetensi lulusan yang juga merupakan umpan balik bagi proses pendidikan. Hal ini merupakan perwujudan usaha untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

23 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

DAFTAR PUSTAKA
1. Surat Edaran Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013, Mengenai Uji Kompetensi Dokter Indonesia Sebagai Exit exam 2. Report of International Technical Advisor to HPEQ Component 2 (Clinical Skills Assessment) 2012 3. Panduan Penyelenggaraan Computer Based Test, HPEQ 2011 4. Panduan Penyelenggaraan Ujian OSCE, HPEQ 2012 5. Paparan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, pada Forum Dekan Kedokteran 16 Januari 2013 Saran Petunjuk Teknis Saran Petunjuk Teknis Tindak Lanjut Surat Edaran Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013, Mengenai Uji Kompetensi Dokter Indonesia Sebagai Exit exam 6. Blueprint Uji Kompetensi Dokter Indonesia 7. Pedoman Pelaksanaan Remediasi Pembelajaran Retaker UKDI, Health Professional Education Quality Project, 2013

24 | P e t u n j u k T e k n i s S E D i r j e n D i k t i N o . 8 8 / E / D T / 2 0 1 3

You might also like