You are on page 1of 10

BAB II PEMBAHASAN

A. Kualitas Pendidikan Indonesia Fungsi Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan penjelasan diatas semakin memperjelas peran pendidikan bagi Negara Indonesia yaitu untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. UNESCO dalam Education Development Index menyatakan bahwa, tingkat perkembangan pendidikan Indonesia terletak pada peringkat 102 dunia (Wikipedia.com), sementara itu bebas buta aksara masyarakat indonesia berada pada peringkat 95 sebesar 87,9%. Kondisi ini merupakan kondisi yang cukup memprihatinkan, karena hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di indonesia belum berjalan dengan optimal. Pendidikan formal Indonesia satu dibandingkan dengan pendidikan luar negeri selalu berada di urutan bawah.Sebagaimana data-data yang tersebar di banyak media, jika dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang, utamanya negara-negara ASEAN, kualitas pendidikan Indonesia masih sangat tertinggal jauh. Survei Political and Economic Risk (PERC) kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Dengan kata lain Indonesia berada di urutan paling bawah. Posisi pendidikan Indonesia berada di bawah Vietnam. Pada survei tahun 2007 oleh World Competitiveness Year Book memaparkan bahwa daya saing pendidikan Indonesia berada pada urutan 53 dari 55 negara yang disurvei.Sedikit yang menggembirakan dari pendidikan formal

kita (mungkin) adalah pendidikan dasar yang diwajibkan ke semua warga negara, telah mencapai 100 persen. Artinya, sudah tiada lagi masyarakat yang tidak tersentuh pendidikan dasar dikarenakan kesalahan pemerintah. Pendidikan formal tingkat dasar dibuka selebar-lebarnya kepada seluruh anak bangsa, baik yang memiliki uang melimpah atau yang sama sekali tak memilikinya. Di samping itu, pada survei pada 2009 menghasilkan bahwa tingkat melek huruf penduduk di Indonesia mencapai 99,47 persen. B. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia Berikut ini akan dipaparkan secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. 1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. 2. Rendahnya Kualitas Guru Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. 3. Rendahnya Kesejahteraan Guru Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta.

guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. 4. Rendahnya Prestasi Siswa Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. 5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan Layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan 6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. 7. Mahalnya Biaya Pendidikan Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.

Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu: 1. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.

2. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. C. Hubungan Kesejahteraan Pengajar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional Di Indonesia, pendidikan masih belum mendapatkan tempat yang utama sebagai prioritas program pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah anggaran pendidikan yang masih jauh dari amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Padahal dalam UU tersebut, telah mengamanatkan tentang besarnya anggaran pendidikan di berbagai level pemerintahan minimal 20%. Anggaran pendidikan dari APBN 2006 saja baru mencapai 9% atau Rp 36,7 triliun, sedangkan pada tahun 2007 diperkirakan jumlah anggaran pendidikan baru berkisar 11%. Rendahnya pemenuhan anggaran pendidikan dapat mengakibatkan mutu pendidikan dan perluasan akses pendidikan menjadi terhambat. Akibatnya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan teknologi juga terpasung.

Sementara tingkat partisipasi pendidikan menurut data Susenas 2004, APS penduduk usia 7 s/d 12 tahun meningkat dari 92,83% pada 1993 menjadi 96,775 pada 2004. Dalam rentang waktu yang sama APS penduduk usia 13 15 tahun meningkat dari 68,74% menjadi 83,49%. Sedangkan APS penduduk usia 16 18 tahun meningkat dari 40,23% menjadi 53,48%. Data tersebut menunjukkan adanya masalah kesenjangan partisipasi pendidikan, sehingga pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran pendidikan agar masyarakat lebih banyak lagi yang mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan. Kondisi di atas akan memunculkan fenomena tersendiri bagi pengembangan SDM di Indonesia, diantaranya kesenjangan pendapatan, ketertinggalan pendidikan, kemiskinan, dan kemakmuran masyarakat. Sylwester

(2002) telah merekomendasikan dari hasil kajiannya yang menunjukkan bahwa negara yang mencurahkan banyak perhatian terhadap public education (dilihat dari persentase GNP terhadap pendidikan) mempunyai tingkat kesenjangan yang rendah. Dengan minimnya anggaran dan perhatian terhadap pendidikan, kesejahteraan tenaga pengajar/guru sekarang bisa dibilang sudah lebih baik di banding sebelumnya yang hanya bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. Peningkatan terhadap kesejahteraan pengajar akan memotivasi peningkatan dalam mutu pengajarannya sehingga target pertumbuhan ekonomi nasional dapat tercapai. D. Hubungan Kesejahteraan Masyarakat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jika memang benar pertumbuhan ekonomi itu tinggi, maka sejatinya pengangguran dan kemiskinan akan berkurang dan kesejahteran masyarakat meningkat. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia benar tinggi, maka tidak akan ada TKW yang bekerja di Arab dan Malaysia ungkap Efendi Ghazali dalam tv one. Artinya memang benar bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini tidak ada pengaruhnya terhadap rakyat. Ini terlihat dari kemiskinan yang meningkat sangat signifikan pada tahun 2010 yaitu dari 12,4 juta menjadi 43,4 juta penduduk miskin dari total penduduk sebesar 234 juta(Pikiran Rakyat, 13/12/2010). Kita dapat melihat dari data BPS (1994; 2001; 2009) bahwa terjadi gap antara pertumbuhan ekonomi dengan kemisknan, artinya di satu sisi pertumbuhan ekonomi naik, tetapi kemiskinan pun ikut naik. Dengan demikian menarik untuk disimak pernyataan Neti Budiawati dosen ekonomi Universitas Pendidikan Indonesia, bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi saat ini tidak ada korelasinya terhadap kesejahteraan masyarakat. Lebih baik pertumbuhan ekonomi tinggi tapi pengangguran dan kemiskinan juga tetap tinggi atau pertumbuhan ekonomi rendah tapi kesejahteraan masyarakat meningkat. Tentu kita sebagai orang yang waras lebih memilih kesejahteraan masyarakat yang tinggi di bandingkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. apa artinya pertumbuhan ekonomi tinggi jika masyarakatnya tetap miskin dan pengangguran tetap bertambah.

Dengan demikian pertumbuhan ekonomi menjadi prisip dasar politik ekonomi (baca: Kapitalisme) yang diterapkan di Indonesia, di mana pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan tujuan sekaligus solusi berbagai macam permasalahan perekonomian nasional, seperti kemiskinan dan pengangguran. Dalam konteks yang lebih luas pembangunan dikatakan berhasil bila pemerintah dapat membawa perekonomian Indonesia pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sebagaimana yang pernah dicapai Indonesia sebelum krisis ekonomi terjadi sejak tahun 1997 dan saat ini. Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang rendah atau stagnan, dianggap sebagai kegagalan pemerintah ekonomi dalam mengatur kebijakan ekonominya. Di atas prinsip mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ditegakkan pula prinsip kebijakan fiskal yang bersahabat dengan pasar (market friendly) atau bersahabat dengan para investor (investors friendly). Dengan prinsip ini, jika terjadi benturan kepentingan antara public interest dengan investor interest dalam kebijakan fiskal, maka pemerintah akan memenangkan kalangan investor. Seperti yang tersirat dari pemikiran Boediono, bahwa kebijakan fiskal harus dilakukan secara berhati-hati dan dengan pertimbangan yang matang akan dampaknya terhadap kepercayaan para investor. Jangan sampai kebijakan fiskal yang dipilih berakibat pada melemahnya kepercayaan pasar walaupun baru sekedar mengagetkan mereka saja. Dalam pandangan an-Nabhani, bahwa pertumbuhan ekonomi dijadikan prinsip dasar adalah keliru dan tidak sesuai dengan realitas, serta tidak akan menyebabkan meningkatnya taraf hidup dan kemakmuran bagi setiap individu secara menyeluruh. Politik ekonomi pemerintah ini menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia secara kolektif yang dicerminkan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Akibatnya pemecahan permasalahan ekonomi terfokus pada barang dan jasa yang dapat dihasilkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bukan pada individu manusianya. Sehingga pembahasan ekonomi yang krusial untuk dipecahkan terfokus pada masalah peningkatan produksi.

Agar hal tersebut tercapai, aturan main (hukum) dan kebijakan yang diterapkan negara harus akomodir terhadap para pelaku ekonomi yang menjadi lokomotif pertumbuhan, yakni para pemilik modal (investor). Konsekuensinya, meskipun pertumbuhan ekonomi tinggi distribusi pendapatan menjadi sangat timpang sebab sebagian kekayaan nasional memusat di tangan segelintir orang saja (para pemilik modal). Menurut Capra, pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong peningkatan pendapatan golongan kaya dan menyebabkan

kesenjangan semakin lebar. Inilah yang dikatakan an-Nahbani bahwa distribusi pendapatan di negara yang menerapkan ekonomi Kapitalis didasarkan pada kebebasan kepemilikan, sehingga yang menang adalah yang kuat, yakni para investor. Oleh karena itu, jika pemerintah benar-benar ingin meminimalisir kemiskinan dan meingkatkan kesejahteraan masyarakat maka tolak ukur pertumbuhan ekonomi bukanlah indikatornya, melainkan kesejahteraan

individulah yang menjadi indikatornya. karena belum tentu pertumbuhan ekonomi tinggi masyarakatnya sejahtera (seperti kondisi saat ini). Dengan demikian orietasi pada pertumbuhan ekonomi sudah tidak tepat dijadikan prinsip dasar pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. E. Masalah Bencana yang Terjadi dengan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Wilayah kepulauan Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana alam sebab terletak di antara dua lempeng tektonik, yang banyak terdapat gunung api serta berada di daerah tropis dimana memiliki curah hujan yang tinggi. Dampak dari bencana tidak hanya menghilangkan nyawa tetapi juga menyebabkan kerugian material, dampak sosial seperti meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran, kerentanan, dan menurunnya kualitas sumber daya baik alam maupun manusia. Sebagai contoh yaitu bencana tsunami Aceh yang menyebabkan hampir satu juta penduduk masuk ke dalam jurang kemiskinan meski masyarakat tersebut telah memperoleh bantuan berupa makanan, pakaian, dan perumahan sementara,

tetapi pada umumnya mereka masih belum mampu mengembalikan mata pencaharian untuk menyambung hidup mereka.

Bencana alam juga menyebabkan kemunduran ekonomi suatu wilayah tanpa menyebabkan kemajuan ekonomi di wilayah lain. Dengan demikian, kegiatan perekonomianpun akan tersendat akibat kerusakan bangunan, tempat usaha, dan infrastruktur, oleh karenanya diberikan beberapa stimulus dari pemerintah pusat. Tapi tidak menutup kemungkinan akan datang bantuan dari negara-negara yang memiliki hubungan kerja sama dengan Indonesia. Untuk membangun kembali (rekonstruksi dan pemulihan) dibutuhkan respon yang cepat dalam mengatasi dampak langsung bencana yang berwujud kerusakan sarana dan prasarana infrastruktur perekonomian. Pada umumnya respon dan aksi terkait dengan manajemen risiko bencana seperti di Indonesia cenderung hanya menekankan pada aktivitas setelah terjadinya bencana dan jatuhnya korban. Belum lagi adanya ketergantungan yang besar terhadap lembaga-lembaga pembangunan multilateral dan badan-badan donor internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Pada beberapa kasus, ada wilayah yang tidak dapat menjalankan program pembangunan karena seluruh SD yang dimiliki terlah tersedot untuk program pemulihan dan rekonstruksi. Dana bantuan yang biasanya berupa pinjaman tersebut mengalir habis begitu saja tanpa adanya efek yang berkelanjutan. Sebagai akibatnya angka penduduk miskin, pengangguran pun meningkat, defisit fiskal, masalah neraca pembayran dan berkurangnya cadangan internasional suatu negara, dll. Faktor krisis yang menentukan respon ekonomi terhadap bencana adalah kekayaan suatu perekonomian. Terdapat hasil penelitian yang menyatakan bahwa salah satu penyebab bencana adalah tertinggalnya suatu perekonomian. Oleh karenanya pemerintah harus menentukan strategi kebijakan untuk pembiayaan pemulihan aktivitas ekonomi masyarakat yang terkena bencana alam. Salah satunya, pemerintah busa menyalurkan bentuan jangka pendek barupa pinjaman

cepat untuk membantu masyarakat mendirikan kembali bangungan, perlengkapan, dan barang-barang modal. F. Perbaikan Infrastruktur dan Upaya Pemerintah dalam Menanganinya Guna mempertahankan kinerja positif perekonomian Indonesia, perbaikan infrastruktur merupakan salah satu unsur penting yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendukung dunia usaha, demikian temuan Edelman Trust Barometer survei tahun ini. Sebanyak 44% dari kalangan elit informasi (informed public) Indonesia, lebih tinggi daripada kalangan sama di dunia (19%), menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur yang mempermudah dan memperbesar peluang usaha menjadi peranan paling penting pemerintah dalam mendukung pertumbuhan usaha. Indonesia mencatat kenaikan produk domestik bruto (PDB) sebesar 6,5% sepanjang 2011, menunjukkan kinerja terbaik sejak 1996 dan menegaskan posisinya sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Asia. Rencana pembangunan Indonesia untuk tahun 2011-2025 membutuhkan investasi sekitar USD 440 milyar untuk pembangunan jalan layang, pelabuhan, serta pembangkit listrik, dan USD 160 milyar diantaranya hingga 2014 untuk memberikan sarana penunjang yang dibutuhkan dunia usaha serta

mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi saat ini. Walaupun institusi bisnis merupakan salah satu institusi terpercaya di Indonesia, untuk mempertahankan kinerjanya, pelaku usaha membutuhkan dukungan yang tepat. Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur memberi peluang bagi pemerintah untuk menciptakan dinamika positif antara pemerintah dan pelaku usaha dalam mensukseskan dunia usaha dan ekonomi," ujar Chadd McLisky, Chairman, IndoPacific Edelman, Chris Kanter, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menambahkan, Pembangunan infrastruktur sangat penting bagi Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan kepercayaan pada dunia usaha.

Infrastruktur yang baik dapat menjadi pemicu bagi masuknya investasi asing dan dapat membawa Indonesia ke tingkatan lebih tinggi sebagai pemain serius perekonomian global." Selain pembangunan infrastruktur, peran penting lainnya yang diharapkan dari pemerintah adalah memberikan kontrol yang diperlukan dunia usaha sesuai pendapat 30% responden yang mengatakan, pemerintah seharusnya melindungi konsumen dari praktek bisnis yang tidak bertanggung jawab dan 19% responden yang berpendapat bahwa pemerintah perlu mengatur kegiatan pelaku usaha untuk memastikan bahwa perusahaan dijalankan secara bertanggung jawab.

You might also like