You are on page 1of 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beban Kerja Beban kerja merupakan beban aktivitas fisik, mental, sosial yang diterima oleh seseorang yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, sesuai dengan kemampuan fisik, maupun keterbatasan pekerja yang menerima beban tersebut. Herrianto (2010) menyatakan bahwa beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang, selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal. Menurut Nurmianto (2003) beban kerja adalah

sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh tenaga kerja dalam jangka waktu tertentu. Semua pekerjaan harus selalu diusahakan dengan sikap kerja yang ergonomis. Beban kerja dapat dibedakan atas beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit atau kurang (Munandar, 2008). 2.1.1. Beban kerja berlebih Beban kerja berlebih, timbul sebagai akibat dari kegiatan yang terlalu banyak diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Munandar (2008) menyatakan bahwa beban kerja berlebih secara fisik dan mental adalah melakukan terlalu banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan sumber stres pekerjaan. Beban kerja berlebih, akan membutuhkan waktu untuk bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak untuk menyelesaikan semua tugas yang telah ditetapkan, dan

Universitas Sumatera Utara

ini yang merupakan sumber tambahan beban kerja. Setiap pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan secara cepat, dalam waktu sesingkat mungkin. Waktu merupakan salah satu ukuran, namun bila desakan waktu dapat menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan pekerja menurun, maka itulah yang merupakan cerminan adanya beban kerja berlebih. Adanya beban berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik pada kesehatan pekerja. Menurut Munandar (2008) yang mengutip pendapat Friedmen dan Rosenman (1974) menunjukkan bahwa desakan waktu tampaknya memberikan pengaruh tidak baik, pada sistem cardiovasculer, terutama serangan jantung prematur dan tekanan darah tinggi. 2.1.2. Beban kerja terlalu sedikit atau kurang Beban kerja terlalu sedikit atau kurang, merupakan sebagai akibat dari terlalu sedikit pekerjaan yang akan diselesaikan, dibandingkan waktu yang tersedia menurut standar waktu kerja, dan ini juga akan menjadi pembangkit stres. Pekerjaan yang terlalu sedikit dibebankan setiap hari, dapat mempengaruhi beban mental atau psikologis dari tenaga kerja. Berdasarkan pendapat Munandar (2008) dapat disimpulkan bahwa beban kerja terlalu sedikit, karena tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya atau untuk

mengembangkan kecakapan potensinya secara penuh. Keadaan ini menimbulkan kebosanan dan akan menurunkan semangat kerja serta motivasi kerja, timbul rasa ketidakpuasan bekerja, kecenderungan meninggalkan pekerjaan, depresi, peningkatan kecemasan, mudah tersinggung dan keluhan psikosomatik.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Beban kerja berdasarkan jenis pekerjaan Berdasarkan jenis pekerjaan, beban kerja dapat dibedakan atas beban kerja ringan, sedang dan berat. Menurut WHO dalam Santoso (2004) penggolongan pekerjaan/beban kerja meliputi kerja ringan yaitu jenis pekerjaan di kantor, dokter, perawat, guru dan pekerjaan rumah tangga (dengan menggunakan mesin). Kerja sedang adalah jenis pekerjaan pada industri ringan, mahasiswa, buruh bangunan, petani, kerja di toko dan pekerjaan rumah tangga (tanpa menggunakan mesin). Kerja berat adalah jenis pekerjaan petani tanpa mesin, kuli angkat dan angkut, pekerja tambang, tukang kayu tanpa mesin, tukang besi, penari dan atlit. 2.1.4. Faktor yang memengaruhi beban kerja Menurut Tarwaka (2004) secara umum beban kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik faktor external maupun internal. Pengaruh faktor external adalah faktor yang mempengaruhi beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja antara lain tugas-tugas yang dilakukan bersifat fisik seperti tempat kerja, sarana kerja dan sikap kerja. Selain itu organisasi kerja juga dapat memengaruhi beban kerja seperti, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam dan sistem pengupahan. Lingkungan kerja dapat memberikan beban tambahan pada pekerja seperti suhu udara, intensitas penerangan, kebisingan, pencemaran udara, bakteri, virus, parasit, jamur dan serangga. 2.1.5. Kapasitas kerja Kapasitas Kerja merupakan berat ringannya beban kerja yang dapat diterima oleh tenaga kerja, dan dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seseorang

Universitas Sumatera Utara

tenaga kerja dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.

Semakin

berat beban kerja, akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya. Herrianto ( 2010 ) menyatakan bahwa untuk pekerjaan manual di sektor industri yang menggunakan waktu selama 8 jam per hari, seseorang dapat bekerja paling banyak 33 %, dari kapasitas maksimal tanpa merasa kelelahan. Sedangkan untuk pekerjaan manual selama 10 jam per hari, seseorang dapat bekerja hanya 28 %, dari kapasitas maksimal tanpa merasa kelelahan. Kapasitas kerja individu tergantung pada derajat kebugaran tubuh, kapasitas kerja otot dan kapasitas kerja jantung. 2.1.6. Waktu kerja Waktu kerja merupakan waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan pekerjaan, yang dapat dilakukan pada siang, sore dan malam hari. Waktu kerja adalah penggunaan tenaga dan penggunaan organ tubuh secara terorganisasi dalam waktu tertentu. Semakin lama waktu kerja yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja maka akan menambah berat beban kerja yang diterimanya dan sebaliknya jika waktu yang digunakan oleh tenaga kerja itu dibawah waktu kerja sebenarnya maka akan mengurangi beban kerja. Sumamur (2009) menyatakan bahwa aspek terpenting dalam hal waktu kerja meliputi, lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik, hubungan antara waktu kerja dan istirahat, dan waktu bekerja menurut periode waktu (pagi, sore, dan malam hari) Lamanya seseorang bekerja secara normal dalam sehari pada umumnya 8 jam, sisanya 16 jam lagi dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat,

Universitas Sumatera Utara

istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan, biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas. Bekerja dalam waktu yang berkepanjangan, timbul kecenderungan terjadi kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan kerja serta ketidakpuasan. Dalam seminggu, seseorang umumnya dapat bekerja dengan baik selama 40 jam. Menurut UU No 13 Tahun 2003 pasal 77 ayat 1, setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja meliputi, 7 jam dalam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja, atau 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja. Ketentuan ini tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja tersebut, wajib membayar upah kerja lembur. Selanjutnya pasal 79 ayat 1, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja. Waktu istirahat dan cuti meliputi, istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam, setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja, istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu, dan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja, setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. 2.1.7. Dampak beban kerja berlebih terhadap tenaga kerja 2.1.7.1. Penurunan berat badan Beban kerja yang terlalu berat tanpa kecukupan gizi sering penurunan drastis berat badan yang bersangkutan. Ukuran berat badan seseorang umumnya tergantung

Universitas Sumatera Utara

dari keseimbangan antara asupan zat gizi dengan penggunaan zat gizi atau aktivitasnya. Beban kerja berlebih, mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap pekerja, karena itu kebutuhan akan zat gizi sesorang tenaga kerja, harus sesuai dengan berat ringannya beban kerja yang diterimanya, seperti beban kerja berlebih, akan membutuhkan sumber energi yang lebih banyak (Munandar, 2008). 2.1.7.2. Timbulnya stres pekerjaan Beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan stres, karena kebutuhan untuk bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak, baik secara fisik maupun mental, sehingga merupakan sumber stres pekerjaan. Hal ini didukung oleh penelitian Prihatini (2007) ada hubungan beban kerja dengan stres kerja perawat di tiap ruang rawat inap di RSUD Sidikalang. 2.1.7.3. Penyakit akibat kerja Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan pekerja menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja. Prihatini (2007) yang mengutip penelitian Suciani (2006), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan keluhan Low Back Pain yang dialami pramu kamar. Menurut Sihombing (2010 ) bekerja dapat berdampak buruk terhadap kesehatannya, terutama bagi pekerja berat, karena status kesehatan pekerja sangat berhubungan dengan pekerjaannya. 2.1.7.4. Kelelahan kerja Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh, agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut, semuanya berakibat kepada penurunan daya

Universitas Sumatera Utara

kerja. Kelelahan diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performans kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Sumamur, 2009). Menurut penelitian Masnelly

Lubis (2007) ada pengaruh signifikan antara beban kerja terhadap efektifitas pekerjaan perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan. Semakin berat beban kerja atau semakin lama waktu kerja seseorang maka akan timbul kelelahan kerja. Beban kerja berlebih dapat menimbulkan kelelahan. Hal ini didukung oleh Penelitian Febriani (2010) ada pengaruh beban kerja terhadap kelelahan kerja pada pekerja jasa kuli angkut di pasar Klewer Surakarta. Selanjutnya Budiono dkk, (2003) terdapat dua jenis kelelahan meliputi, kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditandai dengan gejala tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja. Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara, dengan pengelolaan waktu bekerja dan lingkungan tempat kerja. Banyak hal dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelenggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental-psikologis.

Pemanfaatan masa libur, rekreasi, kecukupan gizi, penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja, adalah merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan.

Universitas Sumatera Utara

2.1.8. Analisis beban kerja Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang pekerja. Menurut Suyudi (2004), analisa beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kerja perorangan persatuan kerja. 2.1.8.1. Perhitungan beban kerja Perhitungan beban kerja merupakan suatu usaha pengamatan dan pengukuran waktu, terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, secara sistematis. Perhitungan ini, menjurus kepada penyelidikan terhadap seluruh aspek yang memengaruhi pekerja dan sangat diperlukan bagi perusahaan untuk menjaga kesetabilan produktivitas yang tinggi atau menaikkan produktivitas kerja yang masih rendah. Namun pengukuran kerja pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar beban kerja seorang pekerja dapat memengaruhi status gizinya, karena agar pekerja itu tetap sehat dan produktif maka asupan gizinya harus disesuaikan dengan berat ringannya pekerjaan yang dilakukannya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk perhitungan beban kerja, tergantung dari tujuan melakukan perhitungan beban kerja tersebut, salah satunya adalah (Motion and Time Study) analisis gerak dan waktu (Barnes, 1980). Pada

Universitas Sumatera Utara

metode ini peneliti mengamati pergerakan dan waktu dari seorang pekerja mulai dari awal sampai selesai suatu pekerjaan yang dikerjakan. Metode ini sesuai untuk perhitungan beban kerja, jika tujuannya untuk mengetahui seberapa besar beban kerja yang diterima oleh seorang pekerja. Asri (1979) yang mengutip pendapat Mundel (1973) alat analisis yang umum dipakai untuk mengukur kerja dikenal analisa gerak dan waktu (Motion and Time Study). Analisis gerak dan waktu yang dibutuhkan dalam suatu keadaan tertentu untuk suatu kegiatan yang dilakukan pekerja dengan bantuan alat pengukur stopwatch dan alat tulis. Secara terperinci prosedur pengukuran kerja dengan metode analisa gerak dan waktu dapat dibagi seperti langkah-langkah berikut, pertama mempersiapkan peralatan yang dipakai dalam perhitungan beban kerja , alat utama yang digunakan adalah stopwatch untuk mengukur waktu, dan alat tulis untuk membuat catatan yang akan berguna dalam pengukuran. Kedua, memilih pekerja yang tepat, berpengalaman dan terlatih dalam bidangnya atau disebut sebagai pekerja normal. Pada saat pengukuran harus diperhatikan waktu nyata dari suatu pekerjaan, dan sesudah itu, menghitung waktu normal, menetapkan waktu cadangan (kelonggaran) dan waktu standar. Menghitung waktu normal dapat dilakukan dengan menghitung waktu kerja nyata dari suatu kegiatan mulai dari awal sampai selesai kegiatan tersebut dengan bantuan alat pengukur waktu stopwatch oleh pekerja yang dianggap sebagai pekerja normal (pekerja yang mempunyai kemampuan jasmani, memiliki keterampilan dan

Universitas Sumatera Utara

pengetahuan untuk pekerjaan yang bersangkutan). Menghitung waktu normal secara lebih akurat dapat dilakukan dengan memilih 5 orang pekerja untuk melakukan suatu kegiatan yang sama dengan menghitung waktu kerja mulai dari awal sampai selesai pekerjaan tersebut, kemudian waktu dari masing-masing 5 orang pekerja tadi diambil waktu rata-ratanya, waktu itulah ditetapkan sebagai waktu normal dari kegiatan tersebut. Waktu cadangan yang disebut dengan waktu kelonggaran (allowances) adalah waktu yang digunakan keperluan ( rest ) istirahat, keperluan pribadi dan (delay) kelambatan kerja ( Barnes, 1980). Waktu kelonggaran diperlukan rata-rata 30% dari jumlah jam kerja formal (Kep/75/M.Pan/7/2004). Jam kerja formal 8 jam per hari untuk 5 hari kerja atau 7 jam per hari untuk 6 hari kerja. Waktu standar adalah waktu normal ditambah waktu kalonggaran (Asri, 1979). Pengukuran kerja untuk seorang pekerja dengan merangkai semua kegiatan yang akan dilakukan dalam satu hari, lalu dijumlahkan semua waktu normal dari setiap kegiatan tersebut dan ditambah waktu kelonggaran, kemudian sesuaikan dengan jam kerja formal, apakah waktu kerja pekerja tersebut masih sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah atau berlebih. Yodhia (2009) menyatakan bahwa metode analisa beban kerja adalah proses untuk menghitung beban kerja suatu posisi/sub posisi dan juga kebutuhan jumlah orang untuk mengisi posisi/sub posisi tersebut. Dalam metode ini terdapat tiga tahapan utama yaitu, pertama menentukan output utama dari suatu fungsi/sub fungsi dan kemudian mengidentifikasi rangkaian aktivitas kerja yang dibutuhkan untuk

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan output tersebut. Kedua, membuat rangkaian aktivitas menjadi satuan tugas yang lebih spesifik. Ketiga menghitung jumlah waktu total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan per kelompok tugas tersebut. Dari jumlah total jam kegiatan ini kemudian dapat diprediksi berapa kebutuhan jumlah pegawai yang diperlukan untuk menyelesaikan keseluruhan tugas dan dapat diprediksi bahwa waktu kerja dari pekerja itu sesuai dengan waktu kerja formal atau lebih. 2.1.9. Beban kerja pada pekerja peternakan ayam Peternakan ayam broiler di Desa Silebo-lebo termasuk industri rumah tangga yang merupakan wadah lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja. Di desa ini terdapat 38 kandang peternakan ayam broiler, dengan jumlah tenaga kerja 67 orang, dan mempekerjakan 2 atau 3 orang tenaga kerja untuk setiap kandang, umumnya 1 keluarga (suami, istri dan anak yang sudah dewasa), waktu/jam kerjanya 24 jam selama 1 periode atau lebih kurang 40 hari. Kegiatan pokok pada peternakan ayam broiler ini adalah mengangkat dan mengangkut pakan ternak sebanyak lebih kurang 14 ton atau 350 kg dalam sehari, selama 1 periode (mulai anak ayam masuk kedalam kandang sampai ayam panen). Anak ayam yang masuk kedalam kandang masih berusia 2 hari, harus dibangunkan dimalam hari agar dapat makan terus menerus, situasi ini berlangsung lebih kurang 10 hari. Selanjutnya memberi makan 2 kali sehari, dan mencampur vitamin kedalam air minum serta membagikannya ketempat minum ayam 4 kali sehari. Pekerja juga harus membersihkan tempat makan dan minum ayam 2 kali sehari sebanyak lebih kurang 80 buah, menjaga sirkulasi dan suhu udara dalam

Universitas Sumatera Utara

ruangan, serta mengganti atal 2 minggu sekali dalam setiap periode. Selanjutnya, bila ayam telah panen harus membersihkan kandang dan peralatan secara keseluruhan sampai bersih (mencuci dengan air dan menyemprot formalin) untuk dapat digunakan pada periode berikutnya ( data survei awal 5 Februari 2011).

2.2. Gizi Tenaga Kerja Gizi kerja merupakan gizi yang dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan pekerjaannya, agar derajat kesehatan tetap baik, kapasitas kerja maksimal serta produktivitas kerja tercapai setinggi-tingginya. Dengan gizi kerja diharapkan para pekerja dapat mewujudkan dan meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraannya, memelihara kemampuan bekerja dan produktivitas kerjanya pada tingkat yang optimal, bahkan bila mungkin lebih ditingkatkan (Santoso, 2004). Menurut Surat Edaran Menaker dan Transmigrasi No.01/Men/1979, tentang pengadaan kantin dan ruang makan. Pengembangan penerapan gizi kerja antara lain, dengan pengadaan kantin dan ruang tampat makan tenaga kerja. Kantin untuk tenaga kerja hendaknya harga makanan dan minuman diupayakan secara layak dengan kemampuan daya beli tenaga kerja serta selalu diusahakan agar nilai gizi makanan tetap mendapat perhatian yang utama. Zat makanan tersebut dan kalori yang ditimbulkannya, penting peranannya untuk memenuhi kalori, agar pekerjaan dapat dilakukan dan banyaknya kalori yang diperlukan sesuai dengan berat ringannya pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Kebutuhan gizi tenaga kerja Kebutuhan akan zat makanan tergantung kepada usia, jenis kelamin dan beban kerja. Zat makanan yang dibutuhkan tubuh meliputi keseluruhan zat gizi, yang paling sesuai adalah makanan seimbang. Hal ini didukung oleh Santoso (2004) proporsi zat gizi yang dibutuhkan tubuh harus seimbang, agar zat gizi tersebut dapat digunakan didalam tubuh dengan sempurna adalah makanan yang komposisi gizinya terdiri atas karbohidrat (60-70%), protein (12-15%), lemak (20-25%), cukup vitamin dan juga cukup mineral. Kebutuhan zat gizi tersebut diperoleh melalui pola makan yang baik dan sehat. Pola makan pekerja sebaiknya memenuhi tiga kriteria yaitu jumlah makanan yang dikonsumsi sesuai atau seimbang antara kebutuhan dengan penggunaan kalori, jenis dari makanan yang dikonsumsi bervariasi sumbernya. Jadwal makan teratur sebaiknya tiga kali per hari yaitu dianjurkan makan pagi hari untuk mendapatkan kalori kerja di awal bekerja. Menurut Mitayani dan Sartika (2010) gizi seimbang adalah makanan yang dimakan harus beraneka ragam, memenuhi syarat kecukupan gizi (empat sehat lima sempurna). Sebaiknya makanan, sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan kalori, batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan kalori. Biasakan makan pagi sebelum pergi bekerja, makanlah makanan yang bersumber zat besi, cukup vitamin dan mineral, cukup air putih dan hindari minuman alkohol. Berdasarkan pendapat Sumamur (2009) dapat disimpulkan bahwa pengaruh frekwensi makan tiga kali sehari, komposisi makanan, dan memberi kesempatan

Universitas Sumatera Utara

makan pada saat-saat istirahat kerja, dapat mengurangi kelelahan kerja, bahkan meningkatkan daya kerja. Makan di pagi hari sebelum berangkat kerja, mempunyai pengaruh penting pada produktivitas kerja dan makanan sebaiknya mudah dicerna, yang penting berfungsi menambah kalori untuk bekerja. Kebutuhan kalori kerja dapat dipenuhi melalui asupan makanan berimbang, sehingga tidak perlu ditambah frekwensi makan, kecuali makanan selingan pada waktu istirahat, begitu juga dengan zat gizi lainnya seperti protein, vitamin dan mineral. Tenaga kerja membutuhkan makanan yang cukup dan bergizi, untuk memelihara kondisi tubuh agar selalu prima. Bahan makanan yang dibutuhkan oleh tenaga kerja adalah bahan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi masyarakat pada umumnya, ditambah dengan kebutuhan kalori untuk keperluan melaksanakan pekerjaan. Kekurangan zat gizi mengakibatkan gangguan kesehatan dan produktivitas kerja. Tingkat gizi terutama bagi pekerja berat adalah faktor penentu derajat produktivitas kerjanya. Pekerja berat, jika tidak diimbangi dengan gizi yang cukup, biasanya akan mengalami penurunan berat badan. Makanan dan beban kerja serta faktor lingkungan kerja, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling memengaruhi. Banyaknya kalori dari makanan yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan tubuh sesuai dengan klasifikasi pekerjaan/aktivitas fisik, secara parktis dapat ditentukan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1. Kebutuhan Kalori Sesuai Kerja No Jenis Kerja Laki-laki Kebutuhan kalori/hari (Kkal) 2400 2600 3000 Wanita Kebutuhan kalori/hari (Kkal) 2000 2400 2600

1 Ringan 2 Sedang 3 Berat Sumber : Santoso (2004)

2.2.2. Dampak gizi kurang pada pekerja Sampai saat ini keadaan gizi kurang, khususnya kekurangan energi protein, masih merupakan masalah gizi, terutama di negara-negara miskin dan negara sedang berkembang. Penyebab kekurangan gizi antara lain faktor ekonomi, khususnya pengupahan yang rendah atau pendapatan, ketidaktahuan dan kebiasaan makan. Masalah kurang energi protein adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang dapat menurunkan kualitas fisik serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. Manifestasi kurang energi protein, tercermin dalam bentuk fisik. Seorang tenaga kerja hanya dapat bekerja, selama ia memiliki kalori yang diperoleh dari makanan. Gizi kerja yang baik, sesuai dengan beban kerja yang diterimannya akan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja, sehingga angka kesakitan yang disebabkan oleh penyakit akibat kerja maupun penyakit umum dapat ditekan seminimum mungkin dan angka mangkir kerja karena sakit juga akan turun dengan sendirinya, yang pada akhirnya produktivitas akan meningkat. Kekurangan gizi mempunyai dampak yang negatif, karena orang yang menderita kekurangan gizi khususnya kalori akan memengaruhi kemampuan kerja, waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya pun semakin panjang, sehingga

Universitas Sumatera Utara

produktivitas menurun. Adapun akibat dari gizi kurang terhadap tenaga kerja sebagai berikut : 2.2.2.1.Penurunan berat badan Berat badan merupakan petunjuk utama untuk mengetahui individu itu kekurangan atau kelebihan masukan kalori dari makanan. Kebutuhan akan zat gizi tidak dapat dipenuhi hanya dengan satu atau dua jenis bahan makanan saja, karena pada umumnya tidak ada satu bahan makanan yang mengandung zat gizi secara lengkap. Bila asupan makanan tidak dipilih sesuai dengan gizi yang diperlukan maka tubuh akan mengalami kekurangan zat gizi. Keadaan gizi terutama bagi pekerja berat adalah faktor penentu tingkat produktivitasnya. Beban kerja terlalu berat tanpa kecukupan gizi sering penurunan drastis berat badan (Rahmawati, 2008). Penurunan berat badan sebagai pertanda kurang gizi yang dapat berakibat tenaga kerja mudah sakit. 2.2.2.2. Penurunan daya tahan tubuh Pekerja akan mudah terkena penyakit jika menderita gizi kurang. Gizi kurang menyebabkan kekebalan tubuh menurun, dan dapat menjadi sakit sehingga angka absen kerja meningkat serta biaya berobat yang harus dikeluarkan perusahaan akan meningkat pula. Kurangnya gizi berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan kemampuan untuk bekerja, yang berarti menurunnya prestasi, daya kerja, produktivitas, dan kualitas hidup akibat sering sakit, karena pekerja yang sehat ditentukan dari asupan gizi yang baik (Kurniasih, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2.3. Anemia Anemia gizi adalah masalah masyarakat pada umumnya, namun pada tenaga kerja juga cukup tinggi yaitu prevalensi anemia gizi pada tenaga kerja dapat mencapai sekitar 50 %, penyebabnya antara lain kekurangan gizi makanan secara keseluruhan terutama defisiensi zat besi. Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kadar haemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal untuk kelompok umur yang bersangkutan. Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat dan vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk) dan kecacingan yang masih tinggi. Tabel 2.2. Kadar Haemoglobin (Hb) Sebagai Indikator Anemia. No Usia / jenis kelamin 1 Anak 6 bulan 5 tahun 2 Anak 5-11 tahun 3 Anak 12-13 tahun 4 Wanita tidak hamil 5 Wanita hamil 6 Laki-laki dewasa Sumber : Fatmah (2010). Kadar HB (g/l)2 < 11,0 < 11,5 < 12,0 < 12,0 < 11,0 < 13,0

Jumlah zat besi dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tubuh (hamil). Zat besi bersumber dari asupan makanan setiap hari, dimana dalam tubuh sebagian disimpan di hati dalam bentuk ferritin, apabila konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, maka zat besi dari ferritin dimobilisasi untuk memproduksi haemoglobin. Fungsi utama zat besi bagi tubuh adalah mengangkut oksigen (O2) dan CO2 serta untuk pembentukan darah. Jumlah zat besi

Universitas Sumatera Utara

yang harus diserap tubuh setiap hari 1 mg yang terkandung dalam makanan. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani untuk produktivitas kerja, karena sel-sel tubuh tidak tercukupi kebutuhannya akan oksigen (Khomsan, 2010). 2.2.3. Status Gizi Status gizi pada dasarnya merupakan keadaan konsumsi makanan yang kita makan setiap hari, atau merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan zat gizi dan suplai zat gizi. Jadi untuk mengetahui seberapa jauh seseorang telah memperhatikan kecukupan jumlah makanan serta mutu gizinya dengan jelas akan tercermin dalam status gizi. Menurut Waspadji (2010) yang mengutip pendapat Habict (1979), status gizi adalah tanda-tanda atau penampilan fisik yang diakibatkan karena adanya keseimbangan antara pemasukan gizi, dan pengeluaran yang terlihat melalui suatu indikator status gizi. Menurut Almatsier (2009) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dan dapat dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik/normal dan lebih. 2.2.4. Penilaian status gizi Untuk mengetahui status gizi pekerja dapat dilakukan dengan penilaian status gizi secara langsung dan penilaian tidak langsung. Penilaian status gizi secara

langsung adalah dengan pemeriksaan secara antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung adalah dengan pemeriksaan survei makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Waryana, 2010). Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh. Pengukuran antropometri

Universitas Sumatera Utara

bertujuan mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya, misalnya berat badan dan tinggi badan menurut umur (BB dan TB/U) berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U), lingkar lengan atas menurut tinggi badan (LLA/TB) (Sibagariang, 2010). Dari beberapa cara pengukuran status gizi, pengukuran antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yaitu alat mudah diperoleh, pengukuran mudah dilakukan, biaya murah, hasil pengukuran mudah disimpulkan, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu. Penilaian berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) adalah untuk mengetahui status gizi orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih yaitu dengan pengukuran berat dan tinggi badan (Arisman, 2007). Cara penilaiannya dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini dan selanjutnya hasil perhitungan indeks massa tubuh disesuaikan dengan tabel 2.3

Tabel 2.3. Status Gizi Berdasarkan Perhitungan Indeks Massa Tubuh No Status gizi 1 Kurus 2 Normal 3 Rata-rata 4 Obesitas Sumber : Irianto, (2007) Laki-laki <20,1 20,1-25,0 22,0 >25,0 Perempuan <18,7 18,7-23,8 20,8 >23,8

Universitas Sumatera Utara

2.3. Landasan Teori Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan antara pengeluaran energi lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi dan begitu juga sebaliknya akan terjadi kelebihan, jika berlangsung lama akan timbul masalah gizi (Waspadji, 2010). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisen akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2001)

Universitas Sumatera Utara

Menurut UNICEF (1998) gizi kurang disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah seperti dibawah ini :

Dampak

Status gizi

Penyebab lansung

Aktivitas fisik, Beban kerja

Asupan gizi

Penyakit Infeksi

Penyebab tdk langsung

Kebutuhan Aktifitas, Gizi kerja

Tdk cukup persediaan pangan

Pola asuh anak tdk memadai

Sanitasi lingkungan, air bersih, pelay.kes. yg

tdk memadai

Pokok masalah di masyarakat

Kurang pendidikan, pengetahuan, penghasilan, keterampilan ibu Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya manusia

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan. Akar masalah Krisis ekonomi, politik dan sosial

Gambar 2.1 Teori menurut UNICEF (1998)

Universitas Sumatera Utara

2.4. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut. Variabel Independen Beban Kerja : - Waktu kerja - Jenis kegiatan Status Gizi Pekerja Variabel Dependen

Asupan kalori

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pada kerangka konsep, variabel bebas penelitian ini adalah beban kerja dengan sub variabel waktu kerja dan jenis kegiatan. Waktu kerja meliputi waktu kerja kurang, jika para pekerja di peternakan ayam bekerja kurang dari 8 jam per hari, dan waktu kerja berlebih, jika ternyata waktu kerjanya lebih dari waktu standar yaitu lebih dari 8 jam per hari. Sedangkan jenis pekerjaan meliputi pekerjaan ringan, sedang dan pekerjaan berat seperti angkut dan angkat pakan ternak. Beban kerja dan asupan kalori sangat berkaitan dan akan memengaruhi status gizi pekerja.

Universitas Sumatera Utara

You might also like