You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LANDASAN TEORI 1.1.1. OTOT POLOS Secara anatomi, otot polos berbeda dari otot rangka dan otot jantung karena otot polos tidak memperlihatkan gambaran serat-lintang. Hal ini disebabkan karena otot polos memiliki filamen-filamen yang tidak tertata dalam susunan yang teratur, seperti pada otot rangka dan jantung. Otot polos terdiri dari serabut-serabut yang jauh lebih kecil daripada serabut-serabut otot rangka yaitu dengan diameter 2 sampai 5 mikron dan panjangnya hanya 50 sampai 200 mikron. Di dalam otot polos terdapat retikulum sarkosplasma, tetapi tidak berkembang dengan baik. Secara umum, otot polos mempunyai sedikit mitokondria, dan sangat bergantung pada proses glikolisis untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya. Struktur dan fungsi otot polos di berbagai bagian tubuh sangat beragam. Secara umum, otot polos dapat dibagi menjadi dua yaitu otot polos viseral (unitary smooth muscle) dan otot polos multi-unit (multi unit smooth muscle)

Gambar 1 Otot polos visceral dan Otot polos multi-unit

1. Otot Polos Viseral Serat-serat otot polos viseral biasanya berbentuk lembaran yang luas, memiliki banyak jembatan taut-celah
1

dengan

resistensi-rendah

yang

menghubungkan tiap-tiap sel otot dan berfungsi sebagai sinsitium. Otot polos viseral memiliki banyak gap junction atau neksi dengan resistensi rendah. Gap junction menghubungkan tiap-tiap sel otot dan dapat dilalui ion-ion secara bebas dari satu sel ke sel yang lain sehingga potensial aksi dapat mengalir dari satu serat ke serat berikutnya dan menyebabkan sinsial karena sel-selnya berhimpitan satu sama lain. Jenis otot polos viseral ditemukan terutama di dinding visera yang berongga, seperti pada jaringan otot dinding saluran pencernaan, saluran empedu, uterus, ureter, dan pembuluh darah.

2. Otot Polos Multi-unit Otot polos multi-unit tersusun atas unit-unit tersendiri tanpa jembatan penghubung (gap junction). Otot jenis ini tidak dapat dikendalikan secara volunter (sadar), tiap serabutnya bekerja tanpa tergantung pada serabut otot yang lain dan seringkali dipersarafi oleh sebuah ujung saraf tunggal, seperti halnya pada serabut otot lurik. Permukaan luar serabut ini, ditutupi oleh selaput tipis yang terdiri dari substansi mirip membran basal yakni glikoprotein yang dapat membantu menyekat serabut tersebut terpisah satu sama lain. Sifat yang paling penting dari serabut otot polos multi-unit adalah pengaturan serabut ini terutama dilakukan dengan sinyal saraf (walaupun otot itu sendiri biasanya tidak mencetuskan potensial aksi). Keadaan ini berbeda dengan otot viseral yang pengaturannya sebagian besar diakibatkan oleh rangsangan bukan dari saraf. Beberapa contoh otot polos multi-unit di dalam tubuh adalah serabut otot polos dari muskulus siliaris pada mata, iris mata, kelopak mata yang membungkus mata (pada beberapa binatang rendah), ototpiloerektor yang menyebabkan tegaknya rambut bila dirangsang dengan saraf simpatis, dan otot polos pada sebagian besar pembuluh darah. Otot polos dapat mempertahankan suatu keadaan dalam jangka lama, kontraksi menetap yang dinamai tonus kontraksi otot polos atau hanya tonus otot polos. Kontraksi tonik otot polos dapat disebabkan dalam 2 jalan, yaitu : 1. Disebabkan oleh sumasi denyut kontraktilitas tersendiri; tiap denyut kontraktilitas dimulai oleh potensial aksi yang terpisah dalam jalan yang sama seperti timbulnya kontraksi tetanik di dalam otot rangka.

2. Disebabkan karena eksitasi otot polos langsung yang lama tanpa potensial aksi, biasanya disebabkan oleh faktor jaringan setempat atau hormonhormon yang bersikulasi. Misalnya kontraksi tonik dinding pembuluh darah yang lama tanpa diperantarai potensial aksi selalu disebabkan oleh angiotensin, vasopresin atau norepinerfin dan ia memainkan peranan penting dalam regulasi tekanan arteri untuk jangka panjang. Potensial aksi pada otot polos visceral sama seperti yang terjadi pada otot rangka. Akan tetapi potensial aksi hanya terjadi pada otot polos visceral dan tidak terjadi pada otot polos multiunit. Action potential sebagian besar terjadi pada smooth muscle dan itu pertanda adanya extrinsic stimulus. Potensial aksi dalam otot polos visceral terjadi dalam dua bentuk : 1. Potensial aksi pasak Potensial aksi pasak merupakan potensial yang dapat ditimbulkan melalui banyak cara seperti dengan perangsangan listrik, kerja zat transmitter dari serabut saraf atau akibat spontan dalam serabut otot itu sendiri. Lamanya potensial aksi ini biasanya sekitar sepuluh milidetik sampai 50 detik. 2. Potensial plateau Jenis potensial lain yang ditimbulkan oleh otot polos visceral, dimana repolarisasi dihambat selama beberapa ribu milidetik, terutama disebabkan karena pelambatan pada proses inaktivasi membran.

1.1.2

OBAT KOLINERGIK DAN ADRENERGIK

1. Kolinergik Obat kolinergik disebut juga dengan obat parasimpatonimetik, yang mempunyai arti menyerupai perangsangan saraf parasimpatik. Tetapi kadang ada serat yang berjalan dalam saraf, yang secara anatomis termasuk saraf simpatik, ternyata menggunakan asetilkolin sebagai transmitter. Istilah kolinergik lebih tepat digunakan unuk mengambarkan zat perantaranya daripada jenis sarafnya.

Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat kolinergik dapat dibagi dalam tiga golongan: 1. Golongan ester dari kolin, dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol, betanekol. 2. Golongan antikolinesterase, termasuk didalamnya eserin (fisostigmin), prostigmin (neostigmin), diisopropil-fluorofosfat (DFP), insektisida golongan organofosfat. 3. Golongan alkaloid tumbuhan yaitu muskarin, pilokarpin, dan arekolin. Contoh obat : a. Pilokarpin Pilokarpin berasal dari tanaman Pilocarpus jaborandi dan Pilocarpus microphyllus yang bekerja pada efek muskarinik tetapi juga memperlihatkan efek nikotinik. Pilokarpin menyebabkan rangsangan terhadap kelenjar keringat, kelenjar air mata dan kelenjar ludah, dan meningkatkan kontraksi otot polos lambung.

2. Adrenergik Obat golongan ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek neurotransmitor norepinerfin dan epinerfin (yang disebut juga noradrenalin dan adrenalin) dari susunan saraf simpatis. Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik karena efek yang ditimbulkan mirip efek aktivitas susunan saraf simpatis, tetapi nama ini kurang tepat karena aktivitas susunan saraf simpatis ada yang diperantarai oleh transmitor asetilkolin. simpatik. Senyawa adrenergik memiliki 7 macam peranan, yakni : 1. Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, kelenjar liur dan keringat. 2. Penghambatan perifer terhadap otot polos usus,bronkus, dan pembuluh darah otot rangka. 3. Perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.

4. Perangsangan SSP, misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan. 5. Efek metabolik, misalanya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak. 6. Efek endokrin, yaitu mempengaruhi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis. 7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan neurotransmiter NE dan Ach. Contoh obat : a. Adrenalin (Ephineprin) Melalui reseptor dan 2, ephinerfin menimbulkan relaksasi otot polos saluran cerna pada umumnya : tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang. Adrenalin bekerja mendilatasi : peristaltik berkurang. b. Sulfat Atropin Atropin ditemukan pada Atropa belladona dan Datura Stramonium. Atropin menyebabkan berkurangnya sekresi air liur dan sebagian juga sekresi lambung. Pada saluran cerna, menghambat peristaltis lambung dan usus sehingga disebut obat antipasmodik.

1.2 TUJUAN Untuk mengetahui pengaruh substansi adrenergic dan cholinergic yaitu asetilkolin, adrenalin, pilokarpin, dan sulfas atropin terhadap gambaran kontraksi otot polos visceral secara in vitro.

BAB II METODE KERJA

2.1 SARANA Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut : 1. Kimograf 2. Kertas pencatat 3. Tabung perendam lambung 4. Benang dan penulis 5. Katak yang diambil lambungnya 6. Obat-obat yang akan diselidiki pengaruhnya terhadap otot polos yaitu : a. Adrenalin 0,01 % b. Asetilkolin 0,5 % c. Sulfat Atropin 0,01 % d. Pilokarpin 0,5 % 7. Larutan thyrode

2.2 PROSEDUR 1. Menyiapkan sediaan otot polos lambung katak : a. Merusak otak katak terlebih dahulu seperti pada praktikum kepekaan saraf perifer dan otot rangka. b. Menempatkan katak terlentang di atas papan katak, kemudian memfiksir kedua kaki belakangnya dengan menggunakan jarum. c. Mengiris rongga dada dan rongga perut katak tersebut dengan irisan yang berbentuk huruf Y dengan menggunakan gunting dan pinset. d. Memperhatikan secara in vivo pergerakan-pergerakan lambung katak tersebut setelah perut katak terbuka. e. Membebaskan lambung katak dari jaringan sekitarnya dengan hati-hati. 2. Mengikat bagian pilorus lambung katak sedistal mungkin dan bagian kardia seproximal mungkin dengan benang, dan memotong bagian pilorus di

sebelah distal dari ikatan, dan memotong bagian kardia di sebelah proximal dari ikatan. 3. Mengaliri larutan thyrode dengan oksigen dengan kecepatan optimal. 4. Memasukkan potongan lambung ke dalam larutan thyrode di dalam tabung perendam sesegera mungkin. 5. Mengikat ujung kardia pada kait dalam tabung perendam, dan

menghubungkan ujung pilorus dengan benang pada penulis sehingga percobaan pencatatan gerakan-gerakan lambung bisa dimulai. 6. Mencatat gerakan lambung yang normal sebanyak kira-kira 10 kali kontraksi sambil memperhatikan frekuensi, amplitudo, serta tonusnya setiap akan mengawali pengamatan terhadap pengaruh suatu obat atau bahan. 7. Menyelidiki pengaruh beberapa macam obat-obatan terhadap kontraksi otot polos lambung dengan meneteskan 3 tetes adrenalin ke dalam tabung perendam dan mencatat pada kimograf pengaruh obat tersebut terhadap kontraksi lambung. 8. Mencuci lambung katak dengan jalan mengganti cairan dalam tabung perendam dengan cairan thyrode yang baru sebanyak 2 kali setiap selesai mempelajari pengaruh obat pada otot polos lambung katak dan meneteskan kembali obat-obat (asetilkolin, sulfat atropin, dan pilokarpin) dengan metode yang sama seperti pada adrenalin untuk mengetahui pengaruh obat-obatan tersebut terhadap kontraksi otot polos lambung katak.

BAB III HASIL PRAKTIKUM


Dari praktikum yang telah kami lakukan, diperoleh hasil yaitu :

Jenis Obat

Frekuensi (kontraksi per menit)

Amplitudo (millimeter) 2 mm 3,2 mm 3 mm 2,8 mm 1,7 mm 2,4 mm 2,25 mm

Tonus (naik/tetap/turun)

Normal Asetilkolin Kontrol

2,25 :-

Turun

Percobaan : Adrenalin Kontrol : 1,5

Percobaan : 0,5 Pilokarpin Kontrol : 1,75

Tidak dapat ditentukan Turun

Percobaan : 2 Sulfas Atropin Kontrol : 1,875

Percobaan : 1,625

BAB IV PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, kami menggunakan otot polos lambung katak. Otot polos lambung katak dimasukkan dalam tabung yang berisi larutan thyrode dan dialiri oksigen. Kami memperhatikan beberapa hal pada percobaan ini yaitu frekuensi, amplitudo, dan tonus. Frekuensi adalah banyaknya gelombang yang dibentuk oleh kontraksi otot polos per satuan waktu yang telah ditentukan, amplitudo adalah simpangan yang paling jauh dari titik keseimbangan pada getaran, sedangkan tonus adalah tegangan yang terjadi pada otot. Keadaan Normal Pada saat keadaan normal, yaitu suatu keadaan tanpa diberi penambahan apapun, pada percobaan yang kami lakukan, terjadi 2,25 kontraksi dalam waktu 1 menit, dengan panjang amplitudo 2 mm. Hal ini menunjukkan bahwa lambung katak yang sudah terpisah dari jaringan di sekitarnya yang kemudian kami rendam dalam larutan thyrode dan dialiri O2, masih dapat melakukan kontraksi walaupun lemah. Hal ini disebabkan karena larutan thyrode memiliki komposisi seperti cairan tubuh yakni mengandung glukosa yang berfungsi sebagai sumber energi bagi otot lambung, sehingga sel-sel lambung masih tetap dapat melakukan metabolisme meskipun berada di luar jaringannya. Adapun efek dari pemberian obat yang kami lakukan terhadap kontraksi otot polos lambung katak yaitu : 1. Adrenalin Sebelum meneteskan adrenalin pada lambung yang direndam dalam cairan thyrode, kami memperoleh kontrol sebesar 1,5 kontraksi per menit dengan amplitudo sebesar 3,2 mm. Kemudian, setelah kami menambahkan setengah tetes adrenalin pada lambung yang direndam dalam larutan thyrode, hal ini menyebabkan perubahan pada frekuensi kontraksi yaitu 0,5 kontraksi per menit dengan amplitudo sebesar 3 mm.

Dari hasil praktikum, adrenalin dapat menurunkan tonus otot yang dapat dilihat dari penurunan frekuensi dan amplitudo. Hal ini disebabkan karena adrenalin dapat meningkatkan potensial membran sehingga permeabilitas terhadap ion turun sehingga otot lebih rileks. Dalam praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil yang sesuai dengan teori.

2. Pilokarpin Sebelum meneteskan pilokarpin pada lambung yang direndam dalam cairan thyrode, kami memperoleh kontrol sebesar 1,75 kontraksi per menit dengan amplitudo sebesar 2,8 mm. Setelah kami menambahkan 3 tetes pilokarpin pada lambung yang direndam dalam larutan thyrode, hal ini menyebabkan perubahan pada frekuensi kontraksi yaitu 2 kontraksi per menit dengan amplitudo sebesar 1,7 mm. Dari hasil praktikum dapat diketahui, frekuensi kontraksi bertambah dan amplitudo berkurang sehingga tonus otot tidak dapat ditentukan. Hal ini kurang sesuai dengan teori, dimana pilokarpin seharusnya dapat meningkatkan frekuensi kontraksi dan amplitudo sehingga tonus otot menjadi naik. Menurut kami, hal ini disebabkan karena pencucian yang kurang bersih, sehingga masih menyisakan efek dari adrenalin pada preparat lambung yang menyebabkan penurunan amplitudo.

3. Sulfas Atropin Sebelum meneteskan sulfas atropin pada lambung yang direndam dalam cairan thyrode, kami memperoleh kontrol sebesar 1,875 kontraksi per menit dengan amplitudo sebesar 2,4 mm. Setelah kami menambahkan 3 tetes sulfas atropin pada lambung yang direndam dalam larutan thyrode, hal ini menyebabkan perubahan pada frekuensi kontraksi menjadi 1,625 kontraksi per menit dengan amplitudo sebesar 2,25 mm. Dari hasil praktikum, sulfas atropin dapat menurunkan tonus otot yang dapat dilihat dari penurunan frekuensi dan amplitudo. Hal ini disebabkan karena sulfas atropin tegolong pada obat antikolinergik yang bekerja dengan cara mencegah ikatan antara reseptor dengan asetilkolin. Atropin mencegahnya dengan cara mengikat reseptor terlebih dahulu sehingga sistem kerjanya dapat menurunkan tonus. Di samping itu, sulfas atropin

10

dapat meningkatkan potensial membran sehingga permeabilitas terhadap ion turun sehingga otot lebih rileks. Dalam praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil yang sesuai dengan teori.

BAB V SIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa substansi adrenergic (Adrenalin dan sulfas atropin) dapat mengakibatkan penurunan kontraksi otot polos visceral pada lambung katak yang dapat dilihat dari penurunan frekuensi kontraksi dan amplitudo serta penurunan tonus otot. Substansi cholinergic (Pilokarpin) dapat meningkatkan kontraksi otot polos visceral sehingga terjadi peningkatan frekuensi kontraksi dan amplitudo serta tonus otot menjadi naik.

11

DAFTAR PUSTAKA
Ganong, WF. 2008. Fisiologi Kedokteran, edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,EGC Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Marieb, Elaine.2006.Human Anatomy & Physiology Laboratory Manual.USA: Pearson Education.

12

LAMPIRAN - LAMPIRAN

13

You might also like