You are on page 1of 12

BIOTRANSFORMASI SENYAWA LOGAM DAN HIDROKARBON AROMATIK, SUATU POTENSI MIKROBA DALAM ASPEK LINGKUNGAN

Sebagian besar unsur metal dan metaloid, di antarannya unsur mikronutrien dan polutan dapat ditransformasi mikrooganisme selama aktivitas metabolisme. Transformasi ini mempunyai arti penting di dalam usaha remediasi tanah dan sedimen yang terkontaminasi. Transformasi logam seperti besi, mangan, merkuri dan selenium dapat mempengaruhi kelarutan dan ketersediaannya untuk tanaman dan organisme lain serta mobilitasnya di dalam lingkungan. Mikroorganisme terlibat di dalam proses reaksi redoks sebagian besar unsur. Reaksi redoks biologis seringkali tergandeng dengan produksi energy organisme. Bakteri kemoautotorfik mengoksidasi senyawa anorganik tereduksi untuk memperoleh elektron yang digunakan dalam produksi ATP. Selain itu reduksi unsur yang terjadi selama produksi energi dalam lingkungan anaerobik memanfaatkan unsur sebagai terminal elektron akseptor. Beberapa logam berat mempunyai peran penting dalam fungsi sel seperti Co, Cr, Cu, Ni, Zn dan Mo sedangkan yang belum jelas peranannya a.l. Al, Ag, Cd, Sn, Au, Sr, Hg, Ti dan Pb Biotransformasi logam Besi merupakan salah satu unsur yang banyak dijumpai dalam tanah namun konsentrasi besi terlarut sangat rendah khususnya dalam tanah aerobik dengan kisaran konsentrasi kurang dari 0.05% pada tanah bertekstur kasar sampai lebih dari 10% pada tanah Oxisol dengan pelapukan yang tinggi di daerah tropik. Siklus besi melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi besi dalam tanah dan sedimen. Mineralisasi besi organik dan pelarutan besi anorganik merupakan proses yang diperantarai mikroba. Siklus mangan serupa dengan siklus besi. Konsentrasi Mangan dalam tanah berkisar antara 0,01 0.3%. Tanaman memerlukan Mn2+ tetapi di pihak oksidasi kimiawi dan mikroba dapat mengubah bentuk menjadi oksida mangan yang relative kurang larut. Oksidasi kimiawi Fe2+ terjadi sangat cepat dalam lingkungan aerobic pada pH >3. Dalam lingkungan asam ion ferro dapat dioksidasi menjadi ion ferri oleh bakteri kemoautotorfik Thiobacillus thiooxidans. 12FeSO4 + 3O2 + 6H2O --------- 4Fe2(SO4)3 + 4Fe(OH)3 Oksidasi mangan diperantarai mikroba berlangsung pada pH >5 dengan reaksi : Mn2+ + 2OH- ---------------- MnO2 + H2O
1

Bakteri yang mengoksidasi Mn2+ tergolong kemautotrof atau miksotrof. Beberapa mikroba dapat mengoksidasi Mn2+ menjadi MnO2 dengan bantuan H2O2 dan enzim katalase. Mn2+ + H2O2 ------------ MnO2 + 2H+ Reaksi ini bukan penghasil energi bagi mikrobanamun bermanfaat untuk menyingkirkan H2O2 yang bersifat racun. Mangan dapat dioksidasi secara nonenzimatik apabila mengubah lingkungan ber-pH lebih bersifat menglindungi sel dari konsentrasi Mn2+ yang tinggi. Mikoroba yang mereduksi Mn4+ juga dapat mereduksi Fe3+ dan mikroba juga dapat melangsungkan disimilasi reduksi besi dan mangan. Bahan organik kompleks, gula, asam amino dapat dioksidasi sebagian melalui fermentasi menghasilkan asam organik, alkohol, hydrogen dan metan. Beberapa bakteri dapat mengoksidasi produk fermentasi dengan menggunakan Fe3+ sebagai terminal electron akseptor. Reduksi Fe3+ oleh Geobacter metallireducens yang tergandeng dengan oksidasi asetat berlangsung sebagai berikut ; CH3COO- + 8Fe3+ + 4H2O ---------- 2HCO3 + 8Fe2+ + 9H+ Beberapa mikrobalain menggandengkan oksida sempurna senyawa monoaromatik dengan reduksi Fe3+. Bakteri G. metallireducens dapat mengoksidasi polutan lingkungan seperti toluena dan fenol menjadi karbondioksida dengan kehadiran Fe3+. Beberapa mikroba lain menggandengkannya dengan oksidasi H2 menjadi H+ Disimilasi reduksi Fe3+ dan Mn4+ mempunyai arti tersendiri dalam lingkungan, yaitu a.l. (i) Fe3+ sebagai akseptor elektron dalam dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan tanah warna abu-abu yang menunjukkan adanya drainase yang buruk atau menyebabkan karat pada baja, (ii) reduksi ion ferri pada mineral fosfat akan melepaskan fosfat sehingga fosfat dapat diserap tanaman atau mikrob, (iii) reduksi konkresi mangan dalam tanah sehingga dapat digunakan sebagai indikator batas permukaan air pada profil tanah Pada tanah beraerasi baik Fe3+ merupakan bentuk yang dominan namun aktivitasnya dalam larutan tanah dan pH 7 rendah yaitu sebesar 10-17 dan terus menurun dengan meningkatnya pH. Hal itu akan mengurangi ketersediaannya untuk tanaman dan mikrob. Sebagian mikroba dapat membentuk senyawa kompleks Fe3+ yang disebut dengan siderofor, berbobot molekul rendah namun dengan afinitas terhadap Fe3+ yang tinggi. Beberapa cendawan dan bakteri lain menghasilkan siderofor pada luar untuk membentuk kompleks Fe3+.. Besi dilepas
2

dari siderofor membentuk kompleks Fe3+ yang baru. Di lain pihak ortofosfat terlarut dapat dilepaskan dari kelat Fe3+ dengan mineral besi-fosfat. Beberapa pseudomonad dapat digunakan siderofor hijau, kuning yang berpendar yang disebut pseudobactin. Hal ini akan mengakibatkan penurunan ketersediaan ion ferri untuk mikrobalain sehingga dapat digunakan untuk mengdalikan cendawan patogen akar pada lingkugan besi terbatas. Merkuri dan selenium merupakan unsur yang dapat ditransformasi oleh mikroba melalui proses metiliasi yang bersifat detoksikasi. Merkuri digunakan atau dihasilkan oleh berbagai jenis industri dan akan masuk lingkungan melalui peleburan batuan, produksi klor dan soda kaustik, pertanian praktis (pestisida) dan aktivitas manusia. Merkuri dapat mengganggu sistem syaraf pusat seperti yang terjadi di Jepang pada tahun 1950-an ketika perairan teluk Minamata tercemari metilmerkuri dan meracuni banyak penduduk. Metilasi merkuri bersifat lipofilik berlangsung dalam lingkungan anaerobic dan reaksi ini dapat meningkatkan kelarutan dan penguapan merkuri sehingga dapat memasuki rantai makanan. Metilasi dapat diperantarai bakteri pereduksi sulfat yang mentransfer gugus metil dari metilkobalalamin ke dalam Hg2+ Hg2+ + B12-CH3 ----------- CH3Hg+ + B12tereduksi Metilkobalalamin diproduksi bakteri pereproduksi sulfat selama fermentasi dan akan berhenti bila fermentasi terhenti namun reduksi sulfat masih terus berlangsung. Apabila metilmerkuri bermigrasi ke dalam zona aerobic maka demetilasi akan berlangsung diikuti dengan reduksi Hg2+ yang kemudian menghasilkan merkuri unsur yang mudah menguap dan masuk ke dalam atmosfer. Mikroba dapat mereduksi merkuri menjadi Hg unsuri sebagai mekanisme detoksikasi. Reduksi berlangsung selama pertumbuhan aerobic dan tergandeng dengan produksi energy. Beberapa bakteri aerobic dan fakultatif anaerobic dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 seperti Bacillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio. Seringkali dalam lingkungan yang terkontaminasi merkuri dapat dijumpai bakteri yang resisten merkuri sehingga reduksi merkuri berlangsung agak cepat. Reduksi merkuri menjadi merkuri unsur oleh bakteri mempunyai arti penting untuk remediasi. Selenium sangat diperlukan oleh hewan dalam jumlah kecil dan akan bersifat racun bila berada pada konsentrasi tinggi. Baku mutu Se dalam air minum adalah sebesar 10 ugL-1 Biokimiawi selenium serupa dengan biokimiawi sulfur. Dalam lingkungan aerobik dijumpai
3

sebagai selenat SeO42-. dan selenit SeO32-. sedangkan selenida Se2-. atau H2Se dan endapan logam tak terlarut dalam lingkungan reduktif. Bakteri seperti Pseudomonas, Clostridium, Flavobacterium dapat menggunakan oksida selenium SeO42-., SeO32- dan Seo sebagai terminal elektron akseptor. Reduksi oksida selenium ke dalam selenium unsuri yang tak mudah larut merupakan imbolisasi selenat, selenit dari lingkungan terkontaminasi. Metilasi selenium menghasilkan dimetilselenida (CH3)2Se. Penguapan senyawa tersebut dari air atau tanah terkontaminasi mengakibatkan hilangnya selenium dari lingkungan. Berbeda dengan metilasi merkuri, metilasi selenium akan mengurangi toksisitas Se yang juga merupakan proses detoksikasi yang dikatalisis bakteri, cendawan dan beberapa tanaman. Pengaruh logam terhadap komunitas mikroba. Konsentrasi logam dalam tanah sulit ditentukan dan sangat tergantung pada teknik ekstraksi yang digunakan.Kapasitas tukar kation atau KTK (CEC), kapasitas menggantikan kation dengan ion logam berat dalam tanah tergantung pada bahan organik tanah, mineral liat dan hidroksida logam. Secara umum makin tinggi KTK tanah organik atau mineral maka toksisitas logam berat bagi mikroba makin rendah. Parameter pH akan menpengaruhi toksisitas dan kompleksisitas ligan. Kation hidroksil dan logam hidroksida pada pH tinggi dapat terikat pada permukaan sel fisiologis dan interaksi sel dengan partikulat lain. Proses metabolisme di dalam sel seperti juga proses potensial redoks, suhu, kapasitas buffer dan aerasi secara bersama-sama dapat menunjukkan bahwa untuk derajat toksisitas logam bukanlah hal yang mudah. Cendawan dilaporkan lebih toleran terhadap logam berat daripada bakteri sedangkan di antara bakteri, bakteri gram negative dan gram positif dengan GC tinggi lebih toleran. Untuk menetapkan tingkat toleransi terhadap logam berat digunakan indeks S/R (sensitivity-resistance) dengan memanfaatkan media pertumbuhan dan pemberian selang konsentrasi logam tanpa memperhatikan spesiasi kimiawi. Pendekatan lain adalah dengan menggunakan laju penggabungan timdin-3H yang berbanding lurus dengan laju pertumbuhan bakteri. Tanah lempung berpasir diberi 0-63 mol Cu (CuSO4) dan setelah 2 tahun inkubasi, bakteri tanah diekstraksi dan diberi berbagai logam untuk menetapkan toleransi komunitas. Selanjutnya pengukuran dilakukan terhadap dosis ekologi ED50 yang menyatakan pengurangan sebesar 50% perlakukan kontrol dan hambatan sebesar 50% pada suspensi bakteri (IC50) yang berkaitan dengan penambahan logam Cu. Nilai ED50 dari tanah utuh dan ekstrak tanah ternyata tidak
4

berbeda setelah 2 tahun sedangkan aktifitas bakteri menurun sebesar 50% pada penambahan 2 mol Cu g-1 tanah. Dari percobaan yang analog diketahui bahwa urutan toksisitas logam berlangsung seperti berikut Ag>Cu>Cd>Zn>Pb. Penambahan Cu ke dalam tanah ternyata dapat meningkatkan toleransi bakteri terhadap logam lain. Dengan menggunakan tipe tanah sama yang mengandung 4.4% bahan organik diberikan berbagai logam secara terpisah seperti Cd, Cu, Zn, Ni dan Pb. Dari hasil pengukuran dengan 3Htimidin, pemberian logam kecuali Pb dapat meningkatkan toleransi yang diekspresikan melalui IC50=IC50 tanah terkontaminasi IC50 tanah kontrol (IC50=log[logam] yang berbanding lurus dengan jumlah logam berat yang ditambahkan). Ambang batas pemberian logam Cu, Cd, Zn, Ni dan Pb secara terpisah untuk tanah kering per gram berturut-turut adalah 2, 3, 1, 1, dan 3 mol. Di lain pihak hasil penelitian mengenal kom posisi asam lemak fosfolipid (phospholipid fattyacid=PLFA) menyatakan adanya perbedaan yang nyata pada pemberian Cu, Cd, Zn, Ni dan Pb sebesar masing-masing 2, 1, 8, 2 dan 8 mol g-1 tanah. Dari hasil ke dua metode tersebut disimpulkan bahwa penetapan PLFA lebih baik digunakan untuk pengukuran logam sampel tanah dan timidin untuk ekstraksi bakteri. Teknik lain yang lebih baru digunakan untuk pengukuran logam sampel tanah dan timidin untuk ekstraksi bakteri Teknik lain yang lebih baru adalah dengan memanfaatkan label fluresensi dan mikroskopi konfokal laser menggunakan rRNA-probe oligonukletida untuk memantau bakteri in situ dan polutan logam Batas konsentrasi maksimum untuk logam Zn, Cu, Ni, Cd, Pb dan Hg adalah berturutturut 4.59 , 2.20, 1.28, 0.027 , 1.45 dan 0.27 mol.g-1 tanah. Proses pembentukan kompos (litter decomposition) dapat dihambat dengan kehadiran logam seperti Cu pada konsentrasi 0.61-22 mol..Pada tanah hutan dengan akumulasi daun bentuk jarum (Pinus), peruraiannya dihambat oleh kehadiran Cu, Zn masing-masing pada kosentrasi 3.62 dan 10.71 mol g-1 Evolusi CO2 dihambat sebesar 10% pada tanah organik (64%) dengan pH 6.2 oleh kehadiran 4.98 mol Cd, dan Cu, Zn , Ni masing-masing pada konsentrasi sebesar 5.00 mol. Pada tanah pasir berlempung (pH 4.9, 2.1%C), evolusi CO2 dihambat sebesar 17% dengan penambahan 0.09 mol g-1 Cd, kemudian hambatan 25% dari penambahan 0.09 mol.g-1Cd, kemudian hambatan. 25% dari penambahan 1.57 mol.g-1Cu atau 0.48 mol.g-1 Pb, dan hambatan sebesar 21 dan 28% masing-masing ditunjunkkan akibat penambahan 0.15 mol.g-1 Zn dan 1.70 mol.g-1Ni. Tampaknya tipe tanah berpengaruh terhadap toksisitas logam.
5

Nitrifikasi merupakan merupakan proses yang sensitif terhadap pencemaran logam berat.. Penambahan nitrogen non simbiotik pada tanah yang diberi lumpur limbah sangat sensitif pada penambahan (mol.g-1) : Zn ( 0.46), Cu (0.24), Ni (0.034) dan Cd (0.018) yang terekstraksi oleh EDTA. Pengaruh logam berat pada penambatan nitrogen simbiotik dapat bersifat menguntungkan atau merugikan tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Pemberian Cd lebih dari 0.03 mol.g-1 dapat menghambat aktifitas nitrogenase bintil akar Alnus rubra sebaliknya penambahan Mo dan Zn dibutuhkan untuk akitivitas enzim. Penambatan optimum dijumpai pada Vigna unguilata yang ditanam di tanah lempung berpasir dengan penambahan 153 mole Zn/ha dan 91 mole Mn/ha Penambatan nitrogen molekular pada simbiosis RhizobiumTrifolium repens tampaknya tidak terpengaruhi oleh berbagai kontaminan logam, dengan catatan populasi bakteri tergolong indigenos. Denitrifikasi terutama reduksi NO2- menjadi NO sensitif pada pemberian 0.48 (tanah berpasir) atau 0.55 (tanah liat) mol.g-1Cd. Aktivitas dehidrogenase dan enzim hidrolitik kecuali merupakan indikator yang baik untuk pencemaran logam. Pemberian Cu 0.16 mol.g-1 pada tanah berpasir (pH 6.9, 1.1% C) dapat menghambat aktivitas dehidrogenase tetapi pada tanah aluvial (pH 7.1, 1.8%C) dengan 7.87 mol.g-1 Cu maka hambatan yang diperlihatkan penurunan sebesar 28 dan 29% dengan kehadiran Cd, Cu, Pb, Zn, As pada konsentrasi berturut-turut 0.01, 0.55, 0.38, 1.09 dan 0.71mol.g-1mol.g-1 Kehadiran logam berat dapat berpengaruh terhadap peruraian bahan organik juga biodegradasi senyawa xenobiotik seperti herbisida 2,4 diklorofensiasetat metil ester (2,4DME). Konsentrasi minimum logam yang menunjukkan hambatan (MIC=minimum inhibitory inhibition) untuk Cu, Zn, Cd masing-masing adalah 1.2 , 0.097 dan 0.89 M. Bakteri yang mampu memetabolisme senyawa xenobiotik seperti naftalena, fenantren, minyak bahan bakar, toluene tampak sensitif terhadap logam berat Mikroba dan biotope logam. Beberpa bakteri yang mempunyai plasmid yang menyandikan resistensi ganda terhadap logam dapat dijumpai pada biotop industri yang mengandung konsentrasi logam berat yang tinggi. Contohnya Alcaligenes eutrophus CH34 dapat diperoleh dari sedimen limbah pabrik metalurgi non besi di Belgia. Bakteri memiliki 2 plasmid besar yaitu pMOL28 (gen cnr menyandikan resistensi terhadap Co2+ dan Ni2+) dan pMOL30. Plasmid pMOL30 membawa operon czc yang menyandikan resistensi Cd, Zn dan Co.
6

Operon tersebut digunakan sebagai probe untuk mendeteksi genotipe yang serupa dari sampel lingkungan. Bakteri tersebut resisten logam dengan kisaran 10-600 ppm

(bioavailability=ketersediaan biologis)). Pseudomonas aeruginosa resisten Cd dan Zn masingmasing dengan konsentrasi lebih dari 1 dan 5 mM. Selain itu logam seperti Zn, Cd dan Ni dapat menginduksi pembentukan pyoverdin suatu siderofor utama P. aeruginosa. Meskipun bukan bakteri penghuni tanah yang tipikal , P. syringae yang berasosiasi dengan tanaman memiliki potensi untuk melangsungkan pertukaran gen dengan bakteri tanah lain. Galur resisten Cu dijumpai dari hasil isolasi daun yang terkenai fungisida yang mengandung Cu. Aspek genetika dari pembentukan protein terinduksi masih terus dipelajari, demikian pula strategi untuk mencegah pemasukkan logam toksik melalui biopresipitasi yang dapat mengubah spesiasi logam dan berpengaruh pada taraf geokimiawi Biotransformasi senyawa hidrokarbon aromatik : klorofenol. Xenobiotik merupakan substansi kimia anthropogenic, produk industri kimia sintetik dengan struktur yang tidak alami. Suatu senyawa heteroatom dengan karbon sebagai tulang punggung, gugus substitusi halogen bercabang atau berupa polimer. Ciri-ciri tersebut dapat mengakibatkan senyawa sulit didegradasi oleh mikroba. Senyawa yang resisten terhadap degradasi disebut rekalsitran. Senyawa alami yang juga mempunyai sifat demikian ditunjukkan oleh lignin dan senyawa humik. Klorofenol khususnya pentaklorofenol (PCP) telah banyak digunakan sebagai biosida untuk mengendalikan bakteri, cendawan,algae, moluska dan insekta. Mengingat pemakaiannya sudah berlangsung lama dan sifat senyawa yang rekalsitran maka senyawa tersebut banyak dijumpai dalam tanah, sedimen dan perairan umum. Ketersediaaan biologis klorofenol dalam tanah tergantung pada pKa [-log (konstanta disosiasi asam)] dan Koc (koefisien penyerapan Corganik). Hal itu berarti toksisitas polutan tergantung pada pH dan kandungan C-organik sampel. PCP mempunyai LD50 untuk manusia sebesar 29 mg/kg. Pada hewan percobaan PCP dapat mengakibatkan muntah-muntah, hiperpireksia (peningkatan suhu tubuh), peningkatan tekanan darah, laju respirasi dan kardiovaskular. Konsentrasi hambatan minimum PCP untuk Clostridium perfringens ialah 0.062mM. Bioderadasi klorofenol dapat berlangsung dalam lingkungan aerobik oleh bakteri a.l Pseudomonas, Azotobacter, Arthrobacter, Alcaligenes, Rhodococcus, Streptomyces,
7

Xanthobacter, Mycobacterium, Flavobacterium dan Desulfotobacterium dehalogenans,

lingkungan Dalam

anaerobik lingkungan

oleh aerobik

Desulfomonile tiedje.

bioderadasi tergantung pada jumlah dan posisi gugus klor, makin sedikit jumlah gugus pada kedudukan orto dan atau para maka makin singkat umur paruhnya dalam lingkungan. Umur paruh PCP pada tanah sawah dengan konsentrasi awal 100 ppm ialah 40 hari sedangkan pada kondisi aerobik dapat mencapai 75 hari. Mono- dan diklorofenol didegaradasi melalui pemutusan orto sedangkan tri-, tetra- dan pentaklorofenol dekklorinasi. melibatkan Mono dan pembentukan diklorofenol kloro-p-hidroquinon pertama-tama pada tahap pertama oleh

mengalami

hidroksilasi

fenolhidroksilase membentuk klorokatekol dan reaksi tergantung pada NADH atau NADPH. Reaksi membutuhkan oksigen molekular. Selanjutnya klorokatekol mengalami pemutusan orto oleh klorokatekol 1,2 dioksigenase yang analog dengan katekol 1,2 dioksigenase. Satu klor secara spontan berkurang setelah pemutusan cincin sedangkan klor kedua disingkirkan oleh maleilasetat reduktase. Kedua mono dan diklorofenol masuk jalur -ketoadipat selanjutnya ke siklus TCA. Bakteri yang mampu mendegradasi PCP mula-mula diisoloasi pada tahun 1970-an dan termasuk genus Pseudomonas dan Arthobacter. Degradasi anaerobik membutuhkan konsorsium dari galur bakteri yang sebagian besar berlangsung dalam lingkungan metanogenik atau reduksi sulfat. Pada lingkungan metanogenik, mula-mula berlangsung deklorinasi reduktif dan klorofenol bertindak sebagai elektron akseptor. Intermediat fenol ditransformasi ke dalam metan dan karbondioksida oleh bakteri metanogenik karbondioksida oleh bakteri metanogenik. Oksidasi klorofenol menjadi CO2 secara stoikiometri sebanding dengan reduksi sulfat. Penghambatan reduksi sulfat oleh Mo akan juga menghentikan proses deklorinasi. Sebaliknya penamabahan sulfat dapat menghambat deklorinasi oleh bakteri metanogenik. Beberapa faktor lingkungan seperti suhu, pH kelengasan, tekstur dan jerapan klorofenol dalam tanah, kehadiran logam berat, nutrien, akseptor elektron dan komunitas mikrob mempengaruhi biodegradasi klorofenol. Sebagian besar mikroba pengurai bekerja optimum pada kisaran suhu 24-35oC, pH 7 sementara untuk kelengasan bervariasi tergantung tipe tanah dan jenis bakteri pengurai. Kandungan oksigen yang rendah pada tanah jenuh air akan memberi pengaruh buruk pada mikroba pengurai dalam tanah terkontaminasi. Aktivitas permukaan yang
8

tinggi dari tanah liat mempengaruhi mobilitas dan ketersediaan biologis polutan dalam tanah. Polutan seperti 3-klorofenol, 3,5 diklorofenol dan 3,4,5 triklorofenol dapat diadsorpsi mineral liat pada pH 7 berturut-turut sebanyak 2.0, 3.8 dan 4.7 mmol/kg. Kehadiran gugus OH yang mudah mengion pada klorofenol menentukan partisi senayawa antara substansi organik dan fase air pada sistem tanah-air. Pada pH tanah rendah, klorofenol dominan dalam bentuk nonionik yang akan dijerap substansi organik tanah. Pada pH tinggi, klorofenol mengion dan lebih terlarut dalam fase cair. Mengingat tingginya kelarutan dalam air dan dengan klorofenol berderajat rendah maka pada pH netral dan tinggi klorofenol mudah tercuci dari tanah terkontaminasi. Pada pH rendah terutama klorofenol berderajat dan tinggi akan kuat dijerap fase organik tanah dan tidak tersedia untuk didegradasi Biosurfaktan atau bioemulsifier dengan toksisitas rendah dapat dipakai untuk meningkatkan ketersediaan biologis polutan sehingga dapat membantu proses biodegradasi. Dalam industri pengawetan kayu seringkali klorofenol digunakan bersamaan dengan logam berat. Degradasi pentaklorofenol oleh Flavobacterium sp. ATCC 53874 dapat dihambat dengan pemberian kombinasi kromat, tembaga dan arsenat pada konsentrasi berturut-turut 2, 2, dan 10 mg/L Dalam lingkungan aerobik, penambahan nutrien seperti glutamat, nitrogen, fosfor, kalium ke dalam tanah yang terkontaminasi klorofenol dapat membantu meningkatan laju degradasi dan mencegah berkurangnya mikroba pengurai. Laju peruraian PCP oleh Flavobacterium sp. ATCC 29723 meningkat dengan penambahan glutamat 3 g/L. Pengaruh penambahan sumber C pada degradasi PCP anaerobik masih belum banyak diketauhi namun degradasi 2-klorofenol akan terhenti apabila ekstrak khamir dan pepton berkurang dalam media pertumbuhan.Deklorinasi 2-klorofenol membutuhkan n-butirat dan asam lemak lain sebagai donor elektron. Bakteri D. tiedjei DCB-1 dapat memperoleh energi untuk pertumbuhan dari deklorinasi reduktif yang tergandeng dengan oksidasi format namun kehadiran akseptor elektron dengan potensi reduksi yang tinggi seperti sulfat dan nitrat dapat menyingkirkan elektron keluar dari deklorinasi reduktif. Penambahan klorofenol ke dalam tanah untuk periode lama dapat mendorong meningkatkan popluasi pengurai PCP. namun tanpa faktor pendukung atau perlakuan yang tepat, kontaminan klorofenol dapat bertahan di dalam tanah tanpa didegradasi meskipun dalam tanah banyak mengandung bakteri pengurai. Bioaugmentation, suatu upaya aplikasi
9

mikrob pengurai untuk bioremediasi seringkali dilakukan pada tanah terkontaminasi klorofenol karena mikrob indigenos tidak mampu menguraikan polutan. Inokulum pengurai klorofenol baik yang alami atau hasil rekayasa genetika seharusnya tidak bersaing dengan mikrob indigenos. Contohnya Mycobacterium chlorophenolicum PCP-1 mampu bertahan dalam tanah pada kerapatan sel 1x108 sel/g selama 200 hari Bioremediasi klorofenol. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menerapkan teknik bioremediasi yaitu a.l. (i) biodegradabilitas kontaminan, (ii) kondisi lingkungan yang terkontaminasi, (iii) luasan, karakteeistik geologis, hidrodinamika dari area terkontaminasi, (iv) tata guna tanah setelah bioremediasi dan (v) biaya bioremediasi. Bioremediasi in situ didasarkan pada upaya untuk menstimulasi aktivitas mikroba pada daerah terkontaminasi. Dan metode ini sesuai untuk skala besar namun bukan untuk suatu pencemar tertentu (non-point-source). Penambahan donor electron dan atau akseptor dapat menstimulasi aktivitas katabolic mikrob pengurai indigenous, demikian pula pemberian inokulum mikroba baik yang alami maupun yang disuburkan dapat dilakukan. Perlakuan ex situ dapat juga dilakukan misalnya melalui bioslurry, pembuatan kompos dan pengolahan tanah (land farming). Bioslurry melibatkan penggunaan bioreactor yang dioperasikan dengan mempertahankan kondisi optimum untuk biodegradasi demikian pula pembuatan kompos dan pengolahan tanah keduanya bertujuann meningkatkan aktivitas katabolic mikroba dengan menyebarkan tanah terkontaminasi pada area khusus dengan mempertahankan kondisi yang baik untuk bioremediasi. Mengingat upaya ex situ cukup mahal maka remediasi dilakukan terhadap volume tanah terbatas namun dengan tingkat pencemaran yang tinggi. Bioslurry telah dapat dilakukan untuk bioremediasi tanah terkontaminasi PCP dengan memanfaatkan pemberian inokulum campuran mikroba penguarai PCB dan nutrient (C:N:P = 25:8:1) yang menurunkan kontaminasi sebesar 99% selama dua minggu. Dari hasil pembuatan kompos diperoleh 18 mg/kg tanah kering setelah 32 bulan dari konsentrasi awal PCP 8520 mg/kg sedangkan melalui pengolahan tanah telah diturunkan sebesar 50% dari konsentrasi awal PCP 400mg/kg tanah kering setelah 8-12minggu. Imobilisasi sel merupakan teknik pelekatan sel melalui berbagai cara seperti flokulasi, adsorbs pada permukaan, ikatan kovalen pada zat pembawa, ikatan silang (cross-linking) antar sel dan enkasulasi sel pada matriks polimer. Bakteri Flavobacterium sp ATCC 39732 yang
10

terimobilisasi pada poliuretan dapat mendegradasi 700mg/L PCP dalam kultur cair. Koimobiliasi merupakan pnggunaan mikroba dengan kemampuan degradasi yang diketahui diimobilisasi pada matriks gel atau membrane yang permeable dan bersifat adsorban. Mengingat adsorbs yang kuat tersebut, maka adsorbant secara cepat dapat menyingkirkan kontaminan yang mengalir dengan laju alir yang tinggi pada system reactor, selain itu adsorban dapat mengurangi konsentrasi kontaminan, toksisitas dan mempertahankan enzim ekstraselular yang dihasilkan bakteri. KO-imobilisasi sel Arthrobacter dapat menyingkirkan 117M atau 307 mg/L PCP setelah 30 jam dan 50% PCP telah dimineralisasi. Enkapsulasi sel tampaknya lebih baik daripada pemberian sel bebas ke dalam tanah karena selain apliksinya mudah, mengurangi tersingkirkannya sel dan dapat melindungi sel dari cekaman lingkungan. M. chlorophenolicum yang teramobilisasi dengan alginate dapat mempertahankan kemampuan mineralisasi PCP daripada dalam bentuk inokulum sel bebas. Salah satu cara untuk memantau bakteri pengurai PCP dalam tanah ialah dengan menggunakan esai mineralisasi MPN/[14C]PCP yang didasarkan atas pengukuran mineralisasi [14C]PCP dari contoh tanah dengan pengenceran bertingkat. Pelepasan 14CO2 menunjukkan korelasi positif dengan kehadiran bakteri pengurai PCP. Fragmen gen sebesar 744bp dari pcpC gen deklorinasi yang diisolasi dari Pseudomonas sp UG30 merupakan target dalam esai MPN/PCR. Berdasarkan data bioesai maka substansi kimiawi yang toksik yang perlu disingkirkan atau cleanup operation meliputi bahan kimia pengawet kayu, pentaklorofenol poliaromatik hidrokarbon, kreosot dan tumpahan minyak bumi. Bioesai seperti uji toksisitas tanah (soil toxicity test) meliputi penanaman benih tanaman uji (lettuce, radish) berumur 5 hari pada suspense tanah terkontaminasi (seedling emergence) dipakai untuk mempelajari ketersediaan kontaminan atau pengamatan perpanjangan akar (root elongation) terhadap mobilitas kontaminan. Uji daya tahan hidup cacing tanah menggunakan cacing tanah sebagai indicator mengingat cacing tanah berperan penting dalam aerasi, darinase dan kesuburan tanah. Microtox merupakan uji yang memanfaatkan bakteri marine yang berluminesence Photobacterium phosphorium yang akan berkuarang kemampuan luminensinya bila dihadapkan pada lingkungan yang beracun. Uji lainnya ialah dengan TOXI-chromotest yang memperlihatkan perubahan warna. Bakteri yang dipakai ialah mutan Escherichia coli yang memiliki dinding sel permeable
11

yang sensitive terhadap toksisitas. Sel bakteri ditumbuhkan pada media dengan kontak langsung tanah atau sedimen selama 2 jam. Kemudian suspense bakteri diteteskan di atas kertas saring yang mengandung X-gal. Selanjutnya aktifitas -galaktosidase diukur secara tak langsung dari intensitas warna biru sebagai akibat X-gal

DAFTAR PUSTAKA Hickey, W.j. 1998. Biochemestry and Metabolism of Xenobiotic Chemicals. Pp.447-468. In D.M. Sylvia et al (eds). Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall. New Jersey. Leung, K.L., D. Errampall, M. Cassidy, H. Lee, J.T. Trevors, H. Okamura, HJ Bach & B. Hall. 1997. A Case Study of Bioremediation of Polluted Soil: Biodegradation and Toxicity of Chloroophenols in Soil. Pp. 577-605. In J.D. van Elsas et al (eds) Modern Soil Microbiology. Marcel Dekker Inc New York. Mullen, M.D. 1998. Transformation of Other Elements. Pp. 369-386. In D.M. Sylvia (eds). Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice hall. New Jersey Paul, E.A. & F.E. Clark. 1998. Soil Microbiology and Biochemestry. Academic Press. Toronto. Pp. 315-328 Wuertz, S & M. Mergeay. 1997. The Impact of Heavy Metals on Soil Microbial Communities and Their Activities pp 607-642. In J.D van Elsas et al (eds) Modern Soil Microobiology Marcel Dekker Inc New York

12

You might also like