You are on page 1of 7

Fraktur Terbuka, Tertutup (3B)

A. Definisi Fraktur tulang adalah patahnya tulang secara utuh atau tidak utuh. Patahan tulang tersebut juga merusak otot, tendon, dan jaringan lunak sekitarnya. Fraktur tulang terbagi ke dalam 2 jenis, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka adalah bagian patahan tulang merobek lapisan kulit. Sedangkan Fraktur tertutup adalah bagian patahan tulang tidak merobek lapisan kulit. Klasifikasi fraktur terbuka (Gustillo Classification 1976, 1984). Grade tipe I : Fraktur terbuka dengan luka kulit berukuran kurang dari 1 cm panjangnya dan bersih. Grade tipe II : Fraktur terbuka dengan laserasi panjang lebih dari 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak, dan kontaminasi. Grade tipe III : >10 cm dengan kerusakan jaringan lunak dan kontaminasi berat.

B. Insidensi Didapatkan fakta bahwa dari semua fraktur, 6,2% merupakan fraktur terbuka dibandingkan dengan 1,9% fraktur tertutup. Berdasarkan keparahan dan lokasi anatomi, 50% merupakan fraktur yang terinfeksi dan berlokasi di os tibia. Pada saat pasien fraktur terbuka, hasil kultur yang didapat 60-70% mengalami infeksi (Neubauer, Bayer, dan Wagner, 2006). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang. Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011).

C. Patofisiologi Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,

patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun. COP (Cardiak Out Put) menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neuralvaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Price, 1995 ; Wilson, 1995).

D. Gambaran Klinis Gejala fraktur tulang: 1. Nyeri di lokasi patah dan semakin memburuk saat dingerakkan 2. Bengkak di area sekitar fraktur 3. Kulit tampak pucat 4. Deformitas 5. Pendarahan atau lecet 6. Spasme otot saat pergerakan 7. Kebas, tingling, atau paralisis dibagian distal fraktur Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang normal.

Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. 3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. 4. Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

E. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut. a. Pemeriksaan Rongent Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral. b. CT Scan tulang, fomogram MRI (Magnetic Resonance Imaging). Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan. c. Arteriogram Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. d. Hitung darah lengkap Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.

F. Tata Laksana a. Fiksasi Eksternal 1. Debridement and Irrigation Debridement dan irrigation adalah tatalaksana penting pada fraktur terbuka. Debridement adalah diseksi lokasi yang mati yang dapat menjadi daerah berkembang bakteri. Durasi debridement adalah 6 jam dengan batas diseksi luka 24-48 jam, hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan.

Irrigation dilakukan sesuai derajat luka (Derajat Gustilo), 3 liter untuk derajat 1, 6 liter untuk derajat II, dan 10 liter untuk derajat III. 2. Penutupan Luka Baik luka terbuka maupun tertutup, harus dilakukan penjahitan luka dalam waktu 72 jam. 3. Stabilisasi Fraktur Stabilisasi dilakukan tergantung lokasi frakturnya, lokasi lukanya, dan kondisi pasien. Sebagai contoh adalah fraktur pada femur. Prinsip stabilisasi fraktur eksternal, adalah dengan meletakkan dua buah alat yang lurus, keras, kaku, dan sesuai dengan pasien. Panjang kedua alat tersebut harus melewati dua sendi dari bagian yang fraktur, yaitu sendi lutut dan sendi panggul. Setelah itu rapatkan kedua alat tersebut dengan femur pasien, lalu ikat agar kedua alat tersebut mengapit femur dan membatasi gerakannya.

b. Fiksasi Internal Salah satunya adalah tindakan ORIF (Open Reduction Internal Fixation) atau fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan dengan memasukan paku, sekrup atau pin ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. a) Indikasi ORIF 1) Fraktur yang tak bisa sembuh 2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup 3) Fraktur yang dapat direposisi tapi sulit dipertahankan 4) Fraktur yang memberikan hasil baik dengan operasi

b) Komplikasi tindakan ORIF 1) Infeksi 2) Kehilangan dan kekakuuan jangkauan gerak 3) Kerusakan otot 4) Kerusakan saraf dan kelumpuhan 5) Deformitas

6) Sindrom kompartemen

G. Komplikasi 1. Sindrom emboli lemak Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh darah-pembuluh darah pulmonari yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dypsnea, perubahan dalam status mental (gaduh-gelisah, marah, bingung, stupor), tacypnea, tachycardia, demam dan ruam kulit ptechie. 2. Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen, komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabakan kerusakan pada otot. Gejalagejalanya mencakup rasa sakit karena terdapat ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat. 3. Nekrosis avaskular Nekrosis avaskular dapat tejadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascaplar femur. Karena nekrosis avaskuler mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang cukup lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai pasien keluar dari sumah sakit. 4. Osteomyelitis Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau korteks tulang dapat berupa exogenous atau hematogeneus. Patogen dapat masuk melalui fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulang tulangnya,

luka amputasi karena truma dan frakturfraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskuler memiliki resiko osteomyelitis yang lebih besar. 5. Ganggren gas Ganggren gas berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophystik gram positif anaerob yaitu antara lain Clostodium welchi atau Clostridium perfringens. Clostodium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot. Monitor terus pasien apakah dia mengalami perubahan oada status mental, demam, menggigil, penurunan tekanan darah, peningkatan denyut dan jumlah respiratori, serta apakah pasien terlihat letih dan lesu. Jika kondisi seperti itu terus terjadi, maka akan terdapat edema, gelembung-gelembung gas pada tempat yang luka. 6. Delayed union, nonunion, mal union Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan, nonunion diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang fraktur, sedangkan malunion adalah penyambungan yang tidak normal pada fraktur.

H. Prognosis Jika fraktur ditangani dalam waktu kurang dari 48 jam dengan baik dan tepat (debridement, irrigation, wound closure, dan fiksasi), maka prognosis juga akan baik. Namun yang harus diperhatikan adalah risiko infeksi, karena hal itu sulit diobati.

I. Daftar Pustaka
Buteera A.M, Byimana J. 2009. Principles of Management of Open Fracture. East Cent. Afr. j. surg. 14(2): 2-8. Kanu Okike, Timothy Bhattacharyya. 2006. Trends in the management of open fractures. Critical Analysis. JBJS. 88: 2739-48. Muzahim M.T. 2011. The outcome of Conservative Treatment of Closed Fracture Shaft Humerus in Adults Patients. Am Med J. 2(1): 32-9. Othopaedic Trauma Association. 2010. A new classification scheme for open fractures. J orthop trauma 24 (8): 457-65. Th. Neubauer, G. S. Bayer, M. Wagner. 2006. Open Fracture and Infection. Et Traumatologiae Cechsol 73: 301-12.

You might also like