Diajukan Pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk memenuhi sebagian syarat penulisan Skripsi
Disusun Oleh :
Ichsan Wibowo Saputro NIM. 10410069
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012
2
KONSEP TADIB MENURUT SYED M. NAQUIB AL-ATTAS DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. 1
Namun penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di lembaga pendidikan formal sekarang ini banyak mendapatkan kritik dari masyarakat, karena PAI dinilai gagal dalam membentuk kepribadiandan moral siswa. Berbagai perilaku menyimpang siswa, nampaknya sangat kontradiktif dengan rumusan Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3 bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab. 2
Terlebih lagi, Islam tidak hanya mengatur hubungan antara makhluk dengan Tuhannya (Allah SWT) atau ibadah-ibadah yang bersifat ritual seperti shalat, puasa, zakat, haji dll. 3 Tetapi Islam juga mengatur tentang masalah muamalah seperti, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Sejak tidak adanya institusi (negara) yang menjalankan syariah Islam, ajaran Islam mulai terpisahkan dengan kehidupan dunia, umat Islam sendiri pun sudah berkiblat pada pemikiran-pemikiran serta konsep-konsep kehidupan di luar Islam, seperti sekulerisme, liberalisme, ataupun kapitalisme. Ini mengakibatkan semakin terpinggirkannya pemikiran-pemikiran Islam yang besar dan sempurna dalam mengatur kehidupan, termasuk pemikiran-pemikiran tentang pendidikan Islam.
1 Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 130. 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm 8. 3 Abdullah, Islam, Pandangan Hidup yang Sempurna,(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), hlm. 63.
3
Khususnya dalam dunia pendidikan, konsep-konsep pendidikan Islam saat ini belum begitu dikenal secara komprehensif, apalagi untuk mengembangkanya yang sesuai dengan konsep Islam yang berlandaskan aqidah Islam. Alhasil Konsep Pendidikan Islam sekarang ini belum mampu bersaing dengan konsep-konsep pendidikan yang cenderung sekuler dan materialistik, walaupun konsep-konsep Pendidikan sekarang ini terbukti gagal melahirkan generasi yang shaleh sekaligus menguasai IPTEK. 4 Output atau produk dari hasil pendidikan yang materialistik sekarang ini, sangat mudah terombang-ambing oleh kondisi dan situasi, lebih-lebih di era globalisasi sekarang ini, dimana percepatan arus informasi dan teknologi dapat dengan mudah mengubah visi, misi serta tujuan hidup masyarakat yang bertolak belakang dengan ajaran Agama, apalagi manusia-manusianya tidak memliki keteguhan aqidah yang kuat. Dalam bidang budaya, pengaruh globalisasi dapat menghapuskan budaya suatu bangsa, misalnya di Indonesia, yang semakin lama kekhasan budayanya semakin kabur, sementara budaya-budaya dari luar mudah sekali diterima oleh masyarakatnya tanpa memperhitungkan sisi lemahnya. Sekarang jika kita cermati lebih teliti, budaya Barat mana yang tidak ada di Indonesia, dari cara berpakaian hingga pergaulan, dari perpolitikan sampai penyusunan kurikulum pendidikan yang cenderung materialistis dan pragmatis. Dalam lingkup yang lebih luas, globalisasi mengakibatkan persaingan tak sehat antar bangsa semakin jelas, bangsa yang lebih kuat akan selalu memangsa bangsa yang lebih lemah, khususnya negara-negara dunia ketiga, yang banyak tergantung dengan negara-negara maju, akan selalu didekte dalam kebijakan-kebijakan pemerintahannya. Ironisnya negara- negara ketiga ini kebanyakan negara yang penduduknya mayoritas Muslim. Penguasa- penguasanya seakan tak mau terlepas dari ketergantungan itu, dengan bukti negara-negara yang kuat masih leluasa untuk mencampuri urusan bangsa lain. Sebetulnya kalau kita pahami, pendidikan Agama dalam hal ini Islam, sebelum adanya era globalisasi ataupun multi media, telah memberikan petunjuk bahwa Agamalah yang mampu membentuk diri manusia menjadi berbudi luhur, punya komitmen untuk selalu berkembang, serta membentengi manusia dari pengaruh yang buruk. Dengan ilmu agama, manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Firman Allah SWT. dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 269 :
O)uNCOE-:^-}4`+7.4=EC_}4`4=u NCOE-:^-;4O)q-LOOE=-LOOg 14`4NOOO4C)W-O7qU4:^ -^gg_ Artinya: Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
Drs. H. Moh. Rifai menafsirkan, Allah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada siapa saja yang dikehendakinya, atau dalam arti lain siapa yang benar-benar ingin mencarinya. Dan barang siapa yang diberi ilmu yang bermanfaat, maka ia berarti mendapat kebaikan yang tinggi, dan karena itulah ia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. 5
Pada akhirnya pokok permasalahannya bukanlah semata-mata kesalahan dari globalisasi itu sendiri, tapi juga karena lemahnya iman dan kurangnya pendidikan yang memadai pada masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya dunia pendidikan dapat mengambil peran, paling tidak dunia pendidikan dapat memberi pencerahan terhadap permasalahan di atas, dengan tidak hanya mengutamakan ilmu pengetahuan umum, tapi juga memadukan secara seimbang dengan ilmu-ilmu agama yang sesuai dengan konsep Islam, tidak malah mensekulerisasikan dunia pendidikan, seperti yang sedang berlangsung saat ini. Secara formal, sekulerisasi pendidikan di negeri ini dapat kita lihat pada dua departemen yang mengeluarkan produk kurikulum yang berbeda, yakni Departemen Agama dan Departemen Pendidikan, disini jelas terlihat ada pembatas antara ilmu umum dan ilmu agama, karena yang menjadi standar kompetensi prestasi adalah ilmu umum (non agama). Ilmu agama di posisikan di tempat yang individual, ajaran nilai-nilai transendental agama dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan standar penilaian pendidikan. Dalam faktanya, pendidikan saat ini sulit menghasilkan manusia-manusia yang beriman, berbudi luhur, berakhlaq mulia sekaligus menguasai IPTEK. Seperti tokoh-tokoh
terkenal dahulu yang pernah dihasilkan oleh konsep pendidikan Islam dimasa kekhalifahan berdiri. Produk pendidikan saat itu tidak hanya mampu menguasai IPTEK, tapi juga beriman, berbudi luhur serta menguasai ilmu agama yang mumpuni, misal: Al Razi dan Ibnu Sina (pakar kedokteran), Al Farazi dan Al Fargani (pakar astronomi), Abu Ali al Hasan (pakar optik), Jabir Ibnu Hayyan (pakar kimia), Muhammad Ibn Musa al Khawarizmi (pakar matematika), sementara dalam bidang filsafat, terdapat nama Al Farabi dan Ibn Rusyd tokoh ini juga melakukan interpretasi terhadap pemikiran Aristoteles. 6 dan masih banyak lagi tokoh-tokoh Islam yang karyanya masih berguna sampai detik ini. Tidak dapat dipungkiri kemunculan para tokoh ataupun pakar di atas tidak terlepas dari keberhasilan pendidikan masa itu, dimana konsep pendidikan saat itu tidak memisahkan antara Ilmu agama dan umum, selain itu juga tujuan pendidikan masa itu berdasar pada aqidah Islam, mencari ilmu tidak sekedar tuntutan zaman tapi suatu kewajiban yang dapat meraih ridho Allah SWT. Mencari ilmu tidak sekedar untuk tujuan meningkatkan taraf hidup individual, atau sekedar mudah untuk mendapatkan pekerjaan (materi) yang serba pragmatis. Penulis juga menyadari bahwa saat ini memang sudah ada usaha untuk mengembangkan konsep-konsep pendidikan Islam. Akan tetapi masih dipandang sebelah mata oleh praktisi pendidikan dan masyarakat, karena boleh dibilang masih kalah pamor dengan konsep pendidikan yang lain. Untuk itu, dalam kesempatan kali ini agar pemikiran- pemikiran tentang pendidikan Islam semakin jelas, mudah difahami, menjadi sebuahgagasan sekaligus mempunyai nilai di lingkungan akademisi, peneliti/pengamat dan juga di kalangan masyarakat umum, penulis mencoba untuk menggali dan memaparkan konsep Tadib sebagai sebuah landasan dalam pengembangan pendidikan Islam dan menilai relevansi konsep tersebut dengan tujuan pendidikan Islam. Pemikiran-pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas banyak dituangkan dalam buku-buku serta tulisan-tulisannya atau artikel-artikel, yang sekarang menjadi inti dari konsep-konsep serta ide-ide dalam International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC).Oleh karena itu skripsi ini diharapkan akan banyak menggali pemikiran atau sumber dari lembaga pendidikan tersebut.
6 Fahmi Amhar, TSQ Stories edisi 2; 50 Kisah Penelitian dan Pengembangan Sains dan Teknologi di Masa Peradaban Islam, (Bogor: Al-Azhar Press, 2011), hlm. 262.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas? 2. Bagaimana relevansi konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas dengan tujuan Pendidikan Islam?
C. Tujuan dan KegunaanPenelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas. 2. Untuk mengetahuirelevansi konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas dengan tujuan Pendidikan Islam. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan dari segi teoritis adalah sebagai kontribusi pemikiran pemikiran bagi pengembangan keilmuwan, khususnya dalam bidang Pendidikan Islam. 2. Kegunaan praktis penelitian ini adalahuntuk menumbuhkan pemahaman tentangpendidikan Islam yang didasarkan pada konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas, sekaligus dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut terhadap konsep-konsep pendidikan yang sesuai dengan aqidah Islam.
D. Tinjauan Pustaka Kajian ataupun penelitian tentang konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas yang mendasari sebuah model Pendidikan Islam, saat ini memang banyak diperbincangkan, termasuk karya-karya atau tulisan-tulisan dari organisasi-organisasi masyarakat, organisasi politik, ataupun perorangan yang mengkaji tentang pendidikan Islam. Begitu pula dengan pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas yang sekarang direpresentasikan oleh ISTAC,yang sempat beliau dirikan. ISTAC akhirnya sedikit banyak memberikan bentuk terhadap pendidikan Islam, bentuk yang berupa gagasan pemikiran ini kemudian dipublikasikan dalam bentuk buku, makalah, jurnal, majalah maupun tulisan- tulisan dalam bentuk lainnya.
7
Sejauh pengamatan penulis, penelitian pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas memang sudah ada, keberadaan hasil penelitian tersebut penulis jadikan kajian pustaka serta referensi untuk penelitian ini. Literatur-literatur yang mengkaji atau meneliti tentang pemikiran- pemikiran pendidikan Islam secara umum, tetap menjadi pertimbangan tersendiri dalam mengeksplorasi pendidikan Islam yang didasarkan pada konsepTadib menurutSyed M. Naquib Al-Attas. Untuk itu sebagai pembanding, penelitian ini berbeda dengan penelitian- penelitian sebelumnya, baik dalam bentuk kajian maupun metode pendekatan yang dipakai, di antaranya: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Wastuti dalam skripsinyayang berjudul Konsep Tadib dalam Pendidikan Islam (Studi atas Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas), 2009, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 7 Dalam penelitian tersebut dipaparkan mengenai konsep tadib, namun dalam pembahasannya tidak dipaparkan secara terperinci mengenai kesesuaian konsep tadib yang digagas oleh al-Attas dengan tujuan pendidikan Islam yang ada di Indonesia. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Andi Pratama dalam skripsinya yang berjudulEpistemologi Pendidikan Islam (Telaah atas Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas), 2004, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 8 Dalam penelitian tersebut mengungkapkan berbagai permasalahan yang ada dalam bidang epistemologi, khususnya epistemologi Islam. Namun penelitian ini tidak membahas lebih lanjut tujuan dari pendidikan Islam, terutama konsep Tadibyang dijadikan sebuah dasar untuk menghasilkan model manusia ideal yakni manusia universal atau manusia yang beradab sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh Syed M. Naquib Al-Attas dalam pendidikan Islam. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Ana Khoiriyah dalam skripsinyayang berjudulKarakteristik Epitemologi Pendidikan Islam (Studi Terhadap Pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Implementasinya dalam Metode Pendidikan Agama Islam), 2006, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 9 Dalam penelitian tersebutdipaparkan tentang karakteristik epistemologi Islam yang mencoba berpijak untuk
7 Wastuti, Konsep Tadib dalam Pendidikan Islam (Studi atas Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009). 8 Andi Pratama, Epistemologi Pendidikan Islam (Telaah atas Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004). 9 Ana Khoiriyah, Karakteristik Epitemologi Pendidikan Islam (Studi Terhadap Pemikiran Syed Muhammad naquib al-Attas dan Implementasinya dalam Metode Pendidikan Agama Islam), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006).
8
mengembalikan pendidikan pada sumber utamanya yaitu Al-Quran dan Al-Hadist. Namun penelitian ini menitik beratkan pada implementasi dalam bentuk metode pangajaran yang didasarkan pada epistemologi Islam yang digagas oleh Syed M. Naquib al-Attas.
E. Landasan Teori 1. Konsep Menurut arti bahasa, Konsep memiliki arti umum, pemikiran, rancangan, atau pendapat yang diabstraksikan melalui peristiwa nyata. Konsep merupakan penggambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Lebih lanjut Lorens Bagus mengutarakan bahwa konsep dapat diartikan sebagai suatu ide atau gagasan yang diberikan sebagai hasil dari daya persepsi atau pengindraan. Konsep merupakan hasil pemikiran, gagasan atau ungkapan abstrak-ruhani tentang sesuatu yang memiliki fungsi untuk memunculkan dalam pikiran, obyek- obyek yang menarik pemikiran atau perhatian kita, dari sudut pandang praktis dan sudut pandang ilmu pengetahuan. Setiap konsep adalah abstraksi. Abstraksi ini menjadikan konsep seakan-akan suatu penyimpangan dari realitas. Sebuah konsep dapat membantu memperoleh pengetahuan lebih mendalam tentang realitas dengan cara menonjolkan dan meneliti aspek-aspek hakiki dalam realitas tersebut. Jadi dalam ungkapan lain, Konsep merupakan suatu pondasi yang mendasar untuk menjalankan suatu program serta melancarkan suatu program yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. 2. Tadib menurut Al-Attas Dalam upaya merefleksikan Manusia Sempurna dalam dunia pendidikan Islam, pada Konferensi dunia Pertama mengenai Pendidikan Islam yang terselenggara di Makkah, pada April 1971, ketika tampil sebagai salah seorang pembicara utama dan mengetuai komite yang mambahas cita-cita dan tujuan pendidikan, secara sistematis Al-Attasmengajukan agar definisi pendidikan Islam diganti dengan penanaman adab dan istilahn pendidikan dalam Islam menjadi tadib. Al-Attas menyatakan bahwa struktur konsep tadib meliputi unsur ilmu (ilm), instruksi (talim), dan pembinaan yang baik (tarbiyah). Perkataan adab memiliki arti yang sangat luas dan mendalam, sebab pada awalnya perkataan adab berarti undangan
9
ke sebuah jamuan makan, yang di dalamnya sudah terkandung ide mengenai hubungan sosial yang baik dan mulia. Al-Attas menganggap bahwa aktivitas Muhammad SAW berupa pengajaran Al-Quran dan hikmah penyucian umat adalah menifestasi langsung dari peranan Tadib. 10
3. Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yang selama ini diakui sebagai bapak pendidikan Indonesia, jauh sebelum Indonesia merdeka sudah dengan tegas mengisaratkan pentingnya sebuah pendidikan.
Pendidikan merupakan kunci pembangunan sebuah bangsa. Pendidikan dilakukan melalui usaha menuntun segenap kekuatan kodrat yang dimiliki anak, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. 11
Lebih jauh lagi, sebelum benua Amerika ditemukan, Islam sudah memposisikan pendidikan di posisi yang amat tinggi.Dakwah Nabi SAW di Jazirah Arab pernah menyatakan bahwa ketika mendapati tawanan perang yang pandai baca tulis, maka sebagai penebus untuk bisa bebas, tawanan tersebut harus mengajarkan baca tulis orang-orang Islam. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa Nabi SAW paham benar pentingnya pendidikan bagi sebuah peradaban. Dalam konteks sekarang, pemahamam tentang pentingnya pendidikan tidak bisa dibantahkan.Oleh karena itu pengembangan pendidikan yang bermutu merupakan keniscayaan. Mutu pendidikan yang dimaksud tentunya menyangkut dimensi proses dan hasil pendidikan, 12 agar dimensi pendidikan itu dapat terwujud dan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan, maka pengunaan konsep-konsep pendidikan tentunya harus yang benar-benar bermutu dan telah teruji (terbukti kualitasnya). 4. Pendidikan Islam
10 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, (Bandung: Mizan, 2003). hlm. 175-176. 11 Arif Rohman, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta:Laks Bang Mediatama, 2009), hlm.v. 12 Ibid.,hlm. V
10
Pendidikan Islam terlahir dari sebuah paradigma, 13 paradigma menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kerangka berfikir. Dalam hal ini Islam juga merupakan pemikiran, yaitu pemikiran yang menyeluruh tentang ciptaan Tuhan termasuk bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Paradigma pendidikan Islam tidak bisa terlepas dari paradigma Islam itu sendiri, karena paradigma pendidikan Islam berpangkal dan memang harus berpangkal pada paradigma Islam, untuk itu dalam mengembangkan pendidikan Islam haruslah berpegang pada paradigma Islam. 14 Jadi mustahil mengembangkan pendidikan Islam dengan menggunakan paradigma selain dari Islam. Secara tekstual pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam, yakni bersumber dari Al-Quran dan Sunah. Adapun secara definitif konsepsional, pendidikan Islam memiliki pengertian sebagai proses pembelajaran dan pengembangan Ilmu pengetahuan manusia yang bersumber dan berpedoman dengan ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Quran dan terjabarkan dalam sunnah Rasul. Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan norma- norma agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran- ukuran Islam. 15
Dalam masalah ini M. Arifin menjabarkan, Pendidikan Islam merupakan konsep berpikir dan penanaman ilmu pengetahuan kepada seseorang yang bersifat mendalam dan terperinci tentang masalah pendidikan yang bersumberkan dari ajaran Islam, dimana rumusan-rumusan konsep dasar, pola, sistem, tujuan, metode dan materi (substansi) kependidikan tersebut disusun menjadi ilmu yang terstruktur dan utuh. 16
F. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci
13 Muhammad Ismail Yusanto, dkk. Menggagas Pendidkan Islami. (Bogor, Al Azhar Press), 2002 hlm. 46. 14 Ibid. 15 Abuddin Nata, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 292. 16 M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 14.
11
yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. 17 Hampir senada, Sutrisno Hadi menjelaskan bahwa metode penelitian ialah cara-cara berfikir atau berbuat yang direncanakan dengan sungguh-sungguh untuk menjalankan suatu penelitian. 18 Pada metode-metode penelitian umumnya memuat jenis penelitian, pendekatan, metode pengumpulan data, analisis data serta subyek penelitian yang akan dipaparkan. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan penelitian library research (kepustakaan) yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca dan menelaah obyek utamanya, yaitu buku-buku kepustakaan. 19 Namun, dalam penelitian ini juga ditambah dengan literatur lainnya yang sesuai dengan judul. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan filosofis. Pendekatan filosofis dipakai untuk merumuskan dengan jelas permasalahan-permasalahan pokok yang mendasari konsep-konsep suatu pemikiran. Selain itu pendekatan filosofis di dalam penelitian ini dipakai untuk dasar kajian yang mendalam mengenai inti permasalahan yang dihadapi oleh pendidikan Islam, sehingga dari inti permasalahan yang mendasar tersebutdapat dicari solusi atau cara yang tepat untuk menghadapi berbagai masalah yang ada dalam dunia pendidikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis karena penelitian konsep Tadib menurutSyed M. Naquib al-Attas dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam ini mengkaji permasalahan substansial yang berkaitan dengan konsep-konsep ataupun istilah-istilah tertentu yang dijadikan sebagai dalil, ide ataupun gagasan al-Attas dalam mengenalkan konsep Tadib sebagai konsep pendidikan dalam Islam. 3. Subyek Penelitian Yang dimaksud dengan subyek penelitian disini adalah sumber data. Sumber data yang dimaksud dapat berupa orang ataupun benda yang berkaitan dengan hal tersebut.Khusus untuk penelitian ini subyek penelitiannya adalah benda. Benda yang
17 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 2. 18 Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1993), hlm. 124. 19 Dudung Abdurahman, PengantarMetode Penelitian, (Yogyakarta: Karunia Kalam Semesta, 2003), hlm. 7-8.
12
dimaksud dapat berupa buku, majalah, artikel, buletin, koran, karya tulis mahasiswa (skripsi), dll. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis mengumpulkan data atas dasar data primer dan data sekunder. a. Data primer ialah data-data yang secara langsung memberikan informasi tentang konsep Tadib yang digagas oleh Syed M. Naquib Al-Attas. Data-data tersebut berupa buku-buku, majalah, dan media cetak lainnya. Adapun bahan rujukan sumber primer yang telah ditemukan adalah : 1) The Concept of Education in Islam, duterjemahkan oleh Haidar Bagir ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Konsep Pendidikan dalam Islam; Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Syed Muhammad Naquib al-Attas. 20
2) Islam and Secularism, diterjemahkan oleh Karsidjo Djojosuwarno ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Sekularisme. 21
3) Islam and the Philosophy of Science, diterjemahkan oleh Saiful Muzani ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Filsafat Sains. 22
b. Sedangkan data sekunder ialah data-data yang tidak secara langsung membahas tentang konsep Tadibyang digagas oleh Syed M. Naquib Al-Attas, namun masih relevan dengan judul yang dibahas.Hal ini mempunyai maksud untuk mendukung ataupun untuk memperjelas data-data primer. Sumber- sumber sekunder tersebut antara lain : 1) Wan Mohd Noor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Moh. Naquib al-Attas, Penerjemah: Hamid Fahmy, dkk. (Bandung: Mizan, 2003). 2) A. Syafii Maarif, dkk, Pendidikan Islam di antara Cita dan Fakta,(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991).
20 Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (ABIM, Kuala Lumpur, 1980) diterjemahkan oleh Haidar Baqir, Konsep Pendidikan dalam Islam; Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka, 1984). 21 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (ABIM, Kuala Lumpur, 1978) diterjemahkan oleh Karsidjo Djojosuwarno, Islam dan Sekularisme, (Bandung: Mizan, 1995). 22 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and the Philosophy of Science, (ISTAC, Kuala Lumpur, 1989) diterjemahkan oleh Saiful Muzani, Islam dan Filsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995).
13
3) Jurnal Islamia, Membangun Peradaban Islam dari Westernisasi kepada Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005). 4) Jurnal Islamia, Peran Sentral Universitas Islam, (Jakarta: Khairul Bayan, 2008) 5) Ismail Fajrie Alatas, Risalah Konsep Ilmu dalam Islam, (Jakarta: Diwan, 2006). 6) Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005). 5. Metode Analisis Data Analisis data adalah sebuah cara atau proses untuk mencari, mendapatkan sekaligus menyusun data secara sistematis. Penyusunan ini bisa dengan mengorganisasikan data dan menjabarkannya ke dalam kategori-kategori, dan memilih mana yang penting atau yang sesuai dengan judul atau tema penelitian. Selanjutnya adalah membuat kesimpulan agar mudah dipahami oleh pembaca atau yang mempelajarinya. Data-data tersebut dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil mengumpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. 23
Dalam penelitian ini, peneliti akan menjabarkan analisis data dengan langkah- langkah sebagai berikut: a. Mereduksi data, yaitu mengumpulkan, merangkum dan memilih data yang relevan. b. Menganalisa/menelaah data, yaitu data yang telah berhasil dirangkum, selanjutnya dianalisa dan diolah dengan menggunakan data-data pendukung (sekunder) yang ada. c. Memverifikasi, yaitu melakukan interprestasi data atau perlengkapan data dengan mencari sumber-sumber data baru yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan. d. Menarik kesimpulan, yaitu sebagai hasil dari metode-metode yang telah dipaparkan di atas.