You are on page 1of 2

Diagnosis Untuk memastikan diagnosis proscdur pemeriksaan lengkap mencakup berikut ini: biopsi jaringan limfatik; anamnesis teliti,

khususnya perhatikan ada tidaknya simtom 'B'; pemeriksaan fisik lengkap, khususnya perhatikan area limfatik dan cincin Waldeyer faring, ukuran hati dan limpa serta ada tidaknya nyeri tekan tulang. Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan hematologi lengkap, urinalisis rutin. feses rutin, laju endap darah, elektrolit darah. fungsi hati dan ginjal, biokimia rutin mencakup gula darah, LDH serum, fosfatase alkali, asam urat, mikroglobulin P2 dan lainnya merupakan pemeriksaan rutin pra tindakan. Sebagian pasien dapat menderita anemia hemolitik autoimun. maka bila terdapat anemia perlu dilakukan uji Coombs dll. Bila fasilitas tersedia hams dilakukan pemeriksaan fungsi imunitas, termasuk IgG. IgA, IgM kuantitatif , subkoloni sel T, sel NK, dll. fnsiden invasi sumsum tulang pada HL relatif rendah, umumnya terjadi pada stadium lanjut; pada NHL perlu dilakukan biopsi atau pungsi sumsum tulang bilateral untuk menyingkirkan invasi sumsm tulang. Pemeriksaan ronsen: dewasa ini mencakup pemeriksaan sinar X biasa yaitu foto toraks frontal dan lateral, bila perlu ditambah tomografi. Foto toraks terutama bertujuan melihat kelenjar limfe di daerah hilus paru, mediastinum, subkarina dan mamaria internal, sekaligus melihat ada tidaknya invasi ke paru. Bila terdapat nyeri tulang dilakukan foto bagian tulang yang nyeri. bila terdapat gejala gastrointestinal dianjurkan pemeriksaan gastrointestinal telan barium. Pemeriksaan CT, USG. MRI dan limfangiografi: CT toraks lebihpekadaripada pemeriksaan sinar X biasa dalam diagnosis lesi daerah toraks. telah dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin praterapi limfoma. USG. CT atau MRI abdomen dapat menemukan lesi rongga abdominal, termasuk salah satu pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum terapi. bila tersedia harus memilih pemeriksaan CT atau MRI. Pemeriksaan MRI juga dapat dipakai untuk pemeriksaan lesi sistem saraf pusat. tulang atau sumsum tulang. tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin. hanya digunakan bila terdapat gejala penyebaran terkait. Limfangiografi juga ber-guna tertentu untuk diagnosis lesi kavum abdominal dan pelvis, tapi akurasinya ter-batas oleh pengalaman terkait. dewasa i ni umumnya tak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin. Pemeriksaan galium 67 dan PET: pemeriksaan galium 67 memiliki spesifisitas tinggi untuk limfoma (mencapai 98%). tapi sensitivitas lebih rendah (60-70%). Bila tersedia, dapat dilakukan pemeriksaan komparasi pra dan pasca terapi. dapat mem-bantu dalam menemukan lesi residif supra-diafragmatik. Pemeriksaan PET dengan fluoro-deoksiglukosa (FDG) banyak mem-bantu dalam penentuan stadium praterapi limfoma dan menemukan lesi residif pasca terapi. Pemeriksaan PET-FDG dalam limfoma memiliki sensitivitas 71-96%. bila digabungkan dengan CT yaitu PET-CT dapat meningkatkan lebih lanjut akurasinya. tapi biaya yang mahal membatasi penggunaan klinis secara rutin. Pemeriksaan endoskopik: bila terdapat gejala gastrointestinal, selain pemeriksaan gastrointestinal minum barium atau enema barium, dapat lebih jauh diperiksa endoskopi

lambungdanusus. Massa soliter mediastinum atau kavum abdominal dapat dibiopsi dengan mediastinoskop dan laparoskop untuk mempeijelas diagnosis, berguna untuk menentukan jenis patologik sebelum terapi dan evaluasi Iesi residii pasca terapi.

You might also like