You are on page 1of 4

Kelemahan tungkai adalah keluhan yang biasa ditemui pada kasus gangguan neuromuskular1.

GuillainBarre syndrome (GBS) merupakan penyebab utama nontraumatic, non-stroke paralisis flaksid akut di negara-negara Barat. Sindrom Klinis Lesi Sistem Motorik 1. Lesi-Lesi pada Jaras Motorik Sentral Patogenesis paresis spastik sentral. Pada fase akut suatu lesi di traktus kortikospinalis, refleks tendon profunda akan bersifat hipoaktif dan terdapat kelemahan flaksid pada otot . Refleks muncul kembali beberapa hari atau beberapa minggu kemudian dan menjadi hiperaktif, karena spindel otot berespons lebih sensitif terhadap regangan dibandingkan dengan keadaan normal, terutama fleksor ekstremitas atas dan ekstensor ekstremitas bawah. Hipersensitivitas ini terjadi akibat hilangnya kontrol inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusimotor (neuron motor ) yang mempersarafi spindel otot. Dengan demikian, serabut-serabut otot intrafusal teraktivasi secara permanen (prestretched) dan lebih mudah berespons terhadap peregangan otot lebih lanjut dibandingkan normal. Paresis spastik selalu terjadi akibat lesi susunan saraf pusat (otak dan/atau medula spinalis) dan akan terlihat lebih jelas bila terjadi kerusakan pada traktus desendens lateral dan medial sekaligus (misalnya pada lesi medula spinalis). Patofisiologi spastisitas masih belum dipahami, tetapiyaros motorik tambahan jelas memiliki peran penting, karena lesi kortikal murni dan terisolasi tidak menyebabkan spastisitas. Sindrom paresis spastik sentral. Sindrom ini terdiri dari: Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus Peningkatan tonus spastik Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh klonus Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks eksteroseptif (refleks abdominal, refleks plantar, dan refleks kremaster) Refleks patologis (refleks Babinski, Oppenheim, Gordon, dan Mendel-Bekhterev, serta diinhibisi respons hindar (flight), dan (awalnya) Massa otot tetap baik Sindrom Klinis Lesi Sistem Motorik 2. Lesi-Lesi pada Jaras Motorik Perifer Paralisis flaksid disebabkan oleh interupsi unit motorik di suatu tempat manapun, dapat di kornu anterius, salah satu atau beberapa radiks anterior, pleksus saraf, atau saraf perifer. Kerusakan unit motorik memutuskan serabut otot di unit motorik dari persarafan volunter maupun refleks. Otot-otot yang terkena sangat lemah (plegia), dan terdapat penurunan tonus otot yang jelas (hipotonia), serta hilangnya refleks (arefleksia) karena lengkung refleks regang monosinaptik terputus. Atrofi otot terjadi

dalam beberapa minggu, ketika otot tersebut secara perlahan-lahan digantikan oleh jaringan ikat; setelah beberapa bulan atau tahun terjadinya atrofi yang progresif, penggantian ini akan selesai. Sindrom paralisis flaksid terdiri dari: Penurunan kekuatan kasar Hipotonia atau atonia otot Hiporefleksia atau arefleksia Atrofi otot

Lesi biasanya dapat dilokalisasi secara spesifik di kornu anterius, radiks anterior, pleksus saraf, atau saraf perifer dengan bantuan elektromiografi dan elektroneurografi. Jika paralisis pada satu atau beberapa ekstremitas disertai oleh defisit somatosensorik dan otonom, lesi diduga berada di distal radiks saraf dan dengan demikian terletak di pleksus saraf atau di saraf tepi. 3. Neuropati Transeksi beberapa saraf perifer menimbulkan paresis flaksid pada otot yang dipersarafi oleh saraf tersebut, defisit sensorik pada distribusi serabut-serabut saraf aferen yang terkena, dan defisit otonom. Ketika kesinambungan suatu akson terganggu, degenerasi akson dan selubung mielinnya dimulai dalam beberapa jam atau hari di lokasi cedera, kemudian berjalan ke arah distal menuruni akson tersebut, dan biasanya selesai dalam 15-20 hari (disebut degenerasi sekunder atau degenerasi Walleriari). Penyebab kelumpuhan saraf perifer terisolasi yang lebih sering adalah: kompresi saraf di titik yang rentan secara anatomis atau daerah leher botol (sindrom skalenus, sindrom terowongan kubital, sindrom terowongan karpal, cedera n.peroneus pada kaput fibula, sindrom terowongan tarsal); cedera traumatik (termasuk lesi iatrogenik, misalnya cedera akibat tusukan atau injeksi); dan iskemia (misalnya, pada sindrom kompartemen dan, yang lebih jarang, proses infeksi/ inflamasi). 3.1. Mononeuropati Gangguan saraf perifer tunggal akibat trauma, khususnya akibat tekanan, atau gangguan suplai darah (vasa nervorum). Gangguan sistemik yang secara umum dapat menyebabkan saraf sangat sensitif terhadap tekanan, misalnya diabetes melitus, atau penyakit lain yang menyebabkan gangguan perdarahan yang menyebar luas, misalnya vaskulitis, dapat menyebabkan neuropati multifokal (atau mono-neuritis multipleks). 3.1.1. Carpal tunnel syndrome Sindrom ini terjadi akibat kompresi nervus medianus pada pergelangan tangan saat saraf ini melalui terowongan karpal, yang dapat terjadi: Secara tersendiri, contohnya pasien dengan pekerjaan yang banyak menggunakan tangan,

Pada gangguan yang menyebabkan saraf menjadi sensitif terhadap tekanan, misalnya diabetes melitus, Saat terowongan karpal penuh dengan jaringan lunak yang abnormal

Gambaran klinis sindrom terowongan karpal adalah: Nyeri di tangan atau lengan, terutama pada malam hari, atau saat bekerja, Pengecilan dan kelemahan otot-otot eminensia tenar, Hilangnya sensasi pada tangan pada distribusi nervus medianus, Parestesia seperti kesemutan pada distribusi nervus medianus saat dilakukan perkusi pada telapak tangan daerah terowongan karpal (tanda tinel), Kondisi ini sering bilateral.

Diagnosis dapat dipastikan secara elektrodiagnostik. Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab, bila belum jelas, meliputi kadar glukosa darah, LED, dan fungsi tiroid. 3.1.2. Neuropati ulnaris Nervus ulnaris rentan terhadap kerusakan akibat tekanan pada beberapa tempat di sepanjang perjalanannya, tetapi terutama pada siku. Gambaran klinis meliputi: Nyeri dan/atau parestesia seperti kesemutan yang menjalar ke bawah dari siku ke lengan sampai batas ulnaris tangan, Atrofi dan kelemahan otot-otot intrinsik tangan Hilangnya sensasi tangan pada distribusi nervus ulnaris, Deformitas tangan cakar (claw hand) yang khas pada lesi kronik

Pemeriksaan konduksi saraf dapat menentukan lokasi lesi sepanjang perjalanan nervus ulnaris. Lesi ringan dapat membaik dengan balutan tangan pada malam hari, dengan posisi siku ekstensi untuk mengurangi tekanan pada saraf. Untuk lesi yang lebih berat, dekompresi bedah atau transposisi nervus ulnaris, belum dapat dijamin keberhasilannya. Tetapi operasi diperlukan jika terdapat kerusakan nervus ulnaris terus-menerus, yang ditunjukkan dengan gejala nyeri persisten dan/atau gangguan motorik progresif. 3.2. Polineuropati Proses patologis yang mengenai beberapa saraf tepi disebut polineuropati, dan proses infeksi atau inflamasi yang mengenai beberapa saraf tepi disebut polineuritis. Polineuropati dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria struktur-histologis (aksonal, demielinasi, iskemia-vaskular), berdasarkan sistem yang terkena (sensorik, motorik, otonom), atau berdasarkan distribusi defisit

neurologis (mononeuropati multipleks, distal-simetrik, proksimal). Polineuropati dan polineuritis memiliki banyak penyebab, sehingga diagnosis serta penatalaksanaannya sangat kompleks. Sering diakibatkan oleh proses peradangan, metabolik, atau toksik yang menyebabkan kerusakan dengan pola difus, distal, dan simetris yang biasanya mengenai ekstremitas bawah sebelum ekstremitas atas.

You might also like