You are on page 1of 46

DEMAM TIFOID

Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut usus halus yang disebabkan infeksi Salmonella typhi.
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan paratyphus abdominalis. (Seoparman, 1996) Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urin dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. Tahun 1869 demam enterik

Salmonella typhi Salmonella paratyphi

Salmonella typhi: Basil gram negatif Bergerak dg flagel Tidak berspora Mempunyai 3 macam antigen: antigen O (somatik, tdd zat kompleks lipopolisakarida) antigen H (flagela) antigen Vi Dlm serum penderita tdp zat anti (aglutinin) thd antigen tsb

Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh Salmonella typhi Biakan kuman u/ memastikan diagnosis

Fecal-oral

Melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi langsung atau oleh carrier asimptomatik kronik. Jika tidak mencuci tangan sebelum makan dengan tangan yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Jika memakan buah atau sayuran mentah yang dipupuki dengan pupuk yang terkontaminasi oleh bakteri ini.

Hand-tomouth : Oral

Endemik di banyak wilayah di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, dimana sanitasi air dan pengolahan limbah kotoran tidak memadai. Diseluruh dunia diperkirakan antara 1616,6 juta kasus baru demam tifoid ditemukan dan 600.000 diantaranya meninggal dunia. Di Asia diperkirakan sebanyak 13 juta kasus setiap tahunnya. Suatu laporan di Indonesia diperoleh sekitar 310 800 per 100.000 sehingga setiap tahun didapatkan antara 620.000 1.600.000 kasus.

Indonesia: Pada tahun 1990 sebesar 9,2 per 10.000 penduduk. Pada tahun 1994 sebesar 15,4 per 10.000 penduduk. Insiden bervariasi di setiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. Case Fatality Rate (CFR) di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di

Masuknya kuman makanan yang terkontaminasi sebagian dimusnahkan dalam lambung sebagian lolos masuk ke usus & berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik menembus sel-sel epitel ke lamina propria berkembang biak dan difagosit makrofag. Kuman berkembang biak di dalam makrofag dibawa ke plak peyeri ileum KGB mesenterika melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi darah (bakteremia 1, asimtomatik).

Kuman menyebar ke organ retikuloendotelial tubuh, terutama hati dan limpa meninggalkan sel-sel fagosit berkembang biak di luar sel/ruang sinusoid masuk sirkulasi darah (bakteremia 2).

Demam ( sifatnya meningkat perlahan-lahan, terutama pada sore dan malam hari).

Gangguan kesadaran.

Nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut.

Klinis
Hepatomegali, splenomegali, meteorismus.
Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1 derajat tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 x per menit.)

Tifoid tongue (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor).

Gejala klinis pada anak biasanya lebih ringan dibandingkan dewasa Masa inkubasi: 10 14 hari Selama masa inkubasi : Gejala prodromal: anoreksia, letargia, malaise, dullness, nyeri kepala, batuk non produktif, bradicardia Setelah masa inkubasi: Demam , Gangguan pencernaan, gangguan kesadaran

1. Demam step ladder temperature chart timbul indisius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pd minggu I, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis bersifat febris intermiten & suhu tdk terlalu tinggi Suhu sore/malam hari, pagi hari

2. Gangguan saluran pencernaan - Nafas berbau tidak sedap - Bibir kering & pecah-pecah - Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung & tepinya kemerahan, jarang disertai tremor - Perut kembung (meteorismus) - Hati & limpa membesar disertai nyeri tekan - Konstipasi pd anak besar lbh mencolok - Diare bayi dan balita

3. Gangguan kesadaran kesadaran menurun apatis somnolen jarang sopor, koma atau gelisah

Anamnesis
Pemeriksaan Fisik (Manifestasi klinis) Pemeriksaan penunjang/ laboratorium

Demam naik turun secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.

Febris Kesadaran berkabut Bradikardi relatif Lidah yang berselaput (typhoid tongue) Hepatomegali Splenomegali Nyeri abdomen Roseolae (jarang pada orang Indonesia)

Pemeriksaan Darah Rutin (leukopenia, limfositosis relatif, anemia, trombositopenia ringan) 2) Uji Widal Deteksi antibodi dengan dasar reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin (O,H,Vi) Widal : titer O 1/320 , titer H 1/640 Fase akut mula-mula timbul aglutinin O, diikuti aglutinin H. Sembuh: aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap Iebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
1)

1) 2) 3) 4) 5)

Uji TUBEX: deteksi antibodi anti-S.typhi 09 pada serum Uji Typhidot: deteksi antibodi IgM dan IgG Uji Typhidot- M: deteksi antibodi IgM Uji IgM dipstick mendeteksi IgM S. typhi pada whole blood Gold Standar: Kultur darah/ biakan empedu: Kultur empedu (+) , darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III

Istirahat. Pengaturan pola makan. Menjaga kebersihan makanan. Pemberian Antibiotik

1. 2. 3. 4.

Karena pasien dianjurkan untuk total bed rest, maka posisi baring pasien harus sering diubah-ubah. Umumnya lama tirah baring yang dianjurkan adalah mulai dari timbulnya demam sampai dengan hari ke-5 setelah pasien bebas dari demam. Setelah itu pasien dianjurkan untuk dilakukan mobilisasi bertahap: Hari pertama : duduk 2x15 menit Hari kedua : duduk 2x30 menit dan berdiri Hari ketiga : berjalan sedikit-sedikit Hari keempat : pulang

Dulu dianjurkan pada pasien demam tifoid diberikan makanan saring. Namun sekarang makanan yang diberikan tidak harus makanan saring. Namun harus memenuhi kriteria berikut: 1. Lunak 2. Mudah dicerna 3. Mengandung serat 4. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas 5. Mengandung cukup cairan dan vitamin 6. Tinggi kalori dan protein

Diet lunak diberikan selama masa total bed rest, setelah pasien bebas dari demam pasien dapat diberikan makanan biasa namun secara bertahap.

1.

2.

Terdapat 2 golongan besar strain S. typhi yang resisten terhadap antibiotik. Kelompok multi drug resistence (MDR) : resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoksasol. Nalidixic-acid-resistant S. typhi (NARST): resisten terhadap fluorokuinolon.

Sumber: Treatment of Typhoid Fever (WHO, 2003)

First line : Kloramfenikol : penurunan demam dalam 3-5 hari pengobatan. Efektif dalam pengobatan namun angka relaps tinggi (5-15%), toksisitas terhadap sumsum tulang, dan menyebabkan anemia aplastik. Selain itu akhir-akhir ini muncul strain yang resisten terhadap obat ini (MDR).

Fluorokuinolon : dianjurkan sebagai obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Jenis-jenis yang terbukti efektif : norfloksasin 2x400 mg/hari (diberikan selama 14 hari), siprofloksasin 2x500 mg/hari (6hari), ofloksasin 2x400 mg dan pefloksasin 2x400 mg (7hari). Dapat diberikan pada tifoid toksik tanpa disertai dengan pemberian deksametason karena mempunyai sifat-sifat imunomodulasi.

Azitromisin (2x500 mg) : dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin dapat secara signifikan mengurangi kegagalan perawatan dan durasi rawat inap. Terutama pada pengobatan strain MDR maupun NARST. Mampu menghasilkan konsentrasi yang tinggi dalam jaringan, walaupun konsentrasi dalam darah cukup rendah. Obat ini akan terkonsentrasi di dalam sel sehingga akan efektif dalam mengobati S. typhi yang merupakan kuman Intraseluler.

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya diindikasikan pada keadaan tertentu, yaitu toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik.

Hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3x5 mg.

Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trisemester ke-3. (Khawatir partus prematurus, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus) Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trisemester pertama. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :

Komplikasi intestinal Perdarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik

Komplikasi ekstraintestinal
Kardiovaskular: miokarditis Darah: anemia hemolitik, DIC

Paru: batuk, ulserasi faring posterior


Heparobiliar: hepatitis Ginjal: glomerulonefritis Tulang: osteomielitis Neuropsikiatrik: delirium, disorientasi

Seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung S. typhi setelah 1 tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Ditemukan S. typhi di feses dan urin selama 2-3 bulan disebut karier pasca penyembuhan.

Ditemukan kuman S. typhi pada biakan feses dan urin pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid. Pemeriksaan serologi Vi (sensitivitas 75% dan spesifitas 92%).

Tanpa disertai kasus kolelitiasis

Pilihan regimen terapi selama 3 bulan : 1. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari. 2. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari. 3. Trimetropin-sulfametoksazol 2 tablet/2 kali/hari/

Disertai kasus kolelitiasis

Kolesistektomi + regimen tanpa kasus kolelitiasis selama 28 hari, kesembuhan 80% atau kolesistektomi + salah satu regimen terapi dibawah ini : 1. Siprofloksasin 750 mg/2 kali/ hari. 2. Norfloksasin 400 mg/2 kali/ hari.

Tindakan hygiene dalam proses persiapan makanan, pembuangan sampah dll Mengobati penderita dan pengidap (sampai biakan feses negatif 3x) Vaksin- vaksin tifoid

Vaksinasi - Oral Typhoid Vaccine(Ty21A): vaksin hidup - Parenteral Inactivated Typhoid Vaccine: virus mati, subkutan - Typhoid Vi Capsular Polysaccharide Vaccine: IM

Indikasi : - Populasi : anak usia sekolah di daerah endemis, personil militer, petugas rumah sakit, laboratorium kesehatan, industri makanan/minuman - Individual : pengunjung/wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak enteral dengan pengidap tifoid (karier)

Tergantung kecepatan diagnosis dan penatalaksanaan kepada pasien. Umumnya, demam tifoid yang tidak teratasi : kadar mortalitas 10-20%. Teratasi: kadar mortalitas < 1%.

Thank you

You might also like