You are on page 1of 14

KONSEP TADIB MENURUT SYED M.

NAQUIB AL-ATTAS DAN


RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM





PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk memenuhi sebagian syarat penulisan Skripsi


Disusun Oleh :

Ichsan Wibowo Saputro
NIM. 10410069


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012

2

KONSEP TADIB MENURUT SYED M. NAQUIB AL-ATTAS DAN
RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Agama Islam,
dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya
dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
1

Namun penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di lembaga pendidikan formal
sekarang ini banyak mendapatkan kritik dari masyarakat, karena PAI dinilai gagal dalam
membentuk kepribadiandan moral siswa.
Berbagai perilaku menyimpang siswa, nampaknya sangat kontradiktif dengan
rumusan Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang No. 20
tahun 2003 pasal 3 bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
2

Terlebih lagi, Islam tidak hanya mengatur hubungan antara makhluk dengan
Tuhannya (Allah SWT) atau ibadah-ibadah yang bersifat ritual seperti shalat, puasa, zakat,
haji dll.
3
Tetapi Islam juga mengatur tentang masalah muamalah seperti, politik, ekonomi,
sosial, budaya dan pendidikan. Sejak tidak adanya institusi (negara) yang menjalankan
syariah Islam, ajaran Islam mulai terpisahkan dengan kehidupan dunia, umat Islam sendiri
pun sudah berkiblat pada pemikiran-pemikiran serta konsep-konsep kehidupan di luar Islam,
seperti sekulerisme, liberalisme, ataupun kapitalisme. Ini mengakibatkan semakin
terpinggirkannya pemikiran-pemikiran Islam yang besar dan sempurna dalam mengatur
kehidupan, termasuk pemikiran-pemikiran tentang pendidikan Islam.

1
Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm
130.
2
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm 8.
3
Abdullah, Islam, Pandangan Hidup yang Sempurna,(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), hlm. 63.

3

Khususnya dalam dunia pendidikan, konsep-konsep pendidikan Islam saat ini belum
begitu dikenal secara komprehensif, apalagi untuk mengembangkanya yang sesuai dengan
konsep Islam yang berlandaskan aqidah Islam. Alhasil Konsep Pendidikan Islam sekarang ini
belum mampu bersaing dengan konsep-konsep pendidikan yang cenderung sekuler dan
materialistik, walaupun konsep-konsep Pendidikan sekarang ini terbukti gagal melahirkan
generasi yang shaleh sekaligus menguasai IPTEK.
4
Output atau produk dari hasil pendidikan
yang materialistik sekarang ini, sangat mudah terombang-ambing oleh kondisi dan situasi,
lebih-lebih di era globalisasi sekarang ini, dimana percepatan arus informasi dan teknologi
dapat dengan mudah mengubah visi, misi serta tujuan hidup masyarakat yang bertolak
belakang dengan ajaran Agama, apalagi manusia-manusianya tidak memliki keteguhan
aqidah yang kuat.
Dalam bidang budaya, pengaruh globalisasi dapat menghapuskan budaya suatu
bangsa, misalnya di Indonesia, yang semakin lama kekhasan budayanya semakin kabur,
sementara budaya-budaya dari luar mudah sekali diterima oleh masyarakatnya tanpa
memperhitungkan sisi lemahnya. Sekarang jika kita cermati lebih teliti, budaya Barat mana
yang tidak ada di Indonesia, dari cara berpakaian hingga pergaulan, dari perpolitikan sampai
penyusunan kurikulum pendidikan yang cenderung materialistis dan pragmatis.
Dalam lingkup yang lebih luas, globalisasi mengakibatkan persaingan tak sehat antar
bangsa semakin jelas, bangsa yang lebih kuat akan selalu memangsa bangsa yang lebih
lemah, khususnya negara-negara dunia ketiga, yang banyak tergantung dengan negara-negara
maju, akan selalu didekte dalam kebijakan-kebijakan pemerintahannya. Ironisnya negara-
negara ketiga ini kebanyakan negara yang penduduknya mayoritas Muslim. Penguasa-
penguasanya seakan tak mau terlepas dari ketergantungan itu, dengan bukti negara-negara
yang kuat masih leluasa untuk mencampuri urusan bangsa lain.
Sebetulnya kalau kita pahami, pendidikan Agama dalam hal ini Islam, sebelum
adanya era globalisasi ataupun multi media, telah memberikan petunjuk bahwa Agamalah
yang mampu membentuk diri manusia menjadi berbudi luhur, punya komitmen untuk selalu
berkembang, serta membentengi manusia dari pengaruh yang buruk. Dengan ilmu agama,
manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Firman Allah SWT.
dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 269 :

4
Muhammad Ismail Yusanto, dkk. Menggagas Pendidkan Islami, (Al Azhar Press), hlm. 3.

4


O)uNCOE-:^-}4`+7.4=EC_}4`4=u
NCOE-:^-;4O)q-LOOE=-LOOg
14`4NOOO4C)W-O7qU4:^
-^gg_
Artinya: Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan
As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah,
ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

Drs. H. Moh. Rifai menafsirkan, Allah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada
siapa saja yang dikehendakinya, atau dalam arti lain siapa yang benar-benar ingin
mencarinya. Dan barang siapa yang diberi ilmu yang bermanfaat, maka ia berarti mendapat
kebaikan yang tinggi, dan karena itulah ia dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk.
5

Pada akhirnya pokok permasalahannya bukanlah semata-mata kesalahan dari
globalisasi itu sendiri, tapi juga karena lemahnya iman dan kurangnya pendidikan yang
memadai pada masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya dunia pendidikan dapat mengambil
peran, paling tidak dunia pendidikan dapat memberi pencerahan terhadap permasalahan di
atas, dengan tidak hanya mengutamakan ilmu pengetahuan umum, tapi juga memadukan
secara seimbang dengan ilmu-ilmu agama yang sesuai dengan konsep Islam, tidak malah
mensekulerisasikan dunia pendidikan, seperti yang sedang berlangsung saat ini.
Secara formal, sekulerisasi pendidikan di negeri ini dapat kita lihat pada dua
departemen yang mengeluarkan produk kurikulum yang berbeda, yakni Departemen Agama
dan Departemen Pendidikan, disini jelas terlihat ada pembatas antara ilmu umum dan ilmu
agama, karena yang menjadi standar kompetensi prestasi adalah ilmu umum (non agama).
Ilmu agama di posisikan di tempat yang individual, ajaran nilai-nilai transendental agama
dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan standar penilaian pendidikan.
Dalam faktanya, pendidikan saat ini sulit menghasilkan manusia-manusia yang
beriman, berbudi luhur, berakhlaq mulia sekaligus menguasai IPTEK. Seperti tokoh-tokoh

5
Muh. Rifai, Terjemah dan Tafsir Al-Quran, (Semarang: CV. Wicaksana, 2004), hlm. 91.

5

terkenal dahulu yang pernah dihasilkan oleh konsep pendidikan Islam dimasa kekhalifahan
berdiri. Produk pendidikan saat itu tidak hanya mampu menguasai IPTEK, tapi juga beriman,
berbudi luhur serta menguasai ilmu agama yang mumpuni, misal: Al Razi dan Ibnu Sina
(pakar kedokteran), Al Farazi dan Al Fargani (pakar astronomi), Abu Ali al Hasan (pakar
optik), Jabir Ibnu Hayyan (pakar kimia), Muhammad Ibn Musa al Khawarizmi (pakar
matematika), sementara dalam bidang filsafat, terdapat nama Al Farabi dan Ibn Rusyd tokoh
ini juga melakukan interpretasi terhadap pemikiran Aristoteles.
6
dan masih banyak lagi
tokoh-tokoh Islam yang karyanya masih berguna sampai detik ini.
Tidak dapat dipungkiri kemunculan para tokoh ataupun pakar di atas tidak terlepas
dari keberhasilan pendidikan masa itu, dimana konsep pendidikan saat itu tidak memisahkan
antara Ilmu agama dan umum, selain itu juga tujuan pendidikan masa itu berdasar pada
aqidah Islam, mencari ilmu tidak sekedar tuntutan zaman tapi suatu kewajiban yang dapat
meraih ridho Allah SWT. Mencari ilmu tidak sekedar untuk tujuan meningkatkan taraf hidup
individual, atau sekedar mudah untuk mendapatkan pekerjaan (materi) yang serba pragmatis.
Penulis juga menyadari bahwa saat ini memang sudah ada usaha untuk
mengembangkan konsep-konsep pendidikan Islam. Akan tetapi masih dipandang sebelah
mata oleh praktisi pendidikan dan masyarakat, karena boleh dibilang masih kalah pamor
dengan konsep pendidikan yang lain. Untuk itu, dalam kesempatan kali ini agar pemikiran-
pemikiran tentang pendidikan Islam semakin jelas, mudah difahami, menjadi sebuahgagasan
sekaligus mempunyai nilai di lingkungan akademisi, peneliti/pengamat dan juga di kalangan
masyarakat umum, penulis mencoba untuk menggali dan memaparkan konsep Tadib sebagai
sebuah landasan dalam pengembangan pendidikan Islam dan menilai relevansi konsep
tersebut dengan tujuan pendidikan Islam.
Pemikiran-pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas banyak dituangkan dalam buku-buku
serta tulisan-tulisannya atau artikel-artikel, yang sekarang menjadi inti dari konsep-konsep
serta ide-ide dalam International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC).Oleh
karena itu skripsi ini diharapkan akan banyak menggali pemikiran atau sumber dari lembaga
pendidikan tersebut.


6
Fahmi Amhar, TSQ Stories edisi 2; 50 Kisah Penelitian dan Pengembangan Sains dan Teknologi di
Masa Peradaban Islam, (Bogor: Al-Azhar Press, 2011), hlm. 262.

6

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas?
2. Bagaimana relevansi konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas dengan
tujuan Pendidikan Islam?

C. Tujuan dan KegunaanPenelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas.
2. Untuk mengetahuirelevansi konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas
dengan tujuan Pendidikan Islam.
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kegunaan dari segi teoritis adalah sebagai kontribusi pemikiran pemikiran bagi
pengembangan keilmuwan, khususnya dalam bidang Pendidikan Islam.
2. Kegunaan praktis penelitian ini adalahuntuk menumbuhkan pemahaman
tentangpendidikan Islam yang didasarkan pada konsep Tadib menurut Syed M.
Naquib Al-Attas, sekaligus dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
dan pengembangan lebih lanjut terhadap konsep-konsep pendidikan yang sesuai
dengan aqidah Islam.

D. Tinjauan Pustaka
Kajian ataupun penelitian tentang konsep Tadib menurut Syed M. Naquib Al-Attas
yang mendasari sebuah model Pendidikan Islam, saat ini memang banyak diperbincangkan,
termasuk karya-karya atau tulisan-tulisan dari organisasi-organisasi masyarakat, organisasi
politik, ataupun perorangan yang mengkaji tentang pendidikan Islam.
Begitu pula dengan pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas yang sekarang
direpresentasikan oleh ISTAC,yang sempat beliau dirikan. ISTAC akhirnya sedikit banyak
memberikan bentuk terhadap pendidikan Islam, bentuk yang berupa gagasan pemikiran ini
kemudian dipublikasikan dalam bentuk buku, makalah, jurnal, majalah maupun tulisan-
tulisan dalam bentuk lainnya.

7

Sejauh pengamatan penulis, penelitian pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas memang
sudah ada, keberadaan hasil penelitian tersebut penulis jadikan kajian pustaka serta referensi
untuk penelitian ini. Literatur-literatur yang mengkaji atau meneliti tentang pemikiran-
pemikiran pendidikan Islam secara umum, tetap menjadi pertimbangan tersendiri dalam
mengeksplorasi pendidikan Islam yang didasarkan pada konsepTadib menurutSyed M.
Naquib Al-Attas. Untuk itu sebagai pembanding, penelitian ini berbeda dengan penelitian-
penelitian sebelumnya, baik dalam bentuk kajian maupun metode pendekatan yang dipakai,
di antaranya:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Wastuti dalam skripsinyayang berjudul
Konsep Tadib dalam Pendidikan Islam (Studi atas Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas),
2009, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
7
Dalam penelitian tersebut
dipaparkan mengenai konsep tadib, namun dalam pembahasannya tidak dipaparkan secara
terperinci mengenai kesesuaian konsep tadib yang digagas oleh al-Attas dengan tujuan
pendidikan Islam yang ada di Indonesia.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Andi Pratama dalam skripsinya yang
berjudulEpistemologi Pendidikan Islam (Telaah atas Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas),
2004, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
8
Dalam penelitian tersebut
mengungkapkan berbagai permasalahan yang ada dalam bidang epistemologi, khususnya
epistemologi Islam. Namun penelitian ini tidak membahas lebih lanjut tujuan dari pendidikan
Islam, terutama konsep Tadibyang dijadikan sebuah dasar untuk menghasilkan model
manusia ideal yakni manusia universal atau manusia yang beradab sebagai tujuan yang ingin
dicapai oleh Syed M. Naquib Al-Attas dalam pendidikan Islam.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Ana Khoiriyah dalam skripsinyayang
berjudulKarakteristik Epitemologi Pendidikan Islam (Studi Terhadap Pemikiran Syed
Muhammad Naquib al-Attas dan Implementasinya dalam Metode Pendidikan Agama
Islam), 2006, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
9
Dalam penelitian
tersebutdipaparkan tentang karakteristik epistemologi Islam yang mencoba berpijak untuk

7
Wastuti, Konsep Tadib dalam Pendidikan Islam (Studi atas Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas),
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009).
8
Andi Pratama, Epistemologi Pendidikan Islam (Telaah atas Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas),
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004).
9
Ana Khoiriyah, Karakteristik Epitemologi Pendidikan Islam (Studi Terhadap Pemikiran Syed
Muhammad naquib al-Attas dan Implementasinya dalam Metode Pendidikan Agama Islam), (Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2006).

8

mengembalikan pendidikan pada sumber utamanya yaitu Al-Quran dan Al-Hadist. Namun
penelitian ini menitik beratkan pada implementasi dalam bentuk metode pangajaran yang
didasarkan pada epistemologi Islam yang digagas oleh Syed M. Naquib al-Attas.

E. Landasan Teori
1. Konsep
Menurut arti bahasa, Konsep memiliki arti umum, pemikiran, rancangan, atau
pendapat yang diabstraksikan melalui peristiwa nyata. Konsep merupakan
penggambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Lebih lanjut Lorens Bagus
mengutarakan bahwa konsep dapat diartikan sebagai suatu ide atau gagasan yang
diberikan sebagai hasil dari daya persepsi atau pengindraan.
Konsep merupakan hasil pemikiran, gagasan atau ungkapan abstrak-ruhani
tentang sesuatu yang memiliki fungsi untuk memunculkan dalam pikiran, obyek-
obyek yang menarik pemikiran atau perhatian kita, dari sudut pandang praktis dan
sudut pandang ilmu pengetahuan. Setiap konsep adalah abstraksi. Abstraksi ini
menjadikan konsep seakan-akan suatu penyimpangan dari realitas. Sebuah konsep
dapat membantu memperoleh pengetahuan lebih mendalam tentang realitas dengan
cara menonjolkan dan meneliti aspek-aspek hakiki dalam realitas tersebut. Jadi dalam
ungkapan lain, Konsep merupakan suatu pondasi yang mendasar untuk menjalankan
suatu program serta melancarkan suatu program yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan.
2. Tadib menurut Al-Attas
Dalam upaya merefleksikan Manusia Sempurna dalam dunia pendidikan
Islam, pada Konferensi dunia Pertama mengenai Pendidikan Islam yang terselenggara
di Makkah, pada April 1971, ketika tampil sebagai salah seorang pembicara utama
dan mengetuai komite yang mambahas cita-cita dan tujuan pendidikan, secara
sistematis Al-Attasmengajukan agar definisi pendidikan Islam diganti dengan
penanaman adab dan istilahn pendidikan dalam Islam menjadi tadib.
Al-Attas menyatakan bahwa struktur konsep tadib meliputi unsur ilmu (ilm),
instruksi (talim), dan pembinaan yang baik (tarbiyah). Perkataan adab memiliki arti
yang sangat luas dan mendalam, sebab pada awalnya perkataan adab berarti undangan

9

ke sebuah jamuan makan, yang di dalamnya sudah terkandung ide mengenai
hubungan sosial yang baik dan mulia. Al-Attas menganggap bahwa aktivitas
Muhammad SAW berupa pengajaran Al-Quran dan hikmah penyucian umat adalah
menifestasi langsung dari peranan Tadib.
10

3. Pendidikan
Ki Hajar Dewantara, yang selama ini diakui sebagai bapak pendidikan
Indonesia, jauh sebelum Indonesia merdeka sudah dengan tegas mengisaratkan
pentingnya sebuah pendidikan.

Pendidikan merupakan kunci pembangunan sebuah bangsa. Pendidikan dilakukan
melalui usaha menuntun segenap kekuatan kodrat yang dimiliki anak, baik
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat untuk mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
11


Lebih jauh lagi, sebelum benua Amerika ditemukan, Islam sudah
memposisikan pendidikan di posisi yang amat tinggi.Dakwah Nabi SAW di Jazirah
Arab pernah menyatakan bahwa ketika mendapati tawanan perang yang pandai baca
tulis, maka sebagai penebus untuk bisa bebas, tawanan tersebut harus mengajarkan
baca tulis orang-orang Islam. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa Nabi SAW
paham benar pentingnya pendidikan bagi sebuah peradaban.
Dalam konteks sekarang, pemahamam tentang pentingnya pendidikan tidak
bisa dibantahkan.Oleh karena itu pengembangan pendidikan yang bermutu
merupakan keniscayaan. Mutu pendidikan yang dimaksud tentunya menyangkut
dimensi proses dan hasil pendidikan,
12
agar dimensi pendidikan itu dapat terwujud
dan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan, maka pengunaan konsep-konsep
pendidikan tentunya harus yang benar-benar bermutu dan telah teruji (terbukti
kualitasnya).
4. Pendidikan Islam

10
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas,
(Bandung: Mizan, 2003). hlm. 175-176.
11
Arif Rohman, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta:Laks Bang Mediatama,
2009), hlm.v.
12
Ibid.,hlm. V

10

Pendidikan Islam terlahir dari sebuah paradigma,
13
paradigma menurut kamus
besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kerangka berfikir. Dalam hal ini Islam juga
merupakan pemikiran, yaitu pemikiran yang menyeluruh tentang ciptaan Tuhan
termasuk bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Paradigma pendidikan
Islam tidak bisa terlepas dari paradigma Islam itu sendiri, karena paradigma
pendidikan Islam berpangkal dan memang harus berpangkal pada paradigma Islam,
untuk itu dalam mengembangkan pendidikan Islam haruslah berpegang pada
paradigma Islam.
14
Jadi mustahil mengembangkan pendidikan Islam dengan
menggunakan paradigma selain dari Islam.
Secara tekstual pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran
Islam, yakni bersumber dari Al-Quran dan Sunah. Adapun secara definitif
konsepsional, pendidikan Islam memiliki pengertian sebagai proses pembelajaran dan
pengembangan Ilmu pengetahuan manusia yang bersumber dan berpedoman dengan
ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Quran dan terjabarkan dalam sunnah
Rasul. Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan norma-
norma agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-
ukuran Islam.
15

Dalam masalah ini M. Arifin menjabarkan, Pendidikan Islam merupakan
konsep berpikir dan penanaman ilmu pengetahuan kepada seseorang yang bersifat
mendalam dan terperinci tentang masalah pendidikan yang bersumberkan dari ajaran
Islam, dimana rumusan-rumusan konsep dasar, pola, sistem, tujuan, metode dan
materi (substansi) kependidikan tersebut disusun menjadi ilmu yang terstruktur dan
utuh.
16


F. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci

13
Muhammad Ismail Yusanto, dkk. Menggagas Pendidkan Islami. (Bogor, Al Azhar Press), 2002 hlm.
46.
14
Ibid.
15
Abuddin Nata, Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 292.
16
M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 14.

11

yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan.
17
Hampir senada,
Sutrisno Hadi menjelaskan bahwa metode penelitian ialah cara-cara berfikir atau berbuat
yang direncanakan dengan sungguh-sungguh untuk menjalankan suatu penelitian.
18
Pada
metode-metode penelitian umumnya memuat jenis penelitian, pendekatan, metode
pengumpulan data, analisis data serta subyek penelitian yang akan dipaparkan.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian library research (kepustakaan)
yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca dan menelaah obyek utamanya,
yaitu buku-buku kepustakaan.
19
Namun, dalam penelitian ini juga ditambah dengan
literatur lainnya yang sesuai dengan judul.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan filosofis. Pendekatan filosofis dipakai untuk merumuskan dengan jelas
permasalahan-permasalahan pokok yang mendasari konsep-konsep suatu pemikiran.
Selain itu pendekatan filosofis di dalam penelitian ini dipakai untuk dasar kajian yang
mendalam mengenai inti permasalahan yang dihadapi oleh pendidikan Islam,
sehingga dari inti permasalahan yang mendasar tersebutdapat dicari solusi atau cara
yang tepat untuk menghadapi berbagai masalah yang ada dalam dunia pendidikan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis karena penelitian konsep Tadib
menurutSyed M. Naquib al-Attas dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam
ini mengkaji permasalahan substansial yang berkaitan dengan konsep-konsep ataupun
istilah-istilah tertentu yang dijadikan sebagai dalil, ide ataupun gagasan al-Attas
dalam mengenalkan konsep Tadib sebagai konsep pendidikan dalam Islam.
3. Subyek Penelitian
Yang dimaksud dengan subyek penelitian disini adalah sumber data. Sumber
data yang dimaksud dapat berupa orang ataupun benda yang berkaitan dengan hal
tersebut.Khusus untuk penelitian ini subyek penelitiannya adalah benda. Benda yang

17
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 2.
18
Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,
1993), hlm. 124.
19
Dudung Abdurahman, PengantarMetode Penelitian, (Yogyakarta: Karunia Kalam Semesta, 2003),
hlm. 7-8.

12

dimaksud dapat berupa buku, majalah, artikel, buletin, koran, karya tulis mahasiswa
(skripsi), dll.
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis mengumpulkan data atas dasar data primer
dan data sekunder.
a. Data primer ialah data-data yang secara langsung memberikan informasi
tentang konsep Tadib yang digagas oleh Syed M. Naquib Al-Attas. Data-data
tersebut berupa buku-buku, majalah, dan media cetak lainnya. Adapun bahan
rujukan sumber primer yang telah ditemukan adalah :
1) The Concept of Education in Islam, duterjemahkan oleh Haidar Bagir ke
dalam Bahasa Indonesia dengan judul Konsep Pendidikan dalam Islam;
Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Syed Muhammad
Naquib al-Attas.
20

2) Islam and Secularism, diterjemahkan oleh Karsidjo Djojosuwarno ke
dalam Bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Sekularisme.
21

3) Islam and the Philosophy of Science, diterjemahkan oleh Saiful Muzani ke
dalam Bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Filsafat Sains.
22

b. Sedangkan data sekunder ialah data-data yang tidak secara langsung
membahas tentang konsep Tadibyang digagas oleh Syed M. Naquib Al-Attas,
namun masih relevan dengan judul yang dibahas.Hal ini mempunyai maksud
untuk mendukung ataupun untuk memperjelas data-data primer. Sumber-
sumber sekunder tersebut antara lain :
1) Wan Mohd Noor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed
Moh. Naquib al-Attas, Penerjemah: Hamid Fahmy, dkk. (Bandung:
Mizan, 2003).
2) A. Syafii Maarif, dkk, Pendidikan Islam di antara Cita dan
Fakta,(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991).

20
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (ABIM, Kuala Lumpur, 1980)
diterjemahkan oleh Haidar Baqir, Konsep Pendidikan dalam Islam; Rangka Pikir Pembinaan Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka, 1984).
21
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (ABIM, Kuala Lumpur, 1978)
diterjemahkan oleh Karsidjo Djojosuwarno, Islam dan Sekularisme, (Bandung: Mizan, 1995).
22
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and the Philosophy of Science, (ISTAC, Kuala Lumpur,
1989) diterjemahkan oleh Saiful Muzani, Islam dan Filsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995).

13

3) Jurnal Islamia, Membangun Peradaban Islam dari Westernisasi kepada
Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005).
4) Jurnal Islamia, Peran Sentral Universitas Islam, (Jakarta: Khairul Bayan,
2008)
5) Ismail Fajrie Alatas, Risalah Konsep Ilmu dalam Islam, (Jakarta:
Diwan, 2006).
6) Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,
(Ciputat: Quantum Teaching, 2005).
5. Metode Analisis Data
Analisis data adalah sebuah cara atau proses untuk mencari, mendapatkan
sekaligus menyusun data secara sistematis. Penyusunan ini bisa dengan
mengorganisasikan data dan menjabarkannya ke dalam kategori-kategori, dan
memilih mana yang penting atau yang sesuai dengan judul atau tema penelitian.
Selanjutnya adalah membuat kesimpulan agar mudah dipahami oleh pembaca atau
yang mempelajarinya. Data-data tersebut dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian
rupa sampai berhasil mengumpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian.
23

Dalam penelitian ini, peneliti akan menjabarkan analisis data dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Mereduksi data, yaitu mengumpulkan, merangkum dan memilih data yang
relevan.
b. Menganalisa/menelaah data, yaitu data yang telah berhasil dirangkum,
selanjutnya dianalisa dan diolah dengan menggunakan data-data pendukung
(sekunder) yang ada.
c. Memverifikasi, yaitu melakukan interprestasi data atau perlengkapan data
dengan mencari sumber-sumber data baru yang dibutuhkan untuk menarik
kesimpulan.
d. Menarik kesimpulan, yaitu sebagai hasil dari metode-metode yang telah
dipaparkan di atas.


23
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm.17.

14

You might also like