You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Secara medis, kematian merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organorgan internal tubuh terhenti. Setiap sel tubuh memiliki perbedaan waktu untuk mengalami kematian sel yang disebabkan oleh perbedaan metabolisme seluler didalamnya. Pada tubuh akan terjadi kematian sel demi sel dan kematian secara keseluruhan akan terjadi dalam beberapa jam.1 Waktu kematian terkadang sangatlah penting. Ini adalah pertanyaan yang hampir selalu ditanyakan oleh polisi, dengan kepercayaan dalam akurasi perkiraan kematian. Menentukan saat kematian sangat sulit, dan akurasi adalah mustahil.1 Masalah yang sering muncul dalam kedokteran forensik adalah keperluan untuk menentukan waktu kematian dalam berbagai batas kemungkinan . Hal ini jelas bahwa semakin lama interval waktu antara kematian dan pemeriksaan tubuh, yang akan menjadikan batas kemungkinan menjadi semakin luas. Semakin lama post mortem interval ini, semakin besar kemungkinan bahwa bukti terkait atau lingkungan akan memberikan lebih banyak data yang dapat diandalkan untuk memperkirakan waktu kematian daripada perubahan anatomis.1,2 Selama beberapa dekade vitreous humor telah digunakan selama investigasi biokimia post mortem. Vitreous humor diperoleh dari tubuh vitreous, situs anatomi serta konsistensi disertai dengan difusinya lebih lambat dibandingkan dengan cairan kompartemen lainnya. Lebih jauh lagi, hal itu dijelaskan bahwa vitreous tidak terkontaminasi bahkan di akhir periode post-mortem. Oleh karena itu , vitreous cocok untuk investigasi biokimia postmortem.2 Analisis telah dilakukan khususnya berkaitan dengan diagnosis berbagai penyakit menyajikan perubahan konsentrasi elektrolit dan parameter klinis -kimia. Selanjutnya , penelitian tentang estimasi periode post-mortem telah dilakukan pada vitreous humor dan telah digunakan untuk klarifikasi masalah forensik.2

Yang paling diselidiki analit post-mortem di vitreous humor adalah kalium, natrium , klorida, kalsium, magnesium, fosfat, urea, kreatinin dan laktat. Dalam studi terdahulu, dalam vitreous humor beberapa parameter, natrium tertentu, klorida, kreatinin dan laktat, terbukti lebih stabil dalam mereka konsentrasi post-mortem, sementara analit lain menunjukkan perubahan besar konsentrasi mereka.2 Berdasarkan uraian di atas, maka perlu rasanya pembahasan mengenai perkiraan saat kematian berdasarkan vitreus humor 1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas tentang perkiraan saat kematian berdasarkan vitreus humor, mulai dari anatomi, komponen vitreua humor , perubahan postmortem, perubahan vitreus humor setelah mati, dan perkiraan saat kematian berdasarkan vitreus humor. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan umum penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang perkiraan saat kematian berdasarkan perubahan vitreus humor setelah mati. 1.4 Manfaat Penulisan Melalui penulisan referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan tentang perkiraan saat kematian berdasarkan perubahan vitreus humor setelah mati. 1.5 Metode Penulisan Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan-perubahan Setelah Kematian 2.1.1 Perubahan Kulit Muka Perubahan setelah kematian dapat terlihat perubahan pada kulit muka akibat berhentinya sirkulasi darah maka darah yang berada pada kapiler dan venula di bawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna raut muka tampak menjadi lebih pucat. Pada mayat dari orang yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya keracunan karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.3 2.1.2 Relaksasi Otot a. Relaksasi primer Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium itu disebut relaksasi primer. Relaksasi perimortal didapatkan 2 3 jam setelah kematian. Pada fase ini otot sudah tidak memiliki rangsangan dari sistem saraf pusat. Akibat tidak adanya impuls listrik dari sistem saraf pusat maka tidak ada lagi koordinasi otot-otot tubuh yang selalu berusaha menjaga keseimbangan dalam segala posisi tubuh seperti pada rahang bawah, dada, relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan iris dan spingter ani mengalami dilatasi. Pada fase ini kematian sel belum terjadi sempurna. Korban masih dalam pengertian mati somatik.3 b. Relaksasi sekunder Relaksasi sekunder terjadi karena lisis sel otot akibat proses pembusukan. Hancurnya sel dan jaringan otot membuat tulang-tulang tidak dapat dipertahankan posisinya.3,4 2.1.3 Perubahan pada mata Perubahan pada mata yaitu berkurangnya daya lihat dan ketegangan pada mata menurun secara cepat seperti tekanan arterial. Kelopak mata biasanya tertutup tetapi secara umum tidak sempurna, kegagalan otot menghasilkan oklusi penuh dan ini akan terjadi pembukaan.
3

Bila mata terbuka pada atmosfer kering, sklera di kiri - kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea. Kekeruhan kornea terjadi pada lapisan terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati.4 2.1.4 Penurunan Suhu Tubuh Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas. Proses penurunan suhu pada mayat terjadi sangat lambat pada jam jam pertama kemudian penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika dirata - rata maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 C atau sekitar 1,5 F setiap jam, dengan catatan penurunan suhu dimulai dari 37 C atau 98,4 F. 3,4 2.2.5 Lebam Mayat Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana pembuluh pembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat dicapai. 4,5 Lebam mayat biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah kematian, dimana setelah terbentuk hipostasis yang menetap dalam waktu 1012 jam. Lebam mayat berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian, dimana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 812 jam, pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi
4

petechie (tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang mempunyai 8 diameter dari satu sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. 5 2.2.6 Kaku Mayat ( Rigor Mortis ) Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang k-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi, peranan ATP sangat penting dalam pembentukan kaku mayat. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi. Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan pada aktomiosin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.9 Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.3,5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat : 3 a. Kondisi otot Persediaan glikogen

Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.5 b. Usia Orang tua dan anak-anak lebih cepat dan berlangsung lama. Bayi prematur tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan.

c. Keadaan Lingkungan Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab Mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama.
5

Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.9 Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi pembekuan atau cold stiffening.

d. Cara Kematian Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.

Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat) Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem

2.1.7 Pembusukan Atau Modifikasinya Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme, terutama Clostridium welchii. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzimenzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim - enzim akan mengalami proses autoilisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati.6 Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak

dengan kolon transversum. Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya.4,5,6 Skrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.12 Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus wanita hamil. Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.5,6 Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu: 1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medula adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah. 2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paruparu, jantung, ginjal, diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik. 3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrosa. 2.1.8 Biokimiawi Darah Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemkan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.4 2.1.9 Cairan serebrospinal ( CSS )
7

Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar protein kurang dari 5 mg% dan 10mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam.4 2.1.10 Reaksi Peri mortal Reaksi peri mortal yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90 120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60 90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati. 6 Definisi mati seluler (mati molekuler) yaitu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.4 Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga kematian seluler pada tiap organ atau jaringan terjadi secara tidak bersamaan. Sebagai contoh: a) Susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit b) Otot masih dapat dirangsang dengan listrik sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam. c) Dilatasi pupil masih dapat terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfas atropin 1 % atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. d) Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara penyuntikan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20%. e) Spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis. f) Kornea masih dapat ditransplantasikan. g) Darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati. Keadaan tersebut diatas pada mayat dimana masih dapat menghasilkan gambaran intravital disebut reaksi peri mortal dan pertamakali didiskusikan pada tahun 1963 oleh Schleyer.3 2.1.11 Pertumbuhan Rambut
8

Pengetahuan mengenai rata-rata tumbuh rambut muka member petunjuk dalam membuat perkiraan kapan saat cukur terakhir. Sejak rambut berhenti pertumbuhannya pada saat kematian maka panjang dari jenggot mayat mungkin dapat menjadi pemikiran tentang lamanya waktu antara kematian dan cukur terakhir. Gonzales dkk, pada tahun 1954 mengatakan rata-rata pertumbuhan rambut adalah 0,4mm/ hari, sedangkan Balthazard seperti yang kutip oleh Derobert dan Le Breton tahun 1951 mengatakan rata-rata pertumbuhan rambut adalah 0,5 mm / hari, dan menurut Glaister pada tahun 1973 adalah 13 mm / minggu, akan tetapi pada tiap individu mempunyai perbedaan dalam rata-rata pertumbuhan dalam area yang sama, juga variasi rata-rata dari satu tempat ke tempat lain di muka dan juga berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Selain itu variasi musim atau iklim mempengaruhi metabolisme dari tubuh itu sendiri.3 2.1.12 Pertumbuhan Kuku Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm perhari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bia dapat diketahui saat terakhir yang berangkutan memotong kuku.4 2.2 Anatomi Vitreous Humor Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang membentuk dua pertiga volume dan berat mata. vitreus menisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus-membran hyaloid- normalnya berkontak dengan strukturstruktur berikut : kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dann caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat seumur hhidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat dibelakang ora serrata. Di awal kehidupan, vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan caput nervi optici, tetapi segera berkurang dikemudian hari. Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air. Vitreus ini mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri dari atas matriks serat kolagen tiga-dimensi dan gel asam hialuronat. Permukaan luar vitreus, dikenal sebagai korteks, berkontak dengan lensa (korteks vitreus anterior) dan memiliki daya lekat yang berbeda-beda ke permukaan retina (korteks vitreus posterior).7 Proses penuaan, perdarahan, peradangan, trauma, miopia, dan proses-proses lain sering menyebabkan kontraksi matriks kolagen vitreus. Korteks vitreus posterior kemudian memisahkan diri dari retina pada daerah yang perlekatannya lemah dan dapat menimbulkan
9

traksi pada daerah-daerah yang perleketannya lebih kuat. Sebenarnya, viterus tidak pernah lepas dari basisnya. Vitreus juga melekat pada nervus opticus dan dengan keeratan yang kurang, pada makula adalah suatu faktor yang bermakna dalam patogenesis membran epimakula dan lubang makula.7

2.3 Struktur dan komposisi Vitreous humor Vitreous humor terletak antara lensa dan retina mengisi pusat mata. Vitreous humor, dengan volume perkiraan 4 mL, merupakan hampir 80% dari mata, sehingga struktur terbesar di dalam mata. Namun, relatif sedikit yang diketahui tentang struktur ini penting daripada bagian lain dari mata. Selama abad 18 dan 19, empat teori populer yang berbeda. Struktur vitreous adalah teori alveolar oleh Demours, teori lamellar oleh Zinn, radial. Teori sektor oleh Hanover dan urat saraf teori oleh Bowman. Teori alveolar menyarankan bahwa humor vitreous terdiri dari banyak membran berorientasi dalam semua arah yang mungkin, melampirkan alveoli berisi Bagian cairan vitreousa.8 Teori pipih menyarankan bahwa vitreous adalah diatur dalam konfigurasi pipih konsentris mirip dengan lapisan bawang. Teori sektor radial menggambarkan banyak sektor sekitar radial berorientasi tentang antero tengah - kerucut posterior yang berisi Cloquets kanal. The urat saraf. Teori dijelaskan humor vitreous sebagai fibril halus yang membentuk bundel dengan nuklir butiran. Selain keempat teori klasik, beberapa pengamatan terbaru yang telah dibuat tentang struktur vitreous relevan.8

10

2.3.1 Vitreous Humor Biokimia Vitreous tubuh matriks ekstra seluler yang berisi protein struktural urat saraf terkait dengan berbagai jumlah asam hialuronat dan berbagai jenis protein, glikoprotein dan proteoglikan (Swann, 1980). Kolagen adalah struktur utama protein vitreous. Ayad dan Weiss (1984) mempelajari kolagen vitreous sapi dan temuan mereka menunjukkan bahwa tipe II adalah kolagen vitreous utama. Menggunakan mikroskop kontras, Bembridge et al. (1952) sebelumnya telah menunjukkan keberadaan filamen fibrosa di vitreous humor dari beberapa spesies termasuk manusia. Schwarz (1976) menggambarkan ultrastruktur vitreous sebagai random jaringan filamen seragam tipis, yang dikonfirmasi untuk menjadi kolagen alam dengan studi mikroskopis dan difraksi sinar-X elektron. Organisasi fibril kolagen vitreous dalam vitreous dan dalam kaitannya dengan komponen molekul lain dari vitreus itu dijelaskan secara rinci oleh Schwarz ( Schwarz , 1976) . A studi besar mata manusia normal diperoleh pada otopsi menunjukkan bahwa kolagen konsentrasi dalam vitreous gel dalam 70 sampai 90 tahun kelompok usia lebih besar daripada di kelompok usia 15 sampai 20 tahun. Temuan itu dicatat karena penurunan Volume vitreous gel yang terjadi dengan penuaan dan peningkatan berurutan dalam konsentrasi serat kolagen yang tersisa di vitreous gel.8 Hyaluronic asam merupakan glikosaminoglikan utama dalam vitreous humor .Pada manusia, asam hialuronat pertama kali muncul setelah lahir dan disintesis terutama oleh hyalocytes . Comper dan Laurent ( 1978) terisolasi hyaluronic acid dan ditandai molekul ini dan konfigurasi di dalam vitreous . Peningkatan kandungan asam hyaluronic vitreous cairan dan penurunan yang sesuai dalam Kandungan asam hyaluronic dari vitreous gel disebabkan oleh peningkatan jumlah cairan vitreous dan penurunan jumlah vitreous gel dengan usia lanjut telah disarankan ( sebag dan Balazs , 1989 ) . Asam amino bebas yang hadir dalam vitreous di konsentrasi yang lebih kecil daripada yang ditemukan dalam plasma . Glikoprotein, yang makromolekul bahan dasar vitreous , sebagian besar protein dan hanya berisi komponen karbohidrat minor. 8 Vitreous mengisi 80% dari mata, yang terdiri dari kolagen, asam hialuronat, dan air. Badan vitreous terdiri atas dua bagian : central atau inti, vitreous dan selaput vitreous, bagian luar dari vitreous.9 Antara fiber-fiber kolagen adalah molekul-molekul hialuronat yang mengikat molekulmolekul air. Molekul-molekul hialuronat yang berasosiasi dengan molekul-molekul air berrtindak sebagai pengisi dan pemisah antara jaringan-jaringan kolagen.9
11

Kompisisi dari badan vitreous dari kepustakaan lainnya adalah sebagai berikut: badan vitreous Gelatin terdiri atas 98% air, 2% kolagen dan asam hialuronat. Mereka mengisi ruang vitreous yang terhitung kira-kira sepertiga dari total volume mata.10 Konsentrasi vitreous normal : kalium 2.6 - 4.2mmol / L , natrium 118 - 124mmol / L dan klorida adalah 108-142mmol/L.11 Selama seumur hidup , kalium hampir intraseluler . Konsentrasi intraseluler tinggi kalium dikelola oleh Na + - K + pompa . Setelah kematian Na + , K + pompa tidak beroperasi , karena K + yang bocor keluar dari sel , yang mengarah ke tingkat tinggi postmortem . Hal ini mendalilkan bahwa jalur masuk antemortem normal kalium ke vitreous humor adalah melalui badan ciliary . Setelah kematian , autolisis dari choroids pembuluh darah dan sel-sel retina bertanggung jawab atas kebangkitannya.11

12

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Vitreus Humor Setelah Kematian Otopsi masih menjadi standar kriteria untuk penilaian kualitas dalam dunia kedokteran. Hal ini memungkinkan dokter untuk dapat melihat sendiri secara langsung trauma dan penyakit dalam diri seseorang, menilai efektivitas berbagai pengobatan, dan menyaksikan sifat perubahan dalam tubuh sebagai hasil dari usia dan gaya hidup. Dalam banyak kasus, studi tambahan sangatlah penting dalam menentukan penyebab dan cara kematian. Salah satu studi tambahan yang paling umum adalah analisis kimia vitreous postmortem, juga disebut kimia vitreous.8,12 Cairan vitreous terletak dalam penampang mata, antara retina dan lensa. Zat ini acellular, kental, tidak berwarna, biasanya jernih pada keadaan normal, dan itu terdiri sebagian besar (99%) air dengan glukosa, asam hyaluronic, serat kolagen (tipe II), garamgaram anorganik, dan asam askorbat. Cairan Vitreous ideal untuk analisis kimia postmortem, karena cairan vitreous relatif terisolasi dari darah dan cairan tubuh lain yang terpengaruh oleh perubahan postmortem seperti redistribusi dan hemokonsentrasi. Cairan vitreous juga tahan pembusukan lebih lama dari cairan tubuh lainnya, meskipun tidak sepenuhnya kebal terhadap itu. Bahkan, cairan vitreous dapat dianalisis dari tubuh yang sebelumnya telah dibalsem (dibahas di bawah). Meskipun tidak umum, kelainan intrinsik atau penyakit mata harus dipertimbangkan ketika menafsirkan hasil cairan vitreus.8,12 3.1.1. Cara Pengambilan Vitreus Humor Cairan vitreus dapat diperoleh dengan memasukkan jarum berukuran 18- atau 20yang digunakan pada spuit 10 ml ke dalam penampang mata. Lokasi penusukan yang paling ideal adalah pada lateral canthus, mempertemukan ujung jarum ke pertengahan bola mata. Vitreous harus ditarik perlahan - lahan. Tabung vakum tidak boleh digunakan, karena dapat merusak retina, sehingga menyebabkan spesimen menjadi tidak adekuat.2,12 Sekitar 2-5 ml cairan bisa disedot dari setiap mata, bahkan 1 mL dapat diperoleh dari bayi yang baru lahir. Vitreous harus ditempatkan dalam tabung steril. Jika analisis alkohol atau narkoba yang akan dilakukan, maka sebelumnya disiapkan natrium fluorida didalam
13

tabung. Spesimen harus jernih dan tidak berwarna. Jika terdapat flek hitam-coklat retina dalam sampel, maka sampel dianggap tidak representatif.12 Seperti disebutkan sebelumnya, vitreous bersifat kental. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah dalam pengolahan sampel. Karena viskositas tersebut sebagian besar disebabkan oleh komponen asam hyaluronic, hyaluronidase sering digunakan sebagai agen pencair sebelum dilakukan analisis kimia. Atau, pemanasan vitreous pada 100 C selama 5 menit diikuti dengan pendinginan adalah metode yang aman dan sederhana untuk meningkatkan presisi pengukuran.12 3.1.3. Kasus Kasus Khusus12 Tubuh yang telah dilakukan embalming Cairan vitreus dari tubuh yang telah dibalsem dapat dianalisis. Cairan diperoleh dengan cara yang sama dengan tubuh yang belum dibalsem. Jika spesimen vitreous berwarna merah muda, ada kemungkinan bahwa cairan pembalseman telah mengkontaminasi cairan vitreous. Cairan pembalsem mengandung formalin, glutaraldehid, parfum aldehida, EDTA (asam ethylenediaminetetraacetic), germisida, dan volatile agen seperti metanol dan fenol. Jika diperlukan, sebuah sampel terpisah dari cairan pembalseman harus dikirim dengan spesimen vitreous ke laboratorium untuk dilakukan korelasi. Donasi Kornea Ini adalah cara terbaik untuk memfasilitasi sumbangan jaringan bila memungkinkan. Komunikasi dengan instansi pengadaan dapat memastikan bahwa mereka memberi sampel vitreous kepada ahli patologi dengan mengikuti prosedur steril. Kematian Anak Dalam kasus cedera kepala kasar pada anak-anak (misalnya, "bayi terguncang / shaken impact syndrome") removal, fiksasi, dan pemeriksaan mata diperlukan untuk menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya perdarahan retina. Dalam kasus ini, ahli patologi harus membuat penentuan medis berdasarkan fakta-fakta kasus, apakah diperlukan pengambilan sampel cairan vitreus atau tidak. Pengambilan sampel cairan vitreous dapat menghambat evaluasi retina dalam kasus ini. Namun, analisis cairan vitreous mungkin diperlukan untuk mengkonfirmasi dehidrasi yang terjadi secara bersamaan. Keputusan dalam

14

pengambilan sampel cairan vitreus pada kematian anak dan bayi harus dilakukan atas dasar kasus per kasus. 3.1.3 Analisis vitreus Humor Postmortem Tergantung pada lingkungan, cairan vitreous dapat diperoleh sampai kira-kira 4 hari setelah kematian. Analisis yang dapat dilakukan pada cairan vitreus termasuk analisis kimia sebagai berikut (lihat juga Tabel 1):2,12

Elektrolit, glukosa, keto Toksikologi Viral antibodies Acids Insulin and C-peptide Beberapa logam

Table 1. Jenis analisis yang dapat dilakukan pada cairan vitreous postmortem beserta aplikasinya Analisis Sodium Potassium Chloride Kegunaan/Aplikasi Dehydrations,* water intoxication, low salt pattern, acute ethanol toxicity PMI, water intoxication, low salt pattern, acute ethanol toxicity Dehydrations,* water intoxication, low salt pattern, acute ethanol toxicity, vomiting, Glucose Diabetes, nonketotic hyperosmolar coma, DKA

Urea (VUN) Dehydrations, renal failure, uremia, azotemia Creatinine Ketones Insulin Dehydrations, renal failure, uremia, azotemia Fasting/starvation, DKA, alcoholic ketoacidosis, isopropanol ingestion Insulin overdose

15

C-Peptide Iron Alcohols Drugs

Insulin overdose Iron overdose/toxicity Acute ethanol toxicity, isopropanol ingestion, methanol Certain drugs can be identified, quantified, and correlated with blood concentrations

Antibodies 6-MAM DNA Formic Acid

Viral antibodies to HIV and hepatitis B and C in donation cases To distinguish heroin from morphine For purposes of identification Confirm premortem methanol ingestion

a) Elektrolit: sodium, potassium, chloride, urea nitrogen, creatinine Setelah kematian, membran sel menjadi permeabel. Membran transportasi aktif dan selektif berhenti bekerja, dan hilangnya permeabilitas membran selektif dan difusi ion, dan parameter lain sesuai dengan gradien konsentrasi ion-ion, dimulai. Meskipun stabil untuk waktu yang lebih lama pada periode postmortem, elemen vitreous tertentu akan berubah dengan difusi dari sel retina. Kalium segera mulai berdifusi keluar dari sel-sel retina ke dalam vitreous, dan level kalium meningkat secara linear. Untuk alasan ini, kalium telah digunakan untuk memperkirakan waktu postmortem. Namun, ketepatan estimasi waktu postmortem berkurang dengan waktu dan meningkatkan konsentrasi kalium. Selanjutnya, penelitian postmortem telah menunjukkan bahwa kadar kalium vitreous mungkin bervariasi antara mata pada individu yang sama pada waktu yang sama. Terakhir, faktor yang mempercepat dekomposisi (misalnya, hiperpireksia) juga dapat mempengaruhi kecepatan peningkatan kalium vitreous.2,12,14,15,16 Natrium, klorida, kreatinin dan nitrogen urea lebih mencerminkan level darah premortem pada saat kematian dan dapat berguna dalam mendiagnosis penyakit. Penyakit

16

dengan ketidakseimbangan elektrolit termasuk dehidrasi, intoksikasi air, dipaksa menelan garam, luka bakar, penggunaan diuretik, penyakit Addison, syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH), gagal ginjal, uremia, azotemia, dan gastroenteritis dengan muntah dan / atau diare. Suhu lingkungan, waktu postmortem, status gizi, umur orang yang meninggal, dan periode sekarat harus dipertimbangkan ketika mencoba untuk menafsirkan kadar elektrolit dan menerapkan relevansi hasil.2,12,14,15,16 b) Glukosa Glukosa Vitreous menurun segera setelah kematian. Oleh karena itu, hipoglikemia sangat sulit untuk didiagnosa dengan menggunakan kadar glukosa postmortem. Level 180 mg / dL atau kurang dianggap normal. Sebuah tingkat yang lebih besar dari 200 mg / dL merupakan indikasi diabetes mellitus, ketoasidosis diabetik, atau koma hiperosmolar nonketotic. Tingkat kurang dari 20 mg / dL yang biasa ditemui dan signifikansi diagnostik kecil.12,16 c) Keton Biasanya, keton tidak terdapat didalam vitreous. Keton yang dapat dideteksi pada penyakit tertentu termasuk aseton, asetoasetat, dan beta-hidroksibutirat. Beta-hidroksibutirat adalah keton utama yang dihasilkan dalam ketoasidosis diabetik dan ketoasidosis alkohol. Aseton vitreous dapat dideteksi dalam kasus-kasus kelaparan, diet ekstrim, puasa, atau malnutrisi. Produksi Aseton sekunder pada asupan kalori rendah dapat mengakibatkan konversi menurunkan tingkat isopropanol. Namun, aseton dapat diproduksi ketika seseorang mencerna isopropanol. Reaksi antara aseton dan isopropanol adalah reaksi reversibel. Isopropanol / aseton rasio akan membantu dalam menentukan patologi yang mendasari.12 d) Alkohol Seperti disebutkan sebelumnya, isopropanol dapat dideteksi setelah konsumsi atau dari konversi aseton menjadi isopropanol. Tingkat isopropanol akan lebih tinggi bila tertelan sebagai lawan konversi dari aseton. Metanol dan racun metabolit asam format dapat dideteksi setelah konsumsi disengaja atau tidak disengaja.12 Etilena glikol dan metabolit juga dapat diidentifikasi pada vitreous postmortem. Setelah menelan etanol, etanol bias berada dalam cairan vitreus sekitar 2 jam setelah konsumsi oral. Etanol juga dapat diproduksi oleh aktivitas mikroba dan fermentasi glukosa
17

postmortem. Bahkan, sampai 100 mg / dL dapat diproduksi oleh bakteri saja dalam kasus dekomposisi. Difusi etanol dari lambung ke darah sentral merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan ketika menafsirkan kadar etanol darah postmortem.12 Cairan vitreous secara anatomis berada jauh dari pembuluh darah besar dan organorgan pencernaan dan karena itu vitreus menjadi spesimen pilihan. Cairan vitreus berguna dalam kasus tenggelam karena kemungkinan terdapat dilusi cairan tubuh lainnya, dekomposisi, dan sintesis etanol postmortem. Tingkat etanol dalam vitreous memperkuat dugaan penggunaan etanol premortem; namun penafsiran bisa sulit karena rata-rata 1-2 jam waktu ketinggalan dan apakah individu berada dalam fase serap atau postabsortif / metabolik. Jika tingkat etanol vitreous lebih rendah dari tingkat darah, individu masih menyerap etanol pada saat kematian. Jika tingkat etanol vitreous lebih tinggi dari tingkat darah, individu berada dalam tahap metabolisme dan tingkat darah telah lebih tinggi sebelumnya. Tingkat etanol vitreous akan lebih rendah daripada tingkat etanol darah hanya ketika dalam tahap penyerapan.12 e) Obat-obatan Ada kemungkinan bahwa setiap obat yang terdeteksi dalam darah dapat dideteksi dalam cairan vitreous. Tingkat vitreous obat-obatan tertentu telah dipelajari dan penting untuk identifikasi serta korelasi dengan tingkat premortem. Namun, signifikansi dari tingkat vitreous mungkin dipertanyakan. Sebagai contoh, difusi postmortem obat-obatan tertentu dari otak ke vitreous dapat terjadi. Juga, obat hidrofilik lebih cenderung memiliki konsentrasi mendekati pada darah atau plasma daripada obat-obatan yang sangat protein-bound (seperti antidepresan trisiklik [TCA]) atau yang bersifat lipofilik (seperti benzodiazepin).12 Alkohol (lihat di atas), kokain dan metabolitnya benzoylecgonine, morfin, heroin dan metabolit 6-monoacetylmorphine (6-MAM), gamma-hidroksibutirat (GHB), dan TCA adalah beberapa obat yang telah diidentifikasi. Utilitas dalam deteksi kokain terbatas pada adanya obat dan, pada kenyataannya, telah dilaporkan bahwa konsentrasi vitreous kokain dapat meningkat dengan waktu. 12 Diacetylmorphine (heroin), morfin, dan 6-MAM dapat dideteksi dalam cairan vitreous. Adanya 6-MAM berguna dalam menentukan morfin yang berasal dari heroin, yang bertentangan dengan konsumsi morfin induk. GHB dapat ditemukan sebagai neurotransmitter

18

endogen, narkoba, atau agen terapeutik. Produksi postmortem GHB dapat terjadi dalam darah. Oleh karena itu, analisis vitreous baik untuk mengkonfirmasi GHB eksogen.12 f) Viral antibodies Antibodi terhadap human immunodeficiency virus (HIV) dapat dideteksi dalam vitreous. Ini memiliki kegunaan yang potensial dalam kasus donasi kornea.12 g) Stress hormon: katekolamin Hormon stres dan noradrenalin telah dianalisis berkorelasi dengan lamanya periode sekarat. Keberadaan dan tingkat vitreous telah dipelajari dalam kasus hipotermia, asfiksia, dan resusitasi kardiopulmonar. Kuantitas hormon dapat ditentukan, tetapi, sejauh ini, tingkat tidak berkorelasi dengan lamanya periode sekarat dalam kasus-kasus individu. (Asfiksia akan dibahas dalam artikel terpisah.)12 h) Asam Asam dan metabolit asam dapat dideteksi dalam darah dan cairan vitreous dalam berbagai macam kondisi dan penyakit. Asam laktat dapat dideteksi dalam vitreus dalam kasus hiperglikemia dan terbentuk selama metabolisme anaerobik glukosa. Beberapa peneliti telah menilai laktat dan kadar glukosa dan jumlah total untuk mendiagnosa diabetes mellitus.. Namun, tingkat laktat meningkat secara linear setelah kematian, dan jumlah total ini dapat menyesatkan, sehingga dapat terjadi diagnosis palsu diabetes mellitus.12,16 Asam laktat juga diproduksi pada kasus ketoasidosis diabetikum, ketoasidosis alkohol, konsumsi sianida, penyakit ginjal dan hati, dan toksisitas besi. Metabolisme metanol menghasilkan asam format. Pencernaan dan metabolisme etilena glikol menghasilkan pembentukan asam laktat, asam format, asam glikolat, dan asam oksalat. Propylene glycol dipecah menjadi asam laktat, asam asetat, dan asam piruvat. Dalam kasus keracunan asam asetilsalisilat (aspirin) (ASA), induk serta metabolit asam dapat dideteksi. Peningkatan asam amino dan asam organik dalam vitreous dapat menjadi tanda kelainan metabolisme bawaan. i) Insulin dan C-peptide Proinsulin adalah terbelahnya secara enzimatis insulin dan C-peptida. Insulin dan Cpeptida disekresikan dalam konsentrasi equimolar, dan keduanya dapat dideteksi dan diukur dalam vitreous dalam kasus overdosis insulin. Dari catatan, C peptida tidak terdapat dalam
19

insulin eksogen, manusia ataupun hewan. Oleh karena itu, tingkat tinggi insulin dan rendahnya tingkat C-peptida merupakan indikasi dari overdosis insulin eksogen.12.16 j) Logam Logam dapat dideteksi dalam cairan vitreous. Toksisitas besi adalah salah satu kasus. Kadar magnesium dalam vitreous juga telah dipelajari. Individu pencandu alkohol dapat memiliki serum magnesium premortem yang menurun, namun, tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat magnesium yang telah terdeteksi antara orang-orang alkoholik dan non-alkohol. Konsentrasi logam vitreous juga dapat dipengaruhi oleh panas, seperti dalam kasus kebakaran, yang dapat menyebabkan peningkatan kadar rilis intraseluler.12 3.2 Perkiraan Saat Kematian berdasarkan Cairan Vitreous Humor dan Aspek Medikolegal Interval antara kematian dan waktu pemeriksaan tubuh dikenal sebagai selang postmortem (PMI) . Waktu yang tepat kematian tidak dapat diperbaiki dengan metode apapun melainkan hanya rentang perkiraan waktu sejak kematian dapat diberikan karena ada variasi biologis yang cukup besar tergantung pada individunya.13,15,15 Pada periode awal , selama paruh kedua abad ke-18 para ahli forensik memanfaatkan perubahan postmortem seperti penurunan suhu tubuh , lebam mayat dan kaku mayat untuk memperkirakan PMI. Sayangnya , akurasi rendah , margin of error tetap besar dan sulit diprediksi. Oleh karena itu paruh kedua abad ke-19 dan seterusnya , tes kimia mencoba untuk menentukan PMI dengan memperkirakan konsentrasi elektrolit berbagai cairan tubuh seperti darah , CSF , cairan sinovial , cairan pericardial dan vitreus humor.13,14.15 Memperkirakan saat mati secara kimia dalam humor vitreus sudah pernah dicoba selama 30 tahun belakangan ini, walaupun tidak pernah diterima sebagai pemeriksaan rutin. Dasar pemikiran dari digunakannya vitreus humor dalam penentuan saat mati ialah karena cairan ini bebas terkontaminasi dari darah, bakteri dan produk-produk autolisa postmortem bila

dibandingkan dengan LCS. Sebenarnya banyak yang dapat dinilai untuk penentuan saat mati melalui humor vitreus, seperti mengukur kadar asam askorbat , konsentrasi asam piruvat, hypoxanthine,glukosa dan potassium, tetapi yang paling banyak dipakai sebagai penentuan saat mati adalah kadar potassiun dalam vitreus humor . Jaffe dkk adalah yang pertama kali memperkenalkan peningkatan kadar potassium dan menghubungkannya dengan saat menembus masuk kedalam retina

kematian. Sesudah kematian , potassium interseluler


20

melalui membran sel yang setelah kematian menjadi membran yang permeable, dan kemudian masuk kedalam corpus vitreus. Disini terdapat peningkatan yang nyata dan progressif dari konsentrasi potassium sesudah mati, tetapi masih menjadi perdebatan apakah peningkatan ini secara linear atau bifasik.13,14,15 Elektrolit lain yang dapat diperiksa dari humor vitreus adalah konsentrasi sodium dan chlorida, dimana konsentrasi elektolit - elektrolit ini megalami penurunan sesudah kematian, dan ini dapat digunakan untuk memeriksa reabilitasnya satu sama lain, misalnya kadar potassium adalah < 15 mmol/l maka kadar sodium dan chlorida dapat diperkirakan, dimana penurunan chlorida kurang dari 1 mmol/l/jam dan sodium adalah 0.9 mmol/l/jam, sehingga penurunan sodium disini tidak signifikan pada beberapa jam pertama, berbeda dengan

potassium yang peningkatannya terjadi secara bermakna. Sturner menemukan cara pengukuran yang paling populer dalam penentuan potassium vitreus untuk penentuan saat mati dengan menggunakan rumus : postmortem interval (mEq/L) 3,91 14,15 Hasilnya akan akan lebih memuaskan bila tubuh diletakkan pada temperatur ambient dan tidak lebih dari 10C (50F). Penggunaan metoda ini sangat berguna pada kasus dimana interval postmortem tidak lebih dari 24 jam - 36 jam pertama sesudah kamatian. Pada infant kadar potassium ini akan meningkat lebih cepat dari pada dewasa walaupun keduanya dipengaruhi temperatur post mortem. 14,15 Teknik analisa yang digunakan untuk menentukan potassium sering memberi hasil yang berbeda pula, sebagai contoh Coe pada tahun 1985 mengatakan bahwa penggunaan metode flame fotometrik memberikan nilai 5 mmol/l kurang untuk sodium , 7 mmol/l kurang untuk potassium dan 10 mmol/l kurang untuk chloride bila dibandingkan dengan pemeriksaan dengan menggunakan methode specific electrode yang modern. Pada orang yang mengalami saat mati yang lama seperti pada penyakit-penyakit kronis dengan retensi nitrogen memberi hasil yang berbeda bila dibandingkan dengan suddent death, agaknya gangguan elekrolit premotral pada pasien juga mempengaruhi hasil pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan dengan mengunakan flame fotometri dalam mmol/l bila sodium >155 ,chloride > 135, dan urea > 40 ini dipercaya sebagai indiksasi dari dehidrasi antemortem. Bila sodium dan choride adalah normal tetapi kelebihan urea adalah 150, diagnosis uremia dapat diterima. Angka ini berbeda dengan dekomposisi postmortem dimana konsentrasi sodium adalah < 130, chloride < 105 dan potassium >20 mellitus. Problem umum yang sering ditemukan dalam autopsi adalah = 7,14 x konsentrasi kalium

21

mendiagnosa diabetes yang tidak terkontrol dan hypoglikemia, glukosa pada cairan vitreus biasanya turun setelah kematian dan akan mencapai angka nol dalam beberapa jam. Sturner pada tahun 1972 menghubungkan adanya kadar glukosa vitreus yang kurang dari 1.4 mmol/l merupakan petunjuk adanya gula darah yang rendah antemortem, tetapi berapapun

konsentrasinya interprestasi ini tidak reliable untuk dapat digunakan sebagai pegangan. Pada hypothermia terdapat juga peningkatan glucosa vitreus tetapi tidak lebih besar dari 11.1 mmol/l. 14,15,16 Adelson et aal.1963,dan Huges 1965 mengatakan bagaimanapun juga studi lain sudah memperlihatkan bahwa kenaikan potassium vitreus tidak cukup baik untuk dijadikan metode yang akurat dalam memperkirakan saat mati seseorang. Akan tetapi walaupun sudah diakui bahwa test ini masih terbatas penggunaannya ternyata sudah menjadi prosedur pemeriksaan rutin di Hennepin County Minnesota, dimana iklim yang dingin di Minessota mempunyai hubungan korelasi yang mengagumkan antara kadar potassium vitreus dengan penentuan saat mati pada dewasa.13,14,15

22

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kematian pasti akan dilalui oleh setiap yang bernyawa. Setiap sel tubuh memiliki perbedaan waktu untuk mengalami kematian sel yang disebabkan oleh perbedaan metabolisme seluler didalamnya. Pada tubuh akan terjadi kematian sel demi sel dan kematian secara keseluruhan akan terjadi dalam beberapa jam. Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan penting untuk proses penyidikan. Banyak cara yang dapat digunakan dalam memperkirakan saat kematian salah satunya adalah penggunaan vitreus humor. Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar karya-karya telah terkonsentrasi pada perubahan biokimia yang terjadi dalam cairan tubuh yang berbeda, tetapi penelitian terbaru dari viitreus humor telah menarik perhatian ahli biokimia forensik dan patologis. Vitreous adalah cairan tubuh yang unik: berdasarkan komposisi, lokasi anatominya, dan sifat isolasi dari cairan tubuh lainnya. Komposisi Vitreous mencerminkan konsentrasi serum dari banyak unsur dalam periode jangka pendek pra-mortem. Hal ini dengan mudah dapat diperbaiki dan mudah di analisis. Analisis telah dilakukan khususnya berkaitan dengan diagnosis berbagai penyakit menyajikan perubahan konsentrasi elektrolit dan parameter klinis -kimia. Selanjutnya , penelitian tentang estimasi periode post-mortem telah dilakukan pada vitreous humor dan telah digunakan untuk klarifikasi masalah forensik. Yang paling diselidiki analit post-mortem di vitreous humor adalah kalium, natrium , klorida, kalsium, magnesium, fosfat, urea, kreatinin dan laktat. Dalam studi terdahulu, dalam vitreous humor beberapa parameter, natrium tertentu, klorida, kreatinin dan laktat, terbukti lebih stabil dalam mereka konsentrasi post-mortem, sementara analit lain menunjukkan perubahan besar konsentrasi mereka. Selain itu, banyak molekul eksogen dan bahan kimia dapat diidentifikasi dalam vitreous, dan banyak penyakit yang tercermin berdasarkan komposisi. Sebagai peneliti teruslah fokus pada analisis cairan vitreous postmortem, banyak mengaplikasikan, interpretasi yang tepat.

23

4.2 Saran Memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan mempunyai arti penting, khususnya bila dikaitkan dengan proses penyidikan. Penyidik dapat lebih terarah dan selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka tindak pidana. Banyak cara yang dapat digunakan dalam memperkirakan saat kematian salah satunya penggunaan vitreus humor setelah mati. Sehingga dapat membantu dalam penegakan hukum dan mengarahkan penyidik sesuai dengan perkiraan saat kematian yang mendekati ketepatan.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Howard C. Adelman. Establishing The Time of Death in : Forensic Medicine. New York : Infobase Publishing : 2007.p.20-26. 2. Thierauf A, Musshoff F, Madea B. Post Mortem biochemical investigation of vitreous humor: Forensic Science Internasional. Elsevier: 2009 .p.78 82 3. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 47-65. 4. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-35. 5. Cox,William. Early postmortem changes and time of death. Forensik Pathologist.2009 6. Dr. Bushan Kapur, Ph.D, FRSC, FACB, FCACB Department of Clinical Pathology, Sunnybrook Health Science Center, Toronto. Division of Clinical Pharmacology and Toxicology, The Hospital for Sick Children, Toronto, and Department of Laboratory Medicine and Pathobiology, Faculty of Medicine, University of Toronto. CSCC News, vol. 50, no. 2 April 2008 7. Vaugan, Asbury .2010. Oftalmology Umum Edisi 17. Hal 17 : EGC 8. Mulla, Amith. Role of vitreous humor biochemistery in forensic pathology. 2005 9. American Academyof ophtalmology, basic adn clinical science course in retina and vitreous, section 12. 2011-2012. hal 7 10. Lang gerhard. Ophtalmology a short textbook. Department of opthalmology and university eye hospital Ulm Germany. Thieme Stutgart. New york.2000.hal 279 11. Yogiraj.V., Indumati.V, Kodliwadmath, M.V. Study Of Vitreous Humour Anil

Electrolytes To Assess The Postmortem Interval And Cause Of Death.

Aggrawal's Internet Journal of Forensic Medicine and Toxicology], 2008; Vol. 9, No. 2 (July - December 2008):Published : July 1, 2008, (Accessed: October 22, 2013) 12. Collins A,Kim. Postmortem Vitreous Analysis.Medscape.

25

13. Barmate,Nitin. A Correlation Study of Time Since Death by Vitreous Potassium with Postmortem Changes.Journal of Forensic Medicine.2009 14. V Yogiraj, V Indumatri. Study Of Vitreous Humour Electrolytes To Assess The Postmortem Interval And Cause Of Death. Journal of Forensic Medicine and Toxicology , 2008; Vol. 9 15. Prasad BK, Choudhary A, Sinha JN. A study of correlation between vitreous potassium level and post mortem interval. Kathmandu University Medical Journal .2003. Vol. 1, No. 2, 132-134 16. B Camille, G Roselyne, F Paul, and G Philipe. Postmortem biochemistery of vitreous humor and glucose metabolism : an update. LabMed.Berin. 2011

26

You might also like