You are on page 1of 14

PENDEKATAN PENGOBATAN YANG OPTIMAL PADA DERMATITIS SEBOROIK Gary Goldenberg, Md Mount Sinai School of Medicine, Department of Dermatology,

New York, New York

ABSTRAK Dermatitis seboroik adalah kondisi kronis, berulang, berhubungan dengan kulit yang menyebabkan eritema dan pengelupasan. Kadang-kadang dermatitis seboroik muncul sebagai makula atau plak dengan sisik kering putih atau lembab berminyak. Pada orang dewasa, biasanya terjadi di daerah yang terdapat banyak kelenjar sebasea. Wajah dan kulit kepala adalah daerah yang paling sering terkena, dan mencakup beberapa area umum. Ketombe dianggap sebagai bentuk peradangan ringan dermatitis seboroik. Terdapat insiden tinggi dermatitis seboroik diantara orang dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau penyakit Parkinson. Penyebab dermatitis seboroik belum dapat dipahami, tetapi tampaknya berhubungan dengan komposisi sekresi kelenjar sebasea, perkembangan ragi Malassezia, dan respon imun host. Pilihan pengobatan untuk area yang bukan kulit kepala dan kulit kepala pada dermatitis seboroik termasuk agen topikal dan sampo yang mengandung zat antijamur, agen anti-inflamasi, agen keratolitik, dan inhibitor kalsineurin. Karena beberapa area tubuh biasanya terlibat, dokter harus memeriksa semua daerah yang sering terkena. Pasien harus disadarkan bahwa dermatitis seboroik adalah kondisi kronis yang mungkin akan kambuh bahkan setelah pengobatan yang berhasil (J Clin Aesthet Dermatol. 2013; 6(2): 4449.).

Dermatitis seboroik (SD) merupakan kondisi kronis, berulang, dan peradangan yang ditandai dengan eritema dan pengelupasan kulit. Dermatitis seboroik mungkin resisten terhadap pengobatan dan sering memiliki dampak negatif yang besar pada kualitas hidup.1-3 Hal ini mempengaruhi sekitar enam juta orang di Amerika Serikat dan berhubungan dengan biaya medis langsung dan tidak langsung sekitar 230 juta dollar per tahun.4 Meskipun penyebab SD tidak sepenuhnya dipahami, kemajuan telah dibuat pada daerah ini dan beberapa pilihan pengobatan yang efektif telah tersedia. Artikel ini akan meninjau presentasi klinis pada SD dan pemahaman saat ini mengenai etiologinya dan mendiskusikan pilihan pengobatan yang tersedia saat ini.
1

PRESENTASI KLINIS Dermatitis seboroik dapat muncul sebagai makula atau plak tipis dengan warna kemerahan atau kuning dan kering putih atau sisik yang lembab berminyak.5 Pada orang dewasa sering terjadi di daerah yang terdapat konsentrasi tinggi kelenjar sebasea, termasuk wajah, kulit kepala, telinga, dada, dan lipatan tubuh.5 Hal ini biasanya mempengaruhi beberapa daerah tubuh, pada wajah terjadi pada 88 persen pasien, kulit kepala 70 persen, dada 27 persen, sedangkan lengan atau kaki dalam 1 sampai 2 persen.3 Pada lebih dari separuh pasien dengan SD pada wajah, kulit kepala akan ikut terpengaruh.1,6 Pada wajah, SD umumnya terjadi pada lipatan nasolabial, alis, garis rambut anterior, dan glabella. Pada kulit kepala, lesi dapat berkisar dari deskuamasi ringan ringan sampai remah kecoklatan yang menempel di kulit dan rambut.5 Lesi di dada sentral mungkin memiliki petaloid appearance.7 Beberapa pasien melaporkan pruritus, terutama jika kulit kepala juga terkena.2,5,6 Hal ini umumnya tidak disertai dengan papula atau pustula.2 Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi yang dapat memperparah eritema dan eksudat dan menyebabkan rasa tidak nyaman.5 Pada orang dewasa, SD adalah kondisi kronis berulang yang ditandai dengan periode eksaserbasi yang terjadi pada variabel interval.6 Pasien kadang melaporkan bahwa wabah ini dipicu oleh stres emosional, depresi, kelelahan, paparan AC atau kondisi lembab atau kering di tempat kerja, infeksi sistemik, penggunaan obat tertentu, atau faktor-faktor lainnya.3 Bentuk infantil dari SD adalah kondisi self limited yang umumnya menyembuh pada usia tiga atau empat bulan.6 Bentuk dewasa biasanya muncul pertama kali sekitar masa pubertas, ketika kelenjar sebasea menjadi lebih aktif, kadang-kadang berlangsung sampai dewasa muda.1 Kondisi ini meningkat kembali saat memasuki usia 50 tahun.1 Ini mempengaruhi sekitar 1 sampai 5 persen orang dewasa imunokompeten dan sebanyak 2083 persen dari individual yang positif human immunodeficiency virus (HIV).5,6 Populasi lain berisiko meliputi orang dengan penyakit Parkinson atau gangguan neurologis lainnya, gangguan mood, stres hidup yang signifikan, atau sedikit terpapar sinar matahari.2 Pria lebih banyak memiliki SD dibanding perempuan, tapi tidak menunjukkan preferensi untuk setiap group ras atau etnis.6 Ini mungkin terjadi dalam hubungan dengan dermatitis atopik atau gangguan kulit lainnya, yang rumit diagnosisnya.8
2

Beberapa kontroversi telah mengelilingi hubungan antara SD, dan ketombe. Sebagian besar penulis setuju bahwa ketombe adalah bentuk ringan, noninflamasi dari SD.2,6,9 Ketombe sangat umum population.2 PENYEBAB DERMATITIS SEBOROIK Meskipun penyebab SD tidak sepenuhnya dipahami, tampaknya disebabkan hasil dari kombinasi tiga faktor berikut: sekresi kelenjar sebaceous, adanya ragi Malassezia, dan response kekebalan tubuh host.6 Sebum merupakan komponen penting dari lipid permukaan kulit dan berisi banyak squalene, ester lilin, dan trigliserid.10 Orang dengan SD tidak selalu disebabkan karena aktivitas kelenjar sebasea berlebihan, tapi komposisi lipid permukaan kulit mereka berubah, menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan respon mikroorganisme yang lipid-dependent.10 Peran Malassezia di SD sedikit kontroversial, meskipun sebagian besar peneliti percaya mereka memegang peranan yang penting.9 Malassezia adalah spesies komensal normal yang biasanya ditemukan terutama di infundibula folikular dan umumnya terisolasi dari daerah yang kaya sebum tubuh, seperti wajah, kulit kepala, tubuh, dan punggung.11 Mereka menghasilkan lipase yang melimpah yang menghidrolisis trigliserida dan asam lemak jenuh bebas di mana ragi adalah tergantung pada hal tersebut.12 Asam lemak ini mungkin memiliki efek iritan yang menginduksi pelepasan asam arakidonat yang menyebabkan peradangan pada kulit.9 Ada tujuh spesies utama: M. globosa , M. restricta , M. obtusa , M. slooffiae ,M. sympodialis , M. furfur , dan M. pachydermatis (yang terakhir hanya terjadi pada hewan).9 M. globosa dan M. Restricta dianggap spesies yang paling sering dikaitkan dengan SD, meskipun M. furfur dan spesies lainnya juga dikaitkan.9,13,14 Beberapa studi telah menemukan tingginya jumlah Malassezia pada kulit kepala orang dengan SD, tapi yang lain tidak menemukan perbedaan dalam kepadatan ragi antara kulit orang dengan SD dan orang tanpa SD.1 Metode pengambilan sampel yang berbeda mungkin berkontribusi terhadap temuan yang bertentangan. Malassezia tidak hanya ada di permukaan kulit, tetapi juga di dalam lapisan dari stratum corneum, dan jumlah pastinya membutuhkan memeriksa ketebalan penuh dari squama.1 Peran Malassezia di SD ditemukan dalam studi yang menunjukkan bahwa penggunaan berbagai pengobatan antijamur dengan hasil pengurangan jumlah Malassezia, yang disertai oleh perbaikan symptoms.6,9
3

ditemukan, dengan prevalensi sekitar 50 persen dari

Peran respon imun host di patogenesis SD tidak pasti. Beberapa peneliti melaporkan peningkatan jumlah sel pembunuh alami, CD16 sel, dan interleukin inflamasi dan aktivasi komplemen dalam kulit lesi pasien dengan SD dibandingkan dengan kulit tanpa lesi atau kulit kontrol orang yang sehat.6 Namun demikian, tingkat antibodi Total pada pasien SD dibanding kelompok kontrol tidak lebih ringgi dan respon host khusus untuk Malassezia belum teridentifikasi.9 Prevalensi SD di ODHA menunjukkan bahwa pada pasien kondisi ini dimediasi oleh sistem kekebalan tubuh. Namun respon SD terhadap suksesnya terapi retroviral sangat bervariasi.5 Dengan demikian, pemahaman definitif patofisiologi SD menunggu penelitian lebih lanjut, tetapi peran Malassezia ragi sebagai agen penyebab atau penghasil tampaknya dapat dipastikan.

DIAGNOSIS Diagnosis diferensial dari SD mencakup psoriasis, rosasea, Demodex dermatitis, eksim atopik, pitiriasis versicolor, dermatitis kontak, dan infeksi tinea.2 SD juga mungkin menyerupai sel Langerhans histiocytosis atau syphilis sekunder.2,5 Diagnosis biasanya berdasarkan klinis, tetapi kandidiasis, infeksi tinea, dan Demodex dermatitis dapat disingkirkan dengan test kalium hidroksida yang negatif.2 Harus diingat bahwa SD bisa disertai dengan gangguan dermatologis lainnya . Perawatan harus diambil untuk membedakan SD dari psoriasis vulgaris.15 SD awalnya memiliki tampilan yang spongiform yang membedakannya dari psoriasis, tetapi dalam tahap akhir kondisi lebih sulit untuk dibedakan. Beberapa pasien dengan sebopsoriasis, yang menunjukan dari kedua tahap penyakit. Lesi pada siku atau lutut dan kuku dengan pitting menunjukkan psoriasis, yang dapat mengenai wajah.15

PENGOBATAN Tujuan utama terapi untuk SD adalah untuk menghulangkan tanda-tanda penyakit dan mengurangi gejalanya mengganggu, terutama pruritus.6 Karena wajah dan kulit kepala adalahdaerah yang paling sering terkena, gatal atau kemerahan pada kulit kepala pada pasien dengan SD
3

pada wajah menunjukkan perlunya perawatan di kedua tempat

tersebut. Pasien harus diberitahu bahwa SD adalah kondisi kambuhan kronis, dan bahwa mereka harus mengantisipasi munculnya lagi di masa depan.16 Pasien juga harus

disarankan untuk menghindari sejauh mungkin pemicu gejala SD dan tidak mengiritasi lesi dengan berlebihan seperti menggaruk atau penggunaan preparat keratolitik yang poten.16,17

NONSCALP dermatitis seboroik Agen antijamur, agen anti-inflamasi, dan agen keratolitik tersedia dalam berbagai formulasi untuk pengobatan SD di daerah lain selain kulit kepala. Tabel 1 daftar umum yang pengobatan digunakan untuk nonscalp SD dan menunjukkan bukti yang mendukung penggunaannya. Agen antijamur, dengan pemahaman peran Malassezia di SD, agen antijamur memegang peran penting dalam pengobatan SD.

Tabel 1. Terapi untuk Dermatitis Seboroik pada Wajah Level bukti Obat Antifungi Kertokonazol Ciclopiroxolamin Sertaconazol Metronidazol (oral) Itrakonazol (oral) Lithium suksinat0lithium glukonat kortikosteroid Hodrokortison Kombinasi Antiinflamasi/Antifungi Krim Promiseb Topikal Inhibitor Kalsineurin Tacrolimus Pimecrolimus B B B A A A C A C A

Krim Ketokonazol 2 % digunakan 2 kali per hari selama 4 minggu terbukti memiliki efektivitas yang sama dengan krim hidrokortison 1% untuk dermatitis seboroik pada beberapa tempat.18 Pada suatu penelitian teracak dan tersamar ganda pada 459 pasien dengan dermatitis seboroik yang diterapi gel ketoconazole 2% asehari sekali selama 14 hari, didapatkan hasil yang baik (25.3% vs 13.9%, p=0.0014) dan gejala eritema, pruritus dan pengelupasan kulit menurun secara nyata pada pasien dengan terapi ketoconazol.19
5

Formula ketoconazole 2% menunjukan efektivitas yang lebih besar untuk terapi dermatitis seboroik di wajah, kulit kepala,dan badan, sama halnya dengan terapi krim ketokonazol 2%.20 Krim ciclopiroxilami 1% untuk penggunaan 2 kali per minggu selama 28 hari dilbandingkan penggunaan 1 kali perminggu selama 28 hari pada suatu penelitian kepada penderita dermatitis seboroik yanh teracak dan tersamar ganda, pada 129 pasien.21 Pada akhir fase terapi, hilangnya gejala seperti eritema dan pengelupasan kulit ditemukan pada 63% pasien dengan terapi ciclopriroxolamin dan 34% dengan terapi lain (p<0.007).21 Pada suatu studi yang menggunakan krim sertanazol nitat 2%, 59 persen dari 20 subjek dengan dermatitis seboroik mulai ringan sampai berat diterapi secara baik, disertai adanya perbaikan pada gejala pengelupasan kulit, eritema, indurasi dan pruritus.22 Suatu penelitian teracak dan tersamar ganda menunjukkan bahwa gel metronidazole 0.75% efektif, sama halnya dengan krim ketokonazol 2% untuk terapi dermatitis seboroik fasialis, dengan efek samping yang sepadan.23 Untuk pasien dermatitis sebotoik yang resisten dengan terapi topikal, oarl antifungal bisa menjadi pilihan terapi pengganti. Pada suatu penelitian menggunakan itrakonazol oral diberikan dalam dosis 200mf/hari selama 1 minggu, dibandingkan dengan dosis rumatan, menunjukkan perbaikan klinis.24,25 Kortikosteroid. Hidrokortison dan berbagai macam kortikosteroid potensi lemah sampai sedang menunjukkan hasil yang baik pada pasien dengan germatitis seboroik. Suatu penelitian tersamar ganda membandingkan potensi krim hidrokortison 1% dengan krim ketokonazol 2% pada 72 pasien dengan dermatitis seboroik dari ringan sampai berat didapatkan kedua krim tersebut memberikan respon yang sama untuk mengurangi pengelupasan kulit, kemerahan pada kulit, gatal-gatal dan papul-papul.26 Pada suatu penelitian selama 12 minggu, tersamar, serta teracak, percobaan komparatif, salep hidrokortison 1% sama efektifnya dengan salep tacrolimus 0.1% untuk mengurangi gejala pada dermatitis seboroik berdasarkan penilaian dokter, meskipun tacrolimus dirasa lebih baik mengurangi gejala menurut pasien.27 Kombinasi antifungi/antiinflamasi. Krim Promiseb topikal (Promius Pharma, LLC, Bridgewater, New Jersey) adalah obat nonsteroid dengan efek antiinflamasi dan aktivitas antifungal yang digunakan pada dermatitis seboroik.28 Suatu penelitian investigasi tersamar, dengan grup parallel, menggunakan 77 pasien dengan dermatitis seboroik di wajah yang diberi kombinasi antifungal/antiinflamasi dibandingkan krim desodid 0.05%
6

dua kali per hari selama lebih dari 28 hari.29 Keparahan gejala menurun dari hari ke-14 dan hari ke 28 d=padakedua kelompok.29 Terapi kombinasi antifungal/antiinflamasi terbukti sukses mengobati 85 persen dari pasien, sedangkan terapi dengan krim desonid memberikan hasil baik pada 92 persen pasien (p=tidak signifikan) dan dua terapi tersebut memiliki keamaman obat yang sama.29 Inhibitor kalsineurin. Inhibitor kalsineurin topikal memiliki efek imunomodulator dan antiinflamasi yang bermanfaat untuk terapi dermatitis seboroik.27 Pada suatu penelitian teracak, open label, krim pimecrolimus 1% dibandingkan dengan krim berametason 0.1% pada 20 pasien dengan dermatitis seboroik yang diinstruksikan untuk tak melanjutkan terapi bila gejala menghilang.30 Hari ke-9 pasien sudah tak melanjutkan terapi.30 Dua kelompok obat punya efektivitas sama untuk mengurangi gejala eritema, pengelupasan kulit, dan pruritus, tapi gejala bertahan lebih lama dengan penggunaan pimecrolimus.30 Suatu studi komparatif, krim pimecrolimus 1% dan ketokonazol 2% untuk terapi dermatitis seboroik, menunjukkan efek samping yang lebih tinggi.31,32 Krim pimecrolimus 1% ditemukan memiliki efektivitas yang lebih signifikan untuk terapi dermatitis seboroik daripada krom metilprednisolo 0.1% atau gel metronidazole 0.75% yang digunakan 2 kali per hari selama 8 minggu,dengan efek samping demam dan rekurensi yang lebih rendah daripada metronidazole.33

KULIT KEPALA DERMATITIS SEBOROIK Kulit kepala pada dermatitis seboroik yang paling baik diobati dengan shampoo yang mengandung zat antijamur, kortikosteroid, atau agen keratolitik; produk juga tersedia dalam kombinasi obat dari kelas-kelas yang berbeda. Daftar tabel 2 biasa digunakan pada pengobatan untuk kulit kepala dari dermatitis seboroik dan menunjukkan tingkat bukti yang mendukung penggunaannya. Shampoo anti jamur. Sampo ketokonazol 2% dibandingkan dengan sampo selenium sulfida 2,5% dalam empat minggu dengan menggunakan percobaan double-blind randomized pada pasien dengan ketombe sedang sampai berat.34 Penggunaan dua kali seminggu pada setiap sampo lebih baik dibandingkan dengan plasebo, tetapi tidak ada perbedaan signifikan satu dengan yang lain antara kedua sampo. Ada insidensi yang secara signifikan lebih tinggi tentang efek samping pada pasien menggunakan sampo selenium sulfida shampoo.34

Sampo ciclopirox 1% digunakan sekali atau dua kali seminggu selama empat minggu terbukti lebih unggul untuk pengobatan dermatitis seboroik pada studi terkontrol double-blind randomized yang merekrut 949 pasien.35 Penggunaan profilaksis selanjutnya dari sampo ciclopirox sekali seminggu atau sekali setiap dua minggu mengurangi tingkat kekambuhan.35 Sampo ciclopirox dan sampo ketokonazol dibandingkan dalam studi double-blind pada 350 pasien dengan dermatitis seboroik. Dua perlakuan tersebut sama-sama efektif dan keduanya lebih baik dibandingkan plasebo, meskipun pasien tersebut diberi sampo ciclopirox lebih menguntungkan.36 Sampo kortikosteroid. Dalam studi singleblind randomized dari 326 subyek dengan dermatitis seboroik sedang sampai berat pada kulit kepala, penggunaan sampo clobetasol propionat 0,05% dua kali seminggu untuk empat minggu menghasilkan penurunan gejala yang signifikan lebih besar dibandingkan sampo ketokonazol 2%.37 Penggunaan bergantian sampo clobetasol dan sampo ketokonazol lebih unggul sampo ketokonazole sendiri.37 Produk kombinasi. Promiseb Plus Scalp Wash (Promius Pharma, LLC) mengandung surfaktan dan agen pendingin kulit, yang menghilangkan kelebihan sebum serta laktoferin dan piroctone olamine, yang dapat mengurangi proliferasi dari Malassezia. 38 Dalam percobaan open-label, pada 25 subyek dengan dermatitis seboroik menggunakan ini untuk mencuci kepala mereka, rata-rata dua kali seminggu selama dua minggu.38 Ke-25 subjek memiliki respon positif dan lebih dari 90% melaporkan perbaikan terhadap seborrhea, ketombe, gatal, dan kemerahan.38 Dalam sebuah studi single-blind, sampo yang mengandung ciclopiroxolamine 1,5% dan asam salisilat 3% terbukti memiliki khasiat yang sama dengan sampo ketokonazol 2% untuk pengobatan ketombe (dermatitis seboroik).39 Pada kedua kelompok, perbaikan dipertahankan selama 14 hari setelah pengobatan berakhir.39 Sebuah sampo yang mengandung ciclopiroxolamine 1,5% dan seng pyrithione 1% ditemukan seefektif gel busa ketokonazol 2% dalam studi single-blind. Dari 189 pasien dengan kulit kepala dermatitis deboroik, dengan penurunan lebih besar pada pruritus selama fase pengobatan dini dan peringkat lebih baik dari pasien.40 Produk keratolitik. Studi A double-blind randomized membandingkan sampo yang mengandung asam lipohydroxy 0,1% dan asam salisilat 1,3% dengan sampo yang mengandung ciclopiroxolamine 1,5% dan asam salisilat 3% dalam 100 subyek dengan
8

kulit kepala dermatitis seboroik.41 Setelah empat minggu pengobatan, toleransi, keberhasilan global, dan efek kosmetik dari sampo lipohydroxy asam signifikan lebih unggul dari mereka yang menggunakan sampo ciclopiroxolamine.41

Sebuah larutan topikal dari urea, propilen glikol, dan laktat asam, dioleskan setiap hari selama empat minggu kemudian tiga kali per seminggu selama empat minggu, dibandingkan dengan plasebo untuk pengobatan kulit kepala dermatitis seboroik ringan sampai parah.42 Eritema dan deskuamasi diperbaiki pada Minggu 2 dan 4, tetapi perbaikan tidak dipertahankan pada minggu delapan.42

KESIMPULAN Dermatitis seboroik adalah keadaan radang kulit kronis yang umumnya ditandai dengan eritema dan kulit pengelupasan yang cenderung kambuh bahkan setelah pengobatan yang berhasil dan memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup penderita. Kejadian tersebut muncul berkaitan dengan proliferasi komensal spesies Malassezia. Terjadinya di beberapa area tubuh, umumnya wajah dan kulit kepala adalah daerah yang paling sering terkena. Banyak antijamur, agen anti-inflamasi, keratolitik, dan imunomodulator telah terbukti efektif dalam pengobatan dermatitis seboroik, tetapi pasien harus diberitahu bahwa kekambuhan adalah umum dan pengobatan berkelanjutan mungkin diperlukan.
9

Referensi 1. Bikowski J. Facial seborrheic 8. Del Rosso JQ, Kim GK. Seborrheic

dermatitis: a report on current

dermatitis and Malassezia

status and therapeutic horizons. J Drugs species: how are they related? J Clin Dermatol. 2009;8(2):125133. Aesthet Dermatol. 2009:2(11):1417.

2. Gupta AK, Bluhm R, Cooper EA, et al. 9. Gupta AK, Batra R, Bluhm R, et al. Skin Seborrheic dermatitis. Dermatol Clin. 2003;21:401412. diseases associated with Malassezia species. J Am Acad Dermatol.

3. Peyri J, Lleonart M, and the Spanish 2004;51:785798. Group of the SEBDERM 10. De Luca C, Valacchi G. Surface

Study. Clinical and therapeutic profile lipids as multifunctional and quality of life of mediators of skin responses to

patients with seborrheic dermatitis. Actas environmental stimuli. Mediators Dermosifiliogr. 2007;98:476482. Inflamm. 2010;2010:321494. 11. Hay RJ. Malassezia, dandruff and

4. Bickers DR, Lim HW, Margolis D, et seborrhoeic dermatitis: an al. The burden of skin 2006;55:490500. overview. Br J Dermatol. 2011;165(Suppl diseases: 2004. J Am Acad Dermatol. 2):28. 12. Dawson TL Jr. Malassezia globosa and

5. Sampaio AL, Mameri AC, Vargas TJ, et restrica: breakthrough al. Seborrheic dermatitis. An Bras Dermatol. 2011;86:10611074. 6. Del Rosso JQ. Adult understanding of the etiology and

treatment of dandruff and through whole-

seborrheic seborrheic dermatitis genome analysis. J Invest J

dermatitis. A status report on practical topical management.

Clin Dermatol Symp Proc. 2007;12:1519. 13. Lee YW, Byun HJ, Kim BJ, et al. Distribution of Malassezia

Aesthet Dermatol. 2011;4(5):3238. 7. Reider N, Fritsch PO.

Seborrheic species on the scalp in Korean seborrheic dermatitis patients.

dermatitis. In: Bolognia JL,

Jorizzo JL, Schaffer JV, eds. Dermatology. Ann Dermatol. 2011;23(2):156161. 3rd ed. Philadelphia: Penn: Elsevier; 2012. 14. Nakabayashi A, Sei Y, Guillot J. Identification of Malassezia
10

species

isolated

from

patients

with 20. Elewski BE, Abramovits W, Kempers S, et al. A novel foam

seborrheic dermatitis, atopic

dermatitis, pityriasis versicolor and normal formulation of ketoconazole 2% for the subjects. Med Mycol. 2000;38:337341. 15. Habif TP. Psoriasis and treatment of seborrheic dermatitis on multiple body regions. J other Drugs Dermatol. 2007;6(10):10011008.

papulosquamous diseases. In: Habif

TP. Clinical Dermatology: A Color Guide 21. Dupuy P, Maurette C, Amoric JC, et to Diagnosis and Therapy. 5th ed. Philadelphia: al. Randomized, placeboPenn: controlled, double-blind study on clinical efficacy of J. Management of ciclopiroxolamine 1% cream seborrhoeic dermatitis. Br in facial

Elsevier; 2010. 16. Faergemann

seborrheic dermatitis and 2000;1(2):7580. 17. Stefanaki I, Katsambasa

pityriasis versicolor. Am J Clin Dermatol. J Dermatol. 2001;144:10331037. 22. Elewski BE, Cantrell WC. An open-label A. study of the safety and efficacy of sertaconazole nitrate in the

Therapeutic update on seborrheic

dermatitis. Skin Therapy Lett. 2010;15(5):1 treatment of seborrheic 4. dermatitis. J Drugs Dermatol. 18. Katsambas A, Antoniou CH, Frangouli 2011;10(8):895899. E, et al. A double-blind 23. Seckin D, Gurbuz O, Akin O.

trial of treatment of seborrheic dermatitis Metronidazole 0.75% gel vs. with 2% ketoconazole ketoconazole 2% cream in the treatment

cream compared with 1% hydrocortisone of facial seborrheic cream. Br J Dermatol. 1989;121:353357. 19. Elewski B, Ling MR, dermatitis: a randomized, double-blind

study. J Eur Acad Phillips TJ. Dermatol Venereol. 2007;21:345350. 24. Shemer A, Kaplan B, Nathansohn N, et

Efficacy and safety of a new

once-daily topical ketoconazole 2% gel al. Treatment of moderate in the treatment of to severe facial seborrheic dermatitis with

seborrheic dermatitis: a phase III trial. J itraconazole: an open Drugs Dermatol. 2006;5(7):646650. non-comparative study. Isr Med Assoc J. 2008;10:417418.
11

25. Kose O, Erbil H, Gur AR. Oral of a nonsteroidal cream (Promiseb Topical itraconazole for the treatment of seborrhoeic dermatitis: an Cream) and desonide open, cream 0.05% in the twice-daily treatment of mild to moderate

noncomparative trial. J Eur

Acad Dermatol Venereol. 2005;19:172175. seborrheic dermatitis of the face. Clin 26. Stratigos JD, Antoniou C, Katsambas A, Dermatol. et al. Ketoconazole 2% 2009;27(Suppl):S48S53. Rigopoulos D, Ioannides D,

cream versus hydrocortisone 1% cream 30. in the treatment of seborrheic dermatitis. A

Kalogeromitros D, et al. Pimecrolimus double-blind cream 1% vs. betamethasone 17-valerate 0.1% cream in the treatment of seborrhoeic dermatitis. A clinical trial. Br J Dermatol. 2004;151:1071

comparative study. J Am Acad Dermatol. 1988;19:850853.

27. Papp KA, Papp A, Dahmer B, Clark CS. randomized open-label Single-blind, randomized

controlled trial evaluating the treatment 1075. of facial seborrheic dermatitis with hydrocortisone 31. Firooz A, Solhpour A, Gorouhi F, et al. 1% Pimecrolimus cream, 1%, vs. hydrocortisone acetate cream, 1%, in the

ointment compared with

tacrolimus 0.1% ointment in adults. J treatment of facial Am Acad Dermatol. 2012;67:e11e15. seborrheic dermatitis: a randomized,

investigator-blind, clinical

28. Kircik L. An open-label, single-center trial. Arch Dermatol. 2006;142(8):1065 pilot study to determine the antifungal activity of a 1086. new 32. Koc E, Arca E, Kose O, Akar A. An open, randomized, in prospective, comparative study of topical pimecrolimus 1% cream and topical ketoconazole 2% cream

nonsteroidal cream (Promiseb Topical Cream) after 7 days of use healthy volunteers. Clin Dermatol. 2009;27(Suppl):S44S47. 29. Elewski B. An

investigator-blind, in the treatment of seborrheic dermatitis. J Dermatol Treat.

randomized, 4-week, parallel-

group, multicenter pilot study to compare 2009;20(1):49. the safety and efficacy 33. Cicek D, Kandi B, Bakar S, Turgut D. Pimecrolimus 1% cream,
12

methylprednisolone aceponate 0.1% cream 37. Ortonne J-P, Nikkels AF, Reich K, et and metronidazole al. Efficacious and safe

0.75% gel in the treatment of seborrheic management of moderate to severe scalp dermatitis: a 2009;20:344349. seborrhoeic dermatitis clobetasol propionate shampoo

randomized clinical study. J Dermatol Treat. using

0.05% combined with

34. Danby FW, Maddin WS, Margesson ketoconazole shampoo 2%: a randomized, LJ, Rosenthal D. A randomized, double-blind, controlled study. Br J placebo- Dermatol. 2011;165:171176. 38. Kircik L. Subject evaluation of the shampoo versus treatment of seborrheic dermatitis of the scalp with a non-steroidal

controlled trial of ketoconazole 2%

selenium sulfide 2.5%

shampoo in the treatment of moderate to scalp wash. Poster severe dandruff. J Am Acad Dermatol. 1993;29:10081012. presented at: 2012 Winter Clinical

Dermatology Conference;

35. Shuster S, Meynadier J, Kerl H, January 1419, 2012; Kaanapali, Hawaii. Nolting S. Treatment and 39. Squire RA, Goode K. A randomised,

prophylaxis of seborrheic dermatitis of single-blind, single-centre the scalp with clinical trial to evaluate comparative clinical

antipityrosporal 1% ciclopirox shampoo. efficacy of shampoos Arch Dermatol. Goldenberg_Seb_Derm copy_Layout containing ciclopirox olamine (1.5%) and 1 salicylic acid (3%), or

2/13/13 2:45 PM Page 48[ F e b r u a r y 2 ketoconazole (2%, Nizoral 0 1 3 V o l u m e 6 N u m b e r 2 ] ) for the treatment of dandruff/ 49 2005;141:4752. seborrhoeic dermatitis. J Dermatol Treat. 2002;13:5160. G, Ermosilla V, Study

36. Ratnavel RC, Squire RA, Boorman 40. Lorette GC. Clinical efficacies of

Investigators Group. Clinical

shampoos containing ciclopirox olamine efficacy of a new ciclopiroxolamine/zinc (1.5%) and pyrithione shampoo in

ketoconazole (2.0%) in the treatment of scalp seborrheic dermatitis treatment. Eur seborrhoeic dermatitis. J Dermatol Treat. 2007;18:8896. J Dermatol. 2006;16(5):558564.
13

41. Seite S, Rougier A, Talarico S. dermatitis of the scalp with a topical solution Randomized study comparing the of urea, lactic acid,

efficacy and tolerance of a llipohydroxy and propylene glycol (K301): results of acid shampoo to a two double-blind, placebo-controlled studies.

ciclopiroxolamine shampoo in the treatment randomised, of scalp seborrheic dermatitis. J Cosmet Dermatol. 2009;8:249 393403. 253. 42. Emtestam L, Svensson A, Rensfeldt K. Treatment of seborrheic

Mycoses. 2012;55(5):

14

You might also like