You are on page 1of 8

JETri, Volume 6, Nomor 1, Agustus 2006, Halaman 1-8, ISSN 1412-0372

PERANCANGAN RANGKAIAN PENGATUR LAMPU LALU LINTAS PADA BERBAGAI PERSIMPANGAN JALAN
Kuat Rahardjo T.S. Dosen Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti
Abstract Much method to create a traffic light controller circuit, only depend on the component used to build the circuit. But choosing the component depend on facilities to bee added to make the driver satisfy through the street cross. In this article discuss five type off component usually used, with more and less in every type off component. Keyword: Trafic light, controller, time sequence.

1. Pendahuluan Pada umumnya, setiap persimpangan jalan diberi Lampu Lalu Lintas (LL) untuk mengatur kendaraan yang melewati persimpangan jalan tersebut. Tujuan pemasangan lampu LL tersebut adalah untuk: Menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi akibat kecerobohan pengemudi. Menghindari kemacetan yang mungkin terjadi akibat kepadatan jumlah kendaraan. Lama menyala setiap lampu, berbeda antar satu ruas jalan dengan ruas jalan yang lain disebabkan oleh perbedaan kepadatan kendaraan pada waktu tertentu. Berbagai metode yang mengatur lamanya waktu penyalaan lampu Merah dan Hijau pada setiap ruas jalan, telah dikembangkan dengan tujuan untuk menghindari kemacetan seperti misalnya: Perhitungan Statistik kepadatan kendaraan pada jam tertentu disetiap ruas jalan yang kemudian diterapkan pada teori antrian. Fuzzy Logic yang diturunkan berdasarkan pengamatan Polisi LL yang bertugas mengatur kelancaran LL pada persimpangan jalan, maupun berdasarkan perhitungan statistik. Penambahan sensor kendaraan untuk mengetahui kepadatan LL pada setiap ruas jalan, sehingga dapat dihitung lamanya menyala setiap lampu. Bahkan yang pernah di uji coba melakukan monitoring menggunakan CCTV untuk mengatur kelancaran kendaraan secara terpadu dari pusat kendali.

JETri, Tahun Volume 6, Nomor 1, Agustus 2006, Halaman 1-8, ISSN 1412-0372

Seringkali, berbagai perhitungan-perhitungan dengan metode tersebut yang awalnya benar memperlancar arus lalu lintas, setelah beberapa waktu menjadi tidak sesuai, sehingga menimbulkan kemacetan. Hal ini sering kali disebabkan oleh berkembangnya suatu wilayah, sehingga suatu ruas jalan yang awalnya pada jam tertentu tidak padat, menjadi padat jumlah kendaraannya. Oleh karena itu Polisi LL yang bertugas mengatur kelancaran LL pada persimpangan tersebut harus mengubah lamanya menyala lampu LL, agar kemacetan menjadi lancar kembali. Saat ini masih banyak rangkaian pengatur lampu LL yang sulit diubah lamanya menyala setiap lampu, oleh karena itu sampai saat ini pengguna kendaraan, sering terjebak kemacetan yang berkepanjangan. Hal ini sering diperparah oleh pengemudi yang tidak disiplin, kususnya di Jakarta banyak kendaraan umum yang berhenti menunggu penumpang justru didekat persimpangan jalan sehingga menghambat arus kendaraan pada satu ruas jalan.

2. Analisis siklus penyalaan lampu Lalu Lintas Terlepas dari perhitungan berapa lama setiap lampu harus menyala, serta urutan nyala lampu merah, kuning dan hijau dari setiap ruas jalan, jika urutan penyalaan setiap lampu telah disusun akan membentuk urutan yang berulang dari waktu ke waktu berikutnya (siklus). Pada prinsipnya, rangkaian pengatur akan mengatur lamanya penyalaan setiap lampu sesuai dengan urutan dan kebutuhan waktu pada setiap ruas jalan dipersimpangan tersebut. Sebagai contoh, akan dijelaskan perancangan urutan lamanya penyalaan setiap lampu pada sebuah persimpangan jalan yang sederhana, yakni berupa perempatan (lihat Gambar.1. pada halaman berikut.). Penyalaan lampu LL untuk ruas jalan dari arah Utara ke Selatan dan sebaliknya Selatan ke Utara adalah sama, demikian pula untuk ruas jalan dari arah Barat ke Timur dan sebaliknya Timur ke Barat adalah sama. Sehingga siklus tersebut adalah terdiri dari penyalaan Lampu untuk arah dari Utara-Selatan yang terdiri dari lampu Merah Utara Selatan (M.US), Kuning Utara Selatan (K.US) dan Hijau Utara Selatan (H.US). Sedang penyalaan Lampu untuk arah dari Barat-Timur, terdiri dari lampu Merah Barat Timur (M.BT), Kuning Barat Timur (K.BT) dan Hijau Barat Timur (H.BT). Dari Gambar.1. Persimpangan jalan yang sederhana berupa perempatan diatas, dapat memiliki karakteristik jalan yang berbeda sehingga menghasilkan siklus penyalaan lampu LL yang berbeda. Perbedaan siklus penyalaan lampu LL ini bertujuan untuk memperlancar arus lalu lintas pada persimpangan tersebut.

Kuat Rahardjo T. S., Perancangan Rangkaian Pengatur Lampu Lalu Lintas Pada Berbagai

Utara

Hijau Utara Selatan (H.US) Kuning Utara Selatan (K.US) Merah Utara Selatan (M.US) M.BT K.BT H.BT M.BT K.BT H.BT

Barat

Timur

M.US K.US H.US

: merah

Selatan : kuning

: hijau

Gambar 1. Persimpangan jalan yang sederhana berupa perempatan Untuk menjelaskan perbedaan karakteristik persimpangan, dipilih dua pola karakteristik jalan seperti berikut ini: 1. Pola karakteristik jalan 1, persimpangan jalan yang lancar, sebaiknya penyalaan lampu kuning terjadi setiap lampu akan berubah dari merah ke hijau, sewaktu lampu merah masih menyala lampu kuning dinyalakan sesaat, lalu keduanya padam dan digantikan dengan lampu hijau. Dan sebaliknya perubahan dari lampu hijau menjadi merah juga disertai dengan penyalaan lampu kuning sesaat. Tujuan penyalaan bersamaan adalah untuk mempersingkat siklus, sehingga kendaraan menjadi lancar. 2. Pola karakteristik jalan 2, persimpangan jalan yang macet, lampu kuning pada satu ruas jalan hanya dinyalakan pada perubahan dari lampu merah menjadi hijau sedang pada ruas jalan yang lain lampu hijau langsung berubah menjadi merah. Untuk lebih jelasnya, dengan mengacu pada Gambar. 1. pada halaman sebelumnya. Seandainya lampu pada ruas jalan Barat-Timur dari hijau menjadi merah, maka lampu kuning pada ruas jalan Utara-Selatan akan menyala dengan selang waktu yang dianggap cukup untuk mengosongkan area jalan pada perempatan tersebut. Setelah area persimpangan kosong, maka lampu Hijau pada ruas jalan Utara-Selatan menyala menggantikan lampu kuning dan sebaliknya. Tujuan pola penyalaan ini adalah

JETri, Tahun Volume 6, Nomor 1, Agustus 2006, Halaman 1-8, ISSN 1412-0372

memberi kesempatan kendaraan memasuki ruas jalan yang dituju, sehingga area persimpangan menjadi kosong dan memperlancar arus lalu lintas di semua ruas jalan. Pada Gambar. 2., menunjukkan urutan penyalaan lampu LL dari pola 1 Gambar 3., menunjukkan urutan penyalaan lampu LL dari pola 2.
Utara-Selatan

: merah

Gambar 2. Pola urutan penyalaan lampu LL dari karakteristik jalan pola 1.

T1

Siklus Lampu LL Siklus Lampu LL : merah : kuning : hijau

Gambar 3. Pola urutan penyalaan lampu LL dari karakteristik jalan pola 2.

{ {
T2 T3 T4 T1 T2 T3 T4

{ {

Siklus

UtaraSelatan

M.US K.US H.US M.BT K.BT H.BT Terus berulang

Barat-Timur

Siklus

{ {
T1 T2 T3 T4 T1 T2 T3 T4

{ {

Siklus

M.U S K.US H.US Terus berulang M.B T K.BT H.BT

Barat-Timur

Siklus

Siklus Lampu LL

Siklus Lampu LL

: kuning

: hijau

Kuat Rahardjo T. S., Perancangan Rangkaian Pengatur Lampu Lalu Lintas Pada Berbagai

Dari kedua pola penyalaan yang dicontohkan diatas, masih dimungkinkan berbagai pola urutan penyalaan lampu, sesuai dengan karakteristik jalan yang ada di suatu tempat. Untuk merancang rangkaian pengatur penyalaan lampu lalu lintas sesuai pola penyalaan yang telah disusun untuk karakteristik suatu persimpangan jalan, harus digambarkan dalam diagram waktu yang menjelaskan urutan penyalaan setiap lampu. Jika pada gambar diagram waktu ditarik garis vertical pada setiap perubahan nyala lampu yang ada, maka diperoleh sejumlah potongan urutan waktu, yang akan berulang dalam satu siklus, dengan masing-masing potongan waktu tersebut memiliki tugas menyalakan warna lampu pada setiap ruas jalan pada persimpangan, yang akan berulang pada saat berikutnya setelah satu siklus selesai. Perbedaan pola penyalaan, akan mengubah lamanya sebuah potongan waktu, dan rangkaian pengatur penyalaan setiap lampu. Dari kedua Gambar. 2. dan Gambar 3., dapat dilihat bahwa nyala lampu Hijau pada karakteristik jalan pola 2 memiliki selang waktu lebih pendek, sedang penyalaan lampu merah memiliki selang waktu lebih panjang. Sedang pada karakteristik jalan pola 1, memiliki selang waktu penyalaan lampu merah dan hijau mendekati sama. Perbedaan kedua pola penyalaan dan lamanya setiap lampu LL menyala inilah, yang seharusnya dirancang dengan menggunakan berbagai metoda teori kontrol seperti misalnya logika Fuzzy maupun teori antrian. 3. Perancangan Rangkaian Pengatur Lampu Lalu Lintas Untuk kedua contoh pola penyalaan lampu LL diatas, pada keduanya hanya membutuhkan empat buah potongan waktu, oleh karena itu perlu dipersiapkan empat rangkaian pewaktu yang bekerja berturutan dan berulang, dengan masing-masing pewaktu memiliki selang waktu sesuai dengan kebutuhannya. Bentuk diagram rangkaian pembangkit urutan waktu, dapat dilihat pada gambar 4, dengan urutan kerja dapat dijelaskan sebagai berikut: pada saat awal, Pembangkit waktu 1 memiliki logika 1 (bertegangan) selama selang waktu T1. Pembangkit waktu 1 (T1) Pembangkit waktu 2 (T2) Pembangkit waktu 3 (T3) Pembangkit waktu 4 (T4) T4

T3 T2 T1 Gambar 4. Rangkaian pembangkit urutan waktu

JETri, Tahun Volume 6, Nomor 1, Agustus 2006, Halaman 1-8, ISSN 1412-0372

Setelah itu di susul oleh Pembangkit waktu 2 bertegangan selama selang waktu T2. Berikutnya, Pembangkit waktu 3 bertegangan selama selang waktu T3. Dan kemudian Pembangkit waktu 4 bertegangan selama selang waktu T4. Setelah masing masing pewaktu menghasilkan tegangan berturutan maka akan berulang mulai dari pembangkit waktu 1 kembali. Metode pembuatan rangkaian untuk menghasilkan urutan waktu, dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut: 1. Menggunakan Monostable Multivibrator. 2. Menggunakan Industrial Timer. 3. Menggunakan Rangkaian Counter digital yang dapat diatur jumlah hitungannya. 4. Menggunakan PLC ( Programable Logic Controller ) 5. Menggunakan Mikroprosesor/Mikrokontroler. Ke-lima metode tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya, yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Untuk metode yang pertama, penggunaan Monostable Multivibrator yang dapat dirakit dengan komponen elektronik Transistor maupun Opamp, dengan menambahkan resistor (R) dan capasitor (C), untuk mengatur selang waktu yang diinginkan. Mudah dirangkai dan murah harganya, merupakan kelebihan dari metode ini. Agar per-ubahan selang waktu dapat dilakukan dengan mudah, maka mempergunakan resistor variable (VR) dan mempersiapkan beberapa buah C dengan nilai yang berbeda-beda. Operator mudah mengubah selang waktu dapat memposisikan nilai R pada VR sesuai dengan indikator selang waktu yang diinginkan, waktu yang dihasilkan mendekati waktu yang diinginkan. Ini merupakan kekurangan rangkaian Monostable Multivibrator. Beberapa rangkaian monostable multivibrator ini kemudian disusun untuk membentuk urutan waktu sesuai dengan kebutuhan pada setiap karakteristik jalan. 2. Untuk metode yang kedua, dengan menggunakan Industrial Timer sebagai komponen pembangkit urutan waktu, menggunakan beberapa buah sesuai dengan kebutuhan setiap karakteristik jalan dan menambahkan rangkaian pemicu agar dapat menghasilkan urutan waktu yang dibutuhkan. Komponen ini dilengkapi skala pengatur selang waktu yang diinginkan, dengan skala waktu (detik, menit) yang dapat di ubah. Karena merupakan komponen industri, maka harga sebuah Industrial Timer relatif mahal dan masih harus ditambah dengan komponen pemicu. Kemudahan pengoperasian dan keandalan dari rangkaian ini merupakan keunggulannya.

Kuat Rahardjo T. S., Perancangan Rangkaian Pengatur Lampu Lalu Lintas Pada Berbagai

3. Untuk metode yang ketiga, Rangkaian Counter digital yang dapat diatur jumlah hitungannya, dengan menggunakan beberapa buah counter digital yang memiliki jumlah hitungan berbeda sesuai dengan kebutuhan waktunya, dan di atur agar counter aktif secara berturutan sesuai dengan karakteristik persimpangan jalan yang membutuhkan lampu LL. Perakitan rangkaian dapat disederhanakan menggunakan komponen PLD sehingga rangkaian yang semula rumit dan besar menjadi kecil dan sederhana. Perubahan selang waktu, dilakukan melalui Switch mini (DIP Switch) yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk deretan angka binary yang setara decimal. Untuk mewakili 1 digit decimal membutuhkan 4 buah DIP switch, sehingga membutuhkan jumlah DIP Switch yang relatif banyak dan rangkaian menjadi besar. Ketepatan waktu tergantung pulsa clock yang diberikan, maka dibutuhkan pembangkit pulsa clock dengan periode tetap selama pengoperasian. Karena menggunakan DIP switch untuk mengatur selang waktu maka jumlahnya menjadi banyak, sehingga seringkali menyulitkan operator dilapangan jika harus melakukan perubahan selang waktu. 4. Untuk metode yang keempat, dengan memakai PLC sebagai komponen pembangkit urutan waktu, akan menghasilkan rangkaian yang sederhana karena pada PLC telah memiliki sejumlah pewaktu internal yang dapat diatur dengan akurat dan tepat. Sehingga pemrogram dapat menyusun sejumlah pewaktu dan dengan selang waktu yang dibutuhkan sesuai karakteristik persimpangan untuk membangkitkan urutan waktu sesuai urutan penyalaan lampu LL. Setiap perubahan dapat dilakukan dengan memprogram ulang PLC, oleh operator yang menguasai teknik pemrograman pada PLC yang dipergunakan. Harga komponen ini relative mahal karena selain harus membeli komponen PLC itu sendiri, juga harus membeli alat untuk mengisikan program kedalam PLC (unit pemrogram). Kemudahan yang ditawarkan, adalah seluruh rangkaian kontrol dapat disusun didalam PLC melalui program, sehingga komponen yang dibutuhkan untuk membuat rangkaian penyala masingmasing lampu LL sesuai dengan urutannya hanya rele yang berfungsi memutus/ menyambungkan lampu LL kesumber tegangan. 5. Untuk metode yang kelima, yaitu dengan menggunakan mikroprosesor / mikrokontroler, merupakan suatu teknologi yang tepat jika dipergunakan sebagai kontroler penyala Lampu LL. Pemakaian mikroprosesor sangat fleksibel, sehingga program dapat dibuat secara umum. Program dirancang untuk mengaktifkan banyak pewaktu, dan keluaran setiap pewaktu telah di siapkan rangkaian kemudi yang dapat menyalakan lampu lalu lintas sesuai dengan tegangan yang dipergunakan. Rangkaian

JETri, Tahun Volume 6, Nomor 1, Agustus 2006, Halaman 1-8, ISSN 1412-0372

kemudi ini pada umumnya menggunakan beberapa buah kontak bebas untuk setiap pewaktu, yang akan menutup/membuka sesuai urutan kerja pewaktu. Perancang kontroler penyala Lampu LL secara leluasa dapat menentukan berapa jumlah pewaktu yang di butuhkan serta berapa lama masing-masing pewaktu harus aktif untuk suatu karakteristik persimpangan. Sehingga penyala/pemadaman lampu LL dapat langsung dirakit dan dengan mudah di instalasi pada persimpangan jalan. Dengan metode ini dapat ditambahkan pula berbagai variasi yang membuat pengguna jalan merasa nyaman, seperti misalnya: Ditambahkan fasilitan petunjuk waktu kapan akan terjadi perubahan warna lampu. Yang telah banyak di terapkan pada beberapa persimpangan Ditambahkan fasilitas untuk melakukan perubahan lamanya selang waktu pada setiap pewaktu melalui remote atau telepon selular, sehingga memudahkan pemakaian Dan lain-lain fasilitas. Kesimpulan Dari pembahasan, diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa: 1. Pemakaian monostable sebagai pewaktu merupakan suatu metoda yang tepat untuk karakteristik persimpangan yang statis karena biaya yang relative murah 2. Dari konsep perancangan yang telah dijabarkan, dan dengan berbagai macam metode perancangan rangkaian yang telah di uraikan, maka dapat dipilih rangkaian pengatur penyalaan lampu lalu lintas yang paling sesuai dengan karakteristik suatu persimpangan jalan yang perlu pengaturan pada lalu lintas yang melewatinya. 3. Hal yang perlu diperhatikan oleh regulator lalu lintas adalah perkembangan teknologi yang memungkinkan perubahan pola penyalaan lampu sesuai dengan perubahan karakteristik jalan. Daftar Pustaka 1. Atmel Corporation, MICROCONTROLLER Data Book, Atmel Corporation, 1995. 2. National Semiconductor, National Application Specific Analog Products Databook, National Semiconductor Corporation, 1995. 3. Richard S Sandige, Modern Digital Design, McGraw-Hill Book Co, 1990.

You might also like