You are on page 1of 35

Case Report |1

BAB I LAPORAN KASUS

I. WIB WIB

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Agama Pekerjaan No RM Tanggal masuk RS : Ny. M : Perempuan : 27 tahun : Karang Makmur, Musi Banyuasin : Islam : Ibu Rumah Tangga : 2867xx : 25 September 2013 Jam 06:00

Tanggal Operasi

: 25 September 2013 Jam 09:15

II.

ANAMNESIS

A. Keluhan utama: Pasien Datang dengan keluhan hamil 9 bulan dan hasil USG kehamilan kembar.

B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang rujukan dari bidan ke RSUD Karanganyar, hamil 9 bulan dengan hamil kembar dan kala 1 lama. Pasien merasa kenceng-kenceng di perut dan mengeluarkan sedikit lendir darah dari jalan lahirnya. Pasien belum mengeluarkan cairan ketuban. Gerakan janin masih dirasakan. Nyeri kepala (-), pandangan kabur (-/-), nyeri ulu hati (-), mual (-), muntah (-), makan/minum baik, BAB/BAK lancar. C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal : disangkal

Case Report |2

Riwayat Asma Riwayat Alergi Obat D. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Hipertensi Riwayat Diabetes Mellitus Riwayat Asma Riwayat Alergi Obat

: disangkal : disangkal

: disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

E. Anamnesis Sistem Sistem serebrospinal Sistem respirasi Sistem kardiovaskuler Sistem digestivus Sistem urogenital Sistem muskuloskeletal Sistem integumentum : Pusing (-), nyeri kepala (-) : Sesak (-), batuk (-), pilek (-) : Kebiru-biruan (-) : Mual (-), muntah (-), diare (-) : Nyeri saat berkemih (-) : Nyeri gerak (-), sulit gerak (-), kaki bengkak (-) : Gatal (-), kemerahan (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis Keadaan Umum Gizi Kesadaran TB/BB Vital Sign TD N RR Suhu : 120/80 mmHg : 80x / menit : 20x / menit : 36,00C : Baik : Cukup : Compos mentis : 147cm/57 kg

Case Report |3

B. Status Lokalis Kepala dan leher : Kepala Mata Pupil Hidung Mulut Leher : Normocephal, simetris, tanda radang (-), bekas luka (-) : Simetris, conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), : Isokor, reflex pupil (+/+) normal, edema palpebra (-). : Discharge (-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-) : Bibir kering (-), pucat (-), lidah kotor(-) : Pembesaran tiroid (-), Peningkatan JVP(-), pembesaran

kelenjar getah bening (-/-)

Thorax Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Cor : simetris : ketinggalan gerak (-/-), fremitus (N/N) : redup (-/-) : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-) : dbn

Abdomen

: status obstetri

Ekstremitas

: Superior : edema (-/-), akral hangat(+/+), sianosis (-/-) Inferior : edema (-/-), akral hangat(+/+), sianosis (-/-)

Status Obstetri Inspeksi Palpasi : Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada. : Supel, nyeri tekan (-),TFU: 39 cm, teraba janin ganda, letak kepala, pu.ka dan pu.ki, kepala masuk PAP, HIS(+) ringan, DJJ: (+/+) 122x/menit reguler. VT : v/v portio lunak, pembukaan 6-7, ketuban (+)

Case Report |4

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Darah Pemeriksaan Lekosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit Waktu perdarahan Waktu pembekuan Gol. Darah Imunoserologi HbSAg Protein Urin Negative Negative < 0.13 (negative) Negative Hasil 12.200 4,13 12,2 32 257.000 130 330 A Nilai Normal 4000-12000 4.0-5.1 12.0-15.0 33-48 15000-400000 1 sd 5 Satuan /L jt/ul g/dL % /L Menit

2 sd 6

Menit < 41

V.

DIAGNOSA KERJA G1P0A0 UK 39-40 minggu dengan dengan gemelli dan kala 1 lama fase aktif.

VI.

KESIMPULAN Pasien G1P1A0 aterm (Uk 39-40 minggu) dengan gemelli dan kala 1 lama fase aktif. Berdasarkan status fisik, diklasifikasikan dalam ASA I Emergensi. ACC operasi dengan regional anestesi.

VII. PENATALAKSANAAN Terapi operatif : SCTP dengan regional anestesi pada pasien ASA IE

Case Report |5

VIII. TINDAKAN ANESTESI PADA PERI-OPERASI Macam Jenis AN Teknik AN : SCTP : Regional Anestesi : Spinal Anastesi Bupivacaint 15 mg Anestesi mulai Operasi mulai Anestesi selesai Operasi selesai :09:10 WIB :09:15 WIB :09:55 WIB :10:00 WIB

A. Pre-operatif Cek persetujuan operasi Pasien puasa 6 jam pre-operatif. Cek obat-obatan dan alat anestesi Infus RL 30 tpm Keadaan umum dan vital sign baik (TD=120/80 mmHg, N=80/, RR=20/, S=360C)

B.

Intra operatif

Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di atas meja operasi, pasang alat monitoring: monitor tensi, Heart Rate, SpO2, untuk monitoring ulang vital sign pasien. (TD : 120/80 mmHg, N : 80x/menit) Sebelum dilakukan tindakan anastesi, pasien diloading cairan koloid sebanyak 1 flash dengan tetesan cepat, kemudian diganti cairan kristaloid (RL) 20-30 tpm/m Pasien diberikan suntikan IV yaitu ranitidine 1 amp, dan ketoprofen 2 amp IM pada pre operasi

Case Report |6

Pasien diminta untuk duduk dengan posisi tangan menempel pada lutut yang lurus, badan lurus, dan kepala menunduk. Kemudian diberikan obat lewat spinal yaitu Bupivacaint 15 mg dengan jarum spinal ukuran 27 pada L3-L4 dengan posisi duduk. Kemudian pasien diberikan O2 2 liter/menit lewat kanul untuk maintanence. Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi senantiasa dikontrol setiap 5 menit, sebagai berikut :

Menit ke1 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Sistole 120 120 120 130 130 130 120 120 125 120

Diastole 80 80 80 80 85 85 80 80 76 70

Pulse 72 74 74 75 73 70 73 75 77 73

Sp O2 98 % 98 % 98 % 98% 98% 98% 98% 98% 98% 98%

Selama operasi diberikan cairan : Cairan 1 Cairan 2 : koloid 1 flas tetesan cepat : RL 20-30 tetes

Sambil diinjeksikan juga lewat iv pada jam 09.40 injeksi methergin dan oksitosin masing-masing 1 ampul.

C.

Post operatif Operasi berakhir pukul 10.00 WIB. Selesai operasi pasien masih dalam kondisi sadar kemudian pasien dipindahkan ke Ruang Pemulihan (Recovery Room), pasien segera diberi bantuan oksigenasi melalui Canul O23 lt/menit, melanjutkan pemberian cairan, dan

Case Report |7

diobservasi terus dipantau setiap 15 menit dinilai pernafasan, tekanan darah, dan nadi.

Instruksi Post Operasi : Pasien dirawat di RR dengan posisi Head Up 30, O2 2 lpm nasal. Awasi respirasi tiap 15 menit. Bila tekanan darah turun dibawah 90/60 mmhg, berikan efedrin 510 mgIV. Bila muntah, berikan ondansentron 4-8 mg IV, jika kesakitan berikan ketolorac 30 mg. Aldrette Score 9 Pasien pindah bangsal.

Case Report |8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gemelli 1. Definisi Kehamilan kembar atau kehamilan multiple (Gemelli) ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih.1 Kehamilan multiple dapat berupa kehamilan tunggal/gemelli (2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintiplet (5 janin), dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang dengan hokum Hellin.2 Hukum hellin menyatakan bahwa pertandingan antara kehamilan kembar dan tunggal adalah 1:89, untuk triplet 1:892. Kehamilan kembar adalah kehamilan kembar dizigotik memiliki dua amnion (diamnotik) dan dua plasenta (dikorionik). Pada kembar monozigot dapat terbentuk satu plasenta (monokorionik), satu amnion (monoamniotik) atau bahkan satu organfetal (kembar siam).1,2 2. Jenis a. Kembar dizigotik atau fraternal (DZ) Kembar dizigotik (dikenal sebagai "kembar non-identik") terjadi karena zigot yang terbentuk berasal dari sel telur yang berbeda. Terdapat lebih dari satu sel telur yang melekat pada dinding rahim yang terbuahi oleh sel-sel sperma pada saat yang bersamaan. Pada manusia, proses ovulasi kadang-kadang

melepaskan lebih darisatu sel telur matang ketuba fallopi yang apabila mereka terbuahi akan memunculkan lebih dari satu zigot. Kembar dizigotik secara genetik tidak berbeda dari saudara biasa

Case Report |9

dan berkembang dalam amnion dan plasenta yang terpisah. Mereka dapat memiliki jenis kelamin yang berbeda atau sama. Kajian juga menunjukkan bahwa bakat melahirkan kembar DZ diwariskan kepada keturunannya (bersifat genetik), namun hanya keturunan perempuan yang mampu menunjukkannya (karena hanya

perempuan/betina yang dapat mengatur pengeluaran sel telur) Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak seperti serabut otot uterus yang menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.

b. Kembar monozigotik atau identik (MZ) Kembar monozigotik terjadi ketika sel telur tunggal terbuahi dan membentuk satuzigot (monozigotik). Dalam

perkembangannya, zigot tersebut membelah menjadi embrioyang berbeda. Kedua embrio berkembang menjadi janin yang berbagi

Case Report |10

rahim yang sama. Tergantung dari tahapan pemisahan zigot, kembar identik dapat berbagi amnion yang sama (dikenal sebagai monoamniotik) atau berbeda amnion. Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan terjadi, dengan uraian sebagai berikut : Apabila pembelahan terjadi didalam 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua embrio, dua amnion serta dua chorion akan terjadi dan kehamilandiamnionik dan di chorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau suatu plasenta tunggal yang menyatu. Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8 maka dua embrio akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion bersama, dengan demikian menimbulkan monochorionik. Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah terbentuk, maka pembelahan akan kehamilan kembar diamnionik,

menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik, monochorionik. Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.

3. Etiologi a. Bangsa, Ras Afrika- Amerika memiliki kecendrungan untuk kehamilan kembar. b. Usia, dari penelitian disimpulkan bahwa wanita usia lebih dari 30 tahun mempunyai kesempatan lebih besar daripada usia 40 tahun. c. Paritas, wanita yang hamil satu kali atau lebih sebelumnya hanya mempunyai pengaruh terhadap kehamilan kembar yang berasal dari dua telur. Faktor-faktor tersebut dan mungkin faktor lain dan

Case Report |11

mekanisme tertentu menyebabkan matangnya dua atau lebih folikel de graf atau terbentuknya dua ovum atau lebih dalam satu folikel. d. Obat-obatan, kehamilan multipel lebih umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi obat-obatan fertilitas selama menjalani induksi ovulasi atau superovulasi.

4. Patofisiologi Mekanisme terjadinya kehamilan kembar adalah ketika sperma bertemu dengan ovum di tuba fallopii, fertilisasi -> bergabung ovum dan sperma -> ovum yang telah dibuahi bergerak turun dari tuba fallopii -> uterus -> nidasi dan pertumbuhan fetus, selama proses ini kembar terbentuk. Kehamilan kembar dapat fraternal dan identical. Kebanyakan kembar fraternal berkembang dari telur dan sperma yang terpisah.Berbeda dengan kembar identical, dapat terjadi ketika telur yang dibuahi membelah lebih awal saat kehamilan dan berkembang menjadi 2 fetus. Kembar identik memiliki 1 plasenta, tapi fetus biasanya memiliki kantung amnion yang terpisah.

5. Letak pada Presentasi Janin Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua, dapat berubah setelah janin pertama lahir, misalnya: dari letak lintang dapat berubah menjadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak, presantasi dan posisi bisa terjadi. Yang paling sering di jumpai adalah : Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala ( 4447%) Letak membujur, presentasi kepala bokong ( 37-38%) Keduanya presentasi bokong ( 8-10 ) Letak lintang dan presentasi kepala ( 5-5,3%) Letak lintang dan presentasi bokong ( 1,5-2%) Dua-duanya letak lintang ( 0,2-0,6%)

Case Report |12

Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi kunci-mengunci (Interlocking)

6. Diagnosis a. Tanda dan gejala : Adanya riwayat kembar dalam keluarga Mual dan muntah yang lebih hebat Nyeri punggung, konstipasi, distensi abdomen, dan kesulitan bernafas Terasa gerakan anak lebih banyak dan lebih kuat-Perut lebih kelihatan besar dari usia kehamilan b. Pemeriksaan Klinis : Tinggi fundus merupakan hal yang penting. Selama trimester kedua, ukuran uterus lebih besar daripada yang diperkirakan untuk usia gestasi yang dihitung berdasarkan data haid. Pada pertengahan kedua, kehamilan multipel dapat diduga jika: Lingkar abdomen dan ukuran uterus lebih besar dibandingkan dengan usia kehamilan Palpasi menunjukkan kelebihan bagian janin, dan dapat dideteksi dua bagian kepala janin. Namun secara umum, janin kembar sulit didiagnosis dengan palpasi bagian-bagian tubuh janin sebelum trimester ketiga. Bahkan padatahap lanjut kehamilan, mungkin sangat sulit mengidentifikasi kembar dengan palpasi trans-abdominal, terutama apabila salah satu kembar, terletak di ataskembar lainnya, apabila ibu gemuk, atau apabila terdapat hidramnion Inspeksi dan palpasi : Pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada kesanuterus lebih besar dan lebih cepat tumbuhnya dari biasa. Gerakan janin terasa lebih sering . Bagian kecil terasa lebih banyak. Teraba ada 3 bagian besar janin. Teraba ada 2 balotement

Case Report |13

Auskultasi : Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang agak berjauhan dengan perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit atau bila dihitung bersamaan terdapata selisih 10 Bunyi Jantung Janin : menjelang akhir trimester pertama, kerja jantung janin dapat dideteksi dengan peralatan ultrasonik Doppler. Beberapa waktu sesudahnya kita dapat mengidentifikasi dua jantung janin apabila frekuensi

keduanya jelas berbeda satu sama lain serta dengan frekuensi denyut jantung ibu. Dengan menggunakan stetoskop janin aural biasa, bunyi jantung janin pada kembar dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan yang cermat pada usia kehamilan 18-20 minggu USG : diagnosis kembar dapat dikemungkinkan pada usia kehamilan 5-6 minggu dengan transvaginal sonografi. Temuan satu korion mengindikasikan kembr monozigotik sedangkan dua korion menandakan kembar monozigot atau dizigot

7. Penatalaksanaan Kala I diperlakukan seperti biasa bila anak pertama letaknya memanjang. Episiotomi mediolateral dikerjakan untuk memeperpendek kala pengeluaran dan mengurangi tekanan pada kepala bayi. Setelah bayi pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaanluar dan vaginal untuk mengetahui letak dan keadaan janin kedua. Bila janin dalam letak memanjang, selaput ketuban dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan-lahan untuk menghindari prolaps funikuli. Penderita dianjurkan meneran ataudilakukan tekanan terkendali pada fundus uteri, agar bagian bawah janin masuk dalam panggul. Janin kedua turun dengan cepat sampai ke dasar panggul dan lahir spontankarena jalan lahir telah dilalui anak pertama.

Case Report |14

Tenggang waktu antara lahirnya anak pertama dan kedua adalah antara 5 sampai 15 menit. Bila anak kedua lahir sebelum lima menit setelah anak pertama, dapat menimbulkan trauma persalinan pada anak. Bila lebih dari 30 menit dapat menimbulkan insufisiensi uteroplasental, karena

berkurangnya volume uterus dan juga dapat terjadi solusio plasenta sebelum anak kedua dilahirkan. Apabila presentasi janin pertama adalah bokong, permasalahan akan timbul bila: Janin terlalu besar dan kepala yang keluar belakangan melebihi kapasitas jalan lahir. Janin cukup kecil sehingga ekstremitas dan badan keluar melalui serviks yang belum cukup mengalami pendataran dan pembukaan untuk memungkinkan kepala keluar dengan mudah. Terjadi prolaps tali pusat. Apabila terjadi permasalahan tersebut, maka seksio sesarea menjadi cara yang lebih baik dalam melahirkan janin.Fenomena janin yang saling mengunci (locked twin/interlocking) jarang dijumpai. Keadaan tersebut terjadi jika janin pertama presentasi bokong dan janin kedua presentasi kepala. Dengan turunnya bokong, dagu janin pertama akan terkunci di leher dan dagu janin kedua. Bila dijumpai presentasi yang memungkinkan terjadi keadaan seperti ini, maka dianjurkan untuk melahirkan janin secara seksio sesarea.

B. Fisiologi Kehamilan 1. Perubahan Fisiologi pada Saat kehamilan Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh genitalia wanita mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormone somatomatropin, estrogen, dan progesteron yang menyebabkan perubahan pada:

Case Report |15

1. Rahim atau uterus Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan. Uterus mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali seperti keadaan semula dalam beberapa minggu setelah persalinan. Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus akan berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20 liter atau lebih dengan berat rata-rata 1100 gram. 2. Vagina (liang senggama) Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwicks. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos. 3. Ovarium Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 67 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang relative minimal 4. Payudara Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaru hormone saat kehamilan, yaitu estrogen, progesterone, dan somatromatropin. 5. Sirkulasi darah ibu

Case Report |16

Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. b. Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retroplasenter. c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron semakin meningkat. Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa perubahan peredaran darah, yaitu: 1) Volume darah Volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi semacam pengenceran darah (hemodilusi), dengan puncaknya pada hamil 32 minggu. Serum darah (volume darah) bertambah sebesar 2530% sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%. Curah jantung akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya hemodilusi darah mulai tampak sekitar umur hamil 16 minggu, sehingga pengidap penyakit jantung harus berhati-hati untuk hamil beberapa kali. Kehamilan selalu memberatkan kerja jantung sehingga wanita hamil dengan sakit jantung dapat jatuh dalam dekompensasio kordis. Pada postpartum terjadi hemokonsentrasi dengan puncak hari ketiga sampai kelima. 2) Sel darah Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang disertai anemia fisiologis. Sel darah putih meningkat dengan mencapai jumlah sebesar 10.000/ml. Dengan hemodilusi dan anemia maka laju endap darah semakin tinggi dan dapat mencapi 4 kali dari angka normal. 3) Sistem respirasi

Case Report |17

Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat memnuhi kebutuhan O2. Disamping itu terjadi desakan diafragma karena dorongan rahim yang membesar pada umur hamil 32 minggu. Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar 20-25% dari biasanya. 4) Sistem pencernaan Terjadi peningkatan asam lambung karena pengaruh estrogen. 5) Traktus urinarius Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering kemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu panggul, keluhan itu akan timbul kembali. 6) Perubahan pada kulit Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama striae gravidarum. 7) Metabolisme Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan pemberian ASI. Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg. Sebgaian besar penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstraselular. Pada kehamilan normal akan terjadi hipoglikemia puasa yang disebabkan oleh kenaikan kadar insulin, hiperglikemia postprandial dan hiperinsulinemia. Zinc (Zn) sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Beberapa peneliatian

Case Report |18

menunjukkan kekurangan zat ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. 2. Tahapan atau Kala dalam Persalinan a. Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida 8 jam. Kala satu persalian terdiri dari dua fase yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. Pada umumnya, berlangsung hampir atau hingga 8 jam. Fase aktif Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi diangap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 sampai 2 cm (multipara). Terjadi penurunan bagian terbawah janin. b. Kala II, Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Proses ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. c. Kala III, Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. d. Kala IV, Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

Case Report |19

C. Seksio Sesarea Seksio sesarea adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim.Seksio sesarea terjadi pada sekitar 5-25% dari seluruh persalinan.

Syarat Seksio sesarea : 1. Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi). Jika terjadi ruptura uteri, maka operasi yang dilakukan adalah laparotomi, meskipun pengeluaran janin dilakukan per abdominam. 2. Berat janin di atas 500 gram.

Indikasi Seksio sesarea : Prinsipnya adalah keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, atau keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan per vaginam secara fisiologis. 1. Indikasi ibu : panggul sempit absolut, tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri, riwayat obstetri jelek, riwayat seksio sesarea sebelumnya, dan permintaan pasien. 2. Indikasi janin : kelainan letak (malpresentasi dan malposisi), prolaps talipusat, gawat janin. Umumnya sectio cesarea tidak dilakukan pada keadaan janin mati, ibu syok / anemia berat yang belum teratasi, atau pada janin dengan kelainan congenital.

Dikenal beberapa teknik dalam melakukan seksio sesarea dan terdapat kecenderungan untuk menyederhanakan teknik seksio sesarea

Case Report |20

untuk lebih mengurangi kehilangan darah selama operasi serta lama waktu operasi.

D. Teknik Anestesi Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien. Dalam kondisi ibu dan fetus normal, GA dan RA yang dilakukan dengan terampil hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Namun demikian, karena risiko untuk ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA, maka RA untuk bedah sesar lebih disukai. RA akan memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan teknik spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya mengikuti proses kelahiran bayi mereka, dan memberikan pengobatan rasa sakit pascaoperasi yang lebih baik.

E. Anastesi Spinal 1. Definisi Anastesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah pemberian obat anastesi lokal ke dalam ruang subracknoid. Anastesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anastesi lokal kedalam ruang subarakhnoid. 2. Dermatom Ketinggian dermatom anastesi regional sesuai pembedahan : Tungkai bawah Pelvis Uterus-vagina : thorax 12 : thorax 10 : thorax 10

Case Report |21

Prostat Hernia Intraabdomen 3. Pemberian obat:

: thorax 10 : thorax 4 : thorax 4

a. Lokasi pemberian obat pada subarachnoid ( L2-3 atau L4-5) b. Efek obat cukup cepat c. Durasi 60 90 menit d. Volume : 3 ml e. Secara teknis lebih mudah f. Blok motoris kuat g. Efek hemodinamik kuat h. Jarum spinocan 27 G i. Obat yang digunakan sebagai anastesi : bupivacain, lidodex dan catapres 4. Indikasi anastesi spinal: a. Bedah ekstremitas bawah b. Bedah panggul c. Bedah obstetric-ginekologi d. Bedah urologi e. Bedah abdomen bawah 5. Kontraindikasi relatif: a. Infeksi sistemik b. Infeksi sekitar tempat suntikan c. Kelainan neurologis d. Kelainan psikis e. Bedah lama f. Penyakit jantung g. Hipovolemia ringan h. Nyeri punggung kronik 6. Kontraindikasi absolut: a. Pasien menolak

Case Report |22

b. Infeksi pada tempat suntikan c. Hipovolemia berat, syok d. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan e. Tekanan intrakranial meningkat f. Fasilitas resusitasi minim g. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. 7. Keuntungan anastesi regional pada section caesarea : a. Bahaya aspirasi lebih minimal b. Hubungan fisiologis antara ibu dan janin lebih cepat c. Efek obat terhadap janin lebih kecil d. Jumlah perdarahan lebih minimal e. Mobilisasi dan pemberian asupan lebih cepat 8. Persiapan analgesia spinal dan Peralatan analgesia spinal Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan halhal di bawah ini: a) Informed consent : tidak boleh memaksa pasien untuk

menyetujui anesthesia spinal b) Pemeriksaan fisik : tidak dijumpai kelainan spesifik seperti

kelainan tulang punggung c) Pemeriksaan laboratorium anjuran d) Peralatan analgesia spinal : Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, ekg Peralatan resusitasi Jarum spinal: Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo runcing, quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare) 9. Teknik analgesia spinal : Hb, ht,pt,ptt

Case Report |23

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk. b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis. c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol. d. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan (Bupivacain 15 mg) e. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (QuinckeBabcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelanpelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung

Case Report |24

jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter. f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulitligamentum flavum dewasa 6cm. Posisi: 1. Posisi Duduk 2. Pasien duduk di atas meja operasi 3. Dagu di dada 4. Tangan istirahat di lutut Posisi Lateral: 1. 2. 3. Bahu sejajar dengan meja operasi Posisikan pinggul di pinggir meja operasi Memeluk bantal/knee chest position

10. Faktor yang mempengaruhi tinggi blok spinal: a. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia b. Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia c. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang

meninggikan batas daerah analgetik. d. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang

dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan. e. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi. f. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial. g. Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik

Case Report |25

h. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi. i. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat) j. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien. 11. Komplikasi Anastesi Spinal Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed. 1. Komplikasi tindakan : a. Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan. b. Bradikardia : Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2 c. Hipoventilasi : Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas d. Trauma pembuluh saraf e. Trauma saraf f. Mual-munta g. Gangguan pendengaran h. Blok spinal tinggi atau spinal total 2. Komplikasi pasca tindakan: a. Nyeri tempat suntikan b. Nyeri punggung c. Nyeri kepala karena kebocoran likuor d. Retensio urine e. Meningitis 3. Komplikasi intraoperatif:

Case Report |26

a. Komplikasi kardiovaskular Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 1040%. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac output akan berkurang akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin. Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat pada saat dilakukan anestesi spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba biasanya karena terjadi bradikardia yang berat walaupun hemodinamik pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini, hipotensi atau hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi ia merupakan dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang disebut reflek Bezold-Jarisch. b. Blok spinal tinggi atau total Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan kesadaran, paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung. 4. Komplikasi respirasi a. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normal. b. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi. c. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.

Case Report |27

d. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan pernafasan tanda-tanda tidak adekuatnya dengan

yang perlu segera ditangani

pernafasan buatan. 5. Komplikasi postoperative: a. Komplikasi gastrointestinal Nausea dan vomitus karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis reflek berlebihan, karena traksi pemakaian pada obat traktus

narkotik,

gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48 jam pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang

bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat. b. Komplikasi sistem saraf pusat Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala. Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi ini tergantung beberapa faktor seperti ukuran jarum yang digunakan. Semakin besar ukuran jarum semakin besar resiko untuk terjadi nyeri kepala. Selain itu, insidensi terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi pada wanita muda dan pasien yang dehidrasi. Nyeri kepala post suntikan biasanya muncul dalam 6 48 jam selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya muncul di area oksipital dan menjalar ke retro orbital, dan sering disertai dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah.

Case Report |28

c. Komplikasi neurogenik Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari struktur ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri punggung akibat dari trauma suntikan jarum dapat di obati secara simptomatik dan akan menghilang dalam beberapa waktu yang singkat saja. 12. Obat untuk anestesi regional Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik local dengan berat jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi. Anestetik local yang paling sering digunakan: 1. Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100 mg (2-5ml) 2. Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat hyperbaric, dose 20-50 mg (1-2 ml) 3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20 mg 4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)

Case Report |29

Bupivacaine Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupiivacaine kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi. Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine adalah anestesi regional IV (IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi sistemik dari obat tersebut. Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.

Case Report |30

Penyebaran anastetik local tergantung: 1. Factor utama: a) b) c) Berat jenis anestetik local(barisitas) Posisi pasien Dosis dan volume anestetik local

2. Faktor tambahan : a) b) c) d) e) Ketinggian suntikan Kecepatan suntikan/barbotase Ukuran jarum Keadaan fisik pasien Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik local tergantung: 1. Jenis anestetia local 2. Besarnya dosis 3. Ada tidaknya vasokonstriktor 4. Besarnya penyebaran anestetik local

Case Report |31

BAB III PEMBAHASAN

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi pada wanita hamil yang akan melakukan persalinan. Karena dalam melakukan tindakan anestesi harus memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai demi menjaga keselamatan ibu, bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan saat melakukan tindakan anestesi pada wanita hamil, maka perlu diketahui perubahan fisiologis wanita hamil serta efek masing-masing obat anestesi. Pasien kasus ini merupakan pasien G1P0A0 aterm (Uk 39-40 minggu) dengan gemelli dan kala 1 lama fase aktif. Kehamilan kembar atau kehamilan multiple (Gemelli) ialah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih, sedangkan Istilah fase aktif lama/memanjang mengacu pada kemajuan pembukaan yang tidak adekuat setelah didirikan diagnosa kala I fase aktif, dengan didasari atas Pembukaan kurang dari 1 cm per jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan Kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 cm pada multipara Lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm perjam)

Karakteristik Fase Aktif Memanjang : Kontraksi melemah sehingga menjadi kurang kuat, lebih singkat dan atau lebih jarang Kualitas kontraksi sama seperti semula tidak mengalami kemajuan Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami perubahan

Case Report |32

Penyebab Fase Aktif Memanjang : Malposisi (presentasi selain belakang kepala) Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD) Intensitas kontraksi yang tidak adekuat Serviks yang menetap Kelainan fisik ibu (mis:pinggang pendek) Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui

Akibat Dari Persalinan Yang Lama Terhadap Janin Trauma Asidosis Kerusakan Hipoksik Infeksi Peningkatan Mortalitas serta Morbiditas Perinatal.

Terhadap Ibu Penurunan semangat Kelelahan Dehidrasi Asidosis Infeksi Resiko Ruptur Uterus Perlunya intervensi bedah meningkatkan Mortalitas Dan Morbiditas.

Berdasarkan status fisik, diklasifikasikan dalam ASA I Emergensi. ACC operasi dengan regional anestesi. Pasien ini digolongkan ASA I karena pasien ini dalam keadaan normal dan sehat. Pada pasien ini dilakukan anestesi regional karena memiliki keuntungan:

Case Report |33

a. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi karena pasien dalam keadaan sadar b. Relaksasi otot yang lebih baik c. Hubungan fisiologis antara ibu dan janin lebih cepat d. Efek obat terhadap janin lebih kecil e. Jumlah perdarahan lebih minimal Proses Anestesi saat operasi dilakukan antara lain : a. Premedikasi Puasa pada pasien pre-operasi 6 jam untuk mencegah terjadinya aspirasi. Pasien diberi Ketoprofen2 ampul IM untuk mengurangi nyeri, pasien juga diberi ranitidin IV untuk mencegah mual dan muntah selama dan sesudah operasi b. Analgesi Spinal Digunakan bupivakain 10 mg,karena mula kerjanya cepat, lebih kuat, lebih lama dibanding lidokain, dan aman untuk kehamilan karena paling minimal melintasi plasenta. c. Terapi Cairan Perhitungan cairan pada kasus ini (BB : 57 Kg) Pengganti puasa (2 ml/KgBB/Jam) = 2 ml x 57 kg x 6 jam = 684 cc Maintenance (2 ml/KgBB/Jam) = 2 ml x 57 kg x 3/4 jam = 85,5 cc Kehilangan cairan selama operasi = 6 ml x 57 kg x jam = 256 cc Total kebutuhan cairan = 1.026 cc Selama operasi diberikan cairan : Cairan 1 Cairan 2 : koloid 1 flas tetesan cepat : RL 20-30 tetes

Sambil diinjeksikan juga lewat iv pada jam 09.40 injeksi methergin dan oksitosin masing-masing 1 ampul. Methergin digunakan mencegah perdarahan dalam persalinan kala 3. Oxitosin untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan. Operasi berakhir pukul 10.00 WIB.

Case Report |34

Selesai operasi pasien masih dalam kondisi sadar kemudian pasien dipindahkan ke Ruang Pemulihan (Recovery Room), pasien segera diberi bantuan oksigenasi melalui Canul O2 3 lt/menit, melanjutkan pemberian cairan, dan diobservasi terus dipantau setiap 15 menit dinilai pernafasan, tekanan darah, dan nadi. Instruksi Post Operasi : Pasien dirawat di RR dengan posisi Head Up 30, O2 2 lpm nasal. Awasi respirasi tiap 15 menit. Bila tekanan darah turun dibawah 90/60 mmhg, berikan efedrin 510mg IV. Bila muntah, berikan ondansentron 4-8 mg IV, jika kesakitan berikan ketolorac 30 mg. Aldrette Score 9 Pasien pindah bangsal. Komplikasi anestesi spinal adalah hipotensi. Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid (NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 10 mg diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.

Case Report |35

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Kehamilan multi janin. Obstetri Williams.Volume 1 edisi 21. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2006. hal. 852-8972. 2. Kliegman RM. Kehamilan multipel. Dalam: Wahab AS, editor bahasa Indonesia. Ilmu kesehatan anak Nelson. Volume 1 edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2000. hal.559-561 3. Sastrawinata, S., Martaadisoebrata D., Wirakusumah, FF. (ed.). 2005. Obstetri Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi. Ed. 2, EGC, Jakarta, Indonesia. S 4. Mochtar, D. Letak Lintang (Transverse Lie). 1998. Dalam: Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2. EGC, Jakarta, Indonesia; Hal. 366-372.5. 5. Desai, Arjun M.2010. Anestesi. Stanford university school of medicine. Diakses dari : http://emedicine,medcape.com 6. Latief, said A, Kartini A, Suryadi dan M. Ruswan Dachlan. 2001, petunjuk praktis anestesiologi. Bagian anastesiologi dan terapi intensif FK-UI: jakarta. 7. Muhardi, mukiman,et al,1989. Anastesiologi. Jakarta : FKUI 8. Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta: EGC 9. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005. 10. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997.

You might also like