You are on page 1of 22

VI-1

BAB VI
LINE BALANCING


6.1. Landasan Teori Li ne Bal anci ng
Menurut Gaspersz (2004), line balancing merupakan
penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu
assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya
work station dan meminimumkan total harga idle time pada semua
stasiun untuk tingkat output tertentu. Dalam penyeimbangan
tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang dispesifikasikan
untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus
dipertimbangkan.
Menurut Purnomo (2004), line balancing merupakan
sekelompok orang atau mesin yang melakukan tugas-tugas
sekuensial dalam merakit suatu produk yang diberikan kepada
masing-masing sumber daya secara seimbang dalam setiap
lintasan produksi, sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi di
setiap stasiun kerja. Line balancing adalah suatu penugasan
sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling
berkaitan dalam satu lintasan atau lini produksi. Stasiun kerja
tersebut memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dan
stasiun kerja. Fungsi dari Line balancing adalah membuat suatu
lintasan yang seimbang. Tujuan pokok dari penyeimbangan
lintasan adalah meminimumkan waktu menganggur (idle time)
pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat
(Baroto, 2002).
Manajemen industri dalam menyelesaikan masalah line
balancing harus mengetahui tentang metode kerja, peralatan-
peralatan, mesin-mesin, dan personil yang digunakan dalam
VI-2

proses kerja. Data yang diperlukan adalah informasi tentang
waktu yang dibutuhkan untuk setiap assembly line dan
precedence relationship. Aktivitas-aktivitas yang merupakan
susunan dan urutan dari berbagai tugas yang perlu dilakukan,
manajemen industri perlu menetapkan tingkat produksi per hari
yang disesuaikan dengan tingkat permintaan total, kemudian
membaginya ke dalam waktu produktif yang tersedia per hari.
Hasil ini adalah cycle time yang merupakan waktu dari produk
yang tersedia pada setiap stasiun kerja (work station) (Baroto,
2002).
Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan
dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu diagram yang
disebut precedence diagram atau diagram pendahuluan. Dalam
suatu perusahaan yang memiliki tipe produksi massal, yang
melibatkan sejumlah besar komponen yang harus dirakit,
perencanaan produksi memegang peranan yang penting dalam
membuat penjadwalan produksi (production schedule) terutama
dalam masalah pengaturan operasi-operasi atau penugasan kerja
yang harus dilakukan.
Keseimbangan lini sangat penting karena akan menentukan
aspek-aspek lain dalam sistem produksi dalam jangka waktu yang
cukup lama. Beberapa aspek yang terpengaruh antara lain biaya,
keuntungan, tenaga kerja, peralatan, dan sebagainya.
Keseimbangan lini ini digunakan untuk mendapatkan lintasan
perakitan yang memenuhi tingkat produksi tertentu. Demikian
penyeimbangan lini harus dilakukan dengan metode yang tepat
sehingga menghasilkan keluaran berupa keseimbangan lini yang
terbaik. Tujuan akhir pada line balancing adalah memaksimasi
kecepatan di tiap stasiun kerja sehingga dicapai efisiensi kerja
yang tinggi di tiap stasiun (Kusuma, 1999).
VI-3

6.1.1 Langkah Pemecahan Li ne Bal anci ng
Menurut Gaspersz (2004), terdapat sejumlah langkah
pemecahan masalah line balancing. Berikut ini merupakan
langkah-langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang
akan dilakukan.
b. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
setiap tugas itu.
c. Menetapkan precedence constraints, jika ada yang berkaitan
dengan setiap tugas itu.
d. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.
e. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi
output.
f. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya: waktu
diantara penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan output yang diinginkan dalam batas toleransi
dari waktu (batas waktu yang yang diijinkan).
g. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja atau mesin.
h. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stasion)
yang dibutuhkan untuk memproduksi output yang diinginkan.
i. Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
j. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaiki proses terus-
menerus (continous process improvement).
Line balancing biasanya dilakukan untuk meminimumkan
ketidakseimbangan diantara mesin-mesin atau personel agar
memenuhi output yang diinginkan dari assembly line itu.
Menyelesaikan masalah line balancing, manajemen industri harus
dapat mengetahui tentang metode kerja, peralatan-peralatan,
mesin-mesin, dan personel yang digunakan dalam proses kerja.
Selain itu, diperlukan informasi tentang waktu yang dibutuhkan
VI-4

untuk setiap assembly line dan precedence relationship diantara
aktivitas-aktivitas yang merupakan susunan dan urutan dari
berbagai tugas yang perlu dilakukan (Gaspersz, 2004).

6.1.2 Istilah-Istilah Li ne Bal anci ng
Ada beberapa istilah yang lazim digunakan dalam line
balancing. Berikut adalah istilah-istilah yang dimaksud (Baroto,
2002):
1. Precedence diagram
Precedence diagram digunakan sebelum melangkah pada
penyelesaian menggunakan metode keseimbangan lintasan.
Precedence diagram sebenarnya merupakan gambaran secara
grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi
kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan
dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya, adapun tanda
yang dipakai dalam precedence diagram adalah sebagai berikut:
a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk
mempermudah identifikasi asli dari suatu proses operasi.
b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses
operasi. Hal ini operasi yang ada di pangkal panah berarti
mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak panah.
c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang
diperlukan untuk menyelesaikan setiap proses operasi.
2. Assemble Product
Assemble Product adalah produk yang melewati urutan work
station dimana, setiap work station memberkan proses tertentu
hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan akhir.
3. Waktu menunggu (Idle Time)
Dimana operator atau pekerja menunggu untuk melakukan
proses kerja ataupun kegiatan operasi yang selanjutnya akan
VI-5

dikerjakan. Selisih atau perbedaan antara Cycle time (CT) dan
Stasiun Time (ST), atau CT dikurangi Stasiun Time (ST).



Keterangan: n = J umlah stasiun kerja.
Ws = Waktu stasiun kerja terbesar.
Wi = Waktu sebenarnya pada stasiun kerja.
i = 1,2,3,,n.
4. Keseimbangan Waktu Senggang (Balance Delay)
Balance delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan
lintasan yang dihasilkan dari waktu mengganggur sebenarnya
yang disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna
diantara stasiun-stasiun kerja. Balance delay dapat
dirumuskan sebagai berikut:



Keterangan: D = Balance delay (%). C =Waktu siklus.
N = J umlah stasiun kerja.
ti = J umlah semua waktu operasi.
ti = Waktu operasi.
5. Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi
tiap stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar
(Ws). Efisiensi stasiun kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:


6. Line efficiency merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja
dibagi dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja atau
jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi jumlah stasiun kerja.


VI-6

Line efficiency dapat dirumuskan sebagai berikut:



Keterangan: STi =Waktu stasiun kerja dari ke-i.
K =J umlah stasiun kerja.
CT = Waktu siklus.
7. Work Station merupakan tempat pada lini perakitan dimana
proses perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval
waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja yang efisien dapat
ditetapkan dengan rumus:



Keterangan: ti =Waktu operasi (elemen).
C =Waktu siklus stasiun kerja.
Kmin =J umlah stasiun kerja minimal.
8. Smoothes index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan
kelancaran relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu.


K
1 i
2
maks
STi) (STi SI

Keterangan:
maks
ST =Maksimum waktu di stasiun
Sti =Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i.

6.1.3 Metode Penyeimbang Lini Perakitan
Menurut Purnomo (2004), metode penyeimbangan lini
perakitan lintasan diuraikan menjadi beberapa metode. Berikut ini
merupakan metode-metode yang digunakan dalam keseimbangan
lintasan, antara lain adalah sebagai berikut.

VI-7

1. Metode kilbridge-Wester Heuristic.
2. Metode Hegelson-Birnie
3. Metode Moodie Young
4. Metode Immediate Updater First-Fit Heuristic.
5. Metode Rank and Assign Heuristic.
Metode-metode yang telah dikembangkan terbatas hanya
pada penjelasan dari kedua metode akan menjadi bagian dalam
memecahkan permasalahan untuk membuat lini keseimbangan
yang baik. Kedua metode tersebut adalah metode Kilbridge-Wester
dan Metode Hegelson-Birnie atau RPW (Ranked Positional Weight).
Berikut ini merupakan penjelasan langkah-langkah dalam metode
RPW (Ranked Positional Weight) (Baroto, 2002).
a. Buat precedence diagram untuk tiap proses.
b. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang
berkaitan dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaaan yang
terpanjang dari mulai operasi permulaan hingga sisa operasi
sesudahnya.
c. Membuat rangking tiap elemen pekerjaan berdasarkan bobot
posisi di langkah 2. Pengerjaan yang memilki bobot terbesar
diletakkan pada rangking pertama.
d. Tentukan waktu siklus.
e. Pilih elemen operasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke
stasiun kerja. J ika masih layak (waktu stasiun < CT),
alokasikan operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun
alokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun >CT.
f. Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun >
CT, maka sisa waktu ini (CT-ST) dipenuhi dengan alokasi
elemen operasi dengan bobot paling besar dan penambahannya
tidak membuat ST >CT.
VI-8

g. J ika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST
>CT sudah tidak ada, maka kembali ke langkah ke-5.
Metode kilbridge-wester heuristic dikembangkan oleh sesuai
dengan namanya, yaitu kilbridge dan wester. Adapun Langkah-
langkah dalam pengerjaan metode kilbridge adalah sebagai berikut
(Purnomo, 2004).
a. Buat precedence diagram dari precedence data yang ada,
berilah tanda daerah-daerah yang memuat elemen-elemen kerja
yang tidak saling bergantung.
b. Tentukan waktu siklus dengan cara mencoba-coba (trial) faktor
dari total elemen kerja yang ada.
c. Mendistribusikan elemen kerja pada setiap stasiun kerja
dengan aturan bahwa total waktu elemen kerja yang
terdistribusikan pada sebuah stasiun kerja tidak boleh melebihi
waktu siklus yang ditetapkan.
d. Keluarkan elemen kerja yang telah didistribusikan pada stasiun
kerja dan mengulangi 3 langkah sampai semua elemen kerja
yang ada terdistribusikan ke stasiun kerja.

6.2 Pembahasan Li ne Bal anci ng
Modul line balancing ini digunakan untuk menekan waktu
menganggur seminimal mungkin dengan membagi tugas dalam
stasiun kerja. Dalam hal ini terkait dengan modul line balancing
untuk perhitungannya dari berbagai metode yang ada pada
praktikum ini hanya digunakan dua metode, yaitu metode
kilbridge wester dan ranked positional weight. Dua metode ini
digunakan karena dianggap paling baik dibandingkan dengan
metode lain. Penyelesaian masalah line balancing membutuhkan
beberapa informasi data dari pembuatan produk lemari tas seperti
data waktu perakitan, perencanaan produksi, hari kerja dan
VI-9

waktu kerja. Berikut merupakan data penunjang sebagai data
perhitungan line balancing, yaitu Assembling Proces Chart (APC)
yang digunakan, dapat dilihat pada gambar 6.1 dan data waktu
perencanaan produksi (agregat), dapat dilihat pada tabel 6.1
Gambar 6.1 Peta Proses Perakitan Pembuatan Lemari Tas

VI-10

Tabel 6.1 Perencanaan Produksi
Periode Data Peramalan Perencanaan Agregat (P)
1 540 575
2 540 540
3
540 540
4 540 540
5
540 540
6 540 540
7 540 540
8
540 540
9 540 540
10
540 540
11 540 540
12
540 540
6515

Pengambilan waktu pembuatan lemari tas dilakukan
berdasarkan Assembling Proces Chart (APC). Tabel 6.1 merupakan
kegiatan perakitan pada pembuatan lemari tas.
Tabel 6.2 Kegiatan Perakitan Pada Pembuatan Lemari Tas
Node Deskripsi Tugas
Waktu
(Menit)
Node
Pendahulu
Mesin
yang
digunakan
1
Perakitan Papan
Bawah dan Papan
Samping (Assy 1)
5,32 -
Meja
Assembling
2
Perakitan Assy1 dan
Papan Tengah (Assy
2)
6,13 1
Meja
Assembling
3
Perakitan Assy 2
dan Papan Atas
(Assy 3)
6,42 2
Meja
Assembling
4
Perakitan Assy 3
dan Papan Belakang
(Assy 4)
2,34 3
Meja
Assembling
5
Perakitan Assy 4
dan Pintu Bawah
(Assy 5)
2,19 4
Meja
Assembling
6
Perakitan Assy 5
dan Pintu Atas
2,37 5
Meja
Assembling
VI-11

Setelah mengetahui waktu operasi dari masing-masing node
tugas, maka langkah selanjutnya membuat precedence diagram
dari operasi-operasi yang dilakukan. Rencana produksi
pembuatan lemari tas yaitu 6515 unit/ tahun. Hari kerja selama 1
tahun selama 298 hari dan waktu kerja selama 8 jam.

Kecepatan lintasan =
(298 hari kerja x 8 jam x 60 menit )
6515

=21,95 22 menit/ unit

Gambar 6.2 Precidence Diagram Waktu Perakitan Pembuatan lemari Tas

Penyelesaian masalah line balancing pada laporan ini
menggunakan 2 metode, yaitu dan metode Kilbridge-Wester dan
metode RPW (Ranked Positional Weight).

6.2.1 Metode Ki l bri dge Bal anci ng Operasi
Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan
dalam line balancing. Perhitungan metode ini yaitu dengan cara
menggelompokkan pekerjaan ke dalam sejumlah kelompok yang
mempunyai tingkat keterhubungan yang sama. Metode Kilbrige &
Wester merupakan pengelompokan stasiun kerja dengan
memperhatikan kolom yang memiliki waktu yang mendekati cycle
time.
Total waktu perakitan produk =24,7 menit
Untuk dapat difaktorkan nilai total waktu produksi dinaikan
menjadi 25 menit (nilai ini hanya digunakan untuk mencari
cycle time)
Faktor-faktor dari 25 adalah 5, 5
Waktu maksimum (tmaks) adalah 6,42 menit
VI-12

Karena C tmaks,
C =Waktu Siklus
tmaks =Waktu terbesar dari keseluruhan elemen kerja
tmaks =6,42 menit 7
Dibawah ini pembagian kelompok berdasarkan task:



Gambar 6.3 Pengelompokan Berdasarkan Task untuk Operasi
Setelah dilakukan pengelompokan, maka dibuat stasiun
kerjanya dengan memperhatikan total operasinya tidak boleh
melebihi cycle time. Pengalokasian stasiun kerja yang dibentuk
dapat dilihat pada tabel 6.2.

Tabel 6.3 Pengalokasian Stasiun Kerja Operasi Metode Kilbriges & Wester
untuk Operasi

Stasiun
Kerja

Operasi

Kecepatan Stasiun

Idle

Efisiensi
Stasiun Kerja
(%)

1


1

5,32

1,68

76

2


2

6,13

0,87

87,57

3


3

6,42

0,58

91,72

4


4,5.6

2,34+2,19+2,37 =6,9

0,1

98,57
Berdasarkan perhitungan di atas maka dibuatlah
keterangan dalam memperjelaskan dalam melakukan perhitungan
tersebut. Rumus yang digunakan adalah effisiensi statsiun kerja =
(Total Waktu Stasiun Kerja/ CT)x100%.
VI-13

Keterangan tabel 6.3:
Pada kolom 1 merupakan stasiun kerjanya.
Pada kolom 2 merupakan operasi yang terjadi pada
pengelompokan stasiun kerja.
Pada kolom 3 merupakan kecepatan stasiun dengan jumlah
operasi berdasarkan pengelompkan stasiun kerja.
Pada kolom 4 merupakan waktu mengangur dalam stasiun
kerja atau idle time. Idle time didapat dari waktu siklus
dikurang total waktu operasi dalam stasiun kerja.
Pada kolom 5 merupakan persentase efisiensi pada stasiun
kerja. Didapat dengan membagi total waktu operasi pada
stasiun kerja dengan waktu siklus kemudian dikali 100 %.
Contoh perhitungan pada stasiun kerja 4 =(6,9 / 7) x 100% =
98,57%.
Berdasarkan penjelasan yang sudah dilakukan di atas maka
dibuatlah precedence diagram dari hasil perhitungan sebelumnya
dengan metode Kilbriges & Wester untuk operasi pada proses
produksi. Precedence diagram dari hasil perhitungan sebelumnya
dengan metode Kilbriges & Wester dapat dilihat pada gambar 6.4.




Gambar 6.4 Precedence Diagram Metode Ki l briges & Wester Untuk Operasi

Berdasarkan pengolahan yang dilakukan dari metode
killbridge-Wester dengan 1 lintasan dan kecepatan 7 menit per
produk. Penjelasan dapat dilihat pada gambar 6.5 merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan lemari tas.
VI-14


Gambar 6.5 Hasil Penyeimbangan Lintasan Ki ll bri dge
Berdasarkan perhitungan metode kilbride, dimana
perusahaan telah menetapkan operator dalam perakitan produk
lemari tas dalam satu lintasan. Satu lintasan tersebut didapatkan
4 stasiun kerja.
Kapasitas produksi =
1 lintasan x 298 hari kerja x 8 jam kerja x 60 menit
22 menit per unit

=6502 unit/ tahun
J adi, metode ini membutuhkan lembur, yaitu ( 6515 unit - 6502
unit) =13 unit.
Perhitungan waktu efesiensi ini dimana akan mengetahui
seberapa besar waktu atau persentase waktu menggangur
ataupun waktu menggangur kinerja pembuatan lemari tas yang
dilakukan operator. Mengetahui waktu efisiensi stasiun kerja yang
terbentuk, dilakukan pengukuran utilitas sebagai berikut:
Efisiensi Lini =
Tst
(K)(CT)
x100%
=
25
(4)(7)
x100%
= 89,29%
Balance Delay = 100% - Efisiensi Lini
= 100% - 89,29%
= 10,71%
Smoothness Index =(CI Si)
2

= (3,9257)
2

= 1,98 menit
VI-15

Berdasarkan perhitungan di atas perhitungan untuk
metode smoothness index ini adalah untuk mengetahui index yang
menunjukan kelancaran dari suatu keseimbangan lini assembly.
Tabel perhitungan smoothness index dapat dilihat pada tabel 6.3
Tabel 6.4 Perhitungan Smoothnes Index
Stasiun Kerja CT-SI (CT-SI)
2
1 1,68 2,8224
2 0,87 0,7569
3 0,58 0,3364
4 0,1 0,01
3,9257
1,98


6.2.2 Metode RPW (Ranked Posi ti onal Wei ght) Untuk Operasi
Perhitungan metode ini, yaitu dengan cara menggelompokkan
pekerjaan ke dalam sejumlah kelompok berdasarkan jumlah
stasiun kerja minimal dan dalam melakukan pengalokasian sesuai
dengan waktu siklus yang dimiliki.
Langkah awal dalam penyelesaiaan dengan menggunakan
metode bobot posisi, yaitu membuat matriks keterdahuluan
berdasarkan jaringan kerja serta besar waktu operasinya dan
dapat dilihat pada tabel 6.4
Tabel 6.5 Matriks J aringan kerja
Operasi
pendahulu
Operasi Pengikut
1 2 3 4 5 6
1

1 1 1 1 1
2 0

1 1 1 1
3 0 0

1 1 1
4 0 0 0

1 1
5 0 0 0 0

1
6 0 0 0 0 0


VI-16


Tabel 6.6 Waktu Operasi Perakitan Kerja
Operasi
pendahulu
Operasi Pengikut
J umlah
1 2 3 4 5 6
1

6,13 6,42 2,34 2,19 2,37 24,7
2 0 6,13 6,42 2,34 2,19 2,37 19,45
3 0 0 6,42 2,34 2,19 2,37 13,32
4 0 0 0 2,34 2,19 2,37 6,9
5 0 0 0 0 9 2,37 4,56
6 0 0 0 0 0 2,37 2,37

Berdasarkan data pada tabel 6.5, selanjutnya adalah
mengurutkan operasi pekerjaan dengan memprioritaskan waktu
operasi terbesar. Berikut ini hasil dari pengurutan operasi kerja
dan dapat dilihat pada tabel 6.6.
Tabel 6.7 Urutan Operasi Berdasarkan Waktu Operasi
Sebelum Sesudah
Operasi
Pendahulu
J umlah Operasi Pendahulu J umlah
1 24,7 1 24,7
2 19,45 2 19,45
3 13,32 3 13,32
4 6,9 4 6,9
5 4,56 5 4,56
6 2,37 6 2,37

Stasiun kerja atau work station adalah lokasi-lokasi tempat
elemen kerja dikerjakan. Penentuan jumlah satsiun kerja
didapatkan dengan memperhatikan total waktu operasi dengan
waktu siklus suatu pekerjaan serta pembagian stasiun kerja dapat
dilihat pada tabel 6.7 dan gambar 6.6.

VI-17

Total waktu perakitan produk adalah 24,77 25
Waktu siklus didapatkan dari waktu yang terbesar dari
seluruh operasi perakitan adalah 6,42 atau dibulatkan
menjadi 7 menit
Menentukan minimal stasiun kerja yang dibutuhkan
didapatkan dengan cara
Work stasiun minimum =
Total waktu operasi perakitan
waktu siklus
=
25
7

= 3,57 4 stasiun kerja

Tabel 6.8 Efisiensi Stasiun Kerja
Stasiun
kerja
Operasi Kecepatan stasiun Idle
Effesien
stasiun kerja
1 1 5,32 1,68 76 %
2 2 6,13 0,87 87,57%
3 3 6,42 0,58 91,71%
4
4,5 dan
6
2,34 +2,19 +2,37 =
6,9
0,1 98,57 %





Gambar 6.6 Precedence Diagram Metode Ranked Posi ti on Wei ght untuk
Operasi

Berdasarkan tabel 6.7, maka dapat dibuat sebuah diagram
alir dari operasi perakitan lemari tas. Berikut ini merupakan hasil
lintasan dengan menggunakan metode bobot posisi dengan 1
lintasan dan kecepatan lintasan 22 menit/ produk dan dapat
dilihat pada gambar 6.7.
VI-18


Gambar 6.7 Stasiun Kerja yang Terbentuk
Berdasarkan perhitungan metode Ranked Positional Weight
(RPW), dimana perusahaan telah menetapkan operator dalam
perakitan produk lemari tas dalam satu lintasan. Satu lintasan
tersebut didapatkan 4 stasiun kerja.
Kapasitas produksi =
1 lintasan x 298 hari kerja x 8 jam kerja x 60 menit
22 menit per unit

=6502 unit/ tahun
J adi, metode ini membutuhkan lembur, yaitu ( 6515 unit - 6502
unit) =13 unit.
Efisiensi lini yaitu rasio dari total waktu stasiun terhadap
keterkaitan waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja yang
dinyatakan dalam persentase. Berikut ini merupakan efisiensi lini
dari metode bobot posisi.
Efisiensi Lini =
Tsi
(K)(CT)
x100%
=
25
(4)(7)
x100%
= 89,29%
Balance delay merupakan jumlah waktu menganggur suatu
lini perakitan arena pembagian kerja antar stasiun yang tidak
merata. Berikut ini merupakan balance delay dari metode bobot
posisi.
Balance Delay = 100% - Efisiensi Lini
= 100% - 89,29%
= 10,71%
VI-19

Smoothness index merupakan suatu indeks yang
menunjukkan kelancaran relatif dari suatu keseimbangan lini
perakitan. Berikut ini merupakan smoothness index dari metode
bobot posisi dan dapat dilihat pada tabel 6.8.
Tabel 6.9 Perhitungan Smothness Index
Stasiun Kerja CT-SI (CT-SI)
2
1 1,68 2,8224
2 0,87 0,7569
3 0,58 0,3364
4 0,1 0,01
3,9257
1,98

Contoh Perhitungan Smothness Index:
Stasiun Kerja 1 =7 5,32 =1,68
Stasiun Kerja 2 =7 6,13 =0,87
Stasiun Kerja 3 =7 6,42 =0,58
Stasiun Kerja 4 =7 6,9 =0,1
Smoothness Index =(CI Si)
2

= (3,9257)
2

= 1,98 menit

6.2 Analisis Li ne Bal anci ng
Perhitungan line balancing menggunakan dua metode yang
berbeda, yaitu metode kilbridge dan metode Ranked Positional
Weight (RPW). Metode kilbridge yaitu dilakukan berdasarkan
pengelompokkan elemen kerja ke dalam tingkat hubungan yang
sama. Metode Ranked Positional Weight (RPW), yaitu dilakukan
dengan menentukan jumlah stasiun kerja minimal dan melakukan
pengalokasian berdasarkan bobot yang dimiliki. Perhitungan yang
dilakukan dengan menggunakan metode ini antara lain yaitu
VI-20

menentukan waktu siklus, jumlah stasiun kerja minimal yang ada,
efisiensi lini, balance delay, dan smoothness index.
Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan dalam
perhitungan kilbirdge ini dapat diketahui dari banyaknya stasiun
kerja dalam pembuatan lemari tas terdiri atas empat stasiun kerja.
Masing-masing stasiun kerja tersebut memiliki tingkat efesiensi
kerja yang cukup bervariatif dikarenakan dalam pembuatan lemari
tas ini memiliki waktu perakitan yang berbeda-beda dari perakitan
ke satu sampai dengan perakitan ke enam. Hasil yang didapat
untuk waktu efesiensi pekerjaan dalam dalam persentase waktu
efesiensi lini, balance delay, dan smoothnes index cukup baik
dalam melakukan sebuah perakitan. Masing-masing nilai tersebut
akan menentukan banyaknya perumusan atau pemecahan
masalah untuk metode kilbirdge. Kata lain metode ini merupakan
metode terbaik yang digunakan karena pada penerapan line
balancing ini mengumpulkan suatu pemasalahan yang terjadi
pada perakitan lemari tas, sehingga dalam pemecahan masalah
yang terjadi dapat dikembangkan dari masalah yang sudah
dipecahkan sehingga akan didapat dari solusi pemecahannya.
Hasil untuk efesiensi lini, yaitu 89,29% menyatakan bahwa rasio
dalam membuat rangkaian kegiatan perakitan dalam stasiun kerja
memiliki persentase yang cukup baik dan sebaliknya jika
persentase kurang dari 89,29% menyatakan efesiensi lini kurang
baik. Hasil yang didapat pada balance delay yaitu 10,71%
menyatakan bahwa dalam mengatur kegiatan perakitan pekerjaan
di dalam stasiun kerja sebesar 10,71% tidak merata sedangkan
dalam smoothness index hasil yang didapat adalah 1,98 menit. Hal
tersebut menyatakan bahwa dalam melakukan perakitan lemari
tas ini waktu yang relatif baik 1,98 dengan kata lain dari hasil
masing-masing perakitan lemari tas.
VI-21

Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan dalam
perhitungan ranked positional weigth ini dapat diketahui dari
banyaknya stasiun kerja dalam pembuatan lemari tas terdiri atas
empat stasiun kerja. Masing-masing stasiun kerja tersebut
memiliki tingkat efesiensi kerja yang cukup bervariatif
dikarenakan dalam pembuatan lemari tas ini memiliki waktu
perakitan yang berbeda-beda dari perakitan ke satu sampai
dengan perakitan ke enam. Hasil yang didapat untuk waktu
efesiensi pekerjaan dalam dalam persentase waktu efesiensi lini,
balance delay dan smoothnes index cukup baik dalam melakukan
sebuah perakitan. Hasil untuk efesiensi lini yaitu, 89,29%
menyatakan bahwa rasio dalam membuat rangkaian kegiatan
perakitan dalam stasiun kerja memiliki persentase yang cukup
baik dan sebaliknya jika persentase kurang dari 89,29%
menyatakan efesiensi lini kurang baik. Hasil yang didapat pada
balance delay yaitu, 10,71% menyatakan bahwa dalam mengatur
kegiatan perakitan pekerjaan di dalam stasiun kerja sebesar
10,71% tidak merata sedangkan dalam smoothness index hasil
yang didapat adalah 1,98 menit. Hal tersebut menyatakan bahwa
dalam melakukan perakitan lemari tas ini waktu yang relatif baik
1,98 dengan kata lain dari hasil masing-masing perakitan lemari
tas.
Perbandingan ini akan menentukan banyaknya barang yang
akan diproduksi sehingga dalam melakukan produksi lemari tas
dapat diketahui. Syarat yang diketahui yaitu, lintasan, hari kerja
dan waktu kerja dapat diketahui terlebih dahulu.
Metode Kilbrige & Wester dilakukan suatu perhitungan
dalam kapasitas untuk metode ini dengan lintasan yang
diinginkan suatu perusahaan adalah 1 lintasan dengan 1 shift.
Shift yang ditentukan 1 tersebut untuk waktu produksi
VI-22

pembuatan lemari tas ini dalam waktu satu tahun ialah 298 hari
dengan waktu 8 jam sehari. Metode ini memperkerjakan 16
operator dengan kapasitas produksi, yaitu 6502 unit/ tahun.
Berdasarkan hasil yang didapat dalam metode Kilbrige & Wester
adalah 6502 unit/ tahun. Hasil tersebut masih belum mampu
memenuhi kebutuhan produksi yang telah ditentukan sehingga
bila ingin memenuhi kebutuhan tersebut maka dilakukan waktu
lembur dalam mencapai target yang ditentukan. Hasil yang
dibutuhkan dalam agregat adalah 6515 maka bila dari
menggunakan metode Kilbrige & Wester yang berjumlah 6502
maka hasil tersebut masih membutuhkan 13 unit produk lemari
tas untuk menutupi kekurangan yang terjadi pada perakitan atau
pembuatan lemari tas ini.
Metode Bobot Posisi (Ranked Positional Weigth) mendapatkan
kecepatan operasi terlambat adalah operasi 3 sebesar 6,42 menit
sehingga dijadikan waktu siklus pada metode ini. J ika kecepatan
operasi yang terlambat dijadikan kecepatan lintasan, produk yang
dihasilkan hanya sebesar 1629, karena seperempat dari lintasan
yang diinginkan. Perusahaan diinginkan harus membuat 1
lintasan dengan 1 shift. Metode ini memperkerjakan 16 operator
dengan kapasitas produksi sebesar 6502 unit per tahun. Hasil ini
masih belum mampu memenuhi kebutuhan produksi yang telah
ditentukan sehingga bila ingin memenuhi kebutuhan tersebut
maka dilakukan waktu lembur dalam mencapai target yang
ditentukan. Hasil yang dibutuhkan dalam agregat adalah 6515
maka bila dari menggunakan metode Bobot Posisi (Ranked
Positional Weigth) yang berjumlah 6502 maka hasil tersebut masih
membutuhkan 13 unit produk lemari tas untuk menutupi
kekurangan yang terjadi pada perakitan atau pembuatan lemari
tas ini.

You might also like