You are on page 1of 2

I Kukang

Nama: Muh. Muflih Usman Musa Kelas : V-A(lima)


Setelah peninggalan kedua orang tuanya, I Kukang, yang masih berumur 15 tahun, harus hidup seorang diri, dan untuk melanjutkan hidupnya, I Kukang , bekerja sehari-hari sebagai pemungut kotoran sapi dan kerbau, yang dijual kepada orang yang mempunyai sawah ataupun kebun untuk dijadikan pupuk. Hari demi hari di lewati sebagai pemungut kotoran hewan, I Kukang, terkenal sebagai seorang anak yang rajin serta jujur dan mudah bergaul, membuat semuah orang simpati kepadanya dan banyak karaeng yang mau memintanya untuk tinggal bersamanya akan tetapi, I Kukang tidak mau dan memilih tetap tinggal di rumah peninggalan orang tuanya . Pernah suatu saat I Kukang, ditanya oleh Karaeng, oh..Kukang, kenapa kamu tidak mau tinggal bersama kami dan memilih untuk tinggal seorang diri di gubukmu?. I kukang pun menjawab, oh..Karaeng, aku tinggal di rumahku tidak seorang diri akan tetapi aku tinggal bersama orang tuaku. Karaeng pun menjawab, oh..Kukang, kenapa kamu berkata demikian, sedangkan kamu tahu kedua orang tuamu sudah meninggal? I Kukang pun menjawab, oh..Karaeng, memang benar orang tuaku sudah meninggal akan tetapi bagi saya, mereka masih hidup, mereka hidup di dalam hatiku dan di gubuk ini sebagai peninggalan mereka. Mendengar perkataan I Kukang, Karaeng itu pun berkata, kamu telah membuat kedua orang tuamu bangga memiliki anak seperti kamu . Dan I Kukang pun tumbuh dewasa,dan masih tetap menjual kotoran hewan, dan pada suatu saat I Kukang, bertemu dengan seorang pedagang Cina, karena melihat I Kukang rajin dan jujur , I Kukang pun diberi modal untuk membuat usaha, tanpa menyia-nyiakan kesempatan, I Kukang pun mengambil modal itu dan menjadi seorang pedagang sarung, akan tetapi dia masih tetap mencari kotoran hewan. Hari demi hari usaha I Kukang berkembang sedikit demi sedikit, yang pertama hanya menjual sarung buatan orang lain, kini dia telah punya tempat pembuatan sarung. Usahanya pun berkembang terus-menerus dan akhirnya, I Kukang menjadi orang kaya dengan jumlah perahu untuk digunakan berdagang mencapai puluhan. Pada suatu malam, I Kukang sedang duduk di teras rumahnya sambil menatap rembulan, I Kukang bertanya dalam hati,kini aku telah menjadi orang kaya, apa pun yang aku inginkan semua bisa kudapatkan, akan tetapi kenapa aku tidak merasa bahagia berbeda dengan ketika aku masih hidup dalam keterbatasan?. Keesokan harinya, I Kukang pun bertanya kepada salah seorang pekerjanya mengenai perasaan yang sedang dirasakannya, pekerja yang ditanyainya itu pun berkata, mungkin anda sudah memiliki semuanya, tetapi ada satu hal yang anda tidak punya, I Kukang pun bertanya, apakah itu?, bukankah harta adalah segala-galanya?, pekerja itu pun menjawab, bukan-bukan itu segala-galanya, tetapi keluarga, yang anda butuhkan, keluarga tempat dimana kita saling berbagi baik suka maupun duka. I Kukang pun terdiam dan merenung sejenak dan berkata, mungkin selama ini, aku terlalu sibuk berdagang memikirkan kekayaan dan lupa untuk memikirkan seorang wanita yang dapat kutemani berbagi baik suka maupun duka, dan aku juga telah lupa akan kedua orang tuaku yang selama ini aku anggap ada kini telah hilang .

Kesokan harinya I Kukang pun mencari seorang wanita yang akan dijadikan istri, pekerja itu kembali menasehati I Kukang, jika kamu mencari calon istri jangan cari yang mempunyai segala-galanya akan tetapi carilah calon istri yang merasa dia punya segala-galanya dengan kata lain dia adalah orang yang pandai bersyukur. I Kukang pun bertanya, dimanakah aku akan menemukan wanita itu? Pekerja itu berkata. Carilah wanita yang solehah. I Kukang pun mengingat kembali teman sebayanya yang taat beragama, dia pun mengingat jikalau dia mempunyai seorang teman perempuan yang mempunyai nasib yang sama dengannya dan taat beragama. I Kukang pun pergi melamar perempuan itu dan akhirnya I Kukang pun menikah dengan perempuan itu, dan memiliki dua orang anak, dan saat itulah I Kukang, baru merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.

Tokoh-tokoh: I Kukang, karaeng, Pedagang Cina, pekerja I Kukang, Istri I Kukang, dan dua orang anak I Kukang. Latar: Makassar zaman dahulu. Watak: I Kukang: jujur, dan rajin. Karaeng: menghargai pendapat orang lain. Pedagang Cina: pandai melihat peluang usaha. Pekerja I Kukang: bijaksana. Istri I Kukang: pandai bersyukur, solehah, dan taat beragama. Dua orang anak I Kukang: mampu membahagiakan orang tuanya. Amanat: jika mau bahagia kita harus rendah hati, rajin, dan jujur.

You might also like